Anda di halaman 1dari 74

LAPORAN PENDAHULUAN

SUB DURAL HEMATOM (SDH)

Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners Departemen


Bedah di Ruang HCU Rumah Sakit Tingkat II Dr. Soepraoen Malang

Disusun oleh:
Devi Fatmawati
NIM. 180070300011028
KELOMPOK 2

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
SUB DURAL HEMATOM (SDH)

1. Pengertian Subdural Hematoma


Subdural hematoma adalah penimbunan darah di dalam rongga subdural (di
antara duramater dan arakhnoid). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya
vena- vena jembatan yang terletak antara kortek cerebri dan sinus venous tempat
vena tadi bermuara, namun dapat terjadi juga akibat laserasi pembuluh arteri pada
permukaan otak. Perdarahan subdural paling sering terjadi pada permukaan lateral
hemisferium dan sebagian di daerah temporal, sesuai dengan
distribusi bridging veins. Perdarahan subdural juga menutupi seluruh permukaan
hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya berat.

Gambar 1. Subdural hematoma


(boards.medscape.com dan
stonybrookphysician.adam.com)
Gambar 2.
Meningen
(withfrenship.c
om)

Perdarahan subdural yang disebabkan karena perdarahan vena, biasanya


darah yang terkumpul hanya 100-200 cc dan berhenti karena tamponade hematom
sendiri. Setelah 5-7 hari hematom mulai mengadakan reorganisasi yang akan
terselesaikan dalam 10-20 hari. Darah yang diserap meninggalkan jaringan yang
kaya dengan pembuluh darah sehingga dapat memicu lagi timbulnya perdarahan-
perdarahan kecil dan membentuk suatu kantong subdural yang penuh dengan
cairan dan sisa darah. Subdural hematome dibagi menjadi 3 fase, yaitu akut,
subakut dan kronik. Dikatakan akut apabila kurang dari 72 jam, subakut 3-7 hari
setelah trauma, dan kronik bila 21 hari atau 3 minggu lebih setelah trauma.

2. Epidemiologi
Subdural hematoma akut dilaporkan terjadi pada 5-25% pasien dengan
trauma kepala berat, berdasarkan suatu penelitian. Sedangkan kronik subdural
hematoma terjadi 1-3 kasus per 100.000 populasi. Laki-laki lebih sering terkena
daripada perempuan dengan perbandingan 3:1. Di Indonesia belum ada catatan
nasional mengenai morbiditas dan mortalitas perdarahan subdural. Mayoritas
perdarahan subdural berhubungan dengan faktor umur yang merupakan faktor
resiko pada cedera kepala (blunt head injury). Perdarahan subdural biasanya lebih
sering ditemukan pada penderita-penderita dengan umur
antara 50-70 tahun. Pada orang-orang tua bridging veins mulai agak rapuh
sehingga lebih mudah pecah/rusak bila terjadi trauma. Pada bayi-bayi ruang
subdural lebih luas, tidak ada adhesi, sehingga perdarahan subdural bilateral lebih
sering di dapat pada bayi-bayi.

3. Klasifikasi
a. Perdarahan akut
Gejala yang timbul segera kurang dari 72 jam setelah trauma. Biasanya
terjadi pada cedera kepala yang cukup berat yang dapat mengakibatkan
perburukan lebih lanjut pada pasien yang biasanya sudah terganggu kesadaran
dan tanda vitalnya. Perdarahan dapat kurang dari 5 mm tebalnya tetapi melebar
luas. Pada gambaran Ct-scan, didapatkan lesi hiperdens. b. Perdarahan sub akut

Biasanya berkembang dalam beberapa hari sekitar 4-21 hari sesudah


trauma. Awalnya pasien mengalami periode tidak sadar lalu mengalami perbaikan
status neurologi yang bertahap. Namun, setelah jangka waktu tertentu penderita
memperlihatkan tanda-tanda status neurologis yang memburuk. Sejalan dengan
meningkatnya tekanan intrakranial, pasien menjadi sulit dibangunkan dan tidak
berespon terhadap rangsang nyeri atau verbal. Pada tahap selanjutnya dapat
terjadi sindrom herniasi dan menekan batang otak. Pada gambaran skening
tomografinya didapatkan lesi isodens atau hipodens. Lesi isodens didapatkan
karena terjadinya lisis dari sel darah merah dan resorbsi dari hemoglobin.

c. Perdarahan kronik
Biasanya terjadi setelah 21 hari setelah trauma bahkan bisa lebih.
Perdarahan kronik subdural, gejalanya bisa muncul dalam waktu berminggu-
minggu ataupun bulan setelah trauma yang ringan atau trauma yang tidak jelas,
bahkan hanya terbentur ringan saja bisa mengakibatkan perdarahan subdural
apabila pasien juga mengalami gangguan vaskular atau gangguan pembekuan
darah. Pada perdarahan subdural kronik, kita harus berhati hati karena hematoma
ini lama kelamaan bisa menjadi membesar secara perlahan- lahan sehingga
mengakibatkan penekanan dan herniasi.
Pada subdural kronik, didapati kapsula jaringan ikat terbentuk mengelilingi
hematoma, pada yang lebih baru, kapsula masih belum terbentuk atau tipis di
daerah permukaan arachnoidea. Kapsula melekat pada araknoidea bila terjadi
robekan pada selaput otak ini. Kapsula ini mengandung pembuluh darah yang tipis
dindingnya terutama pada sisi duramater. Karena dinding yang tipis ini protein dari
plasma darah dapat menembusnya dan meningkatkan volume dari hematoma.
Pembuluh darah ini dapat pecah dan menimbulkan perdarahan baru yang
menyebabkan menggembungnya hematoma.

Darah di dalam kapsula akan membentuk cairan kental yang dapat


menghisap cairan dari ruangan subaraknoidea. Hematoma akan membesar dan
menimbulkan gejala seprti pada tumor serebri. Sebagaian besar hematoma
subdural kronik dijumpai pada pasien yang berusia di atas 50 tahun. Pada
gambaran skening tomografinya didapatkan lesi hipodens.
Jamieson dan Yelland mengklasifikasikan SDH berdasarkan keterlibatan
jaringan otak karena trauma. Dikatakan SDH sederhana (simple SDH) bila
hematoma ekstra aksial tersebut tidak disertai dengan cedera parenkim otak,
sedangkan SDH kompleks (complicated SDH) adalah bila hematoma ekstra axial
disertai dengan laserasi parenkim otak, perdarahan intraserebral (PIS) dan apa
yang disebut sebagai ’exploded temporal lobe’. Lebih dari 70% perdarahan
intraserebral, laserasi dan kontusio parenkim otak yang berhubungan dengan SDH
akut disebabkan oleh kontra kup (contrecoup) trauma, kebanyakan dari lesi
parenkim ini terletak di lobus temporal dan lobus frontal. Lebih dari dua pertiga
fraktur pada penderita SDH akut terletak di posterior dan ini konsisten dengan lesi
kontra cop.

4. Etiologi
Keadaan ini timbul setelah cedera/trauma kepala hebat, seperti perdarahan
kontusional yang mengakibatkan ruptur vena yang terjadi dalam ruangan subdural.
Perdarahan subdural dapat terjadi pada:
a. Trauma kapitis
Trauma di tempat lain pada badan yang berakibat terjadinya geseran atau
putaran otak terhadap duramater, misalnya pada orang yang jatuh terduduk.
Trauma pada leher karena guncangan pada badan. Hal ini lebih mudah terjadi bila
ruangan subdura lebar akibat dari atrofi otak, misalnya pada orangtua dan
juga pada anak-anak.
b. Non trauma
Pecahnya aneurysma atau malformasi pembuluh darah di dalam ruangan
subdural. Gangguan pembekuan darah biasanya berhubungan dengan perdarahan
subdural yang spontan, dan keganasan ataupun perdarahan dari tumor
intrakranial. Pada orang tua, alkoholik, gangguan hati, penggunaan antikoagulan.

5. Patofisiologi
Perdarahan terjadi antara duramater dan arakhnoidea. Perdarahan dapat
terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang menghubungkan vena
di permukaan otak dan sinus venosus di dalam duramater atau karena robeknya
araknoidea. Karena otak yang bermandikan cairan cerebrospinal dapat bergerak,
sedangkan sinus venosus dalam keadaan terfiksir, berpindahnya posisi otak yang
terjadi pada trauma, dapat merobek beberapa vena halus pada tempat di mana
mereka menembus duramater. Perdarahan yang besar akan menimbulkan gejala-
gejala akut menyerupai hematoma epidural.

Kebanyakan perdarahan subdural terjadi pada konveksitas otak daerah


parietal. Sebagian kecil terdapat di fossa posterior dan pada fisura interhemisferik
serta tentorium atau diantara lobus temporal dan dasar tengkorak. Perdarahan
subdural akut pada fisura interhemisferik pernah dilaporkan, disebabkan oleh
ruptur vena- vena yang berjalan diantara hemisfer bagian medial dan falks ; juga
pernah dilaporkan disebabkan oleh lesi traumatik
dari arteri pericalosal karena cedera kepala.
Perdarahan subdural interhemisferik akan memberikan gejala klasik
monoparesis pada tungkai bawah. Pada anak- anak kecil perdarahan subdural di
fisura interhemisferik posterior dan tentorium sering ditemukan karena goncangan
yang hebat pada tubuh anak (shaken baby syndrome). Walaupun perdarahan
subdural jenis ini tidak patognomonis akibat penyiksaan kejam (child abused)
terhadap anak, kemungkinannya tetap harus dicurigai. Perdarahan yang
tidak terlalu besar akan membeku dan di sekitarnya akan tumbuh jaringan ikat
yang membentuk kapsula. Gumpalan darah lambat laun mencair dan menarik
cairan dari sekitarnya dan mengembung memberikan gejala seperti tumor serebri
karena tekanan intracranial yang berangsur meningkat.

Gambar 3. Lapisan subdural

Perdarahan subdural kronik umumnya berasosiasi dengan atrofi cerebral.


