Anda di halaman 1dari 10

A.

DEFINISI
Epidural Hematom adalah perdarahan intrakranial yang terjadi karena fraktur
tulang tengkorak dalam ruang antara tabula interna kranii dengan
duramater..Hematoma epiduralmerupakan gejala sisa yang serius akibat cedera
kepala dan menyebabkan angka mortalitas sekitar 50%. Hematoma epidural
paling sering terjadi di daerah perietotemporal akibat robeka n arteria meningea
media.

Subdural Hematoma adalah perdarahan yang terjadi antara duramater dan


araknoid, biasanya sering di daerah frontal, pariental dan temporal.Pada
subdural hematoma yang seringkali mengalami pendarahan ialah “bridging vein”
, karena tarikan ketika terjadi pergeseran rotatorik pada otak. Perdarahan subdural
paling sering terjadi pada permukaan lateral dan atas hemisferium dan sebagian di
daerah temporal, sesuai dengan distribusi “bridging vein”.( Bigler E.D,William L,
2014, )
B. ETIOLOGI
Epidural hematom utamanya disebabkan oleh gangguan struktur duramater
dan pembuluh darah kepala biasanya karena fraktur.Akibat trauma kapitis,
tengkorak retak.Fraktur yang paling ringan, ialah fraktur linear.Jika gaya
destruktifnya lebih kuat, bisa timbul fraktur yang berupa bintang (stelatum), atau
fraktur impresi yang dengan kepingan tulangnya menusuk ke dalam ataupun fraktur
yang merobek dura dan sekaligus melukai jaringan otak (laserasio).Pada
pendarahan epidural yang terjadi ketika pecahnya pembuluh darah, biasanya arteri,
yang kemudian mengalir ke dalam ruang antara duramater dan tengkorak.
Sedangkan pada subdural hematom. keadaan ini timbul setelah trauma kepala
hebat, seperti perdarahan kontusional yang mengakibatkan ruptur vena yang
terjadi dalam ruangan subdural . Pergeseran otak pada akselerasi dan de
akselerasi bisa menarik dan memutuskan vena-vena.Pada waktu akselerasi
berlangsung, terjadi 2 kejadian, yaitu akselerasi tengkorak ke arah dampak dan
pergeseran otak ke arah yang berlawanan dengan arah dampak primer.Akselerasi
kepala dan pergeseran otak yang bersangkutan bersifat linear.Maka dari itu lesi-
lesi yang bisaterjadi dinamakan lesi kontusio. Lesi kontusio di bawah dampak
disebut lesi kontusio “coup” di seberang dampak tidak terdapat gaya kompresi,
sehingga di situ tidak terdapat lesi. Jika di situ terdapat lesi, maka lesi itu di namakan
lesi kontusio “contercoup”.
C. PATOFISIOLOGI
Pada perlukaan kepala , dapat terjadi perdarahan ke dalam ruang
subaraknoid, kedalam rongga subdural (hemoragi subdural) antara dura bagian luar
dan tengkorak (hemoragi ekstradural) atau ke dalam substansi otak sendiri.
Pada hematoma epidural, perdarahan terjadi diantara tulang tengkorak dan
dura mater. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila slaah
satu cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi buka
fraktur tulang tengkorak di daerah yang bersangkutan. Hematom pun dapat terjadi di
daerah frontal dan oksipital.
Putusnya vena-vena penghubung antara permukaan otak dan sinus dural
adalah penyebab perdarahan subdural yang paling sering terjadi. Perdaraha n
ini seringkali terjadi sebagai akibat dari trauma yang relatif kecil, dan mungkin
terdapat sedikit darah di dalam rongga subaraknoid. Anak-anak ( karena anak-
anak memiliki venavena yang halus ) dan orang dewasa dengan atropi otak ( karena
memiliki vena -vena penghubung yang lebih panjang ) memiliki resiko yang lebih
besar.
Perdarahan subdural paling sering terjadi pada permukaan lateral dan atas
hemisferium dan sebagian di daerah temporal, sesuai dengan distribusi “bridging
