Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN DAN RESUME KEPERAWATAN

PADA Ny. S DENGAN DIAGNOSA MEDIS STEMI DI


INSTALASI GAWAT DARURAT RS PKU
MUHAMMDIYAH WONOSARI
GUNUNG KIDUL

Disusun Guna Memenuhi Tugas Individu Stase Keperawatan Gawat


Darurat
Preceptor: Dedy Dwi Suryaputra, S.Kep.,Ns

Disusun Oleh : Cerel Fransisco


NIM : 24.21.543
Kelompok : VI B

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XXVII


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2022
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA GLOBAL YOGYAKARTA
PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XXVII

HALAMAN PENGESAHAN
Telah disahkan “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Ny. S Dengan Diagnosa Medis STEMI Di Ruang IGD RS PKU
Muhammadyah Wonosari” guna memenuhi tugas Stase Keperawatan
Gawat Darurat program pendidikan profesi Ners STIKes Surya Global
Yogyakarta tahun 2022

Yogyakarta, Agustus 2022

Mahasiswa

Cerel Fransisco

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Suib., S.Kep.,Ns., M.Kep.) (Dedy Dwi Suryaputra S.Kep.,Ns.)


LAPORAN PENDAHULUAN
STEMI
A. DEFINISI
ST elevasi miokard infark adalah sindroma klinis yang
terjadi karena oklusi akut arteri coroner akibat thrombosis
intrakoroner yang berkepanjangan sebagai akibat rupture plak
aterosklerosis pada dinding coroner epikardial. Sel miokard yang
mengalami injuri tidak akan berdepolarisasi sempurna, secara
elektrik lebih bermuatan positif disbanding daerah yang tidak
mengalami injuri dan pada EKG tampak gambaran elevasi segmen
ST pada sadapan yang berhadapan dengan lokasi injuri. Perubahan
segmen ST, gelombang T dan kompleks QRS pada injuri dan infark
mempunyai karakteristik tertentu sesuai waktu dan kejadian selama
infark (Raut, 2016)
Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI)
merupakan indikator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri
koroner. Keadaan ini memerlukan tindakan revaskularisasi untuk
mengembalikan aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya;
secara medikamentosa menggunakan agen fibrinolitik atau secara
mekanis, intervensi koroner perkutan primer. Diagnosis STEMI
ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi
segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan.
Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak memerlukan menunggu
hasil peningkatan marka jantung (Sulistyowati, 2015).
B. ETIOLOGI
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada
lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti
merokok, hipertensi dan akumulasi lipid (Safitri, 2016)
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada
lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti
merokok, hipertensi dan akumulasi lipid (Safitri, 2016)
1. Penyempitan arteri koroner nonsklerolik
2. Penyempitan aterorosklerotik
3. Trombus
4. Plak aterosklerotik
5. Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak
6. Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
7. Penurunan darah koroner melalui yang menyempit
8. Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur
9. Spasme otot segmental pada arteri kejang otot.
C. KLASIFIKASI
Sindrom koroner akut dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu
(Inne, 2015) :
1. Akut ST-elevasi MI (STEMI)
STEMI terjadi karena sumbatan yang komplit pada arteri
koroner. Jika tidak dilakukan pengobatan akan dapat
menyebabkan kerusakan miokardium yang lebih jauh. Pada fase
akut pasien beresiko tinggi untuk mengalami fibrilasi ventrikel
atau takhikardi yang dapat menyebabkan kematian. Bantuan
medis harus segera dilakukan.
2. Non-ST-elevasi MI (NSTEMI yang sering disebut dengan istilah
non Q-wave MI atau sub-endocardial MI)
Pada beberapa pasien dengan NSTEMI, mereka memiliki
resiko tinggi untuk terjadinya kemacetan pembuluh darah
koroner, yang dapat menyebabkan kerusakan miokardium yang
lebih luas dan aritmia yang dapat menyebabkan kematian.
Resiko untuk terjadinya sumbatan dapat terjadi pada beberapa
jam pertama dan menghilang dalam seiring dengan waktu.
3. Unstable angina pectoris (UAP)
Angina tidak stabil didefinisikan sebagai kejadian salah
satu atau beberapa dari kejadian berikut: 1. Angina yang terjadi
pada periode waktu tertentu dari mulai beberapa hari dan
meningkat dalam serangan. Peningkatan itu disebabkan karena
faktor pencetus yang lebih sedikit atau kurang. Keadaan ini
sering disebut sebagai crescendo angina. 2. Episode kejadian
angina sering berulang dan tidak dapat diprediksi. Angina tidak
stabil tidak pencetus karena olahraga tidak begitu jelas.
Biasanya terjadi dalam waktu pendek dan hilang dengan spontan
atau dapat hilang sementara dengan cara minum glyceryl
trinitrate (GTN) sub lingual.
D. MANIFESTASI KLINIS
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan
anamnesa secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung
atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari
jantung dibedakan apakah nyerinnya berasal dari koroner atau
bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard
sebelumnya serta faktor-faktor risiko antara lain hipertensi, diabetes
militus, dislipidemia, merokok, stress serta riwayat sakit jantung
koroner pada keluarga (Iyonu, 2014)
1. Nyeri Dada
Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan
secara cepat dan tepat apakah pasien menderita IMA atau tidak.
Diagnosis yang terlambat atau yang salah dalam jangka panjang
dapat menyebabkan konsekuensi yang berat.
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala cardinal pasien
IMA. Gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan
pasien IMA. Sifat nyeri dada angina sebagai berikut:
a. Lokasi: substernal, retrosternal, dan prekordial.
b. Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih
benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan diplintir.
c. Penjalaran ke: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher,
rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut, dan juga
ke lengan kanan.
d. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.
e. Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan
sesudah makan.
f. Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat
dingin, cemas dan lemas.
Diagnosis banding nyeri dada STEMI antara lain perikarditis
akut, emboli paru, diseksi aorta akut, kostokondritis dan
gangguan gastrointestinal, Nyeri dada tidak selalu ditemukan
pada STEMI. STEMI tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada
diabetes militus dan usia lanjut. Sebagian besar pasien cemas dan
tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstremitas pucat disertai
keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan
banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar
seperempat pasien infark anterior mempunyai manifestasi
hiperaktivitas saraf simpatis (takikardi dan atau hipotensi). Tanda
fisis lain pada disfungsi fentrikular adalah S4 dan S3 gallop,
penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split
paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur
midsistolik atau late sistlik apical yang bersifat sementara karena
disfungsi apparatus katup mitral dan pericardial friction rub.
Peningkatan suhu sampai 38°C dapat dijumpai dalam minggu
pertama pasca STEMI.
Diagnosis IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan
anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya
elevasi ST ≥2mm, minimal pada 2 sandapan prekordial yang
berdampingan atau ≥1mm pada 2 sandapan ekstremitas.
Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang
meningkat, memperkuat diagnosis, namun keputusan
memberikan terapi revaskularisasi tak perlu menunggu hasil
pemeriksaan enzim, mengingat dalam tatalaksana IMA, prinsip
utama Penatalaksanaan adalah time is muscle.
Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua
pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI.
Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak
kedatangan di IGD. Pemeriksaan EKG di IGD merupakan senter
dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat
menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat
mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi
perfusi. JIka pemeriksan EKG awal tidak diagnostic untuk
STEMI tetapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan
kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau
pemantauan EKG 12 sandapan secara continue harus dilakukan
untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST.
Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus
diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel
kanan.

Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST


mengalami evlolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang
akhirnya infark miokard gelombang Q. Sebagian kecil menetap
menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi
thrombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan
banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST.
Pasien tersebut biasanya mengalami angina pectoris tak stabil
atau non STEMI. Pada bagian pasien tanpa elevasi ST
berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non
Q. Sebelumnya istilah infark miokard transmural digunakan jika
EKG menunjukkan gelombang Q atau hilangnya gelombang R
dan infark miokard miokard non transmural jika EKG hanya
menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelombang
T, namun ternyata tidak selalu ada korelasi gambaran patologis
EKG dengan lokasi infark (mural/transmural) sehingga
terminology IMA gelombang Q dan non Q menggantikan IMA
mural/nontransmural.
2. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti
rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas,
dipelintir, tertekan yang berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang
dengan pemberian nitrat, gejala yang menyertai : berkeringat,
pucat dan mual, sulit bernapas, cemas, dan lemas.
3. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat
nitrat.
4. Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal
jantung akut.
5. Bisa atipik:
Pada manula: bisa kolaps atau bingung.
Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau
gagal jantung bisa tanpa disertai nyeri dada.
E. PATOFISIOLOGI
Menurut (Potter, 2016)STEMI umumnya terjadi jika aliran
darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus
pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri
koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya
tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral
sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi
secara cepat pada lokasi injuri vascular. Pada sebagian besar kasus,
infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau
ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis,
sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology
menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami rupture jika
mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich
core).
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner
dapat mengenai endokardium sampai epikardium,disebut infark
transmural.namun bisa juga hanya mengenai daerah
subendokardial,disebut infark subendokardial.Setelah 20 menit
terjadinya sumbatan,infark sudah dapat terjadi pada
subendokardium,dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah
terjadi infark transmural. Kerusakan miokard ini dari endokardium
ke epikardium menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4
jam.Meskipun nekrosis miokard sudah komplit,proses remodeling
miokard yang mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa
minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non
infark mengalami dilatasi.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak
aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi
local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi
thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi
arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak koroner
cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang
tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran
patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya
menjadi alasan pada STEMI memberikan respon terhadap terapi
trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi rupture plak, berbagai agonis
(kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit,
yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan
A2 (vasokonstriktor local yang poten). Selain itu aktivasi trombosit
memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIB/IIIA.
Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor, mempunyai afinitas
tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut
(integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fdibrinogen,
dimana keduanya adalah molekul multivalent yang dapat mengikat
dua platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan
silang platelet dan agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue faktor pada
sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi mengakibatkan
konversi protombin menjadi thrombin, yang kemudian menkonversi
fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit)
kemudian akan mengalami oklusi oleh trombosit dan fibrin. Pada
kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri
koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas
congenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi
sistemik.
G. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah
(Sulistyowati,2015) :
1. Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial
dalambentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami
infark dan non infark. Proses inidisebut remodeling ventikuler dan
umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis
dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark
ventrikel kiri mengalami dilatasi.Secara akut, hasil ini berasal dari
ekspansi infark al ; slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal
dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik.
Selanjutnya, terjadi pula pemanjangan segmen noninfark,
mengakibatkan penipisan yang didisprosional dan elongasi zona
infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi
dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi tersebar pasca