Vena jembatan dianggap dalam tekanan yang lebih besar, bila volume otak
mengecil sehingga walaupun hanya trauma yang kecil saja dapat menyebabkan
robekan pada vena tersebut. Perdarahan terjadi secara perlahan karena tekanan
sistem vena yang rendah, sering menyebabkan terbentuknya hematoma yang
besar sebelum gejala klinis muncul. Karena perdarahan yang timbul berlangsung
perlahan, maka lucid interval juga lebih lama dibandingkan perdarahan epidural,
berkisar dari beberapa jam sampai beberapa hari. Pada perdarahan subdural yang
kecil sering terjadi perdarahan yang spontan. Pada hematoma yang besar
biasanya menyebabkan terjadinya membran vaskular yang membungkus
hematoma subdural tersebut. Perdarahan berulang dari pembuluh darah di dalam
membran ini memegang peranan penting, karena pembuluh darah pada membran
ini jauh lebih rapuh sehingga dapat berperan dalam penambahan volume dari
perdarahan subdural kronik.
Akibat dari perdarahan subdural, dapat meningkatkan tekanan intrakranial
dan perubahan dari bentuk otak. Naiknya tekanan intra kranial dikompensasi oleh
efluks dari cairan likuor ke axis spinal dan dikompresi oleh sistem vena. Pada fase
ini peningkatan tekanan intra kranial terjadi relat if perlahan karena komplains
tekanan intra kranial yang cukup tinggi. Meskipun demikian pembesaran
hematoma sampai pada suatu titik tertentu akan melampaui
mekanisme kompensasi tersebut. Komplains intrakranial mulai berkurang yang
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intra kranial yang cukup besar.
Akibatnya perfusi serebral berkurang dan terjadi iskemi serebral. Lebih lanjut dapat
terjadi herniasi transtentorial atau subfalksin. Herniasi tonsilar melalui foramen
magnum dapat terjadi jika seluruh batang otak terdorong ke bawah melalui incisura
tentorial oleh meningkatnya tekanan supra tentorial. Juga pada hematoma
subdural kronik, didapatkan bahwa aliran darah ke thalamus dan ganglia basaalis
lebih terganggu dibandingkan dengan daerah otak yang lainnya.

Terdapat 2 teori yang menjelaskan terjadinya perdarahan subdural kronik,


yaitu teori dari Gardner yang mengatakan bahwa sebagian dari bekuan darah akan
mencair sehingga akan meningkatkan kandungan protein yang terdapat di dalam
kapsul dari subdural hematoma dan akan menyebabkan peningkatan tekanan
onkotik didalam kapsul subdural hematoma. Karena tekanan onkotik yang
meningkat inilah yang mengakibatkan pembesaran dari perdarahan tersebut.
Tetapi ternyata ada kontroversial dari teori Gardner ini, yaitu ternyata dari
penelitian didapatkan bahwa tekanan onkotik di dalam subdural kronik ternyata
hasilnya normal yang mengikuti hancurnya sel darah merah. Teori yang ke dua
mengatakan bahwa, perdarahan berulang yang dapat mengakibatkan terjadinya
perdarahan subdural kronik, faktor angiogenesis juga ditemukan dapat
meningkatkan terjadinya perdarahan subdural kronik, karena turut memberi
bantuan dalam pembentukan peningkatan vaskularisasi di luar membran atau
kapsul dari subdural hematoma. Level dari koagulasi, level abnormalitas enzim
fibrinolitik dan peningkatan aktivitas dari fibrinolitik dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan subdural kronik.
Penyembuhan pada perdarahan subdural dimulai dengan terjadinya
pembekuan pada perdarahan. Pembentukan skar dimulai dari sisi dura dan secara
bertahap meluas ke seluruh permukaan bekuan. Pada waktu yang bersamaan,
darah mengalami degradasi. Hasil akhir dari penyembuhan tersebut adalah
terbentuknya jaringan skar yang lunak dan tipis yang menempel pada dura. Sering
kali, pembuluh darah besar menetap pada skar, sehingga membuat skar tersebut
rentan terhadap perlukaan berikutnya yang dapat
menimbulkan perdarahan kembali. Waktu yang diperlukan untuk penyembuhan
pada perdarahan subdural ini bervariasi antar individu,
tergantung pada kemampuan reparasi tubuh setiap individu sendiri.
Prinsipnya kalau berdarah, pasti ada suatu proses penyembuhan. Terbentuk
granulation tissue pada membrane luar. Fibroblas kemudian akan pindah ke
membrane yang lebih dalam untuk mengisi daerah yang mengalami hematom.
Untuk sisanya, ada dua kemungkinan (1) direabsorbsi ulang, tapi menyisakan
hemosiderofag dengan heme di dalamnya, dan (2) tetap demikian dan berpotensi
untuk terjadi kalsifikasi.
Gambar 4. Patofisiologi
SDH

(id.prmob.net)

6. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis ditentukan oleh dua faktor: beratnya cedera otak yang
terjadi pada saat benturan trauma dan kecepatan pertambahan volume SDH.
Penderita-penderita dengan trauma berat dapat menderita kerusakan parenkim
otak difus yang membuat mereka tidak sadar dengan tanda-tanda gangguan
batang otak. Penderita dengan SDH yang lebih ringan akan sadar kembali pada
derajat kesadaran tertentu sesuai dengan beratnya benturan trauma pada saat
terjadi kecelakaan (initial impact). Keadaan berikutnya akan ditentukan oleh
kecepatan pertambahan hematoma dan penanggulangannya. Pada penderita
dengan benturan trauma yang ringan tidak akan kehilangan kesadaran pada waktu
terjadinya trauma. SDH dan lesi massa intrakranial lainnya yang dapat membesar
hendaklah dicurigai bila ditemukan penurunan kesadaran setelah kejadian trauma.
Stone dkk melaporkan bahwa lebih dari separuh penderita tidak sadar sejak
kejadian trauma, yang lain menunjukkan beberapa lucid interval.

Gejala-gejala klinis terjadi akibat cedera otak primer dan tekanan oleh massa
hematoma. Pupil yang anisokor dan defisit motorik adalah gejala klinik yang paling
sering ditemukan. Lesi pasca trauma baik hematoma atau lesi parenkim otak
biasanya terletak ipsilateral terhadap pupil yang melebar dan kontralateral terhadap
defisit motorik. Akan tetapi gambaran pupil dan gambaran motorik tidak merupakan
indikator yang mutlak bagi menentukan
letak hematoma. Gejala motorik mungkin tidak sesuai bila kerusakan parenkim otak
terletak kontralateral terhadap SDH atau karena terjadi kompresi pedunkulus
serebral yang kontralateral pada tepi bebas tentorium. Trauma langsung pada saraf
okulomotor atau batang otak pada saat terjadi trauma menyebabkan dilatasi pupil
kontralateral terhadap trauma. Perubahan diamater pupil lebih dipercaya sebagai
indikator letak SDH.
Secara umum, gejala yang nampak pada subdural hematom seperti pada
tingkat yang ringan (sakit kepala) sampai penurunan kesadaran. Penurunan
kesadaran hematom subdural tidak begitu hebat seperti kasus cedera neuronal
primer, kecuali bila ada efek massa atau lesi lainnya. Gejala yang timbul tidak khas
dan meruoakan manisfestasi dari peninggian tekanan intrakranial seperti: sakit
kepala, mual, muntah, vertigo, papil edema, diplopia akibat kelumpuhan n. III,
epilepsi, anisokor pupil, dan defisit neurologis lainnya, kadang kala dengan riwayat
trauma yang tidak jelas, sering diduga tumor otak.
a. Hematoma Subdural Akut
Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik dalam 24 sampai
48 jam setelah cedera. Dan berkaitan erat dengan trauma otak berat. Gangguan
neurologik progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi
batang otak dalam foramen magnum, yang selanjutnya menimbulkan tekanan pada
batang otak. Keadan ini dengan cepat menimbulkan berhentinya pernapasan dan
hilangnya kontrol atas denyut nadi dan tekanan darah.
b. Hematoma Subdural Subakut
Hematoma ini menyebabkan defisit neurologik dalam waktu lebih dari 48 jam
tetapi kurang dari 2 minggu setelah cedera. Seperti pada hematoma subdural akut,
hematoma ini juga disebabkan oleh perdarahan vena dalam ruangan subdural.
Anamnesis klinis dari penderita hematoma ini adalah adanya trauma kepala yang
menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik yang
perlahan-lahan. Namun jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan tanda-
tanda status neurologik yang memburuk. Tingkat kesadaran
unkus atau sentral dan melengkapi tanda-tanda neurologik dari kompresi batang
otak.
c. Hematoma Subdural Kronik
Timbulnya gejala pada umumnya tertunda beberapa minggu, bulan dan
bahkan beberapa tahun setelah cedera pertama. Trauma pertama merobek salah
satu vena yang melewati ruangan subdural. Terjadi perdarahan secara lambat
dalam ruangan subdural. Dalam 7 sampai 10 hari setelah perdarahan terjdi, darah
dikelilingi oleh membrane fibrosa. Dengan adanya selisih tekanan osmotic yang
mampu menarik cairan ke dalam hematoma, terjadi kerusakan sel-sel darah dalam
hematoma. Penambahan ukuran hematoma ini yang menyebabkan perdarahan
lebih lanjut dengan merobek membran atau pembuluh darah di sekelilingnya,
menambah ukuran dan tekanan hematoma. Hematoma subdural yang bertambah
luas secara perlahan paling sering terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh)
dan pada alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera tampaknya ringan, sehingga
selama beberapa minggu gejalanya tidak dihiraukan. Hasil pemeriksaan CT scan
dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah. Hematoma subdural pada
bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena tulang tengkoraknya masih
lembut dan lunak. Hematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali diserap
secara spontan. Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala
neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan.

Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:


a. sakit kepala yang menetap
b. rasa mengantuk yang hilang-timbul
c. linglung
d. perubahan ingatan
e. kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.

7. Pemeriksaan
Penunjang a. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium minimal meliputi, pemeriksaan darah rutin,
elektrolit, profil hemostasis/koagulasi.
b. Foto tengkorak
Pemeriksaan foto tengkorak tidak dapat dipakai untuk memperkirakan
adanya SDH. Fraktur tengkorak sering dipakai untuk meramalkan kemungkinan
adanya perdarahan intrakranial tetapi tidak ada hubungan yang konsisten antara
fraktur tengkorak dan SDH. Bahkan fraktur sering didapatkan kontralateral
terhadap SDH.
c. CT-Scan
Pemeriksaan CT scan adalah modalitas pilihan utama bila disangka terdapat
suatu lesi pasca-trauma, karena prosesnya cepat, mampu melihat seluruh
jaringan otak dan secara akurat membedakan sifat dan keberadaan lesi intra-
aksial dan ekstra-aksial
1) Perdarahan Subdural Akut
Perdarahan subdural akut pada CT-scan kepala (non kontras) tampak
sebagai suatu massa hiperdens (putih) ekstra-aksial berbentuk bulan sabit
sepanjang bagian dalam (inner table) tengkorak dan paling banyak terdapat pada
konveksitas otak di daerah parietal. Terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit di
daerah bagian atas tentorium serebelli. Subdural hematom berbentuk cekung dan
terbatasi oleh garis sutura. Jarang sekali, subdural hematom berbentuk lensa
seperti epidural hematom dan biasanya unilateral.
Perdarahan subdural yang sedikit (small SDH) dapat berbaur dengan
gambaran tulang tengkorak dan hanya akan tampak dengan menyesuaikan CT
window width. Pergeseran garis tengah (midline shift) akan tampak pada
perdarahan subdural yang sedang atau besar volumenya. Bila tidak ada midline
shift harus dicurigai adanya massa kontralateral dan bila midline shift hebat harus
dicurigai adanya edema serebral yang mendasarinya. Perdarahan subdural jarang
berada di fossa posterior karena serebelum relatif tidak bergerak sehingga
merupakan proteksi terhadap ’bridging veins’ yang terdapat disana. Perdarahan
subdural yang terletak diantara kedua hemisfer menyebabkan gambaran falks
serebri menebal dan tidak beraturan dan sering berhubungan dengan child abused.

2) Perdarahan Subdural Subakut


Di dalam fase subakut perdarahan subdural menjadi isodens terhadap
jaringan otak sehingga lebih sulit dilihat pada gambaran CT. Oleh karena itu
pemeriksaan CT dengan kontras atau MRI sering dipergunakan pada kasus
perdarahan subdural dalam waktu 48- 72 jam setelah trauma kapitis. Pada
gambaran T1-weighted MRI lesi subakut akan tampak hiperdens. Pada
pemeriksaan CT dengan kontras, vena-vena kortikal akan tampak jelas
dipermukaan otak dan membatasi subdural hematoma dan jaringan otak.
Perdarahan subdural subakut sering juga berbentuk lensa (bikonveks) sehingga
membingungkan dalam membedakannya dengan epidural hematoma. Pada alat CT
generasi terakhir tidaklah terlalu sulit melihat lesi subdural subakut tanpa kontras.
3) Perdarahan Subdural Kronik
Pada fase kronik lesi subdural menjadi hipodens dan sangat mudah dilihat
pada gambaran CT tanpa kontras. Sekitar 20% subdural hematom kronik bersifat
bilateral dan dapat mencegah terjadi pergeseran garis tengah. Seringkali,
hematoma subdural kronis muncul sebagai lesi heterogen padat yang
mengindikasikan terjadinya perdarahan berulang dengan tingkat cairan antara
komponen akut (hyperdense) dan kronis (hipodense).

4) MRI (Magnetic resonance imaging)


Magnetic resonance imaging (MRI) sangat berguna untuk mengidentifikasi
perdarahan ekstraserebral. Akan tetapi CT-scan mempunyai proses yang lebih
cepat dan akurat untuk mendiagnosa SDH sehingga lebih praktis menggunakan
CT-scan ketimbang MRI pada fase akut penyakit. MRI baru dipakai pada masa
setelah trauma terutama untuk menetukan kerusakan parenkim otak yang
berhubungan dengan trauma yang tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan CT-
scan. MRI lebih sensitif untuk mendeteksi lesi otak nonperdarahan, kontusio, dan
cedera axonal difus. MRI dapat membantu mendiagnosis bilateral subdural
hematom kronik karena pergeseran garis tengah yang kurang jelas pada CT-scan.

8. Komplikasi
Setiap tindakan medis pasti akan mempunyai resiko. Cedera parenkim otak
biasanya berhubungan dengan subdural hematom akut dan dapat meningkatkan
tekanan intrakranial. Pasca operasi dapat terjadi rekurensi atau masih terdapat sisa
hematom yang mungkin memperlukan tindakan pembedahan lagi. Sebanyak
sepertiga pasien mengalami kejang pasca trauma setelah cedera kepala berat.
Infeksi luka dan kebocoran CSF bisa terjadi setelah kraniotomi. Meningitis atau
abses serebri dapat terjadi setelah dilakukan tindakan intrakranial.
Pada pasien dengan subdural hematom kronik yang menjalani operasi
drainase, sebanyak 5,4-19% mengalami komplikasi medis atau operasi. Komplikasi
medis, seperti kejang, pneumonia, empiema, dan infeksi lain, terjadi pada 16,9%
kasus. Komplikasi operasi, seperti massa subdural, hematom intraparenkim, atau
tension pneumocephalus terjadi pada 2,3% kasus.
Residual hematom ditemukan pada 92% pasien berdasarkan gambaran CT
scan 4 hari pasca operasi. Tindakan reoperasi untuk reakumulasi hematom
dilapaorkan sekitar 12-22%. Kejang pasca operasi dilaporkan terjadi pada 3-10%
pasien. Empiema subdural, abses otak dan meningitis telah dilaporkan terjadi pada
kurang dari 1% pasien setelah operasi drainase dari hematoma subdural kronis
(SDH). Pada pasien ini, timbulnya komplikasi terkait dengan anestesi, rawat inap,
usia pasien, dan kondisi medis secara bersamaan.

9. Prognosis
Tidak semua perdarahan subdural bersifat letal. Pada beberapa kasus,
perdarahan tidak berlanjut mencapai ukuran yang dapat menyebabkan kompresi
pada otak, sehingga hanya menimbulkan gejala-gejala yang ringan. Pada beberapa
kasus yang lain, memerlukan tindakan operatif segera untuk dekompresi otak.
Tindakan operasi pada hematoma subdural kronik memberikan prognosis yang
baik, karena sekitar 90 % kasus pada umumnya akan sembuh total. Hematoma
subdural yang disertai lesi parenkim otak menunjukkan angka mortalitas menjadi
lebih tinggi dan berat dapat mencapai sekitar 50 %.

Pada penderita dengan perdarahan subdural akut yang sedikit (diameter < 1
cm), prognosanya baik. Sebuah penelitian menemukan bahwa 78% dari penderita
perdarahan subdural kronik yang dioperasi (burr-hole evacuation) mempunyai
prognosa baik dan mendapatkan penyembuhan sempurna. Perdarahan subdural
akut yang sederhana (simple SDH) ini mempunyai angka mortalitas lebih kurang
20%.
Perdarahan subdural akut yang kompleks (complicated SDH) biasanya
mengenai parenkim otak, misalnya kontusio atau laserasi dari serebral hemisfer
disertai dengan volume hematoma yang banyak. Pada penderita ini mortalitas
melebihi 50% dan biasanya berhubungan dengan volume subdural hematoma dan
jauhnya midline shift. Akan tetapi, hal yang paling penting untuk meramalkan
prognosa ialah ada atau tidaknya kontusio parenkim otak.

Angka mortalitas pada penderita dengan perdarahan subdural yang luas dan
menyebabkan penekanan (mass effect) terhadap jaringan otak, menjadi
lebih kecil apabila dilakukan operasi dalam waktu 4 jam setelah kejadian. Walaupun
demikian bila dilakukan operasi lebih dari 4 jam setelah kejadian tidaklah selalu
berakhir dengan kematian. Pada kebanyakan kasus SDH akut, keterlibatan
kerusakan parenkim otak merupakan faktor yang lebih menentukan prognosa akhir
(outcome) daripada tumpukan hematoma ekstra axial di ruang subdural.