veins” . Karena perdarahan subdural sering disebabkan olleh perdarahan vena, maka
darah yang terkumpul hanya 100-200 cc saja. Perdarahan vena biasanya
berhenti karena tamponade hematom sendiri. Setelah 5-7 hari hematom mulai
mengadakan reorganisasi yang akan terselesaikan dalam 10-20 hari. Darah yang
diserap meninggalkan jaringan yang kaya pembuluh darah. Disitu timbul lagi
perdarahan kecil, yang menimbulkan hiperosmolalitas hematom subdural dan
dengan demikian bisa terulang lagi timbulnya perdarahan kecil dan pembentukan
kantong subdural yang penuh dengan cairan dan sisa darah (higroma). Kondisi-
kondisi abnormal biasanya berkembang dengan satu dari tiga mekanisme.
Terdapat 2 teori yang menjelaskan terjadinya perdarahan subdural kronik,
yaitu teori dari Gardner yang mengatakan bahwa sebagian dari bekuan darah akan
mencair sehingga akan meningkatkan kandungan protein yang terdapat di dalam
kapsul dari subdural hematoma dan akan menyebabkan peningkatan tekanan
onkotik didalam kapsul subdural hematoma. Karena tekanan onkotik yang
meningkat inilah yang mengakibatkan pembesaran dari perdarahan tersebut. Tetapi
ternyata ada kontroversial dari teori Gardner ini, yaitu ternyata dari penelitian
didapatkan bahwa tekanan onkotik di dalam subdural kronik ternyata hasilnya
normal yang mengikut i hancurnya sel darah merah.
Teori yang ke dua mengatakan bahwa, perdarahan berulang yang dapat
mengakibatkan terjadinya perdarahan subdural kronik, faktor angiogenesis juga
ditemukan dapat meningkatkan terjadinya perdarahan subdural kronik, karena
turut memberi bantuan dalam pembentukan peningkatan vaskularisasi di luar
membran atau kapsul dari subdural hematoma. Level dari koagulasi, level
abnormalitas enzim fibrinolitik dan peningkatan aktivitas dari fibrinolitik dapat
menyebabkan terjadi nya perdarahan subdural kronik.
D. GEJALA KLINIS
Gejala yang sangat menonjol pada epidural hematom adalah kesadaran
menurun secara progresif. Pasien dengan kondisi seperti ini seringkali tampak
memar disekitar mata dan dibelakang telinga. Sering juga tampak cairan ya ng keluar
pada saluran hidung dan telingah. Setiap orang memiliki kumpulan gejala yang
bermacam-macam akibat dari cedera kepala. Banyak gejala yang timbul akibat
dari cedera kepala. Gejala yang sering tampak :
1. Penurunan kesadaran , bisa sampai koma
2. Bingung
3. Penglihatan kabur
4. Susah bicara
5. Nyeri kepala yang hebat
6. Keluar cairan dari hidung dan telingah
7. Mual
8. Pusing
9. Berkeringat
Gejala yang timbul pada subdural :
1. Subdural Hematoma Akut
a. Gejala yang timbul segera hingga berjam - jam setelah trauma sampai
dengan hari ke tiga
b. Biasanya terjadi pada cedera kepala yang cukup berat yang dapat
mengakibatkan perburukan lebih lanjut pada pasien yang biasanya sudah
terganggu kesadaran dan tanda vitalnya
c. Perdarahan dapat kurang dari 5 mm tebalnya tetapi melebar luas
d. Secara klinis subdural hematom akut ditandai dengan penurunan
kesadaran, disertai adanya lateralisasi yang paling sering berupa
hemiparese/plegi
e. pada pemeriksaan radiologis (CT Scan) didapatkan gambaran hiperdens
yang berupa bulan sabit
2. Subdural Hematoma Subakut
a. Berkembang dalam beberapa hari biasanya sekitar hari ke 3 – minggu ke
3 sesudah trauma
b. Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukan kapsula di
sekitarnya
c. Adanya trauma kepala yang menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya
diikuti perbaikan status neurologik yang perlahan-lahan.
d. Namun jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan tanda-tanda status
neurologik yang memburuk.
e. Tingkat kesadaran mulai menurun perlahan-lahan dalam beberapa jam.
f. Dengan meningkatnya tekanan intrakranial seiring pembesaran hematoma,
penderita mengalami kesulitan untuk tetap sadar dan tidak memberikan
respon terhadap rangsangan bicara maupun nyeri
3. Subdural Hematoma Kronis
a. Biasanya terjadi setelah minggu ketiga
b. SDH kronis biasanya terjadi pada orang tua
c. Trauma yang menyebabkan perdarahan yang akan membentuk kapsul, saat
tersebut gejala yang terasa Cuma pusing.
d. Kapsul yang terbentuk terdiri dari lemak dan protein yang mudah
menyerap cairan dan mempunyai sifat mudah ruptur.
e. Karena penimbunan cairan tersebut kapsul terus membesar dan mudah
ruptur, jika volumenya besar langsung menyebabkan lesi desak ruang.
Jika volume kecil akan menyebabkan kapsul terbentuk lagi >> menimbun
cairan >> ruptur lagi >> re-bleeding. Begitu seterusnya sampai suatu saat
pasien datang dengan penurunan kesadaran tiba-tiba atau hanya pelo atau
lumpuh tiba-tiba.
E. KOMPIKASI
Hematoma epidural dapat memberikan komplikasi :
1. Edema serebri, merupakan keadaan gejala patologis, radiologis di mana
keadaan ini mempunyai peranan yang sangat bermakna pada kejadian
pergeseran otak (brain shift) dan peningkatan tekanan intracranial).
2. Kompresi batang otak.
Subdural hematom dapat memberikan komplikasi berupa :
1. Hemiparese/hemiplegia.
2. Disfasia/afasia
3. Epilepsi.
4. Hidrosepalus.
5. Subdural empyema
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Beberapa cara dapat dicoba untuk mengurangi edema otak:
1. Hiperventilasi, bertujuan untuk menurunkan paO2 darah sehingga mencegah
vasodilatasi pembuluh darah.
2. Cairan hiperosmoler, umumnya digunakan cairan Manitol 10¬-15% per infus
untuk "menarik" air dari ruang intersel ke dalam ruang intravaskular untuk
kemudian dikeluarkan melalui diuresis.
3. Kortikosteroid, penggunaan kortikosteroid untuk menstabilkan sawar darah otak.
Berupa Dexametason, Metilprednisolon, dan Triamsinolon.
4. Barbiturat, digunakan untuk mem"bius" pasien sehingga metabolisme otak
dapat ditekan serendah mungkin, akibatnya kebutuhan oksigen juga akan
menurun; karena kebutuhan yang rendah, otak relatif lebih terlindung dari
kemungkinan kerusakan akibat hipoksi, walaupun suplai oksigen berkurang.
5. Pemberian obat-obat neurotropik untuk membantu mengatasi
kesulitan/gangguan metabolisme otak, termasuk pada keadaan koma.
a) Piritinol, merupakan senyawa mirip piridoksin (vitamin B6) yang dikatakan
mengaktivasi metabolisme otak dan memperbaiki struktur serta fungsi
membran sel. Pada fase akut diberikan dalam dosis 800-4000 mg/hari lewat
infus. Tidak dianjurkan pemberian intravena karena sifatnya asam sehingga
mengiritasi vena.
b) Piracetam, merupakan senyawa mirip GABA - suatu neurotransmitter penting
di otak. Diberikan dalam dosis 4-12 gram/ hari intravena.
c) Citicholine, disebut sebagai koenzim pembentukan lecithin di otak. Lecithin
sendiri diperlukan untuk sintesis membran sel dan neurotransmitter di dalam
otak. Diberikan dalam dosis 100-500 mg/hari intravena.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
2. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
3. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan / edema), fragmen tulang.
4. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
5. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
tekanan intrakranial.
H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

No Diagnosa NOC (Tujuan & Kriteria NIC (Intervensi)


Keperawatan Hasil)
1 Ketidakefektifan Status sirkulasi Perfusi Monitor Tekanan Intra Kranial
perfusi jaringan serebral Setelah1. Catat perubahan respon klien terhadap
jaringan (spesifik dilakukantindakan stimulus / rangsangan
serebral keperawatan selama ….x 242. Monitor TIK klien dan respon neurologis
)b.d aliran arteri dan jam, terhadap aktivitas
atau vena terputus. klien mampu mencapai : 3. Monitor intake dan output
Status sirkulasi dengan 4. Pasang restrain, jika perlu
indikator: 5. Monitor suhu dan angka leukosit
- Tekanan darah sis-tolik dan 6.Kaji adanya kaku kuduk
diastolic dalam rentang yang 7. Kelola pemberian antibiotic
diharapkan. 8. Berikan posisi dengan kepala
- Tidak ada ortostatik elevasi 30-40 dengan leher dalam posisi
hipotensi netral
- Tidak ada tanda tanda PTIK 9. Minimalkan stimulus dari lingkungan
Perfusi jaringan serebral, 10. Beri jarak antar tindakan
dengan indicator : keperawatan untuk meminimalkan
- Klien mampu peningkatan TIK
berkomunikasi dengan jelas 11. Kelola obat obat untuk
dan sesuai kemampuan mempertahankan TIK dalam batas
- Klien menunjukkan spesifik
perhatian, konsentrasi, dan
orientasi
- Klien mampu memproses
informasi
- Klien mampu membuat
keputusan dengan benar
- Tingkat kesadaran klien
membaik
2 Nyeri akut b.d
dengan agen NOC: Monitoring Neurologis
injuri fisik. Nyeri terkontrol 1. Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi
Tingkat Nyeri dan bentuk pupil
Tingkat kenyamanan 2. Monitor tingkat kesadaran klien
3. Monitor tanda-tanda vital
Setelah dilakukan asuhan 4. Monitor keluhan nyeri kepala, mual,dan
keperawatanselama …. x 24 jam, muntah
klien dapat : 5. Monitor respon klien terhadap
Mengontrol nyeri, dengan indicator pengobatan
: 6. Hindari aktivitas jika TIK meningkat
- Mengenal faktor-faktor 7. Observasi kondisi fisik klien
penyebab
- Mengenal onset nyeri Terapi Oksigen (3320)
- Tindakan pertolongan non 1. Bersihkan jalan nafas dari secret
farmakologi 2. Pertahankan jalan nafas tetap efektif
- Menggunakan analgetik 3. Berikan oksigen sesuai instruksi
- Melaporkan gejala-gejala 4. Monitor aliran oksigen, kanul oksigen,
nyeri kepada tim kesehatan. dan humidifier
- Nyeri terkontrol 5. Beri penjelasan kepada klien tentang
pentingnya pemberian oksigen
Menunjukkan tingkat nyeri, 6. Observasi tanda-tanda hipoventilasi
dengan indicator : 7. Monitor respon klien terhadap
pemberian oksigen
- Melaporkan nyeri 8. Anjurkan klien untuk tetap memakai
oksigen selama aktivitas dan tidur
- Frekuensi nyeri
- Lamanya episode nyeri Manajemen nyeri (1400)
1. Kaji keluhan nyeri, lokasi,
- Ekspresi nyeri; wajah karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
kualitas, dan beratnya nyeri.
- Perubahan respirasi rate 2. Observasi respon ketidaknyamanan
- Perubahan tekanan secara verbal dan non verbal.
3. Pastikan klien menerima
darah
perawatanan algetik dengan tepat.
- Kehilangan nafsu makan 4. Gunakan strategi komunikasi yang
efektif untuk mengetahui respon
Tingkat kenyamanan,dengan penerimaan klien terhadap nyeri.
indicator : 5.Evaluasi keefektifan penggunaan
kontrol nyeri
- Klien melaporkan 6.Monitoring perubahan nyeri baik
kebutuhan tidur dan istirahat actual maupun potensial. Sediakan
tercukupi lingkungan yang nyaman.
7. Kurangi factor - faktor yang dapat
menambah ungkapan nyeri.
8. Ajarkan penggunaan tehnik relaksasi
sebelum atau sesudah nyeri
berlangsung.
9. Kolaborasi dengan tim kesehatan
lain untuk memilih tindakan selain obat
untuk meringankan nyeri.

