Disusun oleh:
Devi Fatmawati
NIM. 180070300011028
KELOMPOK 2
2. Epidemiologi
Subdural hematoma akut dilaporkan terjadi pada 5-25% pasien dengan
trauma kepala berat, berdasarkan suatu penelitian. Sedangkan kronik subdural
hematoma terjadi 1-3 kasus per 100.000 populasi. Laki-laki lebih sering terkena
daripada perempuan dengan perbandingan 3:1. Di Indonesia belum ada catatan
nasional mengenai morbiditas dan mortalitas perdarahan subdural. Mayoritas
perdarahan subdural berhubungan dengan faktor umur yang merupakan faktor
resiko pada cedera kepala (blunt head injury). Perdarahan subdural biasanya lebih
sering ditemukan pada penderita-penderita dengan umur
antara 50-70 tahun. Pada orang-orang tua bridging veins mulai agak rapuh
sehingga lebih mudah pecah/rusak bila terjadi trauma. Pada bayi-bayi ruang
subdural lebih luas, tidak ada adhesi, sehingga perdarahan subdural bilateral lebih
sering di dapat pada bayi-bayi.
3. Klasifikasi
a. Perdarahan akut
Gejala yang timbul segera kurang dari 72 jam setelah trauma. Biasanya
terjadi pada cedera kepala yang cukup berat yang dapat mengakibatkan
perburukan lebih lanjut pada pasien yang biasanya sudah terganggu kesadaran
dan tanda vitalnya. Perdarahan dapat kurang dari 5 mm tebalnya tetapi melebar
luas. Pada gambaran Ct-scan, didapatkan lesi hiperdens. b. Perdarahan sub akut
c. Perdarahan kronik
Biasanya terjadi setelah 21 hari setelah trauma bahkan bisa lebih.
Perdarahan kronik subdural, gejalanya bisa muncul dalam waktu berminggu-
minggu ataupun bulan setelah trauma yang ringan atau trauma yang tidak jelas,
bahkan hanya terbentur ringan saja bisa mengakibatkan perdarahan subdural
apabila pasien juga mengalami gangguan vaskular atau gangguan pembekuan
darah. Pada perdarahan subdural kronik, kita harus berhati hati karena hematoma
ini lama kelamaan bisa menjadi membesar secara perlahan- lahan sehingga
mengakibatkan penekanan dan herniasi.
Pada subdural kronik, didapati kapsula jaringan ikat terbentuk mengelilingi
hematoma, pada yang lebih baru, kapsula masih belum terbentuk atau tipis di
daerah permukaan arachnoidea. Kapsula melekat pada araknoidea bila terjadi
robekan pada selaput otak ini. Kapsula ini mengandung pembuluh darah yang tipis
dindingnya terutama pada sisi duramater. Karena dinding yang tipis ini protein dari
plasma darah dapat menembusnya dan meningkatkan volume dari hematoma.
Pembuluh darah ini dapat pecah dan menimbulkan perdarahan baru yang
menyebabkan menggembungnya hematoma.
4. Etiologi
Keadaan ini timbul setelah cedera/trauma kepala hebat, seperti perdarahan
kontusional yang mengakibatkan ruptur vena yang terjadi dalam ruangan subdural.
Perdarahan subdural dapat terjadi pada:
a. Trauma kapitis
Trauma di tempat lain pada badan yang berakibat terjadinya geseran atau
putaran otak terhadap duramater, misalnya pada orang yang jatuh terduduk.
Trauma pada leher karena guncangan pada badan. Hal ini lebih mudah terjadi bila
ruangan subdura lebar akibat dari atrofi otak, misalnya pada orangtua dan
juga pada anak-anak.
b. Non trauma
Pecahnya aneurysma atau malformasi pembuluh darah di dalam ruangan
subdural. Gangguan pembekuan darah biasanya berhubungan dengan perdarahan
subdural yang spontan, dan keganasan ataupun perdarahan dari tumor
intrakranial. Pada orang tua, alkoholik, gangguan hati, penggunaan antikoagulan.
5. Patofisiologi
Perdarahan terjadi antara duramater dan arakhnoidea. Perdarahan dapat
terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang menghubungkan vena
di permukaan otak dan sinus venosus di dalam duramater atau karena robeknya
araknoidea. Karena otak yang bermandikan cairan cerebrospinal dapat bergerak,
sedangkan sinus venosus dalam keadaan terfiksir, berpindahnya posisi otak yang
terjadi pada trauma, dapat merobek beberapa vena halus pada tempat di mana
mereka menembus duramater. Perdarahan yang besar akan menimbulkan gejala-
gejala akut menyerupai hematoma epidural.
(id.prmob.net)
6. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis ditentukan oleh dua faktor: beratnya cedera otak yang
terjadi pada saat benturan trauma dan kecepatan pertambahan volume SDH.
Penderita-penderita dengan trauma berat dapat menderita kerusakan parenkim
otak difus yang membuat mereka tidak sadar dengan tanda-tanda gangguan
batang otak. Penderita dengan SDH yang lebih ringan akan sadar kembali pada
derajat kesadaran tertentu sesuai dengan beratnya benturan trauma pada saat
terjadi kecelakaan (initial impact). Keadaan berikutnya akan ditentukan oleh
kecepatan pertambahan hematoma dan penanggulangannya. Pada penderita
dengan benturan trauma yang ringan tidak akan kehilangan kesadaran pada waktu
terjadinya trauma. SDH dan lesi massa intrakranial lainnya yang dapat membesar
hendaklah dicurigai bila ditemukan penurunan kesadaran setelah kejadian trauma.
Stone dkk melaporkan bahwa lebih dari separuh penderita tidak sadar sejak
kejadian trauma, yang lain menunjukkan beberapa lucid interval.
Gejala-gejala klinis terjadi akibat cedera otak primer dan tekanan oleh massa
hematoma. Pupil yang anisokor dan defisit motorik adalah gejala klinik yang paling
sering ditemukan. Lesi pasca trauma baik hematoma atau lesi parenkim otak
biasanya terletak ipsilateral terhadap pupil yang melebar dan kontralateral terhadap
defisit motorik. Akan tetapi gambaran pupil dan gambaran motorik tidak merupakan
indikator yang mutlak bagi menentukan
letak hematoma. Gejala motorik mungkin tidak sesuai bila kerusakan parenkim otak
terletak kontralateral terhadap SDH atau karena terjadi kompresi pedunkulus
serebral yang kontralateral pada tepi bebas tentorium. Trauma langsung pada saraf
okulomotor atau batang otak pada saat terjadi trauma menyebabkan dilatasi pupil
kontralateral terhadap trauma. Perubahan diamater pupil lebih dipercaya sebagai
indikator letak SDH.
Secara umum, gejala yang nampak pada subdural hematom seperti pada
tingkat yang ringan (sakit kepala) sampai penurunan kesadaran. Penurunan
kesadaran hematom subdural tidak begitu hebat seperti kasus cedera neuronal
primer, kecuali bila ada efek massa atau lesi lainnya. Gejala yang timbul tidak khas
dan meruoakan manisfestasi dari peninggian tekanan intrakranial seperti: sakit
kepala, mual, muntah, vertigo, papil edema, diplopia akibat kelumpuhan n. III,
epilepsi, anisokor pupil, dan defisit neurologis lainnya, kadang kala dengan riwayat
trauma yang tidak jelas, sering diduga tumor otak.
a. Hematoma Subdural Akut
Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik dalam 24 sampai
48 jam setelah cedera. Dan berkaitan erat dengan trauma otak berat. Gangguan
neurologik progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi
batang otak dalam foramen magnum, yang selanjutnya menimbulkan tekanan pada
batang otak. Keadan ini dengan cepat menimbulkan berhentinya pernapasan dan
hilangnya kontrol atas denyut nadi dan tekanan darah.
b. Hematoma Subdural Subakut
Hematoma ini menyebabkan defisit neurologik dalam waktu lebih dari 48 jam
tetapi kurang dari 2 minggu setelah cedera. Seperti pada hematoma subdural akut,
hematoma ini juga disebabkan oleh perdarahan vena dalam ruangan subdural.
Anamnesis klinis dari penderita hematoma ini adalah adanya trauma kepala yang
menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik yang
perlahan-lahan. Namun jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan tanda-
tanda status neurologik yang memburuk. Tingkat kesadaran
unkus atau sentral dan melengkapi tanda-tanda neurologik dari kompresi batang
otak.
c. Hematoma Subdural Kronik
Timbulnya gejala pada umumnya tertunda beberapa minggu, bulan dan
bahkan beberapa tahun setelah cedera pertama. Trauma pertama merobek salah
satu vena yang melewati ruangan subdural. Terjadi perdarahan secara lambat
dalam ruangan subdural. Dalam 7 sampai 10 hari setelah perdarahan terjdi, darah
dikelilingi oleh membrane fibrosa. Dengan adanya selisih tekanan osmotic yang
mampu menarik cairan ke dalam hematoma, terjadi kerusakan sel-sel darah dalam
hematoma. Penambahan ukuran hematoma ini yang menyebabkan perdarahan
lebih lanjut dengan merobek membran atau pembuluh darah di sekelilingnya,
menambah ukuran dan tekanan hematoma. Hematoma subdural yang bertambah
luas secara perlahan paling sering terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh)
dan pada alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera tampaknya ringan, sehingga
selama beberapa minggu gejalanya tidak dihiraukan. Hasil pemeriksaan CT scan
dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah. Hematoma subdural pada
bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena tulang tengkoraknya masih
lembut dan lunak. Hematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali diserap
secara spontan. Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala
neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan.
7. Pemeriksaan
Penunjang a. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium minimal meliputi, pemeriksaan darah rutin,
elektrolit, profil hemostasis/koagulasi.
b. Foto tengkorak
Pemeriksaan foto tengkorak tidak dapat dipakai untuk memperkirakan
adanya SDH. Fraktur tengkorak sering dipakai untuk meramalkan kemungkinan
adanya perdarahan intrakranial tetapi tidak ada hubungan yang konsisten antara
fraktur tengkorak dan SDH. Bahkan fraktur sering didapatkan kontralateral
terhadap SDH.
c. CT-Scan
Pemeriksaan CT scan adalah modalitas pilihan utama bila disangka terdapat
suatu lesi pasca-trauma, karena prosesnya cepat, mampu melihat seluruh
jaringan otak dan secara akurat membedakan sifat dan keberadaan lesi intra-
aksial dan ekstra-aksial
1) Perdarahan Subdural Akut
Perdarahan subdural akut pada CT-scan kepala (non kontras) tampak
sebagai suatu massa hiperdens (putih) ekstra-aksial berbentuk bulan sabit
sepanjang bagian dalam (inner table) tengkorak dan paling banyak terdapat pada
konveksitas otak di daerah parietal. Terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit di
daerah bagian atas tentorium serebelli. Subdural hematom berbentuk cekung dan
terbatasi oleh garis sutura. Jarang sekali, subdural hematom berbentuk lensa
seperti epidural hematom dan biasanya unilateral.
Perdarahan subdural yang sedikit (small SDH) dapat berbaur dengan
gambaran tulang tengkorak dan hanya akan tampak dengan menyesuaikan CT
window width. Pergeseran garis tengah (midline shift) akan tampak pada
perdarahan subdural yang sedang atau besar volumenya. Bila tidak ada midline
shift harus dicurigai adanya massa kontralateral dan bila midline shift hebat harus
dicurigai adanya edema serebral yang mendasarinya. Perdarahan subdural jarang
berada di fossa posterior karena serebelum relatif tidak bergerak sehingga
merupakan proteksi terhadap ’bridging veins’ yang terdapat disana. Perdarahan
subdural yang terletak diantara kedua hemisfer menyebabkan gambaran falks
serebri menebal dan tidak beraturan dan sering berhubungan dengan child abused.
8. Komplikasi
Setiap tindakan medis pasti akan mempunyai resiko. Cedera parenkim otak
biasanya berhubungan dengan subdural hematom akut dan dapat meningkatkan
tekanan intrakranial. Pasca operasi dapat terjadi rekurensi atau masih terdapat sisa
hematom yang mungkin memperlukan tindakan pembedahan lagi. Sebanyak
sepertiga pasien mengalami kejang pasca trauma setelah cedera kepala berat.
Infeksi luka dan kebocoran CSF bisa terjadi setelah kraniotomi. Meningitis atau
abses serebri dapat terjadi setelah dilakukan tindakan intrakranial.
Pada pasien dengan subdural hematom kronik yang menjalani operasi
drainase, sebanyak 5,4-19% mengalami komplikasi medis atau operasi. Komplikasi
medis, seperti kejang, pneumonia, empiema, dan infeksi lain, terjadi pada 16,9%
kasus. Komplikasi operasi, seperti massa subdural, hematom intraparenkim, atau
tension pneumocephalus terjadi pada 2,3% kasus.
Residual hematom ditemukan pada 92% pasien berdasarkan gambaran CT
scan 4 hari pasca operasi. Tindakan reoperasi untuk reakumulasi hematom
dilapaorkan sekitar 12-22%. Kejang pasca operasi dilaporkan terjadi pada 3-10%
pasien. Empiema subdural, abses otak dan meningitis telah dilaporkan terjadi pada
kurang dari 1% pasien setelah operasi drainase dari hematoma subdural kronis
(SDH). Pada pasien ini, timbulnya komplikasi terkait dengan anestesi, rawat inap,
usia pasien, dan kondisi medis secara bersamaan.
9. Prognosis
Tidak semua perdarahan subdural bersifat letal. Pada beberapa kasus,
perdarahan tidak berlanjut mencapai ukuran yang dapat menyebabkan kompresi
pada otak, sehingga hanya menimbulkan gejala-gejala yang ringan. Pada beberapa
kasus yang lain, memerlukan tindakan operatif segera untuk dekompresi otak.
Tindakan operasi pada hematoma subdural kronik memberikan prognosis yang
baik, karena sekitar 90 % kasus pada umumnya akan sembuh total. Hematoma
subdural yang disertai lesi parenkim otak menunjukkan angka mortalitas menjadi
lebih tinggi dan berat dapat mencapai sekitar 50 %.
Pada penderita dengan perdarahan subdural akut yang sedikit (diameter < 1
cm), prognosanya baik. Sebuah penelitian menemukan bahwa 78% dari penderita
perdarahan subdural kronik yang dioperasi (burr-hole evacuation) mempunyai
prognosa baik dan mendapatkan penyembuhan sempurna. Perdarahan subdural
akut yang sederhana (simple SDH) ini mempunyai angka mortalitas lebih kurang
20%.
Perdarahan subdural akut yang kompleks (complicated SDH) biasanya
mengenai parenkim otak, misalnya kontusio atau laserasi dari serebral hemisfer
disertai dengan volume hematoma yang banyak. Pada penderita ini mortalitas
melebihi 50% dan biasanya berhubungan dengan volume subdural hematoma dan
jauhnya midline shift. Akan tetapi, hal yang paling penting untuk meramalkan
prognosa ialah ada atau tidaknya kontusio parenkim otak.
Angka mortalitas pada penderita dengan perdarahan subdural yang luas dan
menyebabkan penekanan (mass effect) terhadap jaringan otak, menjadi
lebih kecil apabila dilakukan operasi dalam waktu 4 jam setelah kejadian. Walaupun
demikian bila dilakukan operasi lebih dari 4 jam setelah kejadian tidaklah selalu
berakhir dengan kematian. Pada kebanyakan kasus SDH akut, keterlibatan
kerusakan parenkim otak merupakan faktor yang lebih menentukan prognosa akhir
(outcome) daripada tumpukan hematoma ekstra axial di ruang subdural.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang bisa muncul adalah:
a. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di
otak;
b. Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan
sputum;
c. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak;
d. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (sporos-
coma);
e. Potensial gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak
adekuatnya sirkulasi perifer;
f. Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.
g.
3. Rencana tindakan keperawatan
N Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Rencana Tindakan
o
1. Pola Nafas tidak efektif NOC: NIC:
berhubungan dengan : Respiratory status: Posisikan pasien untuk
- Hiperventilasi Ventilation memaksimalkan ventilasi
- Penurunan Respiratory status: Pasang mayo bila perlu
energi/kelelahan Airway patency Lakukan fisioterapi dada jika
- Vital sign Status perlu Keluarkan sekret
Perusakan/pelemah dengan batuk atau suction
an muskulo-skeletal Setelah dilakukan Auskultasi suara nafas,
- Kelelahan otot tindakan keperawatan catat adanya suara tambahan
pernafasan selama ……….. pasien Berikan bronkodilator :
- Hipoventilasi sindrom menunjukkan keefektifan -…………………..
- Nyeri pola nafas, dibuktikan …………………….
- Kecemasan dengan kriteria hasil: Berikan pelembab udara
- Disfungsi Neuromuskuler Mendemonstrasikan Kassa basah
- Obesitas batuk efektif dan suara NaCl Lembab
- Injuri tulang belakang nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu Atur intake untuk cairan
DS: (mampumengeluarkan mengoptimalkan
- Dyspnea sputum) keseimbangan.
- Nafas pendek Monitor respirasi dan status O2
DO: Bersihkan mulut, hidung
Penurunan tekanan dan
inspirasi/ekspirasi secret trakea
Harsono, 2003. Kapita Selekta Neurologi. Edisi Kedua, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Disusun Oleh:
Devi Fatmawati
180070300011028
A. Identitas Klien
Nama :Tn R No. RM :32 18 75
Usia :61 tahun Tgl. Masuk :19/02/2019
Tanggal lahir : 4-07-1958 Jam Masuk RS : 13.00 WIB
Jenis kelamin :Laki-laki Tgl. Pengkajian : 24/02/2019
Alamat :Pisang Candi, Malang Jam Pengkajian : 08.00 WIB
Sumber informasi : Istri dan anak
No. telepon :0853 xxxx xxxx Nama klg.
dekat yg bisa dihubungi:Ny. T
Status pernikahan :Kawin
Agama : Islam Status :Istri
Suku : Jawa Alamat : Pisang Candi, malang
Pendidikan :SMA No. telepon :0822xxxxxxxx
Pekerjaan : Tidak bekerja Pendidikan :SMA
Lama berkerja :- Pekerjaan :IRT
5. Kebiasaan:
Jenis Frekuensi Jumlah Lamanya
Merokok Tidak pernah tidak ada tidak ada
Kopi Tidak Pernah tidak ada tidak ada
Alkohol Tidak pernah tidak ada tidak ada
6. Obat - obatan
Keluarga Klien mengatakan selama ini kalau sakit flu atau batuk hanya beli obat di
warung tanpa periksa terlebih dahulu
E. Riwayat Keluarga
Keluarga klien mengatakan ibu klien pernah masuk rumah sakit karena penyakit
hipertensi.
GENOGRAM
HT
Keterangan:
: Laki-laki : Pasien/ Klien
: Perempuan : Menikah
: Tinggal satu rumah : Meninggal
: Hubungan anak kandung
F. Riwayat Lingkungan
Jenis Rumah Pekerjaan
Kebersihan Disapu 2x/hari Disapu 2x/hari
Bahaya Minimal, rumah bersih, lantai tidak Minimal, rumah bersih, lantai
tidak
kecelakaan licin, perabotan ditata rapi
Polusi licin, perabotan ditata rapi.
Tidak ada, rumah bebas dari bau
Tidak ada, rumah bebas dari bau
yang tidak sedap, sumber suara
yang tidak sedap, sumber suara
yang ramai
Ventilasi yang ramai
Baik, jendela dibuka setiap hari.
Baik, jendela dibuka setiap hari. Jumlah
Jumlah jendela yang ada di rumah
jendela yang ada di rumah tidak terkaji
tidak terkaji
Pencahayaan Baik, cahaya dapat masuk ke Baik, cahaya dapat masuk ke
rumah. Klien bisa membedakan rumah. Klien bisa membedakan
siang dan malam dari dalam siang dan malam dari dalam
rumah. rumah.
G. Pola Aktifitas-Latihan
Rumah Rumah Sakit
Makan/minum 0 2
Mandi 0 2
Berpakaian/berdandan 0 2
Toileting 0 2
Mobilitas di tempat tidur 0 1
Berpindah 0 1
Berjalan 0 2
Naik tangga 0 tidak terkaji
Pemberian Skor: 0 = mandiri, 1 = alat bantu, 2 = dibantu orang lain (1 orang) , 3 =
dibantu orang lain (> 1 orang), 4 = tidak mampu
J. Pola Tidur-
Istirahat Jenis
Rumah Rumah Sakit
Tidur siang
Lamanya
2 jam Tidak bisa dikaji
Jam .... s/d ....
09.00-11.00 WIB -
Kenyamanan setelah tidur
Nyaman -
Tidur malam
Lamanya
7 jam Tidak bisa dikaji
Jam .... s/d ....
21.00 – 04.00 -
Kenyamanan setelah tidur
Nyaman -
Kebiasaan sebelum tidur
Tidak ada -
Kesulitan
Upaya mengatasi Tidak ada -
Tidak ada -
K. Pola Kebersihan Diri
Jenis
Mandi/frekuensi Rumah Rumah Sakit
M. Konsep Diri
1. Gambaran diri: tidak bisa dikaji
2. Ideal diri: tidak bisa dikaji
3. Harga diri: tidak bisa dikaji
4. Peran: Sebagai isuami
5. Identitas diri: keluarga klien mengatakan Tn R .berusia 61 tahun yang berperilaku dan
berpakaian sesuai dengan jenis kelaminnya.
P. Pola Seksualitas
1. Masalah dalam hubungan seksual selama sakit: (√) tidak ada ( ) ada
2. Upaya yang dilakukan pasangan: tidak ada
( ) perhatian ( )sentuhan ()lain-lain, seperti:
Q. Pola Nilai & Kepercayaan
1. Apakah Tuhan, agama, kepercayaan penting untuk Anda: keluarga mengatakan saat
masih sehat bapak rajin ke mushola
2. Kegiatan agama/kepercayaan yg dilakukan dirumah (jenis & frekuensi): Sholat wajib
3. Kegiatan agama/kepercayaan tidak dapat dilakukan di RS: tidak ada
4. Harapan klien terhadap perawat untuk melaksanakan ibadahnya: tidak bisa dikaji
R. Pemeriksaan Fisik
o
1. Keadaan Umum: lemah, terbaring ditempat tidur dengan posisi head up 30 , pasien
masih bedrest pada saat dilakukan pengkajian, terpasang infuse IV line Nacl 0,9% 20
tpm di tangan kiri.
a. Kesadaran: somnolen GCS 3 2 3
b. Tanda-tanda vital: Tekanan darah : 115/69 mmHg
Nadi : 98 x/menit
o
Suhu : 38,2 C
RR : 30 x/menit
TB : 169 cm, BB : 60 kg IMT : 21,00 (Kategori normal)
2. Kepala & Leher
a. Kepala:
Inspeksi: terdapat luka operasi terbungkus kasa dan hipavik, kasa terlihat
bersih, tidak ada rembesan, terpasang drain dengan produksi 100cc sejak post
operasi warna merah kehitaman.
Palpasi: kepala tidak boleh ditekan post kraniotomi
b. Mata:
Inspeksi: Konjungtiva tidak anemis, tidak ada ikterik, reflek cahaya baik.
c. Hidung:
Inspeksi: tidak ada perdarahan, tidak ada abrasi, pernapasan cuping hidung (+),
terpasang NRBM dengan oksigen 15 liter.
Palpasi : tidak ada benjolan
d. Mulut & tenggorokan: mulut kotor, berbau, tidak ada lesi atau massa
e. Inspeksi: Mukosa bibir kering, gigi tidak lengkap, tidak memakai gigi palsu, tidak
ada massa, tidak ada perdarahan gusi
f. Telinga:
Inspeksi: tidak ada luka, daun telinga simetris kanan dan kiri
Palpasi: tidak ada nyeri tekan.
g. Leher:
Inspeksi: tidak terdapat distensi vena jugularis,
Palpasi: tidak teraba massa, tidak terdapat deviasi trachea.
3. Thorak & Dada:
Jantung
- Inspeksi: normal, dada simetris.
- Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5 mid clavicula sinistra, 2 cm lateral,
palpasi nadi teraba kuat reguler.
- Perkusi : pekak dari ICS 2 – ICS IV parasternal
- Auskultasi: S1 tunggal terdengar di parasternal sinistra ICS5 dan S2 tunggal
terdengar di ICS 2 parasternal sinistra, tidak ada gallop dan tidak ada murmur.
Paru
- Inspeksi: Dada kanan dan kiri simetris, pergerakan dinding dada simetris,
penggunaan otot bantu napas (+), bentuk dada normal, napas cepat dan dangkal
- Palpasi: tidak ada nyeri tekan pada area sekitar dada, traktir vermitus +
- Perkusi: terdengar bunyi sonor
- Auskultasi:
+ + - -
Ronkhi Wheezing
+ + - -
+ + - -
4. Payudara & Ketiak
Tidak ada benjolan atau massa, tidak ada bengkak, tidak ada nyeri tekan, dan kondisi
payudara simetris kanan dan kiri.
5. Punggung & Tulang Belakang
Tidak ada perubahan bentuk tulang belakang, seperti lordosis, kifosis, dan scoliosis.
Tidak ada luka tusuk, tidak ada trauma, dan tidak ada jejas.
6. Abdomen
Inspeksi: area pubis terlihat membesar
Palpasi: ada nyeri tekan dan tidak ada kekakuan pada abdomen
Perkusi: thimpani
Auskultasi: bising usus (+) 9x/menit
7. Genetalia & Anus
Inspeksi: penis bersih, terpasang kateter urin
Palpasi: tidak terkaji.
8. Ekstermitas
Ekstermitas Atas:
a. Kanan
Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada edema, tidak ada luka, kekuatan otot 1,
warna kulit sawo matang.
b. Kiri
Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada edema, tidak ada luka, kekuatan otot 1,
warna kulit sawo matang, terpasang infus Nacl 0,9% 20 tpm.
Ekstermitas Bawah:
a. Kanan
Tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat edema di kaki kiri, tidak ada luka, kekuatan
otot 1, warna kulit sawo matang dan akral hangat.
b. Kiri
Tidak ada nyeri tekan, terdapat edema di kaki kiri, tidak ada luka,kekuatan otot
1, warna kulit sawo matang dan akral hangat.
9. Sistem Neorologi
Kesadaran pasien somnolen GCS 3 2 3
Reflek fisiologis : refleks patela normal, reflek otot bisep trisep normal
Reflek patologis : refleks babinski (-), kaku kuduk (-)
10. Kulit & Kuku
a. Kulit : Warna sawo matang, turgor kulit >2 detik, tidak pucat, kulit kering
b. Kuku : Kuku klien tampak kotor, CRT <2 detik
Jenis Pemeriksaan
Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan
Dewasa Normal
Tanggal 23-2-2019
Hematologi
Hemoglobin 12,1 g/dL 11,4-15,1 Dalam batas normal
3
Leukosit 11.130 10 / µL 4,7-11,3 Meningkat
3
Trombosit 188.000 10 / µL 142-424 Dalam batas normal
Elekrolit
Natrium 140,9 Mmol/L 135-155 Dalam batas normal
Kalium 4,52 Mmol/L 3,6-5,5 Dalam batas normal
chlorida 107,8 Mmol/L 98-107 Dalam batas normal
Tanggal 21-2-2019
CT-Scan Kepala
SOP di frontalis
dekstra (susp
astrocytoma)
Meningitis
Cronic subdural
hemoragis di fronto
temporo parietalis
deksta dan sinistra
T. Terapi
- IVFD : line 1 NaCl 0,9% 10 tpm, line 2 Kabiven:clinimic:Aminofusin 1:1:1
- Injeksi ceftriaxone 2x1 gr
- Injeksi levofoxacyn 1x750 mg
- Injeksi Sanmol 4x1
- Injeksi Metoclopramid 3x1
V. Kesimpulan
Klien membutuhkan perawatan intensif post operasi craniotomi trepanasi evacuasi SDH
W.Perencanaan Pulang
a. Belum ada perencanaan pulang ataupun pindah ruang rawat biasa pada tamggal 24-
2-2019. Hal tersebut didasarkan pada masalah utama yang belum teratasi,
diantaranya : inefektif bersihan jalan napas karena sekret yang masih sangat kental
dan pasien tidak mampu mengeluarkan, penurunan perfusi jaringan cerebral yang
belum teratasi kesadaran pasien belum compos menthis, observasi ketat adanya
resiko peningkatan tekanan intrakranial, defisit perawatan diri mandi, kerusakan
integritas jaringan b.d luka post operasi dan adanya dekubitus.
Tujuan pulang: ke tempat tinggal klien di pisang Candi, Malang
Transportasi pulang: mobil
Dukungan keluarga: dukungan anak dan istri
Antisipasi bantuan biaya setelah pulang: biaya pengobatan menggunakan
JKN kesehatan
Antisipasi masalah perawatan diri setelah pulang:perawatan diri/personal hygiene,
nutrisi sesuai anjuran,melakukan aktivitas sesuai anjuran, mengkonsumsi obat secara
teratur, rutin melakukan rehabilisasi medik.
Pengobatan:
Mendapat terapi dari dokter Bedah syaraf dan penyakit dalam
Rawat jalan ke: Poli Bedah syaraf dan poli penyakit dalam
Hal-hal yang perlu diperhatikan di rumah: keluarga patut waspada jika terjadi pada
pasien antara lain pasien pingsan, sesak napas, tidak sadarkan diri.
RR : 30 x/menit
Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak
Gangguan kesadaran
Immobiliasai
Dekubitus
2 2
2 2
Gangguan kesadaran
Immobiliasai
Gangguan kesadaran
Gelisah
Resiko jatuh
Diagnosa
Tgl Tujuan Kriteria Standart Intervensi
Keperawatan
24/02/2019 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 60 menit NIC:
bersihan jalan napas diharapkan jalan napas bersih dan paten dengan kriteria hasil: 1. Posisikan pasien untuk
b.d mukus NOC: Status Pernapasan: Kepatenan Jalan Nafas memaksimalkan ventilasi
berlebihan Indikator 1 2 3 4 5 2. Pasang mayo bila perlu
Frekuensi >30 27-30 21-26 18-20 <18 x/ 3. Lakukan fisioterapi dada
Pernapasan x/menit x/menit x/menit x/menit menit jika perlu
x/menit 4. Keluarkan sekret dengan
suction
Saturasi >90% 90-94% 95-97% 98-99% 100% 5. Auskultasi suara nafas,
oksigen catat adanya suara
tambahan
6. Berikan bronkodilator :
7. -Combiven 3x1 Nebulezer
8. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan cairan
melalui NGT
9. Monitor respirasi dan status
O2
10. Bersihkan mulut, hidung
dan secret trakea
11. Pertahankan jalan nafas
yang paten
12. Observasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
13. Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
14. Monitor vital sign
15. Informasikan pada
pasien dan keluarga
tentang tehnik relaksasi
untuk memperbaiki pola
nafas.
16. Ajarkan bagaimana batuk
efektif
17. Monitor pola nafas
24/02/2019 Resiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam NIC :
ketidakefektifan Perfusi jaringan otak membaik dengan kriteria hasil: 1. Monitor TTV
perfusi jaringan otak NOC: perfusi jaringan: otak 2. Monitor GCS, ukuran
pupil, ketajaman,
Indikator 1 2 3 4 5 kesimetrisan dan reaksi
Tekanan 3. Monitor adanya
darah sistol diplopia, pandangan
Tekanan kabur, nyeri kepala
darah diastol 4. Monitor level kebingungan
Kegelisahan dan orientasi
Sakit kepala 5. Monitor tonus otot
Muntah pergerakan
Penurunan 6. Monitor tekanan intrkranial
tingkat dan respon nerologis
kesadaran 7. Catat perubahan pasien
dalam merespon stimulus
8. Monitor status cairan
o
9. Tinggikan kepala 0-45
tergantung pada konsisi
pasien dan order medis
24/02/2019 Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan NIC : Pressure Management
kulit b.d tekanan kerusakan integritas kulit teratasi dengan kriteria: 1. Anjurkan pasien untuk
pada tonjolan tulang NOC: Integritas jaringan: kulit menggunakan pakaian
Indikator 1 2 3 4 5 yang longgar
Lesi pada kulit 2. Hindari kerutan pada
Pengelupasan tempat tidur
kulit 3. Jaga kebersihan kulit agar
Eritema tetap bersih dan kering
4. Mobilisasi pasien (ubah
posisi pasien) setiap dua
jam sekali
5. Monitor kulit akan adanya
kemerahan
6. Oleskan lotion atau
minyak/baby oil pada
derah yang tertekan
7. Monitor aktivitas dan
mobilisasi pasien
8. Monitor status nutrisi
pasien
9. Memandikan pasien
dengan sabun dan air
hangat
10. Kaji lingkungan dan
peralatan yang
menyebabkan tekanan
11. Observasi luka :
lokasi, dimensi,
kedalaman luka,
karakteristik,warna
cairan, granulasi, jaringan
nekrotik, tanda-tanda
infeksi lokal, formasi
traktus
12. Ajarkan pada
keluarga tentang luka
dan perawatan luka
13. Kolaburasi ahli gizi
pemberian diae
TKTP, vitamin
14. Lakukan tehnik
perawatan luka
dengan steril
15. Berikan kasur angin
untuk mengurangi
tekanan pada luka dan
tonjolan tulang
IMPLEMENTASI
menyebabkan tekanan
11. Mengobservasi luka : lokasi, dimensi,
kedalaman luka, karakteristik,warna cairan,
granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda
infeksi lokal, formasi traktus
12. Mengajarkan pada keluarga tentang luka
dan perawatan luka
13. Berkolaburasi ahli gizi pemberian diae
TKTP, vitamin
14. Melakukan tehnik perawatan luka
dengan steril
15. Memberikan kasur angin untuk
mengurangi tekanan pada luka dan tonjolan
tulang
IMPLEMENTASI
Diagnosa keperawatan no. 1 Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d mukus berlebihan
NOC :
Tanggal Observasi dan Hasil
No Indikator 24-2-2019 25-2-2019
1 2 3 4 S 1 2 3 4 S 1 2 3 4S
1 Frekuensi Pernapasan + 3 + 4
2 Saturasi oksigen + 3 + 4
Keterangan Penilaian :
- : tidak sesuai
+ : sesuai yang
diharapkan S : scoring
Keterangan Skoring :
1 :-
2 : 1+
3 : 2+
4 : 3+
5 : 4+
CATATAN PERKEMBANGAN (PROGRESS NOTE)
NOC :
Tanggal Observasi dan Hasil
No Indikator 24-2-2019 25-2-2019
1 2 3 4 S 1 2 3 4 S 1 2 3 4S
1 Tekanan darah sistol + 3 + 4
3 Kegelisahan + 4 + 5
4 Sakit kepala + 3 + 4
5 Muntah + 2 + 5
Keterangan Penilaian :
- : tidak sesuai
+ : sesuai yang
diharapkan S : scoring
Keterangan Skoring :
1 :-
2 : 1+
3 : 2+
4 : 3+
5 : 4+
CATATAN PERKEMBANGAN (PROGRESS NOTE)
Diagnosa keperawatan no. 3 Kerusakan integritas kulit b.d tekanan pada tonjolan tulang
NOC :
Tanggal Observasi dan Hasil
No Indikator 24-2-2019 25-2-2019
1 2 3 4 S 1 2 3 4 S 1 2 3 4S
1 Lesi pada kulit + 3 + 4
2 Pengelupasan kulit + 3 + 4
3 Eritema + 4 + 5
Keterangan Penilaian :
- : tidak sesuai
+ : sesuai yang
diharapkan S : scoring
Keterangan Skoring :
1 :-
2 : 1+
3 : 2+
4 : 3+
5 : 4+
EVALUASI
No
Hari/ Tanda
Dx Evaluasi
Tanggal tangan
Kep
Senin 1 DS: -
24/02/2019 DO:
13.00 RR: 26x/menit
SaO2: 99%
Pasien terlihat sesak berkurang
Penggunaan otot bantu napas +
Retraksi dinding dada +
Suara napas gurgling
Pasien batuk tapi tidak bisa mengeluarkan dahak
Pasienagak gelisah
Ronkhi
+ +
+ +
+ +
NOC:
Score
Indikator
Awl Tgt Akr
Frekuensi Pernapasan 1 4 3
Saturasi oksigen 3 5 4
NOC:
Score
Indikator
Awl Tgt Akr
Tekanan darah sistol 2 5 3
Tekanan darah diastol 2 5 4
Kegelisahan 2 5 4
Sakit kepala 4 5 4
Muntah 2 5 4
Penurunan tingkat kesadaran 2 5 3
A: masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
Senin 3 DS:-
24/2/2019 DO:
13.30 Pasien bed rest total
Terpasang kasur angin
Tidak belum bisa mobilisasi mandiri
Terdapat bula diameter sekitar 3-5 cm di area sakrum ,
paha kanan, tumit kiri, dan luka dekubitus grade 2 di
plantar kaki kiri selebar 1 cm tertutup kasa steril, tidak ada
rembesan
Kulit lembab setelah diberiakn baby oil
NOC:
Score
Indikator
Awl Tgt Akr
Lesi pada kulit 2 5 3
Pengelupasan kulit 3 5 4
Eritema 2 5 3
No
Hari/ Tanda
Dx Evaluasi
Tanggal tangan
Kep
Selasa 1 DS: -
25/02/2019 DO:
13.00 RR: 24x/menit
SaO2: 99%
Pasien terlihat sesak berkurang
Penggunaan otot bantu napas -
Retraksi dinding dada -
Suara napas bersih
Pasien batuk bisa mengeluarkan dahak
dengan meludah
Pasien tidak gelisah
Ronkhi
+ +
+ +
+ +
NOC:
Score
Indikator
Awl Tgt Akr
Frekuensi Pernapasan 3 5 4
Saturasi oksigen 4 5 5
Selasa 2 DS:-
19/2/2019 DO:
13.15 Pasien post operasi craniotomi hari ke-2
Kesadaran : Compos menthis
Pasien tidak gelisah
Gerakan tidak terkoordinir
GCS:456
TD : 116/59 mmHg
Nadi : 89 x/menit
Suhu : 36,2oC
RR : 24 x/menit
NOC:
Score
Indikator
Awl Tgt Akr
Tekanan darah sistol 3 5 5
Tekanan darah diastol 4 5 5
Kegelisahan 4 5 4
Sakit kepala 4 5 4
Muntah 4 5 4
Penurunan tingkat kesadaran 3 5 5
Selasa 3 DS:-
25/2/2019 DO:
13.30 Pasien bed rest total
Gerakan mulai terkoordinir dan bisa diberikan perintah
Terdapat bula diameter sekitar 3-5 cm di area
sakrum , paha kanan, tumit kiri sudah mulai kempes dan
mengering, dan luka dekubitus grade 2 di plantar kaki
kiri tertutup kasa steril
Kulit lembab
NOC:
Score
Indikator
Awl Tgt Akr
Lesi pada kulit 3 5 4
Pengelupasan kulit 4 5 4
Eritema 4 5 4