infark pada apeks ventikrel kiri yang yang mengakibatkan penurunan
hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan
prognosis lebih buruk. Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya
dapat dihambat dengan terapi inhibitor ACE dan vasodilator lain. Pada
pasien dengan fraksi ejeksi < 40 % tanpa melihat ada tidaknya gagal
jantung, inhibitor ACE harus diberikan.
2. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama
kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia
mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan
mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark ) dan sesudahnya. Tanda
klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi
jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti
paru.
3. Gagal jantung
4. Syok kardiogenik
5. Perluasan IM
6. Emboli sitemik/pilmonal
7. Perikardiatis
8. Ruptur
9. Ventrikrel
10. Otot papilar
11. Kelainan septal ventrikel
12. Disfungsi katup
13. Aneurisma ventrikel
14. Sindroma infark pascamiokardias
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG
a. STEMI : Perubahan pada pasien dengan Infark Miokard Akut,
meliputi : hiperakut T, elevasi segmen ST yang diikuti dengan
terbentuknya Q pathologis, terbentuknya bundle branch block/
yang dianggap baru. Perubahan EKG berupa elevasi segment ST ≥
1 mm pada 2 sadapan yang berdekatan pada limb lead dan atau
segment elevasi ≥ 2 mm pada 2 sadapan chest lead.
b. NSTEMI : Perubahan EKG berupa depresi segment ST ≥ 1 mm
pada 2 sadapan yang berdekatan pada limb lead dan atau segment
depresi ≥ 2 mm pada 2 sadapan chest lead.
2. Enzim Jantung, yaitu :
- CKMB : dapat dideteksi 4-6 jam pasca infark, mencapai
puncaknya pada 24 jam pertama, kembali normal setelah 2-3 hari.
- Troponin T : spesifik untuk kerusakan otot jantung, dapat dideteksi
4-8 jam pasca infark
- LDH : dapat dideteksi 24-48 jam pasca infark, mencapai
puncaknya setelah 3-6 hari, normal setelah mencapai 8-14 hari.
3. Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas,
misalnya hipokalemi, hiperkalemi.
4. Sel darah putih
Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah
IMA berhubungan dengan proses inflamasi.
5. Kecepatan sedimentasi
6. Meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA , menunjukkan
inflamasi.
7. AGD
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau
kronis.
8. Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosklerosis sebagai penyebab IMA.
9. Rontgen Dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK
atau aneurisma ventrikuler.
10. Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau
dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
11. Pemeriksaan pencitraan nuklir
a. Talium : mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel miokard
misal lokasi atau luasnya AMI.
b. Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
12. Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan
dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah).
13. Angiografi coroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya
dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan
mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu
dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty
atau emergensi.
14. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup
ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark
dan bekuan darah.
15. Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering
dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase
penyembuhan.
I. PENATALAKSANAAN
Menurut Wilkinson, 2017 :
1. Syok kardiogenetik
Penatalaksana syok kardiogenetik:
a. Terapi O2, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan terdapat
tanda syok diberikan norepinefrin.
b. Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda syok
diberikan dopamin dosis 5-15 ug/kgBB/menit.
c. Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak terdapat tanda
syok diberikan dobutamin dosis 2-20 ug/kgBB/menit.
d. Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau CABG,
direkomendasikan pada pasien <75 tahun dengan elevasi ST atau
LBBB yang mengalami syok dalam 36 jam IMA dan ideal untuk
revaskularisasi yang dapat dikerjakan dalam 18 jam syok, kecuali
jika terdapat kontraindikasi atau tidak ideal dengan tindakan
invasif.
e. Terapi trimbolitik yang diberikan pada pasien STEMI dengan syok
kardiogenik yang tak ideal dengan trapi invasif dan tidak
mempuyai kontraindikasi trombolisis.
f. Intra aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan pasien STEMI
dengan syok kardiogenik yang tidak membaik dengan segera
dangan terapi farmakologis, bila sarana tersedia.
2. Infark Ventrikel Kanan
Infark ventrikel kanan secari klinis menyebabkan tanda gejala
ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda kussmaul s,
hepatomegali) atau tanda hipotensi. Penatalaksana infark ventrikel
kanan:
a. Pertahankan preload ventrikel kanan.
b. Loading volume (infus NaCL 0,9 %) 1-2 liter cairan jam I
selanjutnya 200ml/jam (terget atrium kanan >10 mmHg
(13,6cmH20).
c. Hindari penggunaan nitrat atau diuretik.
d. Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardial harus dikoreksi. Pacu
jantung sekuensial A-V pada blok jantung derajat tinggi
simtomatik yang tidak repon dengan atropin.
e. Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat setelah
loading volume.
f. Kurangi afterload ventrikel kanan sesuai dengan disfungsi
ventrikel kiri.
g. Pompa balon intra-aortik.
h. Vasolidator arteri (nitropospid, hidralazin)
i. Penghambat ACE
j. Reporfusi
k. Obat trombolitik
l. Percutaneous coronari intervention (PCI) primer
