Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

“SUBDURAL HEMATOMA”

PRAKTIK PROFESI NERS STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

DOSEN PENANGGUNG JAWAB:


Suhaimi Fauzan, S.Kep., Ns., M. Kep

DOSEN PEMBIMBING:
Ikbal Fradianto, S. Kep., Ns., M. Kep

DISUSUN OLEH:

IRMA AGUSTINA
I4051201013

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
“SUBDURAL HEMATOMA”

1. Definisi
Subdural hematoma adalah terkumpulnya darah antara durameter dan jaringan otak, yang
dapat terjadi secara akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah
vena/jembatan vena yang biasanya terdapat diantara durameter, perdarahan lambat dan
sedikit. Periode akut terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan. (Nugruho & Putri,
2016)
Subdural hematoma adalah akumulasi darah yang terjadi antara bagian dalam durameter
dengan arachoid. Perdarahan ini sering terjadi akibat robekan pembuluh darah atau vena-
vena kecil di permukaan korteks serebri. (Dharmajaya, 2018)
2. Etiologi
Menurut Nugruho & Putri, (2016), Penyebab subdural hematoma antara lain:
1) Kecelakaan, jatuh, kecelakaan bermotor atau sepeda dan mobil
2) Kecelakaan pada saat olah raga
3) Cedera akibat kecelakaan
4) Benda tumpul, kerusakan hanya terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat
merobek otak.
5) Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya.
3. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala klinis terjadi akibat cedera otak primer dan tekenan oleh massa hematoma.
1) Pupil anisokor dan defisit motoric
Adalah gejala klinik yang paling sering ditemukan
2) Lesi pasca trauma baik hematoma atau lesi parenkim otak biasanya terletak di
ipsilateral terhadap pupil yang melebar dan kontralateral terhadap defisit motoric
Akan tetapi gambaran pupil dan motoric tidak merupakan indicator yang mutlak bagi
menetukan letak hematoma. Gejala motoric mungkin tidak sesuai bila kerusakan
parenkim otak terletak kontralateral terhadap subdrural hematoma atau karena terjadi
kompresi pedunkulus serebral yang kontraletral pada tepi bebas tentorium. (Tom, dkk.,
2011)
Menurut Nugruho & Putri, (2016). Secara umum tanda dan gejala yang timbul pada
hematoma adalah sebagai berikut subdural adalah:
1) Hematoma Subdural Akut
Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik dalam 24 sampai 48 jam
setelah cedera. Dan berkaitan erat dengan trauma otak berat. Gangguan neurologik
progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang otak dalam
foramen magnum, yang selanjutnya menimbulkan tekanan pada batang otak. Keadan
ini dengan cepat menimbulkan berhentinya pernapasan dan hilangnya kontrol atas
denyut nadi dan tekanan darah.
2) Hematoma Subdural Sub-Akut
Hematoma ini menyebabkan defisit neurologik dalam waktu lebih dari 48 jam
tetapi kurang dari 2 minggu setelah cedera. Seperti pada hematoma subdural akut,
hematoma ini juga disebabkan oleh perdarahan vena dalam ruangan subdural.
Anamnesis klinis dari penderita hematoma ini adalah adanya trauma kepala yang
menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik yang
perlahan-lahan. Namun jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan tandatanda
status neurologik yang memburuk.
Tingkat kesadaran mulai menurun perlahanlahan dalam beberapa jam. Dengan
meningkatnya tekanan intrakranial seiring pembesaran hematoma, penderita
mengalami kesulitan untuk tetap sadar dan tidak memberikan respon terhadap
rangsangan bicara maupun nyeri. Pergeseran isi intracranial dan peningkatan
intracranial yang disebabkan oleh akumulasi darah akan menimbulkan herniasi unkus
atau sentral dan melengkapi tanda-tanda neurologik dari kompresi batang otak.
3) Hematoma Subdural Kronik
Timbulnya gejala pada umumnya tertunda beberapa minggu, bulan dan bahkan
beberapa tahun setelah cedera pertama. Trauma pertama merobek salah satu vena
yang melewati ruangan subdural. Terjadi perdarahan secara lambat dalam ruangan
subdural. Dalam 7 sampai 10 hari setelah perdarahan terjdi, darah dikelilingi oleh
membrane fibrosa. Dengan adanya selisih tekanan osmotik yang mampu menarik
cairan ke dalam hematoma, terjadi kerusakan sel-sel darah dalam hematoma.
4. Klasifikasi
Subdural hematoma dapat dibagi menjadi 3 bagian, berdasarkan saat timbulnya gejala-
gejala klinis adalah;
1) Perdarahan akut
Gejala yang timbul segera hingga berjam-jam setelah trauma. Biasanya terjadi pada
cedera kepala yang cukup berat yang dapat mengakibat perburukan lebih lanjut pada
pasien yang biasanya sudah tergangg kesadaran dan tanda vitalnya. Perdarahan dapat
kurang dari 5mm tebalnya tetapi melebar luas. Pada gambarannya skening
tomografinya, didapatkan lesi hiperdens.
2) Perdarahan Sub-akut
Berkembang dalam beberapa hari biasnya 2-14 hari sesudah trauma.pada subdural
sub akut ini didaptkan campuran dari bekuan darah dan cairan darah . perdarahan
dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukan kapsula di sekitarnya.
3) Perdarahan Kronik
Biasanya terjadi setelah 14 hari setelah trama bahkan bisa lebih. Perdarahan kronik
subdural gejalanya bisa muncul dalam waktu berminggu-minggu atau bulan setelah
trauma yang ringan atau trauma yang tidak jelas, bahkan hanya terbentur ringan saja
bisa mengakibatkan perdarahan subdural apabila pasien juga mengalami gangguan
vascular atau gangguan pembekuan darah. Pada perdarahan kronik ini kita harus
berhati-hati karena hematoma ini lama kelamaan bisa menjadi membesar secara
perlahan-lahan sehingga mengakibatkan penekanan dan herniasi.
5. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada pasien subdural hematoma adalah sebagai berikut:
 Hemiprase/hemiplegia
 Disfasia/afasia
 Epilepsy
 Subdural empyema
 Stroke
 Encephalitis
 Abses otak
 Perdarahan subarachoid
6. Patofisiologi
Perdarahan terjadi antara duramater dan araknoid. Perdarahan dapat terjadi akibat
robeknya vena jembatan (bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak
dan sinus venosus di dalam duramater atau karena robeknya araknoid. Karena otak
dikelilingi cairan serebrospinal yang dapat bergerak, sedangkan sinus venosus dalam
keadaan terfiksir, berpindahnya posisi otak yang terjadi pada trauma, dapat merobek
beberapa vena halus pada tempat dimana mereka menembus duramater. Perdarahan yang
besar akan menimbulkan gejala-gejala akut menyerupai hematoma epidural Kebanyakan
