Anda di halaman 1dari 25

A.

Pengertian
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan
sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan
glomerulus filtration rate (GFR) (Long, B.C. 2010)
CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana
ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan
samar (insidious) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan
metabolism, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau
azotemia (Rasjidi, Imam dkk. 2008).
Gagal ginjal kronik berdasarkan National Kidney Foundation (NKF) Kidney
Disease Outcome Quality Initiative (K/000/) Guidelines Update tahun 2002 dalam
panduan pelayanan medic model interdisiplin penatalaksanaan oleh Dr. Imam
Rasjidi, definisi penyakit gagal ginjal kronik (GGK) adalah:
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, berupa kelainan struktur ginjal, dapat atau tanpa
disertai penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) yang ditandai dengan:
a. Kelainan patologi, dan
b. Adanya pertanda kerusakan ginjal, dapat berupa kelainan laboratorium
darah atau urine, atau kelainan radiologi.
2. LFG < 60 ml/ menit/1,73 m2 selama >3 bulan, dapat disertai atau tanpa disertai
kerusakan ginjal.
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronik
(GGK) atau Chronic Kidney Disease (CKD) adalah gangguan fungsi renal
dimana terjadi penurunan fungsi ginjal yang cukup berat secara perlahan-lahan
(menahun) yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan kesimbangan cairan dan elektrolit.
B. Etiologi
Beberapa individu tanpa kerusakan ginjal dan dengan GFR normal atau
meningkat dapat beresiko menjadi CKD, sehingga harus dilakukan pemeriksaan
lanjutan untuk menentukan apakah individu-individu ini menderita CKD atau
tidak (Corwin, Elizabeth J. 2009).
Kondisi-kondisi yang meningkatkan resiko terjadinya CKD:
1. Riwayat penyakit ginjal polikistik atau penyakit ginjal genetik lainnya di
keluarga
2. Bayi dengan berat badan lahir rendah
3. Anak-anak dengan riwayat gagal ginjal akut akibat hipoksia perinatal atau
serangan akut lainnya pada ginjal
4. Hipoplasia atau displasia ginjal
5. Gangguan urologis, terutama uropati obstruktif
6. Refluks vesikoureter yang berhubungan dengan infeksi saluran kemih
berulang dan parut di ginjal
7. Riwayat menderita sindrom nefrotik dan nefritis akut
8. Riwayat menderita sindrom uremik dan nefritis akut
9. Riwayat menderita purpura Henoch-Schonlein
10. Diabetes Melitus
11. Lupus Eritermatosus Sistemik
12. Riwayat menderita hipertensi
13. Penggunaan jangka panjang obat anti inflamasi non steroid

C. Klasifikasi
Pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat GFR (Glomerulus Filtrat
Rate)1:
1. Stadium 1
Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dengan GFR masih
normal > 90 ml/menit/1,73 m2.
2. Stadium 2
Kerusakan ginjal ringan dengen penurunan nilai GFR, belum terasa gejala yang
mengganggu.
Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persistan dengan GFR 60-89
ml/menit/1,73 m2.
3. Stadium 3
Kerusakan ginjal masih bisa dipertahankan.
Kelainan ginjal dengan GFR 15-29 ml/menit/1,73 m2.
4. Stadium 5
Kerusakan parah harus cuci ginjal.
Kelainan ginjal dengan GFR < 15 ml/menit/1,73m2.
Progresi CRF melewati empat tahap, yaitu penurunan cadangan ginjal,
insufiensi ginjal, gagal ginjal, dan end-stage renal disease. Tahap perkembangan
gagal ginjal menurut Baradero yaitu:
1. Penurunan cadangan ginjal \
a. Sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi
b. Lajut filtrasi glomerulus 50-50% normal
c. BUN dan kreatinin serum masih normal
d. Pasien asimtomatik
2. Gagal ginjal (insufisiensi ginjal)
a. 75-80% nefron tidak berfungsi
b. Laju filtrasi glomerulus 20-40% normal
c. BUN dan kreatinin serum mulai meningkat
d. Anemia ringan dan azotemia ringan
e. Nokturia dan poliuria
3. Gagal ginjal
a. Laju filtrasi glomerulus 10-20% normal
b. BUN dan kreatinin serum meningkat
c. Anemia, azotemia, dan asidosis metabolik
d. Berat jenis urine 1,010
e. Poliuria dan nokturia
4. End stage renal disease (ESRD)
a. Lebih dari 80% nefron tidak berfungsi
b. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal
c. BUN dan kreatinin tinggi
d. Anemia, azotemia, dan asidosis metabolik
e. Berat jenis urine tetap 1,010
f. Oliguria
Perbandingan nilai kreatinin, laju filtrasi glomerulus dan clearance rate
untuk menilai fungsi ginjal.(3)
GFR Kreatinin (ml/ menit/ Clearance Rate (ml/
(mg/dL) 1,73 m2) menit)
Normal >90 Pria <1,3 Pria 90-145
Wanita <1,0 Wanita 75-115
Gangguan ginjal 60-89 Pria 1,3-1,9 56-100
ringan Wanita 1-1,9
Gangguan ginjal 30-59 2-4 35-55
sedang
Gangguan ginjal 15-29 >4 <35
berat