Menurut Jamieson dan Yelland derajat kesadaran pada waktu akan


dilakukan operasi adalah satu-satunya faktor penentu terhadap prognosa akhir
(outcome) penderita SDH akut. Penderita yang sadar pada waktu dioperasi
mempunyai mortalitas 9% sedangkan penderita SDH akut yang tidak sadar pada
waktu operasi mempunyai mortalitas 40% - 65%. Tetapi Richards dan Hoff tidak
menemukan hubungan yang bermakna antara derajat kesadaran dan prognosa
akhir. Abnormalitas pupil, bilateral midriasis berhubungan dengan mortalitas yang
sangat tinggi. Seelig dkk melaporkan pada penderita SDH akut dengan kombinasi
refleks okulo-sefalik negatif, relfleks pupil bilateral negatif dan postur deserebrasi,
hanya mempunyai functional survival sebesar 10%.
A. Clinical Pathway
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung,
sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi,
stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi ), cenderung terjadi
peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
b. Blood
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi.
Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan
parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat,
merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
c. Brain
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya
gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia
seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada
ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi
gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi:
1) Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,
pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori);
2) Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan
sebagian lapang pandang, foto fobia;
3) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata;
4) Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh;
5) Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah
satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
d. Bladder
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri,
ketidakmampuan menahan miksi.
e. Bowel
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah
(mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan
menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.
f. Bone
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada
kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi
spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena
rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada
spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang bisa muncul adalah:
a. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di
otak;
b. Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan
sputum;
c. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak;
d. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (sporos-
coma);
e. Potensial gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak
adekuatnya sirkulasi perifer;
f. Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.
g.
3. Rencana tindakan keperawatan
N Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Rencana Tindakan
o
1. Pola Nafas tidak efektif NOC: NIC:
berhubungan dengan : Respiratory status: Posisikan pasien untuk
- Hiperventilasi Ventilation memaksimalkan ventilasi
- Penurunan Respiratory status: Pasang mayo bila perlu
energi/kelelahan Airway patency Lakukan fisioterapi dada jika
- Vital sign Status perlu Keluarkan sekret
Perusakan/pelemah dengan batuk atau suction
an muskulo-skeletal Setelah dilakukan Auskultasi suara nafas,
- Kelelahan otot tindakan keperawatan catat adanya suara tambahan
pernafasan selama ……….. pasien Berikan bronkodilator :
- Hipoventilasi sindrom menunjukkan keefektifan -…………………..
- Nyeri pola nafas, dibuktikan …………………….
- Kecemasan dengan kriteria hasil: Berikan pelembab udara
- Disfungsi Neuromuskuler Mendemonstrasikan Kassa basah
- Obesitas batuk efektif dan suara NaCl Lembab
- Injuri tulang belakang nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu Atur intake untuk cairan
DS: (mampumengeluarkan mengoptimalkan
- Dyspnea sputum) keseimbangan.
- Nafas pendek Monitor respirasi dan status O2
DO: Bersihkan mulut, hidung
Penurunan tekanan dan
inspirasi/ekspirasi secret trakea

2.Bersihan Jalan Nafas NOC: NIC


tidak Respiratory status Pastikan kebutuhan
efektif berhubungan : Ventilation oral / tracheal
dengan: Respiratory status suctioning.
- Infeksi, disfungsi : Airway patency Berikan O2 ……l/mnt,
neuromuskular, Aspiration Control metode………
hiperplasia dinding Setelah dilakukan Anjurkan pasienuntuk
bronkus, alergi jalan tindakankeperawatan istirahat dan napas dalam
nafas, asma, trauma selama Posisikan pasien untuk
- Obstruksi jalan nafas : …………..pasien memaksimalkan ventilasi Lakukan
spasme jalan nafas, menunjukkan keefektifan fisioterapi dada jika
sekresitertahan, jalan nafas perlu Keluarkan sekret
banyaknyamukus, dibuktikan dengan kriteria dengan batuk
adanyajalannafas hasil : atau suction
buatan, sekresi bronkus, Mendemonstrasika n Auskultasi suara nafas, catat adanya
batuk efektif dan suara tambahan Berikan bronkodilator :
adanyaeksudatdi suara nafasyang
alveolus, adanya benda asing bersih, tidak ada - ………………………
di jalan nafas. sianosis dan dyspneu - ……………………….
DS: (mampu - ………………………
mengeluarkan Monitor status hemodinamik
- Dispneu sputum, bernafas Berikan pelembab udara Kassa
DO: dengan mudah, basah NaCl
- Penurunan suara nafas tidak ada pursed lips) Lembab
- Orthopneu Menunjukkan jalan
Berikan antibiotik :
- Cyanosis nafasyang paten
…………………
- Kelainan suara nafas (klien tidak merasa
(rales, wheezing) tercekik, irama nafas, ….
- Kesulitan berbicara frekuensi pernafasan …………………
- Batuk, tidak efekotif dalam rentang ….
atau tidak ada normal, tidak ada Atur intake untuk cairan
- Produksi sputum suara nafas abnormal) mengoptimalkan
- Gelisah Mampu keseimbangan.
- Perubahan frekuensi mengidentifikasikan Monitor respirasi dan status O2
dan irama nafas dan mencegah faktor Pertahankan hidrasi yang
yang penyebab. adekuat untuk mengencerkan
Saturasi O2 dalam sekret
batas normal Jelaskan pada pasien dan
Foto thorak dalam keluarga tentang penggunaan
batas normal peralatan:
O2, Suction, Inhalasi.
3. Perfusi jaringan cerebral NOC : NIC :
tidak efektifb/d gangguan Circulation status Monitor TTV
afinitas Hb oksigen, Neurologic status Monitor AGD, ukuran pupil, ketajaman,
penurunan konsentrasi Hb, Tissue Prefusion : Cerebral kesimetrisan dan reaksi
Hipervolemia, Hipoventilasi, Setelah dilakukan asuhan Monitor adanya diplopia, pandangan
gangguan transport O2, selama……… ketidakefektifan kabur, nyeri kepala
gangguan aliran arteri dan perfusi jaringan cerebral teratasi Monitor level kebingungan dan
vena dengan kriteria hasil: orientasi Monitor tonus otot pergerakan
DO Tekanan systole dan diastole Monitor tekanan intrkranial dan respon
- Gangguan status mental dalam rentang yang diharapkan nerologis
- Perubahan perilaku Tidak ada ortostatikhipertensi Catat perubahan pasien dalam
- Perubahan respon motorik Komunikasi jelas merespon stimulus
- Perubahan reaksi pupil Menunjukkan konsentrasi dan Monitor status cairan
- Kesulitan menelan orientasi Pertahankan parameter hemodinamik
- Kelemahan atau paralisis Pupil seimbang dan reaktif Tinggikan kepala 0-45 derajat tergantung
ekstrermitas Bebas pada konsisi pasien dan order medis
- Abnormalitas bicara dari
aktivitas kejang
Tidak mengalami nyeri
kepala
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Volume 3.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Doenges, Marilynn E, dkk. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman


Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Doenges, Marilynn E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC :


Jakarta, hal 569 – 595.

Harsono, 2003. Kapita Selekta Neurologi. Edisi Kedua, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Volume 2.


EGC: Jakarta.

Sastrodiningrat, A. G. 2006. Memahami Fakta-Fakta pada Perdarahan Subdural


Akut. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39, No.3 Halaman 297-
306. FK USU: Medan.
Heller, J. L., dkk, Subdural Hematoma, MedlinePlus Medical Encyclopedia,
2012.
Tom, S., dkk, Subdural Hematoma in Emergency Medicine, Medscape
Reference, 2011.
Price, Sylvia dan Wilson, Lorraine. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses- proses Penyakit hal 1174-1176. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat, R. 2004. Subdural Hematoma, Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi
kedua hal 818, Jong W.D. Jakarta : EGC.
Charles, F. 2010. Schwartz’s Principles of Surgery, Edition Ninth. United State
of
America : The McGraw-Hill.
Gerard, M., 2003, Current Surgical Diagnosis & Treatment, edition eleven,
Halaman 837-843.
Engelhard, H. H., dkk, Subdural Hematoma Surgery, Medscape
Reference, 2011.
Meagher, R. dkk. Subdural Hematoma, Medscape Reference, 2011
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn R DENGAN SUBDURAL HEMATOMA (SDH)
DI RUANG HCU RST TK II Dr. SOEPRAOEN
Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Profesi
Ners Departemen Surgical (Bedah)

Disusun Oleh:
Devi Fatmawati
180070300011028

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
JURUAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

PENGKAJIAN DASAR KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Devi fatmawati Tempat Praktik : R. HCU


NIM : 180070300011028 Tgl. Praktik : 25-30 Februari 2019

A. Identitas Klien
Nama :Tn R No. RM :32 18 75
Usia :61 tahun Tgl. Masuk :19/02/2019
Tanggal lahir : 4-07-1958 Jam Masuk RS : 13.00 WIB
Jenis kelamin :Laki-laki Tgl. Pengkajian : 24/02/2019
Alamat :Pisang Candi, Malang Jam Pengkajian : 08.00 WIB
Sumber informasi : Istri dan anak
No. telepon :0853 xxxx xxxx Nama klg.
dekat yg bisa dihubungi:Ny. T
Status pernikahan :Kawin
Agama : Islam Status :Istri
Suku : Jawa Alamat : Pisang Candi, malang
Pendidikan :SMA No. telepon :0822xxxxxxxx
Pekerjaan : Tidak bekerja Pendidikan :SMA
Lama berkerja :- Pekerjaan :IRT

B. Status kesehatan Saat Ini


1. Keluhan utama saat pengkajian:
Pasien post operasi Craniotomi + Trepanasi evacuasi SDH hari ke-1, kesadaran
pasien somnolen GCS buka mata : 3, verbal: 2, Motorik: 3. Terpasang oksigen 15 liter
NRBM, suara napas pasien terdengar gurgling.
2. Lama keluhan : sejak post operasi 12 jam yang lalu
3. Kualitas keluhan : kesadaran pasien belum kembali
4. Faktor pencetus : post operasi SDH
5. Faktor pemberat : adanya massa tumor di otak
6. Upaya yg. telah dilakukan : Lapor kepada perawat jaga yang bertugas
7. Diagnosa medis :
- Penurunan kesadaran dan Ekstrapiramidal sindrome 19 Februari 2019
- SDH bilateral disertai SOP frontalis dekstra (susp astrocytoma) 19 Februari 2019
C. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Satu bulan sebelum MRS pasien bingung dan keluyuran jalan kaki sejauh 5 km tiap hari .
Pada tanggal 12-2-2019 (seminggu sebelum MRS) pasien dibawa ke dokter praktek dan
dirujuk ke RSJ Lawang lalu pada tanggal 19-2-2019 pasien tiba-tiba kaku seluruh tubuh
dan mengalami penurunan kesadaran, lalu dirujuk ke RS Dr Soepraoen dan ditangani di
IGD pada pukul 11.00 WIB, setalah dilakukan tindakan selanjutnya pasien dipindahkan
ke ruang HCU untuk observasi lebih lanjut. Pasien dilakukan CT-scan di RS panti nirmala
tanggal 23-2-2019 dan hasilnya terdapat SDH bilateral disertai SOP frontalis dekstra
(susp astrocytoma) kemudian direncanakan operasi cito craniotomi trepanasi evacuasi
hematom pada pukul 12.00 WIB. Setelah dilakukan operasi pasien dipindahkan ke ruang
ICU pada pukul 18.00 WIB dengan kesadaran delirium GCS 1 2 2 post ekstubasi.