perdarahan subdural terjadi pada konveksitas otak daerah parietal. Sebagian kecil
terdapat di fossa posterior dan pada fisura interhemisferik serta tentorium atau diantara
lobus temporal dan dasar tengkorak. Perdarahan subdural akut pada fisura interhemisferik
pernah dilaporkan, disebabkan oleh ruptur vena-vena yang berjalan diantara hemisfer
bagian medial dan falks, juga pernah dilaporkan disebabkan oleh lesi traumatik dari arteri
perikalosal karena cedera kepala. Perdarahan subdural interhemisferik akan memberikan
gejala klasik monoparesis pada tungkai bawah. Pada anak-anak kecil perdarahan subdural
di fisura interhemisferik posterior dan tentorium sering ditemukan karena goncangan
yang hebat pada tubuh anak (shaken baby syndrome). Perdarahan yang tidak terlalu besar
akan membeku dan di sekitarnya akan tumbuh jaringan ikat yang membentuk kapsula.
Gumpalan darah lambat laun mencair dan menarik cairan dari sekitarnya dan
mengembung memberikan gejala seperti tumor serebri karena tekanan intracranial yang
berangsur meningkat.
Perdarahan subdural kronik umumnya berasosiasi dengan atrofi cerebral. Vena
jembatan dianggap dalam tekanan yang lebih besar, bila volume otak mengecil sehingga
walaupun hanya trauma yang kecil saja dapat menyebabkan robekan pada vena tersebut.
Perdarahan terjadi secara perlahan karena tekanan sistem vena yang rendah, sering
menyebabkan terbentuknya hematoma yang besar sebelum gejala klinis muncul. Karena
perdarahan yang timbul berlangsung perlahan, maka lucid interval juga lebih lama
dibandingkan perdarahan epidural, berkisar dari beberapa jam sampai beberapa hari. Pada
perdarahan subdural yang kecil sering terjadi perdarahan yang spontan. Pada hematoma
yang besar biasanya menyebabkan terjadinya membran vaskular yang membungkus
hematoma subdural tersebut. Perdarahan berulang dari pembuluh darah di dalam
membran ini memegang peranan penting, karena pembuluh darah pada membran ini jauh
lebih rapuh sehingga dapat berperan dalam penambahan volume dari perdarahan subdural
kronik .
Akibat dari perdarahan subdural, dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan
perubahan dari bentuk otak. Naiknya tekanan intra kranial dikompensasi oleh efluks dari
cairan likuor ke aksis spinal dan dikompresi oleh sistem vena. Pada fase ini peningkatan
tekanan intra kranial terjadi relatif perlahan karena komplains tekanan intra kranial yang
cukup tinggi. Meskipun demikian pembesaran hematoma sampai pada suatu titik tertentu
akan melampaui mekanisme kompensasi tersebut. Komplains intrakranial mulai
berkurang yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial yang cukup
besar. Akibatnya perfusi serebral berkurang dan terjadi iskemi serebral. Lebih lanjut
dapat terjadi herniasi transtentorial atau subfalksin. Herniasi tonsilar melalui foramen
magnum dapat terjadi jika seluruh batang otak terdorong ke bawah melalui insisura
tentorial oleh meningkatnya tekanan supratentorial. Juga pada hematoma subdural
kronik, didapatkan bahwa aliran darah ke thalamus dan ganglia basaalis lebih terganggu
dibandingkan dengan daerah otak yang lainnya (Nugruho & Putri, 2016)
7. Pathway