m. Coronary arteru bypass graft (GABG) (pada pasien tertentu
dengan penyakit multivesel).
3. Takikardia dan Vibrilasi Ventrikel
Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan vibrilasi ventrikular
dapat terjadi tampa tanda bahaya aridmia sebelumnya.
Penatalaksana Takikardia vebtrikel:
a. Takikardia vebtrikel (VT) polimorvik yang menetap (lebih dari 30
detik atau menyebabkan kolaps hemodinamik) harus diterapi
dengan DC shock unsynchoronizer menggunakan energi awal 200 j;
jika gagal harus diberikan shock kedua 200-300 J;, dan jika perlu
shock ketiga 360J.
b. Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik, menetap yang diikuti
dengan angina , edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg
) harus diretapi dengan shock synchoronized energi awal 100 J.
Energi dapat ditingkatkan jika dosis awal gagal.
c. Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik yang tidak disertani angina,
edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg) diterapi salah
satu regimen berikut:
1) Lidokain: bolus 1-1-5mh/kg. Bolius tambahan 0,5-0,75mg/kg
tiap 5-10 menit sampai dosis loding total maksimal 3 mg/kg.
Kemudian loading selanjutnya dengan infus 2-4 mg/ menit(30-
50 ug/lg/menit).
2) Disopiramid: bolus 1-2 mg/kg dalam 5-10 menit, dilanjutkan
dosis pemeliharaan 1 mg/kg/jam.
3) Amiodaron: 150mg infus selama 5-10 menit atau 5 ml/kgBB 20-
60 menit, dilanjutkan infus tetap 1 mg/menit selama 6 jam dan
kemudian infus pemeliharaan 0,5 mg/menit.
4) Kardioversi elektrik synchoronized dimulai dosis 50 J (anestasi
sebelumnya).
Penatalaksana fibrilasi Ventrikel
a. Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless diberikan
terapi DC shock unsynchoronized dengan energi awal 200 J jika
tak berhasil harus diberikan shock kedua 200 sampai 300 J dan
jika perlu shock ketiga 360 J ( klas I)
b. Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless yang refraksi
terhadap shock elektrik diberika terapi amiodaron 300 mg atau
5/kg. IV bolus dilanjutkan pengulangan shock unsynchoronized.
(klas Iia)
F. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian yaitu suatu pemikiran yang bertujuan untuk
mengumpulkaninformasi maupun data dari klien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenal masalah-masalah kebutuhan kesehatan atau
keperawatan klien baik secaramental, fisik, lingkungan dan sosial dan
(Arif Muttaqin, 2009). Terdiri dari :
a. Biodata Klien Identitas klien meliputi : nama,umur,jeniskelamin,
pendidikan, pekerjaan,agama,suku/bangsa, waktu masuk rumah sakit,
waktupengkajian, diagnosa medis, nomor MR dan alamat.
Identitaspenanggung jawab meliputi : nama, umur, pekerjaan, agama,
pendidikan, suku/bangsa, alamat, hubungan dengan klien
b. Pengkajian Primary
1) Airway Proses jalan nafas yaitu pemeriksaan obstruksi jalan nafas,
adanya suaranafas tambahan adanya benda asing.
2) Breathing Frekuensi nafas, apa ada penggunaan otot bantu nafas,
retraksi dada, adanya sesak nafas, palpasi pengembangan paru,
auskultasi suara nafas, kaji adanya suara nafas tambahan.
3) Circulation Pengkajian mengenai volume darah dan cardiac output
serta adanyaperdarahan. pengkajian juga meliputi status
hemodinamik, warna kulit, nadi.
4) Disability Pengkajian meliputi tingkat kesadaran compos mentis
(E4M6V5) GCS15, pupil isokor, muntah tidak ada, ekstremitas
atas dan bawah normal, tidak ada gangguan menelan.
5) Exsposure Pengkajian meliputi untuk mengetahui adanya
kemungkinan ciderayang lain, dengan cara memeriksa semua
tubuh pasien harus tetapdijaga dalam kondisi hangat supaya untuk
mencegah terjadinyahipotermi.
6) Foley Chateter
Pengkajian meliputi adanya komplikasi kecurigaan ruptur uretra
jikaada tidak dianjurkan untuk pemasangan kateter, kateter
dipasang untukmemantau produksi urin yang keluar.
Gastric tube Pemeriksaan ini tujuan nya untuk mengurangi
distensi pada lambungdan mengurangi resiko untuk muntah.
Monitor EKG Pemeriksaan ini di lakukan untuk melihat kondisi
irama dan denyut jantung.
c. Pengkajian Survey Sekunder
1) Keluhan utama
Keluhan utama yaitu penyebab klien masuk rumah sakit yang
dirasakansaat dilakukan pengkajian yang ditulis dengan singkat
dan jelas. Keluhan klien pada gagal jantung bisa terjadi sesak
nafas, sesaknafassaat beraktivitas, badan terasa lemas, batuk tidak
kunjung sembuhberdahak sampai berdarah, nyeri pada dada,
nafsu makan menurun, bengkak pada kaki.
2) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan alasan dari awal klien merasakan keluhan sampai
akhirnyadibawa ke rumah sakit dan pengembangan dari keluhan
utama denganmenggunakan PQRST.
P (Provokative/Palliative) : apa yang menyebabkan gejala
bertambahberat dan apa yang dapat mengurangi gejala.
Q (Quality/Quantity) : apa gejala dirasakan klien namun
sejauhmanagejala yang timbul dirasakan.
R (Region/Radiation) : dimana gejala dirasakan? menyebar?
Yangharus dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan rasa
tersebut
S (Saferity/Scale) : berapa tingkat parah nya gejala dirasakan?
Skalanya brapa?
T (Timing) : lama gejala dirasakan ? waktu tepatnya gejala mulai
dirasakan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan mengenai masalah-masalah seperti adanya riwayat
penyakit jantung, hipertensi, perokok hebat, riwayat gagal
jantung, pernah dirawat dengan penyakit jantung, kerusakan
katub jantungbawaan, diabetes militus dan infark miokard kronis.
4) Riwayat penyakit keluarga
Hal yang perlu dikaji dalam keluarga klien, adakah yang
menderitapenyakit sama dengan klien, penyakit jantung, gagal
jantung, hipertensi.
5) Riwayat psikososial spiritual
Yaitu respon emosi klien pada penyakit yang di derita klien
danperanklien di pada keluarga dan masyarakat serta respon dan
pengaruhnyadalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga atau
masyarakat.
6) Pola persepsi dan konsep diri
Resiko dapat timbul oleh pasien gagal jantung yaitu timbul
akankecemasan akibat penyakitnya. Dimana klien tidak bisa
beraktifitasaktif seperti dulu dikarenakan jantung nya yang mulai
lemah.
7) Pola Aktivitas Sehari-hari
a) Pola Nutrisi Kebiasaan makan klien sehari-hari, kebiasaan
makan-makananyang dikonsumsi dan kebiasaan minum klien
sehari-hari, pasienakibat gagal jantung akan mengalami
penurunan nafsu makan, meliputi frekwensi, jenis, jumlah
dan masalah yang dirasakan.
b) Pola Eliminasi Kebiasaan BAB dan BAK klien akan
berpengaruh terhadapperubahan sistem tubuhnya.
c) Pola Istirahat Tidur Kebiasaan klien tidur sehari-hari, terjadi
perubahan saat gejalasesak nafas dan batuk muncul pada
malam hari. Semua klien akibar gagal jantung akan
mengalami sesak nafas, sehingga hal ini dapat menganggu
tidur klien.
d) Personal Hygiene Yang perlu di kaji sebelum dan sesudah
pada psien yaitunyakebiasaan mandy, gosok gigi, cuci
rambut, dan memotong kuku.
e) Pola Aktivitas Sejauh mana kemampuan klien dalam
beraktifitas dengan konsdisi yang di alami pada saat ini
8) Pemeriksaan Fisik Head Toe To
a) Kepala
Inspeksi: simetris pada kepala, rambut terlihat kering dan
kusam, warna rambut hitam atau beuban, tidak adanya
hematompadakepala, tidak adanya pedarahan pada kepala.
Palpasi: tidak teraba benjolan pada kepala, rambut teraba
kasar.
b) Mata
Inspeksi : simetris kanan dan kiri, tidak ada kelainan pada
mata, reflek pupil terhadap cahaya baik, konjungtiva
anemis, sklera tidakikterik, tidak ada pembengkakan pada
mata, tidak memakai kacamata.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan lepas pada daerah mata,
tidakteraba benjolan disekitar mata
c) Telinga
Inspeksi : simetris kiri dan kanan pada telinga, tidak terjadi
perdarahan, tidak ada pembengkakan, dan pendengaran
masihbaik.
Palpasi : tidak terasa benjolan pada daun telinga, tidak ada
nyeri saat diraba bagian telinga, tidak ada perdarahan pada
telinga baikluar maupun dalam.
d) Hidung
Inspeksi : simetris pada hidung, tidak ada kelainan
bentukpadahidung, tidak ada perdarahan, ada cuping
hidung, terpasangoksigen.
Palpasi : tidak terasa benjolan pada hidung dan
tidakadaperdarahan pada hidung.
e) Mulut dan tenggorokan
Inspeksi : mulut terlihat bersih, gigi lengkap atau tidak
sesuai dengan usia, mukosa lembab/ kering, tidak ada
stomatitis, dant idakterjadi kesulitan menelan.
f) Thoraks
Inspeksi : dada tampak simetris tidak ada lesi pada thorak,
tidakadaotot bantu pernafasan, dan tidak terjadi perdarahan
pada thorak.
Palpasi : tidak teraba benjolan pada dada, suhu pada thorak
terabasama kiri kanan
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler atau terdapat suara tambahan pada
thoraksseperti ronkhi, wheezing, dullnes
g) Jantung
Inspeksi : ictus cordis terlihat, arteri carotis terlihat dengan
jelas di leher.
Palpasi: denyut nadi meningkat, CRT > 3 detik
Perkusi : pekak
Auskultasi : S1 dan S2 reguler atau terdapat suara tambahan
seperti mur-mur dan gallop.
h) Abdomen
Inspeksi : abdomen tampak datar, tidak ada pembesaran,
tidakadabekas operasi, dan tidak adanya lesi pada abdomen.
Auskultasi : bising usus 12x/m
Perkusi : saat diperkusi terdengat bunyi tympani
Palpasi : tidak terasa adanya massa/ pembengkakan, hepar
danlimpa tidak terasa,tidak ada nyeri tekan dan lepas
didaerahabdomen.
i) Genitalia Pasien terpasang kateter, produksi urin banyak
karena pasienjantung dapat diuretik
j) Ekstremitas
Ekstremitas atas : terpasang infus salah satu ekstremtas atas,
tidakditemukan kelainan pada kedua tangan, turgor kulit
baik, tidakterdapat kelainan, akral teraba hangat, tidak ada
edema, tidakadaterjadi fraktur pada kedua tangan.
Ekstremitas bawah : tidak ditemukankelainan pada kedua
kaki, terlihat edema pada kedua kaki dengan piring udem>
2 detik, typederajat edema, tidak ada varises pada kaki,
akral teraba hangat.
d. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium: hematologi (Hb, Ht, Leukosit), eritolit (kalium,
natrium, magnesium), analisa gas darah.
2) EKG (elektrokardiogram): untuk mengukur
kecepatandanketeraturan denyut jantung
3) Ekokardiografi: untuk mendeteksi gangguan fungsional
sertaanatomis yang menjadi penyebab gagal jantung.
4) Foto rontgen dada: untuk melihat adanya pembesaran pada
jantung, penimbunan cairan pada paru-paru atau penyakit paru
lain.
e. Therapy
1) Digitalis: untuk meningkatkan kekuatan kontraksi
jantungdanmemperlambat frekuensi jantung misal: Digoxin
2) Diuretik: untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal
serta mengurangi edema paru misal : Furosemide (lasix)
3) Vasodilator : untuk mengurani tekanan terhadap
penyemburandarah oleh ventrikel misal : Natriumnitrofusida,
nitrogliserin
4) Trombolitik/ pengencer darah dan antibiotik
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Penurunan curah jantung
3. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Diagnosa Rencana Keperawatan
No Keperawatan Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ...x...
1. Evaluasi adanya nyeri dada
diharapkan penurunan curah
1 Penurunan jantung dapat teratasi, dengan 2. Catat adanya disritmia jantung
curah jantung kriteria hasil:
3. Atat adanya tanda dan gejala
˗ Tanda-tanda vital dalam batas penurunan cardiac output
normal
4. Monitor status pernafasan yang
˗ Dapat mentoleransi aktivitas menandakan gagal jantung
dan tidak ada kelelahan
5. Monitor respon pasien
˗ Tidak ada edema paru, perifer terhadap efek pengobatan
dan tidak ada asites antiaritmia

˗ Tidak ada penurunan 6. Atur periode latihan dan


kesadaran istirahat untuk menghindari
kelelahan
˗ AGD dalam batas normal
7. Monitor toleransi aktivitas
˗ Tidak ada distensi vena leher
pasien
˗ Warna kulit normal
8. Monitor adanya dyspneu,
fatigue, takipneu dan ortopneu

9. Anjurkan untuk menurunkan


stres

10. Monitor vital sign

11. Monitor jumlah bunyi dan


irama jantung

12. Monitor pola pernapasan


abnormal

13. Kolaborasi dengan dokter


dalam pemberian obat

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses
keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana
keperawatan (Potter & Perry, 2010).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah
status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan
pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan
keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan
komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017)
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan.
Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan
melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya
(Padila, 2012).
Menurut Setiadi (2012) dalam buku Konsep & penulisan
Asuhan Keperawatan, Tahap evaluasi adalah perbandingan yang
sistematis dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan
yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan
dengan melibatkan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam
mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap
perencanaan (Setiadi, 2012).
Menurut (Asmadi, 2008)Terdapat 2 jenis evaluasi :
a. Evaluasi formatif (Proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktifitas proses
keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi ini
dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan
rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini meliputi 4
komponen yang dikenal dengan istilah SOPA, yakni subjektif
(data keluhan pasien), objektif (data hasil pemeriksaan),
analisis data (perbandingan data dengan teori), dan
perencanaan.
b. Evaluasi sumatif (hasil)
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah
semua aktifitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi
sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan
keperawatan yang telah diberikan. Metode yang dapat
digunakan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan
wawancara pada akhir pelayanan, menanyakan respon pasien
dan keluarga terkai pelayanan keperawatan, mengadakan
pertemuan pada akhir layanan.
DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, I.K., Safitri, D., Christopher, W. 2016. Preventive Effect of


Jasmine Flower Ethanol Extract on MSG-High Fat Diet Induced in
Male Wistar Rats. International Journal of Pharmacognosy and
Phytochemical Research; 8(7); 1066-1070.

Amanatie, Eddy Sulistyowati. 2015. Structure Elucidation Of The Leaf Of.


Tithonia diversifolia (Hemsley) A.Gray. Jurnal Sains dan
Matematika.

Asmadi. (2008), Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta : EGC.

Padila. (2017). Buku Ajar: Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Udjianti, Wajan. Juni. (2010). Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta :


Salemba Medika.
PROGRAM PENIDIKAN PROFESI NERS
STIKES SURYA GLOBAL YOGYAKARTA

PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Identitas Klien
Nama : Ny. S Alamat : Ngrandu, RT 01, Nglipar
Usia : 51 Tahun Tanggal Masuk : 13 Juli 2022
Jenis Kelamnin: Perempuan No. RM : 0594xx
Agama : Islam Daignosa Medis : STEMI
Keluhan Utama:
Pasien datang dengan keluhan lemas, pusing, mual

Pengkajian Primer
Air Way Jalan napas paten, tidak terdapat sumbatan jalan napas, tidak terdapat suara napas
tambahan,
Breathing Tidak terdapat otot bantu napas, bunyi napas vesikuler, SPO2 94%, RR: 20x/menit

Circulation CRT< 3 detik, akral teraba hangat

Disability Eye: 3, Verbal: 4, Motorik: 6, GCS: 13 Tingkat kesadaran Composmentis


Keadaan umum lemah
Eksposure Tidak ada luka memar atau pajanan

TTV TD: 87/60mmHg N: 54x/mnt S: 36,4˚C SPO2: 97%

Pengkajian Sekunder
Allergies Pasien mengatakan tidak ada alergi obat maupun alergi makanan

Medications Pasien mengatakan sebelumnya belum minum obat apa apa

Past Illness Pasien mengatakan memiliki riwayat DM

Last Meal Nasi, sayur, dan lauk

Event Pasien mengatakan sejak siang merasakan lemas dan mual, pasien mengatakan mungkin
kecapekan setelah ada acara rewangan tetangga dan pasien memilih istirahat, dan setelah
sholat ashar pasien merasakan badannya semakin tidak enak dan muntah-muntah, setelah
itu pasien dibawa ke RS PKU.
Pengkajian Head To Toe
Kepala Inspeksi : kulit kepala pasien bersih, tidak ada luka dan tidak ada benjolan, mata kanan
dan dan kiri simetris, konjungtiva anemis, telinga kanan dan kiri simetris, tidak
menggunakan alat bantu dengar, tidak terdapat lesi ada hidung, tidak ada sumbatan pada
hidug, tidak terdapat pembesaran polip. Mulut bersih, bibir bersih, tidak terdapat
skomatis. Gigi bersih, berwarna putih agak kekuningan. Lidah berwaran merah muda,
tidak terdapat skomatis, tidak terdapat nyeri telan.
Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan dan tidak terdapat benjolan
Leher Inspeksi : bentuk simetris, tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, tidak terdapat luka,
lesi, maupun jejas, tidak terdapat gangguan menelan
Palpasi : tidak teraba benjolan dan nyeri tekan
Thorak Inspeksi: bentuk dada simetris, tidak terdapat otot bantu pernapasan, tidak terdapat luka
ataupun kebiruan pada dada pasien
Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi: terdapat suara sonor pada paru dan pekak pada jantung
Auskultasi: suara napas vesikule, terdapat bunyi jantung S1 dan S2 reguler
Abdomen Inspeksi: bentuk simetrs, tidak terdapat luka/lesi, tidak terdapat asites
Auskultasi: terdapat bising usus 11x/menit
Perkusi: timpani
Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan
Genitalia Pasien berjeis kelamin perempuan dan tidak terpasang urin kateter

Ekstremitas Atas:
Pasien mampu mengangkat tangan kanan dan kiri, melakukan fleksi dan ekstensi, dan
tidak ada nyeri, dan mampun menahan gravitasi
Bawah:
Pasien mampu mengangkat kaki kanan dan kiri, melakukan fleksi dan ekstensi, dan
mampu menahan gravitasi
5 5

5 5

Pemeriksaan Penunjang & Terapi Medis

Tanggal Jenis Hassil Nilai Normal Interpretasi Hassil


Pemeriksaan Pemeriksaan
Darah Rutin
19 Juli 2022 Hemoglobin (Hb) 13,0 P=12-16 gr% L= 13-18 Normal
gr%
Leukosit (AL) 8,2 3,2-10,0x 10³/mm Normal
Eritrosit (AE) 5,6 L= 4,4-5.6 x 106/mm Tinggi
P= 3,8-5,0 x 106/mm
Trombosit (AT) 365 170-380 x 10³/mm Normal
Hematocrit 42 P = 35-45 % L= 40-50 % Normal
MCV 75 80-100 fL Rendah
MCH 23 28-34 pg/sel Rendah
MCHC 31 32-36 g/dl Rendah
DIFF
N. Segmen 62 36-73% Normal
Limfosit 32 15-45% Normal
Monosit 6 1-11% Tinggi

Kimia klinik
Cretinin 1,2 0,6-1,3 mg/dl Rendah
GDS 373 70-140 mg/dl Tinggi
Ureum 23,3 17-43 mg/dl Normal
Trigliserida 991 P= 40-160 mg/dl L= 35- Tinggi
135 mg/dl
ALT 20 5-35 U/L Normal
AST 23,3 5-35 U/L Normal
Pemeriksaan Rontgen
sistem tulang intact
pleural space tak melebar
coakan bronchovasculer normal
trachea ditengah
sinus costofenicus dektsta dan sinistra lancip
diafragma dekstra et sinistra, licin, tidak melebar
CTR>0,5, konfigurasi normal
Hasil : Kardiomegali

Pemeriksaan EKG
Hasil : elevasi segmen ST

Terapi Medis

Nama Obat Dosis Cara Frekuensi Indikasi Waktu Dan


Pemeberian Tanggal
Terakhir
Ketorolac 10mg Intrav vena 1 kali Meredakan 19 Juli
peradangan dan rasa
nyeri
Ranitidine 50mg Intra vena 1 kali Mengatasi produksi 19 Juli
asam lambung
berlebih
Infus NaCl 250cc Intra vena 1 kali Rehidrasi cairan 19 Juli

Atropine sulfat 0,25mg Intravena 3 kali Mempercepat denyut 19 Juli


jantung
Acetylsalicylic 320mg/4tab Oral 1 kali Mengencerkan darah 19 Juli
Acid (Aspilet) dan mencegah
penggumpalan di
pembuluh darah.

Clopidogrel 300mg/4 tab Oral 1 kali Mengahambat 19 Juli


pegumpalan darah

Atorvastatin 40 mg Oral 1 kali Menurunkan kadar 19 Juli


trigiserida

Fenofibrate 300mg Oral 1 kali Menurunkan kadar 19 Juli


kolestrol
Isosorbide 5mg Oral 1 kali Melebarkan pembuluh 19 Juli
dinitrate darah
(ISDN)
Fasorbit 5 mg Oral 1 kali Anti angina 19 Juli
Novorapid 7ui Intra vena 1 kali Menurunkan kadar 19 Juli
gula darah
DATA FOKUS
No. Tanggal Data Subjektif Data Objektif
1 16 Juli 2022 - Pasien mengatakan lemas, - Keadaan umum pasien lemah
pusing, mual dan muntah
- TD: 87/60mmHg
- Pasien mengatakan
memiliki riwayat diabetes - N: 54x/mnt
- Memiliki riwayat tekanan
- Trigliseride 991mg/dl
darah tinggi
- GDS: 373 mg/dl

ANALISA DATA
Symptom Etiologi Problem
DS: Perubahan frekuensi jantung Resiko penurunan curah
- Pasien mengatakan jantung
lemas, pusing, mual dan (SDKI D.0011)
muntah
- Pasien mengatakan
memiliki riwayat
diabetes
- Memiliki riwayat
tekanan darah tinggi
DO:
- Keadaan umum pasien
lemah
- TD: 87/60mmHg
- N: 54x/mnt
- Trigliseride 991mg/dl
- GDS: 373 mg/dl

DIAGNOSA KEPERAWATAN
No. Tanggal Diagnosa Keperawatan Prioritas
1 19 Juli 2022 Resiko penurunan curah jantung berhubungan 1
00.30 dengan perubahan frekuensi jantung Pasien
mengatakan lemas, pusing, mual dan muntah,
Pasien mengatakan memiliki riwayat diabetes,
Memiliki riwayat tekanan darah tinggi, Keadaan
umum pasien lemah, TD: 87/60mmHg, N:
54x/mnt, Trigliseride 991mg/dl, GDS: 373 mg/dl
PROGRAM PENIDIKAN PROFESI NERS
STIKES SURYA GLOBAL YOGYAKARTA