D. Riwayat Kesehatan Terdahulu


1. Penyakit yg pernah dialami:
a. Kecelakaan (jenis & waktu) : Tidak pernah
b. Operasi (jenis & waktu) : Tidak pernah
c. Penyakit:
 Kronis : tidak ada
 Akut : Tidak ada
2. Terakhir masuki RS: sudah lama sekali (keluarga klien tidak ingat) karena demam
berdarah
3. Alergi (obat, makanan, plester, dll):
Tipe Reaksi Tindakan
Tidak ada Tidak ada Tidak ada
4. Imunisasi: Pasien tidak mengetahui
() BCG () Hepatitis
() Polio () Campak
() DPT ()

5. Kebiasaan:
Jenis Frekuensi Jumlah Lamanya
Merokok Tidak pernah tidak ada tidak ada
Kopi Tidak Pernah tidak ada tidak ada
Alkohol Tidak pernah tidak ada tidak ada
6. Obat - obatan

Keluarga Klien mengatakan selama ini kalau sakit flu atau batuk hanya beli obat di
warung tanpa periksa terlebih dahulu

E. Riwayat Keluarga
Keluarga klien mengatakan ibu klien pernah masuk rumah sakit karena penyakit
hipertensi.

GENOGRAM

HT

Keterangan:
: Laki-laki : Pasien/ Klien
: Perempuan : Menikah
: Tinggal satu rumah : Meninggal
: Hubungan anak kandung

F. Riwayat Lingkungan
Jenis Rumah Pekerjaan
 Kebersihan Disapu 2x/hari Disapu 2x/hari
 Bahaya Minimal, rumah bersih, lantai tidak Minimal, rumah bersih, lantai
tidak
kecelakaan licin, perabotan ditata rapi
 Polusi licin, perabotan ditata rapi.
Tidak ada, rumah bebas dari bau
Tidak ada, rumah bebas dari bau
yang tidak sedap, sumber suara
yang tidak sedap, sumber suara
yang ramai
 Ventilasi yang ramai
Baik, jendela dibuka setiap hari.
Baik, jendela dibuka setiap hari. Jumlah
Jumlah jendela yang ada di rumah
jendela yang ada di rumah tidak terkaji
tidak terkaji
 Pencahayaan Baik, cahaya dapat masuk ke Baik, cahaya dapat masuk ke
rumah. Klien bisa membedakan rumah. Klien bisa membedakan
siang dan malam dari dalam siang dan malam dari dalam
rumah. rumah.

G. Pola Aktifitas-Latihan
Rumah Rumah Sakit
 Makan/minum 0 2
 Mandi 0 2
 Berpakaian/berdandan 0 2
 Toileting 0 2
 Mobilitas di tempat tidur 0 1
 Berpindah 0 1
 Berjalan 0 2
 Naik tangga 0 tidak terkaji
Pemberian Skor: 0 = mandiri, 1 = alat bantu, 2 = dibantu orang lain (1 orang) , 3 =
dibantu orang lain (> 1 orang), 4 = tidak mampu

H. Pola Nutrisi Metabolik


Jenis Rumah Rumah Sakit
 Jenis diit/makanan Nasi, Buah, Sayur, Lauk- Sonde 2300kal Pauk

 Frekuensi/pola 3x/hari 6x/hari


 Porsi yang dihabiskan 1 porsi 250 cc
 Komposisi menu Nasi,sayur, lauk Susu dan jus buah
 Pantangan Tidak ada Sesuai anjuran dari RS
 Nafsu makan Baik Tidak bisa makan
 Fluktuasi BB 6bln terakhir Ada turun 10 Kg dalam 4 Tidak ada bulan

 Jenis minuman Air putih Air putih


 Frekuensi/pola
2-3 x/hari 3-4 x/hari
 Gelas yang dihabiskan
±4-5 gelas/hari ± 50 cc/hari
(1500 cc)
 Sukar menelan
Tidak ada Tidak ada
 Pemakaian gigi palsu
Tidak ada Tidak ada
 Rwt peyembuhan luka lama
Tidak ada Tidak ada
I. Pola Eliminasi
Jenis Rumah Rumah Sakit
BAB
 Frekuensi/pola 2hari sekali Belum BAB
 Konsistensi Padat Tidak terkaji
 Warna dan bau Warna kuning, bau khas Tidak terkaji
 Kesulitan Ada Tidak terkaji
 Upaya mengatasi Tidak ada Belum ada
BAK
 Frekuensi/pola 4-5x/hari Terpasang kateter
 Konsistensi Cair Cair
 Warna dan bau
Kekuningan, bau khas Kuning pekat
 Kesulitan
Tidak ada Tidak ada
 Upaya mengatasi
Tidak ada -

J. Pola Tidur-
Istirahat Jenis
Rumah Rumah Sakit
Tidur siang
 Lamanya
2 jam Tidak bisa dikaji
 Jam .... s/d ....
09.00-11.00 WIB -
 Kenyamanan setelah tidur
Nyaman -
Tidur malam
 Lamanya
7 jam Tidak bisa dikaji
 Jam .... s/d ....
21.00 – 04.00 -
 Kenyamanan setelah tidur
Nyaman -
 Kebiasaan sebelum tidur
Tidak ada -
 Kesulitan
 Upaya mengatasi Tidak ada -

Tidak ada -
K. Pola Kebersihan Diri
Jenis
 Mandi/frekuensi Rumah Rumah Sakit

 Penggunaan sabun 2x/hari Diseka 1 kali sehari oleh keluarga

 Keramas/frekuensi Menggunakan sabun Tidak


 Penggunaan shampoo 3-4 hari sekali Belum keramas
Menggunakan shampoo -
 Gosok gigi/frekuensi Tidak Oral higiene 1x sehari
 Penggunaan odol Tidak Dengan enkasari
 Ganti baju/frekuensi 2x/hari 1x/hari
 Memotong kuku/frekuensi 1x/minggu Belum potong kuku, kuku tampak
kotor
 Kesulitan Tidak ada Tidak bisa melakukan
 Upaya yang dilakukan Tidak ada Dibantu orang lain

L. Pola Toleransi-Koping Stres


1. Pengambilan keputusan: () sendiri(v) dibantu orang lain, sebutkan: istri dan
anak
2. Masalah utama terkait dengan perawatan di RS atau penyakit (biaya, perawatan diri,
dll): Pasien terdaftar sebagai pasien dengan JKN kesehatan
3. Yang biasa dilakukan apabila stress/mengalami masalah: tidak bisa dikaji
4. Harapan setelah menjalani perawatan: tidak bisa dikaji
5. Perubahan yang dirasa setelah sakit: tidak bisa dikaji

M. Konsep Diri
1. Gambaran diri: tidak bisa dikaji
2. Ideal diri: tidak bisa dikaji
3. Harga diri: tidak bisa dikaji
4. Peran: Sebagai isuami
5. Identitas diri: keluarga klien mengatakan Tn R .berusia 61 tahun yang berperilaku dan
berpakaian sesuai dengan jenis kelaminnya.

N. Pola Peran & Hubungan


1. Peran dalam keluarga: sebagai suami
2. Sistem pendukung: anak dan istri
3. Kesulitan dalam keluarga:
( ) Hub. dengan orang tua () Hub.dengan pasangan
( )Hub. dengan sanak saudara ( ) Hub.dengan anak
( ) Lain-lain sebutkan, Tidak ada
4. Masalah tentang peran/hubungan dengan keluarga selama perawatan di RS: tidak
bisa dikaji
5. Upaya yg dilakukan untuk mengatasi: tidak bisa dikaji
O. Pola Komunikasi
1. Bicara: tidak bisa dikaji
( ) Normal (√) Bahasa utama: Indonesia
( ) Tidak jelas (√) Bahasa daerah: Jawa
( ) Bicara berputar-putar () Rentang perhatian: datar
( ) Mampu mengerti pembicaraan orang lain () Afek: memberi feedback
2. Tempat tinggal:

( ) Sendiri
( ) Kos/asrama
() Bersama orang lain
3. Kehidupan keluarga
a. Adat istiadat yg dianut: Jawa
b. Pantangan & agama yg dianut: Tidak ada
c. Penghasilan keluarga: ( ) < Rp. 250.000 () Rp. 1 juta – 1.5 juta
() Rp. 250.000 – 500.000(√) Rp. 1.5 juta – 2 juta
() Rp. 500.000 – 1 juta() > 2 juta

P. Pola Seksualitas
1. Masalah dalam hubungan seksual selama sakit: (√) tidak ada ( ) ada
2. Upaya yang dilakukan pasangan: tidak ada
 
( ) perhatian ( )sentuhan ()lain-lain, seperti:
Q. Pola Nilai & Kepercayaan
1. Apakah Tuhan, agama, kepercayaan penting untuk Anda: keluarga mengatakan saat
masih sehat bapak rajin ke mushola
2. Kegiatan agama/kepercayaan yg dilakukan dirumah (jenis & frekuensi): Sholat wajib
3. Kegiatan agama/kepercayaan tidak dapat dilakukan di RS: tidak ada
4. Harapan klien terhadap perawat untuk melaksanakan ibadahnya: tidak bisa dikaji

R. Pemeriksaan Fisik
o
1. Keadaan Umum: lemah, terbaring ditempat tidur dengan posisi head up 30 , pasien
masih bedrest pada saat dilakukan pengkajian, terpasang infuse IV line Nacl 0,9% 20
tpm di tangan kiri.
a. Kesadaran: somnolen GCS 3 2 3
b. Tanda-tanda vital: Tekanan darah : 115/69 mmHg
Nadi : 98 x/menit
o
Suhu : 38,2 C
RR : 30 x/menit
TB : 169 cm, BB : 60 kg IMT : 21,00 (Kategori normal)
2. Kepala & Leher
a. Kepala:
 Inspeksi: terdapat luka operasi terbungkus kasa dan hipavik, kasa terlihat
bersih, tidak ada rembesan, terpasang drain dengan produksi 100cc sejak post
operasi warna merah kehitaman.
 Palpasi: kepala tidak boleh ditekan post kraniotomi
b. Mata:
 Inspeksi: Konjungtiva tidak anemis, tidak ada ikterik, reflek cahaya baik.
c. Hidung:
 Inspeksi: tidak ada perdarahan, tidak ada abrasi, pernapasan cuping hidung (+),
terpasang NRBM dengan oksigen 15 liter.
 Palpasi : tidak ada benjolan
d. Mulut & tenggorokan: mulut kotor, berbau, tidak ada lesi atau massa
e. Inspeksi: Mukosa bibir kering, gigi tidak lengkap, tidak memakai gigi palsu, tidak
ada massa, tidak ada perdarahan gusi
f. Telinga:
 Inspeksi: tidak ada luka, daun telinga simetris kanan dan kiri
 Palpasi: tidak ada nyeri tekan.
g. Leher:
 Inspeksi: tidak terdapat distensi vena jugularis,
 Palpasi: tidak teraba massa, tidak terdapat deviasi trachea.
3. Thorak & Dada:
 Jantung
- Inspeksi: normal, dada simetris.
- Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5 mid clavicula sinistra, 2 cm lateral,
palpasi nadi teraba kuat reguler.
- Perkusi : pekak dari ICS 2 – ICS IV parasternal
- Auskultasi: S1 tunggal terdengar di parasternal sinistra ICS5 dan S2 tunggal
terdengar di ICS 2 parasternal sinistra, tidak ada gallop dan tidak ada murmur.
 Paru
- Inspeksi: Dada kanan dan kiri simetris, pergerakan dinding dada simetris,
penggunaan otot bantu napas (+), bentuk dada normal, napas cepat dan dangkal
- Palpasi: tidak ada nyeri tekan pada area sekitar dada, traktir vermitus +
- Perkusi: terdengar bunyi sonor
- Auskultasi:
+ + - -
Ronkhi Wheezing
+ + - -
+ + - -
4. Payudara & Ketiak
Tidak ada benjolan atau massa, tidak ada bengkak, tidak ada nyeri tekan, dan kondisi
payudara simetris kanan dan kiri.
5. Punggung & Tulang Belakang
Tidak ada perubahan bentuk tulang belakang, seperti lordosis, kifosis, dan scoliosis.
Tidak ada luka tusuk, tidak ada trauma, dan tidak ada jejas.
6. Abdomen
 Inspeksi: area pubis terlihat membesar
 Palpasi: ada nyeri tekan dan tidak ada kekakuan pada abdomen
 Perkusi: thimpani
 Auskultasi: bising usus (+) 9x/menit
7. Genetalia & Anus
 Inspeksi: penis bersih, terpasang kateter urin
 Palpasi: tidak terkaji.
8. Ekstermitas
 Ekstermitas Atas:
a. Kanan
Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada edema, tidak ada luka, kekuatan otot 1,
warna kulit sawo matang.
b. Kiri
Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada edema, tidak ada luka, kekuatan otot 1,
warna kulit sawo matang, terpasang infus Nacl 0,9% 20 tpm.
 Ekstermitas Bawah:
a. Kanan
Tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat edema di kaki kiri, tidak ada luka, kekuatan
otot 1, warna kulit sawo matang dan akral hangat.
b. Kiri
Tidak ada nyeri tekan, terdapat edema di kaki kiri, tidak ada luka,kekuatan otot
1, warna kulit sawo matang dan akral hangat.
9. Sistem Neorologi
Kesadaran pasien somnolen GCS 3 2 3
Reflek fisiologis : refleks patela normal, reflek otot bisep trisep normal
Reflek patologis : refleks babinski (-), kaku kuduk (-)
10. Kulit & Kuku
a. Kulit : Warna sawo matang, turgor kulit >2 detik, tidak pucat, kulit kering
b. Kuku : Kuku klien tampak kotor, CRT <2 detik

S. Hasil Pemeriksaan Penunjang

Jenis Pemeriksaan
Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan
Dewasa Normal
Tanggal 23-2-2019
Hematologi
Hemoglobin 12,1 g/dL 11,4-15,1 Dalam batas normal
3
Leukosit 11.130 10 / µL 4,7-11,3 Meningkat
3
Trombosit 188.000 10 / µL 142-424 Dalam batas normal

Elekrolit
Natrium 140,9 Mmol/L 135-155 Dalam batas normal
Kalium 4,52 Mmol/L 3,6-5,5 Dalam batas normal
chlorida 107,8 Mmol/L 98-107 Dalam batas normal

Tanggal 21-2-2019
CT-Scan Kepala
 SOP di frontalis
dekstra (susp
astrocytoma)
 Meningitis
 Cronic subdural
hemoragis di fronto
temporo parietalis
deksta dan sinistra

Ck-NAC 812 U/L 39-308 Meningkat


Ck-MB 26 U/L 7-25 Meningkat
Faal Ginjal
Ureum 65 Mg/dl 15–45 meningkat
Creatinin 0,97 Mg/dl 0,7 – 1,4 Dalam batas normal

T. Terapi
- IVFD : line 1 NaCl 0,9% 10 tpm, line 2 Kabiven:clinimic:Aminofusin 1:1:1
- Injeksi ceftriaxone 2x1 gr
- Injeksi levofoxacyn 1x750 mg
- Injeksi Sanmol 4x1
- Injeksi Metoclopramid 3x1

U. Persepsi Klien Terhadap Penyakitnya


tidak bisa dikaji

V. Kesimpulan

Klien membutuhkan perawatan intensif post operasi craniotomi trepanasi evacuasi SDH

W.Perencanaan Pulang
a. Belum ada perencanaan pulang ataupun pindah ruang rawat biasa pada tamggal 24-
2-2019. Hal tersebut didasarkan pada masalah utama yang belum teratasi,
diantaranya : inefektif bersihan jalan napas karena sekret yang masih sangat kental
dan pasien tidak mampu mengeluarkan, penurunan perfusi jaringan cerebral yang
belum teratasi kesadaran pasien belum compos menthis, observasi ketat adanya
resiko peningkatan tekanan intrakranial, defisit perawatan diri mandi, kerusakan
integritas jaringan b.d luka post operasi dan adanya dekubitus.
 Tujuan pulang: ke tempat tinggal klien di pisang Candi, Malang
 Transportasi pulang: mobil
 Dukungan keluarga: dukungan anak dan istri
 Antisipasi bantuan biaya setelah pulang: biaya pengobatan menggunakan
JKN kesehatan
 Antisipasi masalah perawatan diri setelah pulang:perawatan diri/personal hygiene,
nutrisi sesuai anjuran,melakukan aktivitas sesuai anjuran, mengkonsumsi obat secara
teratur, rutin melakukan rehabilisasi medik.
 Pengobatan:
Mendapat terapi dari dokter Bedah syaraf dan penyakit dalam
 Rawat jalan ke: Poli Bedah syaraf dan poli penyakit dalam
 Hal-hal yang perlu diperhatikan di rumah: keluarga patut waspada jika terjadi pada
pasien antara lain pasien pingsan, sesak napas, tidak sadarkan diri.

 Keterangan lain: Rutin mengkonsumsi obat yang diresepkan


ANALISA DATA
Masalah
No. Data Etiologi
keperawatan
1 DS:- Sub dural hematom Ketidakefektifan
DO: ↓ bersihan jalan
 RR: 30x/menit Dilakukan tindakan napas b.d mukus
 SaO2: 98% pembedahan (craniotomy) berlebihan
 Pasien terlihat sesak ↓
 Penggunaan otot bantu Prosedur anastesi dan
napas + pemasangan endotracheal
 Retraksi dinding dada + tube
 Suara napas gurgling ↓

 Pasien batuk tapi tidak bisa Akumulasi mucus pada

mengeluarkan dahak saluran pernapasan



 Pasien gelisah
Ketidakefektifan bersihan
 Ronkhi
jalan nafas
+ +
+ +
+ +
Weezing
- -
- -
- -
2 DS:- Subdural hematom Resiko
DO: ketidakefektifan
 Pasien post operasi perfusi jaringan
craniotomi hari ke-1 Penekanan jaringan otak otak
Kesadaran : somnolen
Pasien gelisah
 Gerakan tidak terkoordinir Gangguan suplai darah ke
 GCS:323 otak
 TD : 115/69 mmHg
Nadi : 98 x/menit
Suhu : 38,2oC Hipoksia

RR : 30 x/menit

Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak

3 DS:- Subdural hematom Kerusakan


DO: integritas kulit b.d
 Pasien bed rest total tekanan pada
 Tidak bisa mobilisasi mandiri Perubahan sirkulasi CSS tonjolan tulang
 Terdapat bula diameter
sekitar 3-5 cm di area sakrum
, paha kanan, tumit kiri, dan Peningkatan TIK
luka dekubitus grade 2 di
plantar kaki kiri selebar 1 cm
 Kulit kering Herniasi otak

Gangguan kesadaran

Immobiliasai

Penekanan area tubuh yang


menonjol

Dekubitus

Kerusakan integritas jaringan


4 DS:- Subdural hematom Defisit perawatan
DO: diri (mandi) b.d
 Kulit pasien terlihat kotor ketidakmampuan
 Mulut pasien kotor dan Perubahan sirkulasi CSS mobilisasi mandiri
berbau
 Tercium bau tidak sedap
setiap kali di dekat pasien Peningkatan TIK
 Pasien tidak bisa mobilisasi
Pasien tergantung orang lain
 Tonus otot Herniasi otak

2 2
2 2
Gangguan kesadaran

Immobiliasai

Defisit perawatan diri (mandi)