- Terjatuh Trauma tumpul Trauma tajam Benda tajam kena


- Kecelakaan peluru
- Dipukul

Traumatik

Cidera Kepala

Eksracranial/kulit Tulang Kepala Intracranial/jaringan


otak

Laserasi kulit - Patah tulang


kepala/pembuluh linear Laserasi, perdarahan
darah,hematoma - Contosio cerebri kerusakan jaringan diotak
ekssorasi - Compresi
- Robek arteria Cerebral
meningen
Afasia motoric

Subdural
Hematoma Kerusakan autoregulasi
pernapasasan

Peningkatan TIK
Pola napas tidak
efektif

Gangguan Muntah NyeriKepala Gangguan autoregulaasi darah ke


kesadaran otak

Gangguan Penurunan aliran darah otak


Resiko
keseimban
respirasi
gan cairan Hipoksia peningkatan CO2

Penurunan kesadaran

Gangguan pemunuhan Gangguan perfusi jaringan


kebutuhan ADL otak
8. Pemeriksaan Diagnostik
 CT-Scan
CT-Scan saat tanpa atau dengan kontras mengidentifikasi adanya hemoragik
menetukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
 MRI (Magnetic Resonace Imaging)
Magnetic Resonace Imaging (MRI) sangat berguna untuk mengidentifikasi
perdarahan ekstraserebral.akan tetapi CT-scan mempunyai proses yang lebih cepat
dan akurat untuk mendiagnosa sebdural hematoma sehingga lebih praktis
menggunakan CT-Scan dibandingkan MRI pada fase akut pada penyakit ini
 Angiografi Serebral
Menjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema,
perdarahan dan trauma
 X-ray
Mendekteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktus garis
(perdarahan/edema), fragmen tulang
 Analisa Gas Darah
Mendekteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan
intracranial
 Elektrolit
Untuk mengkoreksi kesimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekenan
 Laboratorium
Pemeriksaan laboratarium minimal meliputi pemeriksaan darah rutin.
9. Diagnosa Keperawatan
 Risiko perfusi serebral berhubungan dengan cedera kepala
 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
 Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan trauma/perdarahan
10. Intervensi

No
Diagnosa Tujuan Intervensi
DX

1 Risiko perfusi serebral Setelah dilakukan tindakan Manajemen Peningkatan Tekanan


tidak efektif b.d cedera keperawatan 1x24 jam di Intrakranial
kepala harapkan perfusi jaringan Observasi
cerebral efektif meningkat - Identifikasi penyebab peningkatan
dengan kriteria hasil: TIK
- Monitor tanda dan gejala peningkatan
- Tingkat kesadaran
TIK
membaik
- Monitor status pernapasan
- Kognitif membaik - Monitor cairan serebro-spinalis

- Tekanan intra kranial


Terapeutik
menurun
- Minimalkan stimulus dengan
- Kesadaran membaik menyediakan lingkungan yang tenang
- Berikan posisi semi fowler
- Tekenan darah sistolik
- Cegah terjadinya kejang
dan diastolic membaik
- Atur ventilator agar PaCO₂ optimal
- Pertahankan suhu tubuh normal

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian sedasi dan anti
konvulsan, jika perlu
- Kolaborasi pemberian diuretic
osmosis, jika perlu

2 Pola napas tidak efektif Kritia hasil untuk Pemantauan Respirasi


berhubungan dengan mengukur penyelesaian Observasi
deformitas dinding dada dari diagnosis setelah  Monitor frekuensi, irama,
dilakukan asuhan kedalaman, dan upaya napas
keperawatan selama 1 x 24  Monitor pola napas (seperti
jam, diharapkan pola nafas bradipnea, takipnea,
dapat ditingkatkan, dengan hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-
kriteria hasil: Stokes, Biot, ataksik0
 Monitor kemampuan batuk efektif
a. Penggunanan otot napas
 Monitor adanya produksi sputum
menurun
 Monitor adanya sumbatan jalan
b.Frekuensi napas
napas
membaik.
 Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil x-ray toraks

Terapeutik
 Atur interval waktu pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu

3 Resiko Kritia hasil untuk Manajemen Cairan


ketidakseimbangan mengukur penyelesaian
Observasi
cairan berhubungan dari diagnosis setelah
dengan dilakukan asuhan - Monitor status hidrasi (Frekuensi
trauma/perdarahan keperawatan selama 1 x 24 nadi, kekuatan nadi, akral,
jam, diharapkan kelembapan kulit)
keseimbangan elektrolit - Monitor berat badan harian
meningkat, dengan kriteria - Monitor hasil laboratarium
hasil:
Teraupetik
a. Serum natrium - Catat intake-output cairan dan hitung
meningkat balance cairan
b. Serum kalium - Berikan asupan cairan
meningkat - Berikan cairan intravena

Kolaberasi
- Kolaberasi pemberian diarutik jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA

Dharmajaya, Ridha.(2018). Subdural Hematoma. Medan: USU Press.

Nugruho, Taufik., Putri, Bunga Tamara., Putri, Dara kirana. (2016). Teori Asuhan Keperawatan
Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuhu Medika

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tom, dkk. (2011). Subdural Hematoma Surgery. Medscape Reference

Anda mungkin juga menyukai