OLEH:
NI MADE RASITA PUSPITASWARI
(NIM. P07120216016)
KELAS 3A SEMESTER VI / PRODI DIV KEPERAWATAN
A. Pengertian
Angina pektoris adalah rasa tidak enak di dada sebagai akibat dari suatu
iskemik miokard tanpa adanya infark. Klasifikasi klinis angina pada dasarnya
berguna untuk mengevaluasi mekanisme terjadinya iskemik. Walaupun
patogenesa angina mengalami perubahan dari tahun ke tahun, akan tetapi pada
umumnya dapat dibedakan 3 tipe angina yaitu (Anwar, 2004):
1. Classical effort angina (angina klasik)
Pada nekropsi biasanya didapatkan aterosklerosis koroner. Pada keadaan
ini, obstruksi koroner tidak selalu menyebabkan terjadinya iskemik seperti
waktu istirahat. Akan tetapi bila kebutuhan aliran darah melebihi jumlah
yang dapat melewati obstruksi tersebut, akan tetapi iskemik dan timbul
gejala angina. Angina pektoris akan timbul pada setiap aktifitas yang dapat
meningkatkan denyut jantung, tekanan darah dan atatus inotropik jantung
Gejala angina pektoris pada dasarnya timbul karena iskemik akut yang tidak
menetap akibat ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai O2 miokard.
Beberapa keadaan yang dapat merupakan penyebab baik tersendiri ataupun
bersama-sama yaitu (Anwar, 2004) :
a. Faktor di luar jantung
Pada penderita stenosis arteri koroner berat dengan cadangan aliran
koroner yang terbatas maka hipertensi sistemik, takiaritmia, tirotoksikosis
dan pemakaian obat-obatan simpatomimetik dapat meningkatkan kebutuhan
O2 miokard sehingga mengganggu keseimbangan antara kebutuhan dan
suplai O2. Penyakit paru menahun dan penyakit sistemik seperti anemi
dapat menyebabkan tahikardi dan menurunnya suplai O2 ke miokard.
b. Sklerotik arteri koroner
Sebagian besar penderita angina tidak stabil (ATS) mempunyai
gangguan cadangan aliran koroner yang menetap yang disebabkan oleh plak
sklerotik yang lama dengan atau tanpa disertai trombosis baru yang dapat
memperberat penyempitan pembuluh darah koroner. Sedangkan sebagian
lagi disertai dengan gangguan cadangan aliran darah koroner ringan atau
normal yang disebabkan oleh gangguan aliran koroner sementara akibat
sumbatan maupun spasme pembuluh darah.
c. Agregasi trombosit
Stenosis arteri koroner akan menimbulkan turbulensi dan stasis aliran
darah sehingga menyebabkan peningkatan agregasi trombosit yang akhirnya
membentuk trombus dan keadaan ini akan mempermudah terjadinya
vasokonstriksi pembuluh darah.
d. Trombosis arteri koroner
Trombus akan mudah terbentuk pada pembuluh darah yang sklerotik
sehingga penyempitan bertambah dan kadang-kadang terlepas menjadi
mikroemboli dan menyumbat pembuluh darah yang lebih distal. Trombosis
akut ini diduga berperan dalam terjadinya ATS.
e. Pendarahan plak ateroma
Robeknya plak ateroma ke dalam lumen pembuluh darah kemungkinan
mendahului dan menyebabkan terbentuknya trombus yang menyebabkan
penyempitan arteri koroner.
f. Spasme arteri koroner
Peningkatan kebutuhan O2 miokard dan berkurangnya aliran coroner
karena spasme pembuluh darah disebutkan sebagai penyeban ATS. Spame
dapat terjadi pada arteri koroner normal atupun pada stenosis pembuluh
darah koroner. Spasme yang berulang dapat menyebabkan kerusakan artikel,
pendarahan plak ateroma, agregasi trombosit dan trombus pembuluh darah.
Beberapa faktor risiko yang ada hubungannya dengan proses
aterosklerosis antara lain adalah :
1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah antara lain umur, jenis kelamin
dan riwayat penyakit dalam keluarga.