5 DS:- Sub dural hematom Resiko infeksi


DO: ↓ (prosedur invasif)
 Terdapat luka di kepala Dilakukan tindakan
tertutup kasa, kondisi bersih pembedahan (craniotomy)
dan tidak ada rembesan ↓
 Terdapat drain dengan Kerusakan integritas jaringan
produksi 10 cc warna merah
pekat Resiko masuknya patogen
 Lekosit 11.130 mg/dl melalui luka insisi dan drain
Tekanan darah : 115/69
mmHg Resiko infeksi
Nadi : 98 x/menit
Suhu : 38,2oC
RR : 30 x/menit
6 DS:- Subdural hematom Resiko jatuh b.d
DO: periode pemulihan
 Pasien geriatri pasca operasi
(usia 61 tahun) Perubahan sirkulasi CSS
 pasien tidak bisa
mobilisasi mandiri
 pasien gelisah Peningkatan TIK
 GCS:323
 kesadaran somnolen
 Herniasi otak

Gangguan kesadaran

Gelisah

Resiko jatuh

Daftar Prioritas Masalah Keperawatan

No Tanggal Muncul Diagnosa Keperawatan TTD


1 24 Februari 2019 Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d mukus berlebihan
2 24 Februari 2019 Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
3 24 Februari 2019 Kerusakan integritas kulit b.d tekanan pada tonjolan tulang
4 24 Februari 2019 Defisit perawatan diri (mandi) b.d ketidakmampuan mobilisasi
mandiri
5 24 Februari 2019 Resiko infeksi (prosedur invasif)
6 24 Februari 2019 Resiko jatuh b.d periode pemulihan pasca operasi
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa
Tgl Tujuan Kriteria Standart Intervensi
Keperawatan
24/02/2019 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 60 menit NIC:
bersihan jalan napas diharapkan jalan napas bersih dan paten dengan kriteria hasil: 1. Posisikan pasien untuk
b.d mukus NOC: Status Pernapasan: Kepatenan Jalan Nafas memaksimalkan ventilasi
berlebihan Indikator 1 2 3 4 5 2. Pasang mayo bila perlu
Frekuensi >30 27-30 21-26 18-20 <18 x/ 3. Lakukan fisioterapi dada
Pernapasan x/menit x/menit x/menit x/menit menit jika perlu
x/menit 4. Keluarkan sekret dengan
suction
Saturasi >90% 90-94% 95-97% 98-99% 100% 5. Auskultasi suara nafas,
oksigen catat adanya suara
tambahan
6. Berikan bronkodilator :
7. -Combiven 3x1 Nebulezer
8. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan cairan
melalui NGT
9. Monitor respirasi dan status
O2
10. Bersihkan mulut, hidung
dan secret trakea
11. Pertahankan jalan nafas
yang paten
12. Observasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
13. Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
14. Monitor vital sign
15. Informasikan pada
pasien dan keluarga
tentang tehnik relaksasi
untuk memperbaiki pola
nafas.
16. Ajarkan bagaimana batuk
efektif
17. Monitor pola nafas
24/02/2019 Resiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam NIC :
ketidakefektifan Perfusi jaringan otak membaik dengan kriteria hasil: 1. Monitor TTV
perfusi jaringan otak NOC: perfusi jaringan: otak 2. Monitor GCS, ukuran
pupil, ketajaman,
Indikator 1 2 3 4 5 kesimetrisan dan reaksi
Tekanan 3. Monitor adanya
darah sistol diplopia, pandangan
Tekanan kabur, nyeri kepala
darah diastol 4. Monitor level kebingungan
Kegelisahan dan orientasi
Sakit kepala 5. Monitor tonus otot
Muntah pergerakan
Penurunan 6. Monitor tekanan intrkranial
tingkat dan respon nerologis
kesadaran 7. Catat perubahan pasien
dalam merespon stimulus
8. Monitor status cairan
o
9. Tinggikan kepala 0-45
tergantung pada konsisi
pasien dan order medis
24/02/2019 Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan NIC : Pressure Management
kulit b.d tekanan kerusakan integritas kulit teratasi dengan kriteria: 1. Anjurkan pasien untuk
pada tonjolan tulang NOC: Integritas jaringan: kulit menggunakan pakaian
Indikator 1 2 3 4 5 yang longgar
Lesi pada kulit 2. Hindari kerutan pada
Pengelupasan tempat tidur
kulit 3. Jaga kebersihan kulit agar
Eritema tetap bersih dan kering
4. Mobilisasi pasien (ubah
posisi pasien) setiap dua
jam sekali
5. Monitor kulit akan adanya
kemerahan
6. Oleskan lotion atau
minyak/baby oil pada
derah yang tertekan
7. Monitor aktivitas dan
mobilisasi pasien
8. Monitor status nutrisi
pasien
9. Memandikan pasien
dengan sabun dan air
hangat
10. Kaji lingkungan dan
peralatan yang
menyebabkan tekanan
11. Observasi luka :
lokasi, dimensi,
kedalaman luka,
karakteristik,warna
cairan, granulasi, jaringan
nekrotik, tanda-tanda
infeksi lokal, formasi
traktus
12. Ajarkan pada
keluarga tentang luka
dan perawatan luka
13. Kolaburasi ahli gizi
pemberian diae
TKTP, vitamin
14. Lakukan tehnik
perawatan luka
dengan steril
15. Berikan kasur angin
untuk mengurangi
tekanan pada luka dan
tonjolan tulang
IMPLEMENTASI

Nama klien : Tn. R


Diagnosa medis : Post operasi craniotomi pro evacuasi SDH

Evaluasi TTD &


No. Dx.
Tgl Tindakan Keperawatan Nama
Kep
Terang
Senin Ketidakefektifan 1. Memposisikan pasien untuk memaksimalkan DS: -
24/02/2019 bersihan jalan napas ventilasi DO:
10.00 b.d mukus 2. Memasang mayo bila perlu  RR: 28x/menit
berlebihan 3. Melakukan fisioterapi dada jika perlu  SaO2: 99%
4. Mengeluarkan sekret dengan suction  Pasien terlihat sesak berkurang
5. Mengauskultasi suara nafas, catat adanya suara  Penggunaan otot bantu napas +
tambahan  Retraksi dinding dada +
6. Memberikan bronkodilator :  Suara napas gurgling
7. -Combiven 3x1 Nebulezer  Pasien batuk tapi tidak bisa
8. Mengatur intake untuk cairan mengoptimalkan mengeluarkan dahak
keseimbangan cairan melalui NGT  Pasienagak gelisah
9. Memonitor respirasi dan status O2  Ronkhi
10. Membersihkan mulut, hidung dan secret trakea + +
11. Mempertahankan jalan nafas yang paten + +
12. Mengobservasi adanya tanda tanda + +
hipoventilasi A: Masalah teratasi sebagian
13. Memonitor adanya kecemasan pasien terhadap P: Lanjutkan intervensi
oksigenasi
14. Memonitor vital sign
15. menginformasikan pada pasien dan keluarga A: masalah teratasi sebagian
tentang tehnik relaksasi untuk memperbaiki P: Lanjutkan intervensi no 3, 4, 5, 6, 9,
pola nafas. 12, 14, 17
16. Ajarkan bagaimana batuk efektif
17. Memonitor pola nafas
Resiko 1. Memonitor TTV DS:-
ketidakefektifan 2. Memonitor GCS, ukuran pupil, ketajaman, DO:
perfusi jaringan otak kesimetrisan dan reaksi  Pasien post operasi craniotomi hari
3. memonitor adanya diplopia, pandangan ke-1
kabur, nyeri kepala  Kesadaran : somnolen
4. Memonitor level kebingungan dan orientasi  Pasien gelisah
5. Memonitor tonus otot pergerakan  Gerakan tidak terkoordinir
6. Memonitor tekanan intrkranial dan respon  GCS:323
nerologis  TD : 121/769 mmHg
7. Mencatat perubahan pasien dalam merespon Nadi : 88 x/menit
stimulus Suhu : 36,2oC
8. Memonitor status cairan RR : 28 x/menit
o
9. Meninggikan kepala 0-45 tergantung pada
A: Masalah teratasi sebagian
konsisi pasien P: Lanjutkan intervensi
Kerusakan integritas 1. Menganjurkan pasien untuk menggunakan DS:-
kulit b.d tekanan pakaian yang longgar DO:
pada tonjolan tulang 2. Menghindari kerutan pada tempat tidur  Pasien bed rest total
3. Menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan  Terpasang kasur angin
kering  Tidak belum bisa mobilisasi mandiri
4. Memobilisasi pasien (ubah posisi pasien)  Terdapat bula diameter sekitar 3-5
setiap dua jam sekali cm di area sakrum , paha kanan,
5. Memonitor kulit akan adanya kemerahan tumit kiri, dan luka dekubitus grade 2
6. Mengoleskan lotion atau minyak/baby oil di plantar kaki kiri selebar 1 cm
pada derah yang tertekan tertutup kasa steril
7. Memonitor aktivitas dan mobilisasi pasien  Kulit lembab setelah diberiakn baby
8. Monitor status nutrisi pasien oil
9. Memandikan pasien dengan sabun dan air
hangat A: Masalah teratasi sebagian
10. Mengkaji lingkungan dan peralatan yang P: Lanjutkan intervensi

menyebabkan tekanan
11. Mengobservasi luka : lokasi, dimensi,
kedalaman luka, karakteristik,warna cairan,
granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda
infeksi lokal, formasi traktus
12. Mengajarkan pada keluarga tentang luka
dan perawatan luka
13. Berkolaburasi ahli gizi pemberian diae
TKTP, vitamin
14. Melakukan tehnik perawatan luka
dengan steril
15. Memberikan kasur angin untuk
mengurangi tekanan pada luka dan tonjolan
tulang
IMPLEMENTASI

Nama klien : Tn. R


Diagnosa medis : Post operasi craniotomi pro evacuasi SDH

Evaluasi TTD &


No. Dx.
Tgl Tindakan Keperawatan Nama
Kep
Terang
Selasa 1 1. Melakukan fisioterapi dada jika perlu DS: -
25/2/2019 Ketidakefektifan 2. Mengeluarkan sekret dengan suction DO:
08.00 bersihan jalan napas 3. Mengauskultasi suara nafas, catat adanya suara  RR: 25x/menit
b.d mukus tambahan  SaO2: 99%
berlebihan 4. Memberikan bronkodilator :  Pasien terlihat sesak berkurang
5. -Combiven 3x1 Nebulezer  Penggunaan otot bantu napas -
6. Memonitor respirasi dan status O2  Retraksi dinding dada -
7. Memonitor vital sign  Suara napas bersih
8. Memonitor pola nafas Mengobservasi adanya  Pasien batuk bisa mengeluarkan
tanda tanda hipoventilasi dahak dengan meludah
 Pasien tidak gelisah
 Ronkhi
+ +
+ +
+ +

A: masalah teratasi sebagian, rencana


pindah ruangan rawat inap biasa
P: Lanjutkan intervensi di ruangan baru
2 1. Memonitor TTV DS:-
Resiko 2. Memonitor GCS, ukuran pupil, ketajaman, DO:
ketidakefektifan kesimetrisan dan reaksi  Pasien post operasi craniotomi hari
perfusi jaringan otak 3. memonitor adanya diplopia, pandangan ke-2
kabur, nyeri kepala  Kesadaran : Compos menthis
4. Memonitor level kebingungan dan orientasi  Pasien tidak gelisah
5. Memonitor tonus otot pergerakan  Gerakan tidak terkoordinir
6. Memonitor tekanan intrkranial dan respon  GCS:456
nerologis  TD : 123/69 mmHg
7. Mencatat perubahan pasien dalam merespon Nadi : 87 x/menit
stimulus Suhu : 36,2oC
8. Memonitor status cairan RR : 25 x/menit
o
9. Meninggikan kepala 0-45 tergantung pada
A: Masalah teratasi sebagian
konsisi pasien P: Lanjutkan intervensi di ruangan baru

3 1. Menganjurkan pasien untuk menggunakan DS:-


Kerusakan integritas pakaian yang longgar DO:
kulit b.d tekanan 2. Menghindari kerutan pada tempat tidur  Pasien bed rest total
pada tonjolan tulang 3. Menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan  Gerakan mulai terkoordinir dan bisa
kering diberikan perintah
4. Memobilisasi pasien (ubah posisi pasien)  Terdapat bula diameter sekitar 3-5
setiap dua jam sekali cm di area sakrum , paha kanan,
5. Memonitor kulit akan adanya kemerahan tumit kiri sudah mulai kempes dan
6. Mengoleskan lotion atau minyak/baby oil mengering, dan luka dekubitus grade
pada derah yang tertekan 2 di plantar kaki kiri tertutup kasa
7. Memonitor aktivitas dan mobilisasi pasien steril
8. Monitor status nutrisi pasien  Kulit lembab
9. Memandikan pasien dengan sabun dan air A: Masalah teratasi sebagian, pasien
hangat direncanakan pindah ruang rawat inap

10. Mengkaji lingkungan dan peralatan yang biasa

menyebabkan tekanan P: Lanjutkan intervensi di ruangan

11. Mengobservasiluka : lokasi, dimensi, selanjutnya

kedalaman luka, karakteristik,warna cairan,


granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi
lokal, formasi traktus
12. Mengajarkan pada keluarga tentang luka dan
perawatan luka
13. Berkolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP,
vitamin
14. Melakukan tehnik perawatan luka dengan steril
15. Memberikan kasur angin untuk mengurangi
tekanan pada luka dan tonjolan tulang
CATATAN PERKEMBANGAN (PROGRESS NOTE)

Diagnosa keperawatan no. 1 Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d mukus berlebihan

NOC :
Tanggal Observasi dan Hasil
No Indikator 24-2-2019 25-2-2019
1 2 3 4 S 1 2 3 4 S 1 2 3 4S
1 Frekuensi Pernapasan + 3 + 4

2 Saturasi oksigen + 3 + 4

Keterangan Penilaian :
- : tidak sesuai
+ : sesuai yang
diharapkan S : scoring

Keterangan Skoring :
1 :-
2 : 1+
3 : 2+
4 : 3+
5 : 4+
CATATAN PERKEMBANGAN (PROGRESS NOTE)

Diagnosa keperawatan no. 2 Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak

NOC :
Tanggal Observasi dan Hasil
No Indikator 24-2-2019 25-2-2019
1 2 3 4 S 1 2 3 4 S 1 2 3 4S
1 Tekanan darah sistol + 3 + 4

2 Tekanan darah diastol + 3 + 4

3 Kegelisahan + 4 + 5

4 Sakit kepala + 3 + 4

5 Muntah + 2 + 5

6 Penurunan tingkat kesadaran + 4 + 4

Keterangan Penilaian :
- : tidak sesuai
+ : sesuai yang
diharapkan S : scoring

Keterangan Skoring :
1 :-
2 : 1+
3 : 2+
4 : 3+
5 : 4+
CATATAN PERKEMBANGAN (PROGRESS NOTE)

Diagnosa keperawatan no. 3 Kerusakan integritas kulit b.d tekanan pada tonjolan tulang

NOC :
Tanggal Observasi dan Hasil
No Indikator 24-2-2019 25-2-2019
1 2 3 4 S 1 2 3 4 S 1 2 3 4S
1 Lesi pada kulit + 3 + 4

2 Pengelupasan kulit + 3 + 4

3 Eritema + 4 + 5

Keterangan Penilaian :
- : tidak sesuai
+ : sesuai yang
diharapkan S : scoring

Keterangan Skoring :
1 :-
2 : 1+
3 : 2+
4 : 3+
5 : 4+
EVALUASI

No
Hari/ Tanda
Dx Evaluasi
Tanggal tangan
Kep
Senin 1 DS: -
24/02/2019 DO:
13.00  RR: 26x/menit
 SaO2: 99%
 Pasien terlihat sesak berkurang
 Penggunaan otot bantu napas +
 Retraksi dinding dada +
 Suara napas gurgling
 Pasien batuk tapi tidak bisa mengeluarkan dahak
 Pasienagak gelisah
 Ronkhi
+ +
+ +
+ +

NOC:
Score
Indikator
Awl Tgt Akr
Frekuensi Pernapasan 1 4 3
Saturasi oksigen 3 5 4

A: masalah teratasi sebagian


P: lanjutkan intervensi
Senin 2 DS:-
24/2/2019 DO:
13.15  Pasien post operasi craniotomi hari ke-1
 Kesadaran : somnolen
 Pasien gelisah
 Gerakan tidak terkoordinir
 GCS:323
 TD : 125/69 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Suhu : 36,2oC
RR : 26 x/menit

NOC:
Score
Indikator
Awl Tgt Akr
Tekanan darah sistol 2 5 3
Tekanan darah diastol 2 5 4
Kegelisahan 2 5 4
Sakit kepala 4 5 4
Muntah 2 5 4
Penurunan tingkat kesadaran 2 5 3
A: masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi

Senin 3 DS:-
24/2/2019 DO:
13.30  Pasien bed rest total
 Terpasang kasur angin
 Tidak belum bisa mobilisasi mandiri
 Terdapat bula diameter sekitar 3-5 cm di area sakrum ,
paha kanan, tumit kiri, dan luka dekubitus grade 2 di
plantar kaki kiri selebar 1 cm tertutup kasa steril, tidak ada
rembesan
 Kulit lembab setelah diberiakn baby oil

NOC:
Score
Indikator
Awl Tgt Akr
Lesi pada kulit 2 5 3
Pengelupasan kulit 3 5 4
Eritema 2 5 3

A: masalah teratasi sebagian


P: lanjutkan intervensi

No
Hari/ Tanda
Dx Evaluasi
Tanggal tangan
Kep
Selasa 1 DS: -
25/02/2019 DO:
13.00  RR: 24x/menit
SaO2: 99%
Pasien terlihat sesak berkurang
Penggunaan otot bantu napas -
Retraksi dinding dada -
Suara napas bersih
Pasien batuk bisa mengeluarkan dahak
dengan meludah
Pasien tidak gelisah
Ronkhi
+ +
+ +
+ +

NOC:
Score
Indikator
Awl Tgt Akr
Frekuensi Pernapasan 3 5 4
Saturasi oksigen 4 5 5

A: masalah teratasi sebagian


P: lanjutkan intervensi no 1, 2, 5, 6, 7

Selasa 2 DS:-
19/2/2019 DO:
13.15  Pasien post operasi craniotomi hari ke-2
 Kesadaran : Compos menthis
 Pasien tidak gelisah
 Gerakan tidak terkoordinir
 GCS:456
 TD : 116/59 mmHg
Nadi : 89 x/menit
Suhu : 36,2oC
RR : 24 x/menit

NOC:
Score
Indikator
Awl Tgt Akr
Tekanan darah sistol 3 5 5
Tekanan darah diastol 4 5 5
Kegelisahan 4 5 4
Sakit kepala 4 5 4
Muntah 4 5 4
Penurunan tingkat kesadaran 3 5 5

A: Masalah Teratasi sebagian, pasien akan dipindahkan ke


rawat inap biasa
P: lanjutkan intrvensi di ruangan baru

Selasa 3 DS:-
25/2/2019 DO:
13.30  Pasien bed rest total
 Gerakan mulai terkoordinir dan bisa diberikan perintah
 Terdapat bula diameter sekitar 3-5 cm di area
sakrum , paha kanan, tumit kiri sudah mulai kempes dan
mengering, dan luka dekubitus grade 2 di plantar kaki
kiri tertutup kasa steril
 Kulit lembab

NOC:
Score
Indikator
Awl Tgt Akr
Lesi pada kulit 3 5 4
Pengelupasan kulit 4 5 4
Eritema 4 5 4

A: Masalah teratasi sebagian, pasien direncanakan pindah


ruang rawat inap biasa
P: Lanjutkan intervensi di ruangan selanjutnya
Q:

Anda mungkin juga menyukai