INTERVENSI KEPERAWATAN

No Tanggal Diagnosa SLKI SIKI Paraf


1 19 Juli 2022 Resiko penurunan curah Setelah dilakukan tindakan Perawatan jantung (I.02075)
00.30 jantung berhubungan keperawatan 1x8jam diharapkan Observasi:
dengan perubahan curah jantung meningkat - Monitor tekanan darah
frekuensi jantung Pasien
mengatakan lemas, - Identifikasi tanda/gejala primer
pusing, mual dan Kriteria Hasil:
penurunan curah jantung
muntah, Pasien Curah jantung (L.02008)
mengatakan memiliki - Kekuatan nadi perifer meningkat - Identifikasi tanda/gejala sekunder
riwayat diabetes, penurunan curah jantung
Memiliki riwayat - Bradikardi meningkat (60-
tekanan darah tinggi, 100x/menit) - Monitor saturasi oksigen
Keadaan umum pasien
- Tekanan darah membaik Terapeutik:
lemah, TD:
87/60mmHg, N: (<145/90mmHg) - Posisikan pasien semi-fowler atau
54x/mnt, Trigliseride fowler dengan kaki ke bawah atau
991mg/dl, GDS: 373 posisi nyaman
mg/dl - Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stress
- Berikan dukungan emosional dan
spiritual
- Berikan oksigen untuk
mempertahankan oksigen >94%
Edukasi:
- Anjurkan beraktifitas fisik secara
bertahap
- Memotivasi pasien dan keluarga
untuk gaya hidup sehat

Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian obat

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tgl/Jam Implementasi Evaluasi
1 Resiko penurunan curah 19 Juli 2022 - Mengecek tekanan darah S:
jantung berhubungan 00.30 - Pasien mengatakan masih lemas
dengan perubahan - Memberikan oksigen untuk mempertahankan - Pasien tampak lebih tenang
frekuensi jantung Pasien saturasi oksigen O:
mengatakan lemas, - TD: 132.78
pusing, mual dan - Mengecek tekanan darah pasien
- SPO2: 96%
muntah, Pasien 00.45 - Memposisikan pasien semi-fowler
mengatakan memiliki - N: 65x/menit
- Memasang infus dan memberikan cairan - Pasien tampak lemas
riwayat diabetes,
Memiliki riwayat NaCl drip 250cc melalui intravena A: Masalah belum teratasi
tekanan darah tinggi, - Mengambil sampel darah intravena P:
Keadaan umum pasien - Memberikan obat ketorolac 10 mg ranitidine- Lanjutkan intervensi dibangsal
lemah, TD: 50 mg, Atropine sulfat 0,5 mg melalui - Monitor tekanan darah
87/60mmHg, N: intravena - Identifikasi tanda/gejala primer
54x/mnt, Trigliseride - Mengecek GDS pasien (373mg/dl) penurunan curah jantung
991mg/dl, GDS: 373
- Novorapid 7 ui melalui intravena
mg/dl - Identifikasi tanda/gejala sekunder
- Clopidogrel 300mg melalui oral
penurunan curah jantung
01.30 - Melakukan EKG
- Memasang Bedside monitor - Monitor saturasi oksigen
- Memantau TTV pasien
- Memberikan pasien obat Atropine sulfat 0,5
01.45
mg
- Memberikan pasien obat acetylsalicylic acid
320mg, atorvastatin 40 mg, fenofibrate 300
mg, isorbide dinitrate 5 mg, fasorbit 5 mg
02.00
melalui oral
- Mengecek GDS pasien (172 mg/dl)
- Memberikan pasien fasorbit 0,5mg/jam,
05.00 insulin 0,5mg/jam melalui intravena
- Mengecek TTV pasien
- Pasien mengatakan kepala sakit
- Memberikan pasien obat Atropine sulfat 0,25
06.30
mg melalui intravena
- Memberikan terapi relaksasi latihan
pernafasan untuk mengurangi stress
- Memberikan dukungan spiritual kepada
pasien berupa do’a kesembuhan
07.15 - Melakukan swab antigen
- Mengantar pasien ke ruang rontgent
ANALISA SINTESA TNDAKAN KEPERAWATAN

Diagnosa Medis:
STEMI
Diagnosa Keperawatan:
Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung Pasien
mengatakan lemas, pusing, mual dan muntah, Pasien mengatakan memiliki riwayat
diabetes, Memiliki riwayat tekanan darah tinggi, Keadaan umum pasien lemah, TD:
87/60mmHg, N: 54x/mnt, Trigliseride 991mg/dl, GDS: 373 mg/dl
Tindakan Keperawatan:
- Mengecek TTV pasien
- Memberikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen

- Memposisikan pasien semi-fowler


- Memasang infus dan memberikan cairan NaCl drip 250cc melalui intravena
- Mengambil sampel darah intravena
- Memberikan obat ketorolac 10 mg ranitidine 50 mg, Atropine sulfat 0,5 mg melalui
intravena
- Mengecek GDS pasien
- Memberikan obat pasien
- Melakukan EKG
- Memasang Bedside monitor
- Memberikan pasien obat
- Memberikan terapi relaksasi latihan pernafasan untuk mengurangi stress
- Memberikan dukungan spiritual kepada pasien berupa do’a kesembuhan
- Melakukan swab antigen
- Mengantar pasien ke ruang rontgent
Dasar Tindakan Keperawatan:
STEMI Kemampuan sintesa ATP secara Aerob berkurang

Pompa natrium kalium berhenti ATP yang di hasilkan sangat sedikit

Sel pecah (lisis) kondisi infark Pompa jantung tidak terkoordinasi

Resiko penurunan curah jantung Volume sekuncup turun

Pemberian obat Acetylsalicylic


Acid (Aspilet)
Resiko/Efek Yang Mungkin Timbul Dari Tindakan Keperawatan:
Efek samping pemberian obat Acetylsalicylic Acid (Aspilet) yang tidak terkontrol dapat
membuat pasien Anemia, hipoprotrombinaemia, trombositopenia.

Anda mungkin juga menyukai