Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN STEMI INFERIOR


RUANG ICCU RSU PROF Dr. MARGONO SOEKARDJO
PURWOKERTO
STASE KEPERAWATAN GADAR & KRITIS

Di Susun Oleh :
RISTA DIAN NINGSSIH
1811040017

PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2018
A. PENGERTIAN
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung
secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif
maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada,
peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG (Subagjo et
al., 2011; Sylvana, 2005). STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner
tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot
jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati (Sylvana, 2005).
STEMI Inferior di tandai dengan adanya segmen ST yang mengalami elevasi pada
lead II, III, dan AVF.
B. ETIOLOGI
Menurut Sylvana (2005) STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi
secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor
seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
1. Penyempitan arteri koroner nonsklerolik
2. Penyempitan aterorosklerotik
3. Trombus
4. Plak aterosklerotik
5. Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak
6. Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
7. Penurunan darah koroner melalui yang menyempit
8. Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur
9. Spasme otot segmental pada arteri kejang otot.
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa terbakar,
ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang
berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang dengan pemberian nitrat, gejala
yang menyertai : berkeringat, pucat dan mual, sulit bernapas, cemas, dan
lemas.
2. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.
3. Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.
4. Bisa atipik:
a) Pada manula: bisa kolaps atau bingung.
b) Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau gagal jantung bisa
tanpa disertai nyeri dada.
(Elizabeth, 2008; Subagjo et al., 2011)

D. PATOFISIOLOGI
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.
Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya
tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu
(Mansjoer, 2000). STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat
pada lokasi injuri vascular. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak
aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau
sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi
rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology
menunjukkan plak koroner cenderung mengalami rupture jika mempunyai vibrous
cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core) (Sylvana, 2005).
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai
endokardium sampai epikardium,disebut infark transmural, namun bisa juga hanya
mengenai daerah subendokardial,disebut infark subendokardial. Setelah 20 menit
terjadinya sumbatan,infark sudah dapat terjadi pada subendokardium,dan bila
berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural. Kerusakan
miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi komplit dan ireversibel
dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit,proses remodeling
miokard yang mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau
bulan karena daerah infark meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi (Price
& Wilson, 2006).
PATHWAY STEMI INFERIOR

Thrombus atau arterosklerosis

Aliran darah koroner yang mengarah


pada bagian inferior menurun secara
mendadak

Terjadi penignkatan kebutuhan


metabolism jantung

Keadaan iskemik
Peningkatan kebutuhan Penurunan fungsi jantung jantung berkembang
suplai O2 cepat menjadi infark

Peningkatan kebutuhan Penurunan suplai darah keseluruh Nyeri dada


O2 tidak diimbangi tubuh dan organ
fungsi optimal jantung

Paru-paru MK: Nyeri akut


Sesak napas dan
pernapasan tidak
stabil
Tidak mampu mentoleransi
aktivitas tertentu
MK: Pola napas
tidak efektif

MK: intoleransi aktivitas


(Mansjoer, 2000; Price & Wilson, 2006;
Smeltzer & Bare, 2001)
(Subagjo, Achyar, & Ratnaningsih,
2011)
E. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI menurut (Jackson &
Jackson, 2011; Sjamsuhidayat & Jong, 2010; Smeltzer & Bare, 2001; Suyono,
2001), adalah:
1. Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial
dalambentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan
non infark. Proses inidisebut remodeling ventikuler dan umumnya
mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan
atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami
dilatasi.Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark al ; slippage serat
otot, disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona
nekrotik.
Selanjutnya, terjadi pula pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan
penipisan yang didisprosional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang
jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark,
dengan dilatasi tersebar pasca infark pada apeks ventikrel kiri yang yang
mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal
jantung dan prognosis lebih buruk. Progresivitas dilatasi dan konsekuensi
klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor ACE dan vasodilator lain.
Pada pasien dengan fraksi ejeksi < 40 % tanpa melihat ada tidaknya gagal
jantung, inhibitor ACE harus diberikan.
2. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama kematian
di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi
yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal ( 10 hari
infark ) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi
basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen
dijumpai kongesti paru.
3. Gagal jantung
4. Syok kardiogenik
5. Perluasan IM
6. Emboli sitemik/pilmonal
7. Perikardiatis
8. Kelainan septal ventrikel
9. Disfungsi katup
10. Aneurisma ventrikel
11. Sindroma infark pascamiokardias
F. PENATALAKSANAAN
Menurut Subagjo et al. (2011) penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien
dengan STEMI berdasarkan masalah yang muncul adalah:
1. Syok kardiogenetik
Penatalaksana syok kardiogenetik:
a) Terapi O2, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan terdapat tanda syok
diberikan norepinefrin.
b) Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda syok diberikan
dopamin dosis 5-15 ug/kgBB/menit.
c) Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak terdapat tanda syok
diberikan dobutamin dosis 2-20 ug/kgBB/menit.
d) Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau CABG,
direkomendasikan pada pasien <75 tahun dengan elevasi ST atau LBBB
yang mengalami syok dalam 36 jam IMA dan ideal untuk revaskularisasi
yang dapat dikerjakan dalam 18 jam syok, kecuali jika terdapat
kontraindikasi atau tidak ideal dengan tindakan invasif.
e) Terapi trimbolitik yang diberikan pada pasien STEMI dengan syok
kardiogenik yang tak ideal dengan trapi invasif dan tidak mempuyai
kontraindikasi trombolisis.
f) Intra aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan pasien STEMI dengan
syok kardiogenik yang tidak membaik dengan segera dangan terapi
farmakologis, bila sarana tersedia.
2. Infark Ventrikel Kanan
Infark ventrikel kanan secari klinis menyebabkan tanda gejala ventrikel
kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda kussmaul s, hepatomegali)
atau tanda hipotensi. Penatalaksana infark ventrikel kanan:
a) Pertahankan preload ventrikel kanan.
b) Loading volume (infus NaCL 0,9 %) 1-2 liter cairan jam I selanjutnya
200ml/jam (terget atrium kanan >10 mmHg (13,6cmH20).
c) Hindari penggunaan nitrat atau diuretik.
d) Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardial harus dikoreksi. Pacu jantung
sekuensial A-V pada blok jantung derajat tinggi simtomatik yang tidak
repon dengan atropin.
e) Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat setelah loading
volume.
f) Kurangi afterload ventrikel kanan sesuai dengan disfungsi ventrikel kiri.
g) Pompa balon intra-aortik.
h) Vasolidator arteri (nitropospid, hidralazin)
i) Penghambat ACE
j) Reporfusi
k) Obat trombolitik
l) Percutaneous coronari intervention (PCI) primer
m) Coronary arteru bypass graft (GABG) (pada pasien tertentu dengan
penyakit multivesel).
3. Takikardia dan Vibrilasi Ventrikel
Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan vibrilasi ventrikular dapat
terjadi tampa tanda bahaya aridmia sebelumnya.
Penatalaksana Takikardia vebtrikel:
a) Takikardia vebtrikel (VT) polimorvik yang menetap (lebih dari 30 detik
atau menyebabkan kolaps hemodinamik) harus diterapi dengan DC
shock unsynchoronizer menggunakan energi awal 200 j; jika gagal harus
diberikan shock kedua 200-300 J;, dan jika perlu shock ketiga 360J.
b) Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik, menetap yang diikuti dengan
angina , edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg ) harus
diretapi dengan shock synchoronized energi awal 100 J. Energi dapat
ditingkatkan jika dosis awal gagal.
c) Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik yang tidak disertani angina,
edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg) diterapi salah satu
regimen berikut:
 Lidokain: bolus 1-1-5mh/kg. Bolius tambahan 0,5-0,75mg/kg tiap 5-
10 menit sampai dosis loding total maksimal 3 mg/kg. Kemudian
loading selanjutnya dengan infus 2-4 mg/ menit(30-50 ug/lg/menit).
 Disopiramid: bolus 1-2 mg/kg dalam 5-10 menit, dilanjutkan dosis
pemeliharaan 1 mg/kg/jam.
 Amiodaron: 150mg infus selama 5-10 menit atau 5 ml/kgBB 20-60
menit, dilanjutkan infus tetap 1 mg/menit selama 6 jam dan kemudian
infus pemeliharaan 0,5 mg/menit.
 Kardioversi elektrik synchoronized dimulai dosis 50 J ( anestasi
sebelumnya).
4. Penatalaksana fibrilasi Ventrikel
a) Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless diberikan terapi DC
shock unsynchoronized dengan energi awal 200 J jika tak berhasil harus
diberikan shock kedua 200 sampai 300 J dan jika perlu shock ketiga 360
J ( klas I)
b) Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless yang refraksi
terhadap shock elektrik diberika terapi amiodaron 300 mg atau 5/kg. IV
bolus dilanjutkan pengulangan shock unsynchoronized. (klas Iia)
G. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
. Keperawatan
1 Ketidakefekti Setelah diberikan asuhan 1. Beri/atur 1. Meningkatkan
fan pola nafas keperawatan selama 2x 24 jam posisi semi ekspansi paru-
berhubungan diharapkan keadaan pasien fowler paru dan
dengan infark mencapai: 2. Berikan memudahkan
. Airway manajemen oksigen pernafasan
Indikator Awal Target 3. Ajarkan 2. Penambahan
Sesak napas teknik suplai oksigen
Penggunaan bernafas dan 3. Memlatih nafas
O2 relaksasi pasien
RR: 20x/m 4. Observasi 4. Kecepatan
Pernapasan frekuensi pernafasan
cupign kedalaman biansanya
hidung pernafasan meningkat
Penggunaan termasuk dispnea dan
otot bantu penggunaan terjadi
pernapasan otot bantu peningkatan kerja
nafas dan
kedalaman nafas
2 Nyeri akut Setelah diberikan asuhan 1. Pantau TTV 1. Perubahan nadi,
berhubungan keperawatan selama 1x 24 jam 2. Anjurkan TD menunjukkan
dengan diharapkan masalah nyeri akut teknik adanya
iskemia mencapai: relaksasi perubahan tingkat
dan infark jar Manajemen nyeri progresif dan nyeri pasien
ingan Indikator awal Target latihan nafas 2. Teknik relaksasi
miokard Nyeri dalam dan distraksi
berkurang 3. Delegatif dal berguna untuk
Tidak am mengalihkan
meringis pemberian o perhatian pasien
Mampu batanalgeti terhadap nyeri
mengontrol 4. Observasi lo 3. Pemberian obat
nyeri kasi, analgetik untuk
karakter, dur penahan nyeri
Nadi 60-90 asi, dan 4. Dengan
x/m intensitas, mengobservasi
nyeri, dengan tingkat nyeri
menggunaka pasien dapat
n skala nyeri ditentukan sejauh
0 (tidak mana nyeri yang
nyeri) dirasakan dan
sampai 10 untuk
(nyeri hebat). memudahkan
Kaji gejala member
berkaitan, intervensi
seperti mual selanjutnya.
dan
diaporesis.
3 Intoleransi Setelah diberikan asuhan 1. Membantu 1. Pasien sedikit
aktivitas berh keperawatan selama 1x 24 jam aktivitas bisa melakukan
ubungan diharapkan toleransi aktivitas ADL aktivitas
dengan adany pasien meningkat dengan 2. Tingkatkan 2. Meningkatkan
a iskemik jari outcome: aktivitas toleransi aktivitas
ngan miokard Manajemen nutrsi secara pasien
Indikator Awal Target bertahap 3. Mencegah
Pasien tidak 3. Ubah posisi kontraktur
lemas pasien
Pasien (miring kiri,
mampu miring
beraktivita kanan) dan
s latih ROM
Nadi : 60- (Ring Of
90 x/m Motion)
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, C. J. (2008). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.


Jackson, M., & Jackson, L. (2011). Keperawatan Klinis. Jakarta: Erlangga.
Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran (3 ed.). Jakarta: Media Aesculapius
FKUI.
Price, S. A., & Wilson, L. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Sjamsuhidayat, R., & Jong, W. d. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah (3 ed.). Jakarta: EGC.
Smeltzer, & Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and
suddarth. Jakarta: EGC.
Subagjo, A., Achyar, & Ratnaningsih, E. (2011). Bantuan Hidup Jantung Dasar.
Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia.
Suyono, S. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (3 ed.). Jakarta: Balai Penerbitan
FKUI.
Sylvana, F. (2005). Infark Miokard Akut. (Skripsi), Universitas Wijaya Kusuma,
Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai