Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER


UAP ( UNSTABLE ANGINA PECTORIS )

OLEH:
NI MADE RASITA PUSPITASWARI
(NIM. P07120216016)
KELAS 3A SEMESTER VI / PRODI DIV KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER
UAP ( UNSTABLE ANGINA PECTORIS )

A. Pengertian
Angina pektoris adalah rasa tidak enak di dada sebagai akibat dari suatu
iskemik miokard tanpa adanya infark. Klasifikasi klinis angina pada dasarnya
berguna untuk mengevaluasi mekanisme terjadinya iskemik. Walaupun
patogenesa angina mengalami perubahan dari tahun ke tahun, akan tetapi pada
umumnya dapat dibedakan 3 tipe angina yaitu (Anwar, 2004):
1. Classical effort angina (angina klasik)
Pada nekropsi biasanya didapatkan aterosklerosis koroner. Pada keadaan
ini, obstruksi koroner tidak selalu menyebabkan terjadinya iskemik seperti
waktu istirahat. Akan tetapi bila kebutuhan aliran darah melebihi jumlah
yang dapat melewati obstruksi tersebut, akan tetapi iskemik dan timbul
gejala angina. Angina pektoris akan timbul pada setiap aktifitas yang dapat
meningkatkan denyut jantung, tekanan darah dan atatus inotropik jantung

sehingga kebutuhan O2 akan bertambah seperti pada aktifitas fisik, udara


dingin dan makan yang banyak.
2. Variant angina (angina Prinzmetal)
Bentuk ini jarang terjadi dan biasanya timbul pada saat istirahat, akibat

penurunan suplai O2 darah ke miokard secara tiba-tiba. Penelitian terbaru


menunjukkan terjadinya obsruksi yang dinamis akibat spasme koroner baik
pada arteri yang sakit maupun yang normal. Peningkatan obstruksi koroner
yang tidak menetap ini selama terjadinya angina waktu istirahat jelas
disertai penurunan aliran darah arteri koroner.
3. Unstable angina (angina tak stabil / ATS)

Istilah lain yang sering digunakan adalah Angina preinfark, Angina


dekubitus, Angina kresendo. Insufisiensi koroner akut atau Sindroma koroner
pertengahan. Bentuk ini merupakan kelompok suatu keadaan yang dapat
berubah seperti keluhan yang bertambah progresif, sebelumnya dengan angina
stabil atau angina pada pertama kali. Angina dapat terjadi pada saat istirahat
maupun bekerja. Pada patologi biasanya ditemukan daerah iskemik miokard
yang mempunyai ciri tersendiri.

Gejala angina pektoris pada dasarnya timbul karena iskemik akut yang tidak
menetap akibat ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai O2 miokard.
Beberapa keadaan yang dapat merupakan penyebab baik tersendiri ataupun
bersama-sama yaitu (Anwar, 2004) :
a. Faktor di luar jantung
Pada penderita stenosis arteri koroner berat dengan cadangan aliran
koroner yang terbatas maka hipertensi sistemik, takiaritmia, tirotoksikosis
dan pemakaian obat-obatan simpatomimetik dapat meningkatkan kebutuhan
O2 miokard sehingga mengganggu keseimbangan antara kebutuhan dan
suplai O2. Penyakit paru menahun dan penyakit sistemik seperti anemi
dapat menyebabkan tahikardi dan menurunnya suplai O2 ke miokard.
b. Sklerotik arteri koroner
Sebagian besar penderita angina tidak stabil (ATS) mempunyai
gangguan cadangan aliran koroner yang menetap yang disebabkan oleh plak
sklerotik yang lama dengan atau tanpa disertai trombosis baru yang dapat
memperberat penyempitan pembuluh darah koroner. Sedangkan sebagian
lagi disertai dengan gangguan cadangan aliran darah koroner ringan atau
normal yang disebabkan oleh gangguan aliran koroner sementara akibat
sumbatan maupun spasme pembuluh darah.
c. Agregasi trombosit
Stenosis arteri koroner akan menimbulkan turbulensi dan stasis aliran
darah sehingga menyebabkan peningkatan agregasi trombosit yang akhirnya
membentuk trombus dan keadaan ini akan mempermudah terjadinya
vasokonstriksi pembuluh darah.
d. Trombosis arteri koroner
Trombus akan mudah terbentuk pada pembuluh darah yang sklerotik
sehingga penyempitan bertambah dan kadang-kadang terlepas menjadi
mikroemboli dan menyumbat pembuluh darah yang lebih distal. Trombosis
akut ini diduga berperan dalam terjadinya ATS.
e. Pendarahan plak ateroma
Robeknya plak ateroma ke dalam lumen pembuluh darah kemungkinan
mendahului dan menyebabkan terbentuknya trombus yang menyebabkan
penyempitan arteri koroner.
f. Spasme arteri koroner
Peningkatan kebutuhan O2 miokard dan berkurangnya aliran coroner
karena spasme pembuluh darah disebutkan sebagai penyeban ATS. Spame
dapat terjadi pada arteri koroner normal atupun pada stenosis pembuluh
darah koroner. Spasme yang berulang dapat menyebabkan kerusakan artikel,
pendarahan plak ateroma, agregasi trombosit dan trombus pembuluh darah.
Beberapa faktor risiko yang ada hubungannya dengan proses
aterosklerosis antara lain adalah :
1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah antara lain umur, jenis kelamin
dan riwayat penyakit dalam keluarga.
2. Faktor risiko yang dapat diubah antara lain merokok, hiperlipidemi,
hipertensi, obesitas dan DM.

Terminologi ATS harus tercakup dalam kriteria penampilan klinis (Anwar,


2004), sebagai berikut : :
1. Angina pertama kali
Angina timbul pada saat aktifitas fisik. Baru pertama kali dialami oleh
penderita dalam periode 1 bulan terakhir.
2. Angina progresif
Angina timbul saat aktifitas fisik yang berubah polanya dalam 1 bulan
terakhir, yaitu menjadi lebih sering, lebih berat, lebih lama, timbul dengan
pencetus yang lebih ringan dari biasanya dan tidak hilang dengan cara yang
biasa dilakukan. Penderita sebelumnya menderita angina pektoris stabil.
3. Angina waktu istirahat
Angina timbul tanpa didahului aktifitas fisik ataupun hal-hal yang dapat

menimbulkan peningkatan kebutuhan O2 miokard. Lama angina sedikitnya


15 menit.
4. Angina sesudah IMA
Angina yang timbul dalam periode dini (1 bulan) setelah IMA. Kriteria
penampilan klinis tersebut dapat terjadi sendiri-sendiri atau bersama-bersama
tanpa adanya gejala IMA. Nekrosis miokard yang terjadi pada IMA harus
disingkirkan misalnya dengan pemeriksaan enzim serial dan pencatatan EKG.

B. Tanda dan Gejala


Adapun gelaja klinisnya yaitu:
1. Didapatkan rasa tidak enak di dada yang tidak selalu sebagai rasa sakit,
tetapi dapat pula sebagai rasa penuh di dada, tertekan, nyeri, tercekik atau
rasa terbakar. Rasa tersebut dapat terjadi pada leher, tenggorokan, daerah
antara tulang skapula, daerah rahang ataupun lengan.
2. Sesak napas atau rasa lemah yang menghilang setelah angina hilang.
3. Dapat pula terjadi palpitasi, berkeringat dingin, pusing ataupun hamper
pingsan (Anwar, 2004).

C. Pohon Masalah
– Aterosklerosis Pajanan
– Spasme pembuluh terhadap Stress Latihan Makan
dingin Fisik makanan berat
darah

Adrenalin Kebutuhan O2 Aliran O2


meningkat Jantung ↑ meningkat ke
mesentrikus
Vasokontriksi
pembuluh darah
Aliran O2 ke
Jantung ↓
Aliran O2 arteri
koronaria ↓

Jantung
kekurangan O2

Iskemia otot
jantung

Kontraksi Pembentukan
miokardium ↓ asam laktat oleh
miokardium

– Penurunan Curah Nyeri dada Takut mati


Jantung

– Cemas
– Nyeri Akut
– Intoleransi Aktivitas

Sakit dada pada angina pektoris disebabkan karena timbulnya iskemia miokard
atau karena suplai darah dan oksigen ke miokard berkurang. Aliran darah berkurang
karena penyempitan pembuluh darah koroner (arteri koronaria). Penyempitan terjadi
karena proses ateroskleosis atau spasme pembuluh koroner atau kombinasi proses
aterosklerosis dan spasme. Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak
tertimbun di intima arteri besar. Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak akan
mengganggu absorbsi nutrient oleh sel-sel endotel yang menyusun lapisan dinding
dalam pembuluh darah dan menyumbat aliran darah karena timbunan ini menonjol
ke lumen pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang terkena akan mengalami
nekrotik dan menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi semakin sempit dan
aliran darah terhambat. Pada lumen yang menyempit dan berdinding kasar, akan
cenderung terjadi pembentukan bekuan darah. Hal ini menjelaskan bagaimana
terjadinya koagulasi intravaskuler, diikuti oleh penyakit tromboemboli, yang
merupakan komplikasi tersering aterosklerosis. Pada mulanya, suplai darah tersebut
walaupun berkurang masih cukup untuk memenuhi kebutuhan miokard pada waktu
istirahat, tetapi tidak cukup bila kebutuhan oksigen miokard meningkat seperti pada
waktu pasien melakukan aktivitaas fisik yang cukup berat. Pada saat beban kerja
suatu jaringan meningkat, kebutuhan oksigennya juga meningkat. Apabila
kebutuhan oksigen meningkat pada jantung yang sehat, arteri-arteri koroner akan
berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot jantung. Akan
tetapi apabila arteri koroner mengalami kekakuan atau menyempit akibat
aterosklerosis dan tidak dapatberdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan
kebutuhan oksigen, dan terjadi iskemia(kekurangan suplai darah) miokardium dan
sel-sel miokardium mulai menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi
kebutuhan energinya. Proses pembentukan energy ini sangat tidak efisien dan
menyebabkan pembentukan asam laktat. Asam laktat menurunkan pH miokardium
dan menyebabkan nyeri ang berkaitan dengan angina pectoris. Apabila kebutuhan
energy sel-sel jantung berkurang, suplai oksigen oksigen menjadi adekut dan sel-sel
otot kembali keproses fosforilasi oksidatif untuk membentuk energy. Proses ini tidak
menghasilkan asam laktat. Dengan menghilangnya penimbunan asam laktat, nyeri
angina pectoris mereda.

D. Pemeriksaan Penunjang
Setiap penderita dengan gejala yang mengarah pada angina harus dilakukan
EKG 12 lead. Namun hasil EKG akan normal pada 50 % dari penderita dengan
angina pectoris. Depresi atau elevasi segmen ST menguatkan kemungkinan
adanya angina dan menunjukkan suatu ischemia pada beban kerja yang rendah.
Foto thoraks pada penderita angina pectoris biasanya normal. Foto thoraks
lebih sering menunjukkan kelainan pada penderita dengan riwayat infark
miokard atau penderita dengan nyeri dada yang bukan berasal dari jantung.
Manfaat pemeriksaan foto thorak secara rutin pada penderita angina masih
dipertanyakan.
Uji latih beban dengan monitor EKG merupakan prosedur yang sudah baku.
Dari segi biaya, tes ini merupakan termurah bila dibandingkan dengan tes echo.
Untuk mendapatkan informasi yang optimal, protocol harus disesuaikan untuk
masing-masing penderita agar dapat mencapai setidaknya 6 menit. Selama
EKG, frekwensi, tekanan darah harus dimonitor dengan baik dan direkam pada
tiap tingkatan dan juga pada saat abnormallitas segmen ST. metode yang
dipakai pada uji beban yaitu dengan menggunakan treadmill dan sepeda statis.
Interpretasi EKG uji latih beban yang paling penting adalah adanya depresi dan
elevasi segmen ST lebih dari 1 mm. Biasanya uji latih beban dihentikan bila
mencapai 85% dari denyut jantung maksimal berdasarkan umur, namun perlu
diperhatikan adanya variabilitas yang besar dari denyut jantung maksimal pada
tiap individu. Indikasi absolute untuk menghentikan uji beban adalah penurunan
tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg dari tekanan darah awal meskipun
beban latihan naik jika diikuti tanda ischemia yang lain : angina sedang sampai
berat, ataxia yang meningkat, kesadaran menurun, tanda-tanda penurunan
perfusi seperti sianosis.
Pada penderita yang tidak bisa di diagnosa dengan uji latih beban
berdasarkan EKG, maka dilakukan uji latih beban dengan pencitraan. Isotop
yang biasa digunakan adalah thalium-210.
Tes uji latih ekokardiografi dianalisa berdasarkan penilaian penebalan
miokard pada saat uji latih dibandingkan dengan saat istirahat. Gambaran
ekokardiografi yang mendukung adanya ischemia miokard adalah : penurunan
gerakan dinding pada 1 atau lebih segmen ventrikel kiri, berkurangnya
ketebalan dinding saat sistol atau lebih segmen pada saat uji latih beban,
hiperkinesia kompensasi pada segmen dinding yang berkaitan atau yang tidak
ischemia.
Tindakan untuk angiografi koroner diagnostic secara langsung pada
penderita dengan nyeri dada yang diduga karena ischemia miokard, dapat
dilakukan jika ada kontra indikasi untuk test non invasive.
Pemeriksaan laboratorium antara lain Troponin I dan T, pemeriksaan CK-
MB, kadar kolesterol, HDL, LDL dan Trigliserin serta pemeriksaan Gula Darah.

E. Penatalaksanaan Medis
Pada dasarnya bertujuan untuk memperpanjang hidup dan memperbaiki
kualitas hidup dengan mencegah serangan angina baik secara medikal atau
pembedahan.
1. Pengobatan medikal
Bertujuan untuk mencegah dan menghilangkan serangan angina. Ada 3
jenis obat yaitu :
a. Golongan nitrat
Nitrogliserin merupakan obat pilihan utama pada serangan angina
akut. Mekanisme kerjanya sebagai dilatasi vena perifer dan pembuluh
darah koroner. Efeknya langsung terhadap relaksasi otot polos vaskuler.
Nitrogliserin juga dapat meningkatkan toleransi exercise pada penderita
angina sebelum terjadi hipoktesia miokard. Bila di berikan sebelum
exercise dapat mencegah serangan angina.
b. Ca- Antagonis
Dipakai pada pengobatan jangka panjang untuk mengurangi frekwensi
serangan pada beberapa bentuk angina.
Cara kerjanya :
1) Memperbaiki spasme koroner dengan menghambat tonus vasometer
pembuluh darah arteri koroner (terutama pada angina Prinzmetal).
2) Dilatasi arteri koroner sehingga meningkatkan suplai darah ke
miokard
3) Dilatasi arteri perifer sehingga mengurangi resistensi perifer dan
menurunkan afterload.
4) Efek langsung terhadap jantung yaitu dengan mengurangi denyut,

jantung dan kontraktilitis sehingga mengurangi kebutuhan O2.


c. Beta Bloker
Cara kerjanya menghambat sistem adrenergenik terhadap miokard
yang menyebabkan kronotropik dan inotropik positif, sehingga denyut
jantung dan curah jantung dikurangi. Karena efeknya yang kadiorotektif,
obat ini sering digunakan sebagai pilihan pertama untuk mencegah
serangan angina pektoris pada sebagian besar penderita.
Prinsipnya bertujuan untuk :
1) Memberi darah yang lebih banyak kepada otot jantung
2) Memperbaiki obstruksi arteri koroner.
3) Ventricular aneurysmectomy : Rekonstruksi terhadap kerusakan
ventrikel kiri
4) Coronary arteriotomy : Memperbaiki langsung terhadap obstruksi
arteri koroner
5) Internal thoracic mammary : Revaskularisasi terhadap miokard.
6) Coronary artery baypass grafting (CABG) : Hasilnya cukup
memuaskan dan aman yaitu 80%-90% dapat menyembuhkan angina
dan mortabilitas hanya 1 % pada kasus tanpa kompilasi.
Metode terbaru lain di samping pembedahan adalah :
1) Percutanecus transluminal coronary angioplasty (PCTA)
2) Percutaneous ratational coronary angioplasty (PCRA)
3) Laser angioplasty
2. Perawatan
Pada kasus Angina Pektoris Tidak Stabil Ada berbagai cara lain yang
diperlukan untuk menurunkan kebutuhan oksigen jantung antara lain :
pasien harus berhenti merokok, karena merokok mengakibatkan takikardia
dan naiknya tekanan darah, sehingga memaksa jantung bekerja keras. Orang
obesitas dianjurkan menurunkan berat badan untuk mengurangi kerja
jantung. Mengurangi stress untuk menurunkan kadar adrenalin yang dapat
menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah. Pengontrolan gula darah.
Penggunaan kontra sepsi dan kepribadian seperti sangat kompetitif, agresif
atau ambisius.
F. Pengkajian Keperawatan Gadar
1. Survey Primer dan Resusitasi
a. Airway dan Kontrol Servikal
Keadaan jalan nafas : tingkat kesadaran, pernafasan, upaya bernafas, benda
asing di jalan nafas, bunyi nafas, hembusan nafas, Bersihan jalan napas
klien bisa terganggu karena produksi sputum pada gagal jantung kiri
b. Breathing
Fungsi pernafasan : jenis pernafasan, frekwensi pernafasan, retraksi otot
bantu nafas, kelainan dinding thoraks (simetris, perlukaan, jejas trauma),
bunyi nafas, hembusan nafas, kongesti vaskuler pulmonal
1) Dispnea, di karakteristikan dengan pernapasan cepat, dangkal dan
keadaan yang menunjukkan bahwa klien sulit mendapatkan udara yang
cukup, yang menekan klien. Terkadang klien mengeluh adanya insomnia,
gelisah, atau kelemahan yang di sebabkan oleh dispnea.
2) Ortopnea, ketidakmampuan untuk berbaring datar karena dispnea, adalah
keluhan umum lain dari gagal ventrikel kiri yang berhubungan dengan
kongesti vaskuler pulmonal. Perawat harus menentukan apakah ortopnea
benar-benar berhubungan dengan penyakit jantung atau apakah
peninggian kepala saat tidur adalah kebiasaan klien. Sebagai contoh, bila
klien menyatakan bahwa ia terbiasa menggunakan tiga bantal saat tidur
tetapi perawat harus menanyakan alasan klien tidur dengan menggunakan
tiga bantal. Bila klien mengatakan bahwa ia melakukan ini karena
menyukai tidur dengan ketinggian ini dan telah di lakukan sejak sebelum
mempunyai gejala gangguan jantung, kondisi ini tidak tepat di anggap
sebagai ortopnea.
3) Dispnea nokturnal paroksismal (DNP) adalah keluhan yang di kenal baik
oleh klien yaitu klien biasanya terbangun di tengah malam karena
mengalami napas pendek yang hebat. Dispnea nokturnal paroksismal di
perkirakan di sebabkan oleh perpindahan cairan dari jaringan ke dalam
kompartemen intravaskuler sebagai akibat dari posisi telentang. Pada
siang hari, saat klien melakukan aktivitas, tekanan hidrostatisk vena
meningkat, khususnya pada bagian bawah tubuh karena adanya gravitasi,
peningkatan volume cairan, dan peningkatan tonus sismpatetik. Dengan
peningkatan tekanan hidrostatik ini, sejumlah cairan keluar masuk ke
area jaringan secara normal. Namun dengan posisi telentang tekanan
pada kapiler – kapiler dependen menurun dan cairan di serap kembali ke
dalam sirkulasi. Peningkatan volume cairan dalam sirkulasi akan
memberikan sejumlah tambahan darah yang di alirkan ke jantung untuk
di pompa tiap menit (peningkatan beban awal) dan memberikan beban
tambahan pada dasar vaskuler pulmonal yang telah mengalami kongesti.
Mengingat bahwa DNP terjadi bukan hanya pada malam hari tetapi dapat
terjadi kapan saja, klien harus di berikan tirah baring selama perawatan
akut di rumah sakit.
4) Batuk iritatif adalah salah satu gejala dari kongesti vaskuler pulmonal
yang sering tidak menjadi perhatian tetapi dapat merupakan gejala
dominan. Batuk ini dapat produktif tetapi biasanya kering dan batuk
pendek. Gejala ini di hubungkan dengan kongesti mukosa bronchial dan
berhubungan dengan peningkatan produksi mukus.
5) Edema pulmonal akut adalah gambaran klinis paling bervariasi di
hubungkan dengan kongesti vaskuler pulmonal. Edema pulmonal akut ini
terjadi bila tekanan kapiler pulmonal melebihi tekanan yang cenderung
mempertahankan cairan di dalam saluran vaskuler ( kurang lebih 30
mmHg). Pada tekanan ini, akan terjadi transduksi ciran ke dalam alveoli,
namun sebaliknya tekanan ini akan menurunkan tersedianya area untuk
transport normal oksigen dan karbon dioksida dari darah dalam kapiler
pulmonal.
6) Edema pulmonal akut di cirikan oleh dispnea hebat, batuk, ortopnea,
ansietas, sianosis, berkeringat, kelainan bunyi pernapasan, dan sangat
sering nyeri dada dan sputum berwarna merah muda, berbusa yang keluar
dari mulut. Hal ini memerlukan kedaruratan medis dan harus di tangani
dengan cepat dan tepat.
c. Circulation
Keadaan sirkulasi : tingkat kesadaran, perdarahan (internal/eksternal),
kapilari refill, nadi radial/carotis, akral perifer.
1) B2 ( Blood )
- Inspeksi: Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan kelemahan
fisik,dan adanya edema ekstremitas
- Palpasi : Denyut nadi periver melemah. Thrill biasanya di temukan.
- Auskultasi : Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan
volume sekuncup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup
biasanya di temukan apabila penyebab gagal jantung adalah kelainan
katup.
- Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan
adanya hipertrofi ( kardiomegali )
2) Penuranan curah jantung
Selain gejala-gejala yang di akibatkan gagal ventrikel kiri dan kongesti
vaskuler pulmonal, kegagalan ventrikel kiri juga di hubungkan dengan
gejala tidak spesifik yang berhubungan dengan penurunan curah jantung.
Klien dapat mengeluh lemah, mudah lelah, apatis, letargi, kesulitan
berkonsentrasi, deficit memori, atau penurunan toleransi latihan. Gejala
ini mungkin timbul pada tingkat curah jantung rendah kronis dan
merupakan keluhan utama klien. Namun, gejala ini tidak spesifik dan
sering di anggap sebagai depresi, neurosis, atau keluhan fungsional.
Adanya gejala tidak spesifik dari curah jantung yang rendah memerlukan
pengkajian yang lebih lanjut dan tepat terhadap jantung dan pemeiksaan
psikologis klien yang akan memberikan informasi untuk menentukan
penatalaksanaan yang tepat.
3) Bunyi jantung dan crackle
Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri yang dapat di
kenali dengan mudah adalah adanya bunyi jantung ke tiga dan keempat
(S3, S4) dan crackles pada paru-paru. S4 atau gallop atrium, di
hubungkan dengan dan mengikuti kontraksi atrium dan terdengar paling
baik dengan bell stetoskop yang di tempelkan dengan tepat pada apeks
jantung. Klien di minta untuk berbaring pada posisi miring kiri untuk
mendapatkan bunyi. Bunyi S4 ini terdengar sebelum bunyi jantung
pertama ( S1 ) dan tidak selalu merupakan tanda pasti kegagalan
kongesti, tetapi dapat menunjukan adanya penurunan komplians
( peningkatan kekakuan ) miokardium. Hal ini mungkin merupakan
indikasi awal (premonitori) menuju kegagalan. Bunyi S4 umumnya di
temukan pada klien dengan infark miokardium akut dan mumgkin tidak
mempunyai proknosis bermakna,tetapi mungkin menunjukkan kegagalan
yang baru terjadi S3 atau gallop ventrikel adalah tanda penting dari gagal
ventrikel kiri dan pada orang dewasa hamper tidak pernah di temukan
kecuali jika ada penyakit jantung signifikan. Kebanyakan dokter akan
setuju bahwa tindakan intervensi terhadap gagal kongestif di indikasikan
dengan adanya tanda ini. S3 terdengar pada awal diastolik setelah bunyi
jantung ke dua ( S2 ) dan berkaitan dengan periode pengisian ventrikel
pasif yang cepat. Suara ini juga terkenal paling baik dengan bell
stetoskop yang di letakkan tepat di apeks, akan lebih baik dengan posisi
klien berbaring miring kiri, dan pada akhir ekspirasi.
Crackles atau ronkhi basah halus secara umum terdengar pada dasar
posterior paru dan sering di kenali sebagai bukti gagal ventrikel kiri,dan
memang demikian sesungguhnya. Sebelum crackles di tetakan sebagai
kegagalan pompa jantung,klien harus di instruksikan untuk batuk dalam
yang bertujuan membuka alveoli basilaris yang mungkin mengalami
kompresi karena berada di bawah diafragma. Crackles yang tidak
menghilang setelah batuk ( pasca batuk rejan ) perlu di evaluasi
sedangkan yang hilang setelah batuk mungkin secara klinis tidak penting.
Perawat harus segera memberikan perhatian pada klien yang mungkin
mempunyai bukti bahwa gagal ventrikel kiri terjadi atau adanya S3 pada
apeks dan belum mempunyai area paru yang cukup bersih. Jangan
menunggu memberikan terapi bila tidak di temukan bunyi crackles pada
paru – paru.
4) Disritmia
Karena peningkatan frekuensi jantung adalah respon awal jantung
terhadap stress, sinus takikardia mungkin di curigai dan sering di
temukan pada pemeriksaan klien dengan kegagalan pompa jantung.
Irama lain yang berhubungan dengan kegagalan pompa meliputi
kontraksi atrium prematur, takikardia atrium paroksismal, dan denyut
ventrikel prematu. Kapanpun abnormalitas irama terdeteksi, seseorang
harus berupaya untuk menemukan mekanisme dasar patofisiologisnya,
kemudian terapi dapat di rencanakan dan di berikan dengan tepat
5) Ditensi vena jugularis
Bila ventrikel kanan tidak mampu berkompensasi terhadap kegagalan
ventrikel kiri, akan terjadi di latasi dari ruang ventrikel, peningkatan
volume, dan tekanan pada diastolik akhir ventrikel kanan, tahanan untuk
mengisi ventrikel, dan peningkatan lanjut pada tekanan atrium kanan.
Peningkatan tekanan ini akan di teruskan ke hulu vena kava dan dapat di
ketahui dengan peningkatan pada tekanan vena jugularis. Seseorang
dapat mengevaluasi peningkatan vena jugularis dengan melihat pada
vena-vena di leher dan memerhatikan ketinggian kolom darah. Klien di
instruksikan untuk berbaring di tempat tidur dan kepala tempat tidur dan
kepala di tempat tidur di tinggikan antara 30-60 derajat, kolom darah di
vena – vena jugularis eksternal akan meningkat. Pada orang normal,
hanya beberapa millimeter di atas batas klavikula. Namun, pada klien
dengan gagal ventrikel kanan akan tampak sangat jelas dan berkisar
antara 1-2 cm.
6) Kulit dingin
Kegagalan arus darah ke depan (forward failure) pada ventrikel kiri
menimbulkan tanda-tanda yang menunjukkan berkurangnya perfusi ke
organ-organ. Karena darah di alihkan dari organ-organ nonvital ke organ-
organ vital seperti jantung dan otak untuk mempertahankan perfusinya,
maka manifestasi paling awal dari gagal ke depan yang lebih lanjut
adalah berkurangnya perfusi organ-organ seperti kulit dan otot-otot
rangka. Kulit tampak pucat dan terasa dingin karena pembuluh darah
perifer mengalami vasokontriksi dan kadar hemoglobin yang tereduksi
meningkat. Sehingga akan terjadi sianosis.
7) Perubahan nadi
Pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung akan menunjukkan
denyut yang cepat dan lemah
- Denyut jantung yang cepat atau takikardia, mencerminkan respons
terhadap perangsangan saraf simpatik.
- Penurunan yang bermakna dari volume sekuncup dan adanya
vasokontriksi perifer akan mengurangi tekanan nadi ( perbedaan
antara tekanan sistolik dan diasolik ) dan menghasilkan denyut yang
lemah atau thread pulse.
- Hipotensi sistolik di temukan pada gagal jantung yang lebih berat.
- Selain itu, pada gagal jantung kiri yang berat dapat timbul pulsus
altenans atau gangguan pulsasi, suatu perubahan dari kekuatan
denyut arteri. Pulsus alternans menunjukkan gangguan fungus
mekanis yang berat dengan berulangnya variasi denyut ke denyut
pada volume sekuncup.
d. Disability
Pemeriksaan Neurologis: GCS, reflex fisiologis, reflex patologis, kekuatan
otot.

2. Pengkajian Sekunder / Survey Sekunder


a. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajian RPD yang mendukung di kaji dengan menanyakan apakah
sebelumya klien pernah menderita nyeri dada, hipertensi, iskemia
miokardium, infark miokardium, diabetes mellitus dan hiperlipidemia.
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa di minum oleh klien pada
masa yang lalu dan masih relevan dengan kondisi saat ini. Obat-obatan
ini meliputi obat diuretik, nitrat, penghambat beta, serta antihipertensi.
Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu, alergi obat dan
reaksi alergi yang timbul. Sering kali klien menafsirkan suatu alergi
sebagai efek samping obat.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama di lakukan dengan
mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik klien
secara PQRST,yaitu :
a. Provoking incident : kelemahan fisik terjadi setelah melakukan
aktivitas ringan sampai berat, sesuai derajat gangguan pada jantung
(lihat klasifikasi gagal jantung).
b. Quality of pain : seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan
aktifitas yang di rasakan atau di gambarkan klien biasanya tetap
beraktivitas klien merasakan sesak nafas (dengan menggunakan alat
atau otot bantu pernafasan).
c. Region : radiation, relif : apakah kelemahan fisik bersifat lokal atau
memengaruhi keseluruhan system otot rangka dan apakah di sertai
ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.
d. Severity (scale) of pain : kaji rentang kemampuan klien dalam
melakukan aktivitas sehari - hari. Biasanya kemampuan klien dalam
beraktivitas menurun sesuai derajat gangguan perfusi yang di alami
organ.
e. Time : sifat mula timbulnya (onset) keluhan kelemahan beraktivitas
biasanya yimbul perlahan. Lama timbulnya (durasi) kelemahan saat
beraktivitas biasanya setiap saat, baik saat istirahat maupun saat
beraktifitas.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah di alami oleh
keluarga, anggota keluarga yang meninggal terutama pada usia produktif,
dan penyebab kematianya. Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang
timbulnya pada usia muda merupakan factor risiko utama terjadinya
penyakit jantung iskemik pada keturunanya.
4. Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)
a. Kepala : Kulit kepala, Mata, Telinga, Hidung, Mulut dan gigi, Wajah
b. Leher
b. Tanda : pembesaran tiroid
c. Dada/ thoraks : Keadaan paru-paru dan jantung (inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi)
d. Abdomen (inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi) dan Pola Makan
e. Pelvis (inspeksi dan palpasi)
f. Perineum dan rektum
g. Genitalia
h. Ekstremitas : Status sirkulasi dan Keadaan injury
i. Neurologis : Fungsi sensorik dan motorik
j. Integritas ego
k. Eliminasi
5. Hasil Laboratorium
6. Hasil Pemeriksaan Diagnostik
7. Terapi Dokter

G. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis ( iskemia )
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas jantung
c. Intoleransi aktifitas
d. Cemas
H. Intervensi
Terlampir.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Bahri. 2004. Angina Pektoris Tak Stabil, (online),


(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3518/1/gizi-bahri2.pdf,
diakses 03 Mei 2019)

Doengoes, M.E. dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed. 3. Jakarta : EGC.

Herdman T.H. dkk. 2015. Nanda Internasional Edisi Bahasa Indonesia, Diagnosis
Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta : EGC.

Long, C.B. 1996. Perawatan Medical Bedah. Jilid 2. Bandung :Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran
Price, S.A. dkk. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed. 6.
Jakarta : EGC

Nurjannah. I. 2012. Intan’s Sreening Diagnoses Assesment. Yogyakarta :


Mocomedia

Nurjannah. I. 2012. Fast Methods of Formulating. Yogyakarta : Mocomedia

LEMBAR PENGESAHAN

Bangli, Mei 2019


Nama Pembimbing/CI Mahasiswa
…………………………………. Ni Made Rasita
Puspitaswari
NIP. NIM. P07120216016

Nama Pembimbing/CT

.....................................................
NIP.

Anda mungkin juga menyukai