D. Patofisiologis/Pathway
Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam, dan
penimbunan produk sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang
sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal
ginjal kronis mungkin minimal karena nefron-nefron lain yang sehat mengambil
alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan laju filtrasi,
reabsorbsi, dan sekresinya serta mengalami hipertrofi dalam proses tersebut.
Seiring dengan mankin banyaknya nefron yang mati, nefron yang tersisa
menghadapi tugas yang semakin berat, sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak
dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan
tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk meningktkan reabsorbsi protein.
Seiring dengan penyusutan progresif nefron, terjadi pembentukan jaringan parut
dan penurunan aliran darah ginjal. Pelepasan rennin dapat meningkat, dan
bersama dengan kelebihan beban cairan, dapat menyebabkan hipertensi.
Hipertensi mempercepat gagal ginjal, mungkin dengan meningkatkan filtrasi
(karena tuntutan untuk mempercepat gagal ginjal, mungkin dengan meningkatkan
filtrasi (karena tuntutan untuk reabsorbsi) protein plasma dan menimbulkan stress
oksidatif.
Kegagalan ginjal membentuk eritroprotein dalam jumlah yamg adekuat
seringkali menimbulkan anemia dan keletihan akibat anemia berpengaruh buruk
pada kualitas hidup. Selain itu, anemia kronis menyebabkan penurunan oksigenasi
jaringan di seluruh tubuh dan mengaktifkan refleks-refleks yang ditujukan untuk
meningkatkan curah jantung guna memperbaiki oksigenasi. Refleks ini mencakup
aktivasi susunan saraf simpatis dan peningkatan curah jantung. Akhirnya,
perubahan tersebut merangsang individu yang menderita gagal ginjal mengalami
gagal jantung kongesttif sehingga penyakit ginjal kronis menjadi satu faktor
resiko yang terkait dengan penyakit jantung.(3)
Selama gagal ginjal kronik beberapa nefron termsuk glomeruli dan tubula
masih berfungsi, sedangkan nefron yang lain sudah rusak dan tidak berfungsi lagi.
Nefron yang masih utuh dan berfungsi mengalami hipetrofi dan menghasilkan
filtrat dalam jumlah banyak. Reabsorbsi tubula juga meningkat walaupun laju
filtrasi glomerulus berkurang. Kompensasi nefron yang masih masih utuh dapat
membuat ginjal mempertahankan fungsinya sampai tiga perempat nefron rusak.
Solut dalam cairan menjadi lebih banyak dari yang dapat direabsorbsi dan
mengakibatkan dieresis osmotic dengan poliura dan haus. Akhirnya, nefron yang
rusak bertambah dan terjadi oliguria akibat sisa metabolisme tidak disekresikan.
Tanda dan gejala timbul akibat cairan dan elektrolit yang tidak seimbang,
perubahan fungsi regulator tubuh, dan retensi solut. Anemia terjadi karena
produksi eritrosit juga terganggu (sekresi eritropoietin ginjal berkurang). Pasien
mengeluh cepat lelah, pusing, dan letargi. Hiperurisemia sering ditemukan pada
pasien dengan ESDR. Fosfat serum juga meningkat, tetapi kalsium mungkin
normal atau di bawah normal. Hal ini disebabkan eksresi ginjal terhadap fosfat
menurun. Ada peningkatan produksi parathormon sehingga kalsium serum
mungkin normal.
Tekanan darah meningkat karena adanya hipervolemia; ginjal mengeluarkan
vasopresor (renin). Kulit pasien juga mengalami hiperpigmentasi serta kulit
tampak kekuningan atau kecoklatan. Uremic frosts adalah kristal deposit yang
tampak pada pori-pori kulit. Sisa metabolism yang tidak dapat diekskresikan oleh
ginjal diekskresikan melalui kapliler kulit yang halus sehingga tampak uremic
frosts: pasien dengan gagal ginjal yang berkembang dan menjadi berat tanpa
pengobatan yang efektif), dapat mengalami tremor otot, kesemutan betis dan kaki,
perikarditis dan pleuritis. Tanda ini dapat hilang apabila kegagalan ginjal dapat
ditangani dengan midifikasi diet, medikasi, dan atau dialysis.\
Gejala uremia terjadi sangat perlahan sehingga pasien tidak dapat
menyebutkan awitan uremianya. Gejala azotemia juga berkembang, termasuk
letargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan menurun, cepat
marah, dan depresi. Gagal ginjal yang berat menunjukkan gejala anoreksia, mual
dan muntah yang berlangsung terus, pernapasa pendek, edema pitting, serta
pruritus.
Pathway
E. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner & Suddart (2002) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis
dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda
dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat
kerusakan ginjal, usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala
pasien gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut :
1. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema
periorbital, Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
2. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku
tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
3. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul
4. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,
mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
5. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai,
panas pada telapak kaki, perubahan perilaku
6. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
7. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler
G. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001)
serta Suwitra (2006) antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan
masukan diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan
kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
a. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
b. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis.
c. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
d. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam basa.
2. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
3. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal
pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
4. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
5. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim)
serta sisa fungsi ginjal
6. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
7. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
8. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
9. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
10. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
11. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau
perlu untuk mengetahui etiologinya.
12. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
a. Laju endap darah
b. Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada
(anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus /
nanah, bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor,
warna kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan
porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,
amrasio urine / ureum sering 1:1.
c. Ureum dan Kreatinin
Ureum:
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL
diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
d. Hiponatremia
e. Hiperkalemia
f. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
g. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
h. Gula darah tinggi
i. Hipertrigliserida
j. Asidosis metabolik

I. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk mempertahankan
fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama mungkin serta mencegah
atau mengobati komplikasi (Smeltzer, 2001; Rubenstain dkk, 2007). Terapi
konservatif tidak dapat mengobati GGK namun dapat memperlambat progres dari
penyakit ini karena yang dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik dengan
dialisis atau transplantasi ginjal.
Lima sasaran dalam manajemen medis GGK meliputi :
1. Untuk memelihara fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara mengontrol
proses penyakit melalui kontrol tekanan darah (diet, kontrol berat badan dan
obat-obatan) dan mengurangi intake protein (pembatasan protein, menjaga
intake protein sehari-hari dengan nilai biologik tinggi < 50 gr), dan
katabolisme (menyediakan kalori nonprotein yang adekuat untuk mencegah
atau mengurangi katabolisme)
2. Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus , neurologik, perubahan
hematologi, penyakit kardiovaskuler;
3. Meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat-obatan dan diet;
4. Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota keluarga (Black &
Hawks, 2005)
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan dialisi
tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10 ml/mnt.
Dialisis juga diiperlukan bila :
a. Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
b. Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
c. Overload cairan (edema paru)
d. Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran
e. Efusi perikardial
f. Sindrom uremia ( mual,muntah, anoreksia, neuropati) yang memburuk.
Menurut Sunarya, penatalaksanaan dari CKD berdasarkan derajat LFG nya,
yaitu:
F. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b/d edema pulmonal, kongesti paru, hipertensi
pulmonal, penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan
penurunan curah jantung
2. Kelebihan volume cairan b/d berkurangnya curah jantung, retensi cairan dan
natrium oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan hipertensi pulmonal
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat
4. Intoleransi aktivitas b/d curah jantung yang rendah, ketidakmampuan
memenuhi metabolisme otot rangka, kongesti pulmonal yang menimbulkan
hipoksinia, dyspneu dan status nutrisi yang buruk selama sakit, fatigue
5. Kerusakan integritas kulit
6. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
G. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi

1. Gangguan pertukaran gas b/d edema NOC : NIC :


pulmonal, kongesti paru, hipertensi
Respiratory Status : Gas exchange Airway Management
pulmonal, penurunan perifer yang
mengakibatkan asidosis laktat dan Respiratory Status : ventilation - Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau
penurunan curah jantung
Vital Sign Status jaw thrust bila perlu
Definisi : Kelebihan atau kekurangan Kriteria Hasil : - Posisikan pasien untuk memaksimalkan
dalam oksigenasi dan atau pengeluaran
Setelah dilakukan tindakan ventilasi
karbondioksida di dalam membran
kapiler alveoli keperawatan selama 3x24 jam, - Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
diharapkan gangguan pertukaran gas jalan nafas buatan
Batasan karakteristik :
Gangguan penglihatan teratasi dengan kriteria hasil: - Pasang mayo bila perlu
Penurunan CO2
- Mendemonstrasikan - Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Takikardi
Hiperkapnia peningkatan ventilasi dan - Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Keletihan
oksigenasi yang adekuat - Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
Somnolen
Iritabilitas - Memelihara kebersihan paru tambahan
Hypoxia
paru dan bebas dari tanda tanda - Lakukan suction pada mayo
Kebingungan
Dyspnoe distress pernafasan - Berikan bronkodilator bila perlu
Nasal faring
Mendemonstrasikan batuk efektif - Berikan pelembab udara
AGD Normal
Sianosis dan suara nafas yang bersih, tidak - Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
Warna kulit abnormal (pucat,
ada sianosis dan dyspneu (mampu keseimbangan
kehitaman)
Hipoksemia mengeluarkan sputum, mampu - Monitor respirasi dan status O2
Hiperkarbia bernafas dengan mudah, tidak ada Respiratory Monitoring
Sakit kepala ketika bangun
pursed lips) - Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha
Frekuensi dan kedalaman nafas
abnormal Tanda tanda vital dalam rentang respirasi
normal - Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
Faktor faktor yang berhubungan :
Ketidakseimbangan perfusi ventilasi penggunaan otot tambahan, retraksi otot
Perubahan membran kapiler-alveolar
supraclavicular dan intercostal
- Monitor suara nafas, seperti dengkur
- Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
- Catat lokasi trakea
- Monitor kelelahan otot diagfragma ( gerakan
paradoksis )
- Auskultasi suara nafas, catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
- Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan
napas utama
- Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

AcidBase Managemen
- Monitor IV line
- Pertahankanjalan nafas paten
- Monitor AGD, tingkat elektrolit
- Monitor status hemodinamik(CVP, MAP, PAP)
- Monitor adanya tanda tanda gagal nafas
- Monitor pola respirasi
- Lakukan terapi oksigen
- Monitor status neurologi
- Tingkatkan oral hygiene
2. Kelebihan volume cairan b/d NOC : NIC :
berkurangnya curah jantung, retensi
Electrolit and acid base balance Fluid management
cairan dan natrium oleh ginjal,
hipoperfusi ke jaringan perifer dan Fluid balance - Timbang popok/pembalut jika diperlukan
hipertensi pulmonal
- Pertahankan catatan intake dan output yang
Definisi : Retensi cairan isotomik Kriteria Hasil: akurat
meningkat
Setelah dilakukan tindakan - Pasang urin kateter jika diperlukan
Batasan karakteristik :
Berat badan meningkat pada waktu keperawatan selama 3x24 jam, - Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi
yang singkat
diharapkan kebutuhan cairan cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin )
Asupan berlebihan dibanding output
Tekanan darah berubah, tekanan arteri terpenuhi dengan kriteria hasil: - Monitor status hemodinamik termasuk CVP,
pulmonalis berubah, peningkatan CVP
- Terbebas dari edema, efusi, MAP, PAP, dan PCWP
Distensi vena jugularis
Perubahan pada pola nafas, anaskara - Monitor vital sign
dyspnoe/sesak nafas, orthopnoe, suara
- Bunyi nafas bersih, tidak ada - Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan
nafas abnormal (Rales atau crakles),
kongestikemacetan paru, pleural dyspneu/ortopneu (cracles, CVP, edema, distensi vena leher,
effusion
- Terbebas dari distensi vena asites)
Hb dan hematokrit menurun, perubahan
elektrolit, khususnya perubahan berat jugularis, reflek hepatojugular - Kaji lokasi dan luas edema
jenis
(+) - Monitor masukan makanan / cairan dan hitung
Suara jantung SIII
Reflek hepatojugular positif - Memelihara tekanan vena intake kalori harian
Oliguria, azotemia
sentral, tekanan kapiler paru, - Monitor status nutrisi
Perubahan status mental, kegelisahan,
kecemasan output jantung dan vital sign - Berikan diuretik sesuai interuksi
dalam batas normal - Batasi masukan cairan pada keadaan
Faktor-faktor yang berhubungan :
Mekanisme pengaturan melemah - Terbebas dari kelelahan, hiponatrermi dilusi dengan serum Na < 130
Asupan cairan berlebihan
kecemasan atau kebingungan mEq/l
Asupan natrium berlebihan
- Menjelaskan indikator - Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
kelebihan cairan muncul memburuk

Fluid Monitoring
- Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan
dan eliminasi
- Tentukan kemungkinan faktor resiko dari
ketidak seimbangan cairan (Hipertermia, terapi
diuretik, kelainan renal, gagal jantung,
diaporesis, disfungsi hati, dll)
- Monitor berat badan
- Monitor serum dan elektrolit urine
- Monitor serum dan osmilalitas urine
- Monitor BP, HR, dan RR
- Monitor tekanan darah orthostatik dan
perubahan irama jantung
- Monitor parameter hemodinamik infasif
- Catat secara akutar intake dan output
- Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem
perifer dan penambahan BB
- Monitor tanda dan gejala dari odema
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari NOC : NIC :
kebutuhan tubuh berhubungan dengan
Nutritional Status : food and Fluid Nutrition Management
intake yang tidak adekuat
Intake - Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
untuk keperluan metabolisme tubuh.
Kriteria Hasil : jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
Batasan karakteristik :
Setelah dilakukan tindakan pasien.
Berat badan 20 % atau lebih di bawah
ideal keperawatan selama 3x24 jam, - Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
Dilaporkan adanya intake makanan
diharapkan kebutuhan nutrisi - Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein
yang kurang dari RDA (Recomended
Daily Allowance) terpenuhi dengan kriteria hasil: dan vitamin C
Membran mukosa dan konjungtiva
- Adanya peningkatan berat - Berikan substansi gula
pucat
Kelemahan otot yang digunakan untuk badan sesuai dengan tujuan - Yakinkan diet yang dimakan mengandung
menelan/mengunyah
Luka, inflamasi pada rongga mulut - Berat badan ideal sesuai dengan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Mudah merasa kenyang, sesaat setelah
tinggi badan - Berikan makanan yang terpilih (sudah
mengunyah makanan
Dilaporkan atau fakta adanya - Mampu mengidentifikasi dikonsultasikan dengan ahli gizi)
kekurangan makanan
kebutuhan nutrisi - Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
Dilaporkan adanya perubahan sensasi
rasa - Tidak ada tanda tanda makanan harian.
Perasaan ketidakmampuan
malnutrisi - Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
untuk mengunyah makanan
Miskonsepsi - Tidak terjadi penurunan berat - Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Kehilangan BB dengan
badan yang berarti - Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
makanan cukup
Keengganan untuk makan nutrisi yang dibutuhkan
Kram pada abdomen
Tonus otot jelek
Nyeri abdominal dengan atau tanpa Nutrition Monitoring
patologi
- BB pasien dalam batas normal
Kurang berminat terhadap makanan
Pembuluh darah kapiler mulai rapuh - Monitor adanya penurunan berat badan
Diare dan atau steatorrhea
- Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
Kehilangan rambut yang cukup banyak
(rontok) dilakukan
Suara usus hiperaktif
- Monitor interaksi anak atau orangtua selama
Kurangnya informasi, misinformasi
makan
Faktor-faktor yang berhubungan :
- Monitor lingkungan selama makan
Ketidakmampuan pemasukan atau
mencerna makanan atau mengabsorpsi - Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
zat-zat gizi berhubungan dengan faktor
selama jam makan
biologis, psikologis atau ekonomi.
- Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
- Monitor turgor kulit
- Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah
patah
- Monitor mual dan muntah
- Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan
kadar Ht
- Monitor makanan kesukaan
- Monitor pertumbuhan dan perkembangan
- Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
- Monitor kalori dan intake nuntrisi
- Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas oral
- Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
4. Intoleransi aktivitas b/d curah jantung NOC : NIC :
yang rendah, ketidakmampuan
Energy conservation Energy Management
memenuhi metabolisme otot rangka,
kongesti pulmonal yang menimbulkan Self Care : ADLs - Observasi adanya pembatasan klien dalam
hipoksinia, dyspneu dan status nutrisi
melakukan aktivitas
yang buruk selama sakit
Intoleransi aktivitas b/d fatigue Kriteria Hasil : - Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan
Setelah dilakukan tindakan terhadap keterbatasan
Definisi : Ketidakcukupan energi secara
fisiologis maupun psikologis untuk keperawatan selama 3x24 jam, - Kaji adanya factor yang menyebabkan
meneruskan atau menyelesaikan
aktifitas yang diminta atau aktifitas diharapkan klien dapat beraktivitas kelelahan
sehari hari.
dengan kriteria hasil: - Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat
Batasan karakteristik : - Berpartisipasi dalam aktivitas - Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan
Melaporkan secara verbal adanya
fisik tanpa disertai peningkatan emosi secara berlebihan
kelelahan atau kelemahan.
Respon abnormal dari tekanan darah tekanan darah, nadi dan RR - Monitor respon kardivaskuler terhadap
atau nadi terhadap aktifitas
- Mampu melakukan aktivitas aktivitas
Perubahan EKG yang menunjukkan
aritmia atau iskemia sehari hari (ADLs) secara - Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat
Adanya dyspneu atau ketidaknyamanan
mandiri pasien
saat beraktivitas

Faktor-factor yang berhubungan :


Activity Therapy
Tirah Baring atau imobilisasi
Kelemahan menyeluruh - Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi
Ketidakseimbangan antara suplei
Medik dalammerencanakan progran terapi yang
oksigen dengan kebutuhan
Gaya hidup yang dipertahankan. tepat
- Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
- Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
yangsesuai dengan kemampuan fisik, psikologi
dan social
- Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
- Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
- Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang
disukai
- Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
diwaktu luang
- Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
- Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
- Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
- Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
5. Kerusakan integritas kulit NOC : NIC :
Definisi:
Tissue integrity: skin and mucous Pressure Management
Perubahan/ gangguan epidermis dan/
atau dermis membranes - Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
Hemodyalis akses yang longgar
Batasan karakteristik:
Kerusakan lapisan kulit (dermis) - Hindari kerutan pada tempat tidur
Gangguan permukaan kulit (epidermis)
Kriteria Hasil : - Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
Invasi struktur tubuh
Setelah dilakukan tindakan kering
Faktor yang berhubungan:
keperawatan selama 3x24 jam, - Mobilisasi pasien setiap dua jam sekali
- Eksternal
- Internal diharapkan kerusakan integritas kulit - Monitor kulit adanya kemerahan
teratasi dengan kriteria hasil: - Oleskan lotion pada daerah yang tertekan
- Integritas kulit yang baik bisa - Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
dipertahankan (sensai, - Monitor status nutrisi pasien
elastisitas, temperature, hidrasi, - Memandikan pasien dengan sabun dan air
pigmentasi) hangat
- Tidak ada luka/ lesi pada kulit Insition care
- Perfusi jaringan baik Dialysis Acces Maintenance
- Menunjukkan pemahaman
dalam proses perbaikan kulit
dan mencegah terjadinya cedera
berulang
- Mampu melindungi kulit dan
mempertahankan kelembaban
kulit dan perawatan alami
DAFTAR PUSTAKA

Alam, Syamsir dan Iwan Hadibroto. 2007. Gagal ginjal: Panduan Lengkap untuk
Penderita dan keluarganya. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Baradero, Mary. 2008. Klien gangguan ginjal. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta: EGC.
Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. 2000 Nursing care plans:
Guidelines for planning and documenting patients care. Jakarta: EGC
Long, B.C. 2010. Essential of medical – surgical nursing : A nursing process
approach. Bandung: IAPK Padjajaran
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide
to Understanding and Management. USA : Oxford University Press. 2010
Price, S.A. & Wilson, L.M. 2005. Pathophysiology: Clinical concept of disease
processes. 4th Edition. Jakarta: EGC
Rasjidi, Imam dkk. 2008. Panduan pelayanan medik: model interdisiplin
penatalaksanaan kanker serviks dengan gangguan ginjal. Jakarta: EGC.S
Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. 2001. Medical – surgical nursing. J. Jakarta:
Salemba Medika
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2000. Medical– Surgical Nursing. 8th Edition.
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai