PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan jiwa adalah manifestasi dari bentuk penyimpangan perilaku akibat
adanya distorasi emosi sehingga ditemukan ketidakwajaran dalam bertingkah laku.
Hal ini terjadi karena menurunnya semua fungsi kejiwaan (Nasir, 2011). Gangguan
jiwa merupakan suatu sindrom atau pola psikologis atau perilaku yang penting
secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distress
misalnya gejala nyeri atau disabilitas yaitu kerusakan pada satu atau lebih area
fungsi yang penting atau disertai peningkatan resiko kematian, yang menyakitkan,
nyeri, disabilitas atau sangat kehilangan kebebasan (videbeck, 2008)
Gangguan jiwa mencapai 13% dari penyakit secara keseluruhan dan
kemungkinan akan berkembang menjadi 25% di tahun 2030, gangguan jiwa juga
berhubungan dengan bunuh diri, lebih dari 90% dari satu juta kasus bunuh diri
setiap tahunnya akibat gangguan jiwa (WHO, 2015). Gangguan jiwa ditemukan di
semua negara, terjadi pada semua tahap kehidupan, termasuk orang dewasa dan
cenderung terjadi peningkatan gangguan jiwa.
Menurut WHO 2014 angka kejadian gangguan jiwa pada pasien Skizofrenia
prevalensi yang mempengaruhi lebih darilebih dari 21 juta orang di seluruh dunia,
tetapi tidak seperti biasa kebanyakan gangguan mental lainnya, yang sering
mengalami gangguan mental terjadi pada laki-laki (12 juta), dibandingkan dengan
perempuan (9 juta). Di negara indonesia orang yang mengalami gangguan jiwa
yang melakukan bunuh diri yaitu laki-laki berkisar 3,7 berada di urutan ke 13,
perempuan 4,9 berada di urutan 7, sedangkan negara yang di urutan pertama yaitu
Kazakhstan laki-laki 40.6, perempuan 9,3.
Berdasarkan data yang didapatkan pada tanggal 10 Maret 2020 di RSJ
Sambang Lihum Provinsi Kalimantan Selatan khususnya Ruang Intensif Pria,
didapatkan jumlah pasien 14 orang dengan diagnosa Resiko Perilaku Kekerasan
sebanyak 14 (100%), Halusinasi sebanyak 12 orang (87%), Defisit Perawatan Diri
sebanyak 10 orang (78%) Resiko Bunuh Diri sebanyak 3 orang (11%), Waham
sebanyak 1 orang (6%) Harga Diri Rendah sebanyak 1 orang (66%), Gangguan
Isolasi Sosial sebanyak 1 orang (6%). Berdasarkan hasil observasi tersebut
dikarenakan tingginya angka kejadian halusinasi di Ruang Intensif Pria maka
perlunya dilakukannya salah satu terapi yaitu Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
khususnya Stimulasi Persepsi Terapi Aktivitas Kelompok. Stimulasi Persepsi adalah
terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus dan terkait dengan
pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok (Keliat, 2014).
Terapi Aktivitas kelompok (TAK) pada klien dengan halusinasi, digunakan
untuk memperbaiki atau meningkatkan kemampuan sosialisasi dengan lingkungan
sekitarnya, klien mampu mengenal jenis, isi, waktu, frekuensi dan situasi yang
menyebabkan munculnya halusinasi, klien mampu mengenal halusinasi dan
mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas terjadwal. Klien yang
mengikuti terapi ini adalah klien yang sudah mampu mengontrol dirinya sehingga
paa saat TAK klien dapat bekerjasama dan tidak mengganggu anggota kelompok
yang lain.
Proposal ini, membahas terapi aktivitas kelompok dengan halusinasi karena
sebagian besar kasus di Ruang Intensif Pria adalah halusinasi. Berdasarkan hal
tersebut kami melaksanakan terapi aktivitas kelompok (TAK) klien dengan
gangguan persepsi sensori.
B. Tujuan pelaksanaan
1. Tujuan Umum
Klien mampu mengenal jenis, isi, waktu, frekuensi dan situasi yang
menyebabkan munculnya halusinasi.
2. Tujuan Khusus
a. Klien mampu mengenal halusinasi dan mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik
b. Klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat
c. Klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain
d. Klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas
terjadwal
C. Manfaat pelaksanaan
Terapi aktivitas kelompok mempunyai manfaat yaitu (Fauzan, 2011):
1. Umum
a. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan melalui komunikasi dan
umpan balik dengan atau dari orang lain
b. Membentuk sosialisasi
c. Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran tentang
hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku defensive
(bertahan terhadap stress) dan adaptasi
d. Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti
kognitif dan afektif
2. Khusus
a. Meningkatkan identitas diri
b. Menyalurkan emosi secara konstruktif
c. Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan sehari-hari
d. Bersifat rehabilitatif: meningkatkan kemampuan ekspresi diri, keterampiulan
sosial, kepercayaan diri, kemampuan empati, dan meningkatkan
kemampuan tentang masalah-masalah kehidupan dan pemecahannya.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi TAK
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu
dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama
(Stuart, 2009). Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan
sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain
yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang terapi atau petugas kesehatan
jiwa yang telah terlatih (Yosep, 2017). Terapi kelompok adalah terapi
psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi
pasien dengan gangguan interpersonal (Yosep, 2018).
B. Manfaat TAK
Terapi aktivitas kelompok mempunyai manfaat yaitu (Fauzan, 2017):
1. Umum
a. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing)
melalui komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.
b. Membentuk sosialisasi
c. Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran
tentang hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan
perilaku defensive (bertahan terhadap stress) dan adaptasi.
d. Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis
seperti kognitif dan afektif.
2. Khusus
a. Meningkatkan identitas diri.
b. Menyalurkan emosi secara konstruktif.
c. Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan sehari-
hari.
d. Bersifat rehabilitatif: meningkatkan kemampuan ekspresi diri,
keterampilan sosial, kepercayaan diri, kemampuan empati, dan
meningkatkan kemampuan tentang masalah-masalah kehidupan dan
pemecahannya.
5
6
2. Ada berbagai persyaratan bagi klien untuk bisa mengikuti terapi aktifitas
kelompok antara lain : sudah ada observasi dan diagnosis yang jelas,
sudah tidak terlalu gelisah, agresif dan inkoheren dan wahamnya tidak
terlalu berat, sehingga bisa kooperatif dan tidak mengganggu terapi
aktifitas kelompok.
3. Untuk pelaksanaan terapi aktifitas kelompok di rumah sakit jiwa di
upayakan pertimbangan tertentu seperti: tidak terlalu ketat dalam tehnik
terapi, diagnosis klien dapat bersifat heterogen, tingkat kemampuan
berpikir dan pemahaman relatif setara, sebisa mungkin pengelompokan
berdasarkan problem yang sama.
F. Komponen kelompok
Kelompok terdiri dari delapan aspek, sebagai berikut (Kelliat, 2005) :
1. Struktur kelompok.
Struktur kelompok menjelaskan batasan, komunikasi, proses pengambilan
keputusan dan hubungan otoritas dalam kelompok. Struktur kelompok
menjaga stabilitas dan membantu pengaturan pola perilaku dan interaksi.
Struktur dalam kelompok diatur dengan adanya pemimpin dan anggota,
arah komunikasi dipandu oleh pemimpin, sedangkan keputusan diambil
secara bersama.
2. Besar kelompok.
Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang
anggotanya berkisar antara 5-12 orang. Jika angota kelompok terlalu
besar akibatnya tidak semua anggota mendapat kesempatan
mengungkapkan perasaan, pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu
kecil, tidak cukup variasi informasi dan interaksi yang terjadi (Kelliat,
2005).
3. Lamanya sesi.
Waktu optimal untuk satu sesi adalah 20-40 menit bagi fungsi kelompok
yang rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi.
Banyaknya sesi bergantung pada tujuan kelompok, dapat satu kali/dua kali
permin`ggu, atau dapat direncanakan sesuai dengan kebutuhan (Kelliat,
2005).
4. Fase terminasi
Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman
kelompok akan digunakan secara individual pada kehidupan sehari-
hari. Terminasi dapat bersifat sementara (temporal) atau akhir (Keliat,
2004).
12
D. Setting
1 2
3 3
Keterangan:
1. Leader :
2. Fasilitator :
3. Observer :
4. Peserta TAK
13
14
E. Struktur pelaksana
Yang bertugas dalam TAK kali ini disesuaikan dengan petugas setiap sesi
yang telah disepakati. Sebagai berikut:
1. Kepanitiaan :
Leader Sesi 1 : Muhammad Helmy, S.Kep
Leader Sesi 2 : H.Ahmad Fauzan, S.Kep
Leader Sesi 3 : Made Aste Purane, S.Kep
Leader Sesi 4: Muhammad Faisal, S.Kep
Leader Sesi 5 Muhammad Novyan Madya, S.Kep
2. Tugas masing-masing terapis
a. Leader
1. Memimpin jalannya terapi aktifitas kelompok
2. Merencanakan jalannya terapi aktifitas kelompok
3. Membuka acara
4. Menyampaikan materi sesuai tujian TAK
5. Memimpin diskusi kelompok
6. Menutup acara diskusi
b. Fasilitator
1. Ikut serta dalam kegiatan kelompok
2. Memberikan stimulus dan motivator pada anggota kelompok untuk
aktif mengikuti jalannya terapi.
c. Observer
1. Mencatat serta mengamati respon klien (dicatat pada format yang
tersedia)
2. Mengawasi jalannya aktfitas kelompok dari mulai persiapan,
proses, hingga penutupan.
3. Alat
TAK kali ini menggunakan alat atau media:
a. Papan Tulis/ Flipchart dan alat tulis
b. Buku Catatan
c. Jadwal kegiatan harian klien
15
4. Metode
Metode yang digunakan pada terapi aktifitas kelompok (TAK) ini adalah
metode:
a. Diskusi
b. Terapi aktivitas ?
5. Kontrak
a. Terapis menjelaskan tujuan kegiatan
b. Menjelaskan aturan terapi aktivitas
c. Masing-masing klien memperkenalkan diri
d. Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus minta ijin
kepada terapis
e. Lama kegiatan ± 60 menit
f. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
6. Tata tertib
a. Peserta bersedia mengikuti kegiatan TAK
b. Peserta wajib hadir 5 menit sebelum acara di mulai
c. Peserta berpakaian rapi, bersih dan sudah mandi
d. Tidak di perkenankan makan, minum, merokok, selama kegiatan TAK
e. Jika ingin mengajukan pertanyaan atau menjawab pertanyaan peserta
mengangkat tangan kanan dan berbicara setelah dipersihalkan oleh
pemimpin.
F. Alat
Alat yang diperlukan pada terapi aktivitas kelompok yaitu :
Sesi 1
1. Flip Chart
2. Spidol
3. Buku catatan dan pulpen
Sesi 2
1. Bantal
2. Flip Chart dan Spidol
3. Buku catatan dan Pulpen
16
Sesi 3
1. Lembar observasi dan Pulpen
2. Jadwal kegiatan klien
Sesi 4
1. Lembar observasi dan Pulpen
2. Jadwal kegiatan klien
Sesi 5
1. Beberapa contoh obat
2. Buku catatan dan Pulpen
3. Jadwal kegiatan klien
G. Metode
Sesi 1
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan tanya jawab
3. Bermain peran/simulasi
Sesi 2
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan tanya jawab
3. Bermain peran/simulasi
Sesi 3
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan tanya jawab
3. Bermain peran/simulasi
Sesi 4
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan tanya jawab
3. Bermain peran/simulasi
Sesi 5
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan tanya jawab
3. Bermain peran/simulasi
17
H. Rencana pelaksanaan
18
I. Prosedur pelaksanaan
a. Terapis Pasien dibagi menjadi 1 kelompok
b. Kelompok akan melakukan Terapi aktivitas kelompok sebanyak 4 sesi
c. Melakukan simulasi untuk perilaku Halusinasi yang tidak membahayakan
d. Setiap anggota kelompok diwajibkan memerhatikan dan berkonsentrasi
saat teman nya menyampaikan nama, perasaan, dan harapan
e. Terapis memberikan pujian untuk setiap keberhasilan dengan mengajak
bertepuk tangan.
J. Jenis terapi
Terapi aktivitas kelompok pada klien prilaku Halusinasi.
K. Kriteria evaluasi
1. Evaluasi struktur
a. Terapis
1) Terapi sudah menyiapkan alat dan bahan sebelum TAK dimulai
2) Terapi hadir sebelum peserta berhadir di tempat proses TAK
b. Alat
Alat sudah disiapkan 5 menit sebelum proses TAK dimulai
c. Peserta
1) Peserta hadir 5 menit sebelum acara dimulai
2) Peserta berpakaian rapi, bersih dan sudah mandi
d. Lingkungan
Lingkungan kondusif dan tenang
2. Evaluasi proses
a. Terapis
1) Leader menjelaskan tata tertib TAK
a) Peserta bersedia mengikuti kegiatan TAK
b) Peserta wajib hadir 5 menit sebelum acara di mulai
c) Peserta berpakaian rapi, bersih dan sudah mandi
d) Tidak di perkenankan makan, minum, merokok, selama
kegiatan TAK.
19
3. Evaluasi hasil
a. 75% klien mengenali halusinasi isi, waktu, situasi, perasaan
ketika terjadi halusinasi dan mengatasi halusinasi dengan cara
menghardik
b. 70% klien mampu mengatasi halusinasi dengan patuh minum
obat
c. 70% klien mampu mengatasi halusinasi dengan bercakap-
cakap
d. 70% kiien mampu mengatasi halusinasi dengan melakukan
aktivitas
20
- Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
- Untuk tiap klien beri penilaian kemampuan mengenal halusinasi :
3 : Mandiri, 2: Di bimbing, 1: Tidak ter-arah
- Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
- Untuk tiap klien beri penilaian kemampuan mengenal halusinasi :
3 : Mandiri, 2: Di bimbing, 1: Tidak ter-arah
3. Sesi III : Mengontrol Halusinasi dengan cara minum Obat
Nama Benar Benar Benar Benar Benar Benar
Klien Obat Dosis Waktu Rute Pasien Dokumentasi
Tn. M
Tn. H
Tn. R
Tn. M
Petunjuk :
- Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
- Untuk tiap klien beri penilaian kemampuan mengenal halusinasi :
3 : Mandiri, 2: Di bimbing, 1: Tidak ter-arah
- Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
- Untuk tiap klien beri penilaian kemampuan mengenal halusinasi :
3 : Mandiri, 2: Di bimbing, 1: Tidak ter-arah
BAB IV
HASIL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)
a. Evaluasi
22
1. Sesi 1
Hanya 75% klien mengenali jenis, isi, frekuensi, waktu, perasaan yang
dirasakan, dan cara mengatasi.
2. Sesi 2
a. Hanya 58,3% klien yang mampu menyebutkan efektivitas cara.
b. Hanya 50% klien yang mampu menyebutkan efektivitas cara.
c. Hanya 83,3% klien yang mampu menyebutkan cara menghardik dengan
benar.
d. 100% klien yang mampu memperagakan cara menghardik.
3. Sesi 3
a. Hanya 83,3% klien yang dapat menyebutkan 6 benar obat.
4. Sesi 4
a. 91,6% klien yang mampu menyebutkan orang biasa diajak bercakap-
cakap.
b. 91,6% klien yang mampu memperagakan percakapan.
c. 100% klien yang mampu membuat jadwal percakapan.
d. 91,6% klien mampu menyebutkan tiga cara mengontrol mengontrol dan
mencegah halusinasi.
5. Sesi 5
DAFTAR PUSTAKA
23
Hamid, Achir Yani. (2000). Buku Pedoman Askep Jiwa-1 Keperawatan Jiwa
Teori dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Hawari, Dadang. (2001). Pendekatan Holistik pada gangguan Jiwa Skizofrenia.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Isaacs, Ann. (2005). Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Keliat B. A, 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2. Jakarta. EGC.
Keliat dan Akemat (2012). Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok.
Jakarta: EGC
Keliat, Budi Anna. (2006) Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Maramis, W. F. (2005). Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 9. Surabaya: Airlangga
University Press.
Stuart dan Laraia. (2007). Principle and Practice Of Psychiatric Nursing. edisi 6.
St. Louis: Mosby Year Book.
Stuart, G. W. 2007. Buku Saku Keperawatan. Jakarta: EGC
Townsend, Mary. C. (2000). Psychiatric Mental Health Nursing Concepts Of
Care. Edisi 3. Philadelphia: F. A. Davis Company
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Reflika Aditama.
24