10. Tingkatkan istirahat yang adekuat


3 Defisit self care b.d untuk meringankan nyeri.
de-ngan Perawatan diri : (mandi,
kelelahan,nyeri. Makan Toiletting, berpakaian)
Setelah diberi motivasi
Manajemen pengobatan (2380)
perawatan
1. Tentukan obat yang dibutuhkan klien
selama ….x24 jam, pasien
dan cara mengelola sesuai dengan
mengerti carame menuhi ADL
anjuran/ dosis.
secara bertahap sesuai
2. Monitor efek teraupetik dari
kemampuan, dengan kriteria :
pengobatan.
- Mengerti secara
3. Monitor tanda, gejala dan efek
sederhana cara mandi,
samping obat.
makan, toileting, dan
4. Monitor interaksi obat.
berpakaian serta mau
5.Ajarkan pada klien / keluarga cara
mencoba secara aman tanpa
mengatasi efek samping pengobatan.
cemas
6. Jelaskan manfaat pengobatan yg
- Klien mau berpartisipasi
dapat mempengaruhi gaya hidup klien.
dengan senang hati tanpa
keluhan dalam memenuhi
Pengelolaan analgetik
ADL
1.Periksa perintah medis tentang obat,
dosis & frekuensi obat analgetik.
2.Periksa riwayat alergi klien.
3.Pilih obat berdasarkan tipe
danberatnya nyeri.
4. Pilih cara pemberian IV atau IM untuk
pengobatan, jika mungkin.
5.Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgetik.
6.Kelola jadwal pemberian analgetik
yang sesuai.
7.Evaluasi efektifitas dosis
analgetik,observasi tanda dan gejala
efek samping, misal depresi
pernafasan, mual dan muntah, mulut
kering, & konstipasi.
8. Kolaborasi dengan dokter untuk obat,
dosis & cara pemberian yang di
indikasikan.
9. Tentukan lokasi nyeri, karakteristik,
kualitas, dan keparahan sebelum
pengobatan.
10. Berikan obat dengan prinsip 5 benar.
Dokumentasikan respon dari analgetik
dan efek yang tidak diinginkan

NIC: Membantu perawatan diri klien


Mandi dan toiletting
Aktifitas:
1. Tempatkan alat-alat mandi di tempat
yang mudah dikenali dan mudah
dijangkau klien.
2. Libatkan klien dan damping.
3. Berikan bantuan selama klien masih
mampu mengerjakan sendiri

NIC: ADL Berpakaian


Aktifitas:
1. Informasikan pada klien dalam memilih
pakaian selama perawatan
2. Sediakan pakaian di tempat yang
mudah dijangkau
3. Bantu berpakaian yang sesuaiJaga
privcy klien
4. Berikan pakaian pribadi yg digemari
dan sesuai

NIC: ADL Makan


1. Anjurkan duduk dan berdo’a bersama
Teman
2. Dampingi saat makan
3. Bantu jika klien belum mampu dan
bericontoh
4. Beri rasa nyaman saat makan
DAFTAR PUSTAKA
Bigler E.D,William L, 2014, Neuropathology of Mild traumatic brain Injury.
Prawiroharjo P. Patofisiologi peningkatan tekanan intrakranial pada cedera otak
traumatik. Dalam: Ramli Y, Lastri DN, Prawirohardjo P, editor. Neurotrauma.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia; 2015.
Karibe H, Hayashi T, Hirano T, Kameyama M, Nakagawa A, Tominaga T. Review
article: surgical management of traumatic acute subdural hematoma in adults.
Neurol Med Chir (Tokyo) 2014
Gillet J, What’s the difference Between a subdural and Epidural Hematoma,
Brainline.org.

Anda mungkin juga menyukai