2. Faktor risiko yang dapat diubah antara lain merokok, hiperlipidemi,
hipertensi, obesitas dan DM.
C. Pohon Masalah
– Aterosklerosis Pajanan
– Spasme pembuluh terhadap Stress Latihan Makan
dingin Fisik makanan berat
darah
Jantung
kekurangan O2
Iskemia otot
jantung
Kontraksi Pembentukan
miokardium ↓ asam laktat oleh
miokardium
– Cemas
– Nyeri Akut
– Intoleransi Aktivitas
Sakit dada pada angina pektoris disebabkan karena timbulnya iskemia miokard
atau karena suplai darah dan oksigen ke miokard berkurang. Aliran darah berkurang
karena penyempitan pembuluh darah koroner (arteri koronaria). Penyempitan terjadi
karena proses ateroskleosis atau spasme pembuluh koroner atau kombinasi proses
aterosklerosis dan spasme. Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak
tertimbun di intima arteri besar. Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak akan
mengganggu absorbsi nutrient oleh sel-sel endotel yang menyusun lapisan dinding
dalam pembuluh darah dan menyumbat aliran darah karena timbunan ini menonjol
ke lumen pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang terkena akan mengalami
nekrotik dan menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi semakin sempit dan
aliran darah terhambat. Pada lumen yang menyempit dan berdinding kasar, akan
cenderung terjadi pembentukan bekuan darah. Hal ini menjelaskan bagaimana
terjadinya koagulasi intravaskuler, diikuti oleh penyakit tromboemboli, yang
merupakan komplikasi tersering aterosklerosis. Pada mulanya, suplai darah tersebut
walaupun berkurang masih cukup untuk memenuhi kebutuhan miokard pada waktu
istirahat, tetapi tidak cukup bila kebutuhan oksigen miokard meningkat seperti pada
waktu pasien melakukan aktivitaas fisik yang cukup berat. Pada saat beban kerja
suatu jaringan meningkat, kebutuhan oksigennya juga meningkat. Apabila
kebutuhan oksigen meningkat pada jantung yang sehat, arteri-arteri koroner akan
berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot jantung. Akan
tetapi apabila arteri koroner mengalami kekakuan atau menyempit akibat
aterosklerosis dan tidak dapatberdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan
kebutuhan oksigen, dan terjadi iskemia(kekurangan suplai darah) miokardium dan
sel-sel miokardium mulai menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi
kebutuhan energinya. Proses pembentukan energy ini sangat tidak efisien dan
menyebabkan pembentukan asam laktat. Asam laktat menurunkan pH miokardium
dan menyebabkan nyeri ang berkaitan dengan angina pectoris. Apabila kebutuhan
energy sel-sel jantung berkurang, suplai oksigen oksigen menjadi adekut dan sel-sel
otot kembali keproses fosforilasi oksidatif untuk membentuk energy. Proses ini tidak
menghasilkan asam laktat. Dengan menghilangnya penimbunan asam laktat, nyeri
angina pectoris mereda.
D. Pemeriksaan Penunjang
Setiap penderita dengan gejala yang mengarah pada angina harus dilakukan
EKG 12 lead. Namun hasil EKG akan normal pada 50 % dari penderita dengan
angina pectoris. Depresi atau elevasi segmen ST menguatkan kemungkinan
adanya angina dan menunjukkan suatu ischemia pada beban kerja yang rendah.
Foto thoraks pada penderita angina pectoris biasanya normal. Foto thoraks
lebih sering menunjukkan kelainan pada penderita dengan riwayat infark
miokard atau penderita dengan nyeri dada yang bukan berasal dari jantung.
Manfaat pemeriksaan foto thorak secara rutin pada penderita angina masih
dipertanyakan.
Uji latih beban dengan monitor EKG merupakan prosedur yang sudah baku.
Dari segi biaya, tes ini merupakan termurah bila dibandingkan dengan tes echo.
Untuk mendapatkan informasi yang optimal, protocol harus disesuaikan untuk
masing-masing penderita agar dapat mencapai setidaknya 6 menit. Selama
EKG, frekwensi, tekanan darah harus dimonitor dengan baik dan direkam pada
tiap tingkatan dan juga pada saat abnormallitas segmen ST. metode yang
dipakai pada uji beban yaitu dengan menggunakan treadmill dan sepeda statis.
Interpretasi EKG uji latih beban yang paling penting adalah adanya depresi dan
elevasi segmen ST lebih dari 1 mm. Biasanya uji latih beban dihentikan bila
mencapai 85% dari denyut jantung maksimal berdasarkan umur, namun perlu
diperhatikan adanya variabilitas yang besar dari denyut jantung maksimal pada
tiap individu. Indikasi absolute untuk menghentikan uji beban adalah penurunan
tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg dari tekanan darah awal meskipun
beban latihan naik jika diikuti tanda ischemia yang lain : angina sedang sampai
berat, ataxia yang meningkat, kesadaran menurun, tanda-tanda penurunan
perfusi seperti sianosis.
Pada penderita yang tidak bisa di diagnosa dengan uji latih beban
berdasarkan EKG, maka dilakukan uji latih beban dengan pencitraan. Isotop
yang biasa digunakan adalah thalium-210.
Tes uji latih ekokardiografi dianalisa berdasarkan penilaian penebalan
miokard pada saat uji latih dibandingkan dengan saat istirahat. Gambaran
ekokardiografi yang mendukung adanya ischemia miokard adalah : penurunan
gerakan dinding pada 1 atau lebih segmen ventrikel kiri, berkurangnya
ketebalan dinding saat sistol atau lebih segmen pada saat uji latih beban,
hiperkinesia kompensasi pada segmen dinding yang berkaitan atau yang tidak
ischemia.
Tindakan untuk angiografi koroner diagnostic secara langsung pada
penderita dengan nyeri dada yang diduga karena ischemia miokard, dapat
dilakukan jika ada kontra indikasi untuk test non invasive.
Pemeriksaan laboratorium antara lain Troponin I dan T, pemeriksaan CK-
MB, kadar kolesterol, HDL, LDL dan Trigliserin serta pemeriksaan Gula Darah.
E. Penatalaksanaan Medis
Pada dasarnya bertujuan untuk memperpanjang hidup dan memperbaiki
kualitas hidup dengan mencegah serangan angina baik secara medikal atau
pembedahan.
1. Pengobatan medikal
Bertujuan untuk mencegah dan menghilangkan serangan angina. Ada 3
jenis obat yaitu :
a. Golongan nitrat
Nitrogliserin merupakan obat pilihan utama pada serangan angina
akut. Mekanisme kerjanya sebagai dilatasi vena perifer dan pembuluh
darah koroner. Efeknya langsung terhadap relaksasi otot polos vaskuler.
Nitrogliserin juga dapat meningkatkan toleransi exercise pada penderita
angina sebelum terjadi hipoktesia miokard. Bila di berikan sebelum
exercise dapat mencegah serangan angina.
b. Ca- Antagonis
Dipakai pada pengobatan jangka panjang untuk mengurangi frekwensi
serangan pada beberapa bentuk angina.
Cara kerjanya :
1) Memperbaiki spasme koroner dengan menghambat tonus vasometer
pembuluh darah arteri koroner (terutama pada angina Prinzmetal).
2) Dilatasi arteri koroner sehingga meningkatkan suplai darah ke
miokard
3) Dilatasi arteri perifer sehingga mengurangi resistensi perifer dan
menurunkan afterload.
4) Efek langsung terhadap jantung yaitu dengan mengurangi denyut,
G. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis ( iskemia )
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas jantung
c. Intoleransi aktifitas
d. Cemas
H. Intervensi
Terlampir.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, M.E. dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed. 3. Jakarta : EGC.
Herdman T.H. dkk. 2015. Nanda Internasional Edisi Bahasa Indonesia, Diagnosis
Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta : EGC.
Long, C.B. 1996. Perawatan Medical Bedah. Jilid 2. Bandung :Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran
Price, S.A. dkk. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed. 6.
Jakarta : EGC
LEMBAR PENGESAHAN
Nama Pembimbing/CT
.....................................................
NIP.