Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

UNSTABLE ANGINA PECTORIS (UAP)

A. Definisi
Angina pektoris tak stabil didefinisikan sebagai perasaan tidak enak di dada
(chest discomfort) akibat iskemia miokard yang datangnya tidak tentu, dapat
terjadi pada waktu sedang melakukan kegiatan fisik atau dalam keadaan istirahat.
Perasaan tidak enak ini dapat berupa nyeri, rasa terbakar atau rasa tertekan.
Kadang-kadang tidak dirasakan di dada melainkan di leher, rahang bawah, bahu,
atau ulu hati (Kabo dan Karim, 2018).
Angina pektoris tak stabil adalah suatu spektrum dari sindroma iskemik
miokard akut yang berada di antara angina pektoris stabil dan infark miokard akut
(Anwar, 2014).

B. Etiologi
Gejala angina pektoris pada dasarnya timbul karena iskemik akut yang tidak
menetap akibat ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai O2 miokard.
Beberapa keadaan yang dapat merupakan penyebab baik tersendiri ataupun
bersama-sama yaitu (Anwar, 2014) :
a. Faktor di luar jantung Pada penderita stenosis arteri koroner berat dengan
cadangan aliran koroner yang terbatas maka hipertensi sistemik, takiaritmia,
tirotoksikosis dan pemakaian obat-obatan simpatomimetik dapat meningkatkan
kebutuhan O2 miokard sehingga mengganggu keseimbangan antara kebutuhan
dan suplai O2. Penyakit paru menahun dan penyakit sistemik seperti anemi
dapat menyebabkan tahikardi dan menurunnya suplai O2 ke miokard..
b. Sklerotik arteri koroner Sebagian besar penderita angina tidak stabil (ATS)
mempunyai gangguan cadangan aliran koroner yang menetap yang disebabkan
oleh plak sklerotik yang lama dengan atau tanpa disertai trombosis baru yang
dapat memperberat penyempitan pembuluh darah koroner. Sedangkan sebagian
lagi disertai dengan gangguan cadangan aliran darah koroner ringan atau
normal yang disebabkan oleh gangguan aliran koroner sementara akibat
sumbatan maupun spasme pembuluh darah.
c. Agregasi trombosit Stenosis arteri koroner akan menimbulkan turbulensi dan
stasis aliran darah sehingga menyebabkan peningkatan agregasi trombosit yang
akhirnya membentuk trombus dan keadaan ini akan mempermudah terjadinya
vasokonstriksi pembuluh darah.
d. Trombosis arteri koroner Trombus akan mudah terbentuk pada pembuluh darah
yang sklerotik sehingga penyempitan bertambah dan kadang-kadang terlepas
menjadi mikroemboli dan menyumbat pembuluh darah yang lebih distal.
Trombosis akut ini diduga berperan dalam terjadinya ATS.
e. Pendarahan plak ateroma Robeknya plak ateroma ke dalam lumen pembuluh
darah kemungkinan mendahului dan menyebabkan terbentuknya trombus yang
menyebabkan penyempitan arteri koroner.
f. Spasme arteri koroner Peningkatan kebutuhan O2 miokard dan berkurangnya
aliran coroner karena spasme pembuluh darah disebutkan sebagai penyeban
ATS. Spame dapat terjadi pada arteri koroner normal atupun pada stenosis
pembuluh darah koroner. Spasme yang berulang dapat menyebabkan
kerusakan artikel, pendarahan plak ateroma, agregasi trombosit dan trombus
pembuluh darah. Beberapa faktor risiko yang ada hubungannya dengan proses
aterosklerosis antara lain adalah :
1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah antara lain umur, jenis kelamin dan
riwayat penyakit dalam keluarga.
2. Faktor risiko yang dapat diubah antara lain merokok, hiperlipidemi,
hipertensi, obesitas dan DM.

C. Patofisiologi
Sakit dada pada angina pektoris disebabkan karena timbulnya iskemia
miokard atau karena suplai darah dan oksigen ke miokard berkurang. Aliran darah
berkurang karena penyempitan pembuluh darah koroner (arteri koronaria).
Penyempitan terjadi karena proses ateroskleosis atau spasme pembuluh koroner
atau kombinasi proses aterosklerosis dan spasme. Aterosklerosis dimulai ketika
kolesterol berlemak tertimbun di intima arteri besar. Timbunan ini, dinamakan
ateroma atau plak akan mengganggu absorbsi nutrient oleh sel-sel endotel yang
menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan menyumbat aliran darah
karena timbunan ini menonjol ke lumen pembuluh darah. Endotel pembuluh
darah yang terkena akan mengalami nekrotik dan menjadi jaringan parut,
selanjutnya lumen menjadi semakin sempit dan aliran darah terhambat. Pada
lumen yang menyempit dan berdinding kasar, akan cenderung terjadi
pembentukan bekuan darah. Hal ini menjelaskan bagaimana terjadinya koagulasi
intravaskuler, diikuti oleh penyakit tromboemboli, yang merupakan komplikasi
tersering aterosklerosis. Pada mulanya, suplai darah tersebut walaupun berkurang
masih cukup untuk memenuhi kebutuhan miokard pada waktu istirahat, tetapi
tidak cukup bila kebutuhan oksigen miokard meningkat seperti pada waktu pasien
melakukan aktivitaas fisik yang cukup berat. Pada saat beban kerja suatu jaringan
meningkat, kebutuhan oksigennya juga meningkat. Apabila kebutuhan oksigen
meningkat pada jantung yang sehat, arteriarteri koroner akan berdilatasi dan
mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot jantung. Akan tetapi apabila
arteri koroner mengalami kekakuan atau menyempit akibat aterosklerosis dan
tidak dapatberdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan oksigen,
dan terjadi iskemia(kekurangan suplai darah) miokardium dan sel-sel miokardium
mulai menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan energinya.
Proses pembentukan energy ini sangat tidak efisien dan menyebabkan
pembentukan asam laktat. Asam laktat menurunkan pH miokardium dan
menyebabkan nyeri ang berkaitan dengan angina pectoris. Apabila kebutuhan
energy sel-sel jantung berkurang, suplai oksigen oksigen menjadi adekut dan sel-
sel otot kembali keproses fosforilasi oksidatif untuk membentuk energy. Proses
ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan menghilangnya penimbunan asam
laktat, nyeri angina pectoris mereda.
D. Phatway

- Aterosklerosis Pajanan terhadap Aliran O2


- Spasme pembuluh Stress Lati
dingin meningkat ke
darah han
mesentrikus

Adrenalin Kebutuhan jantung Aliran O2 ke


Vasokontriksi meningkat
meningkat jantung menurun

Aliran O2 arteri
koronaria meningkat
Jantung kekurangan O2 Ketidakseimbangan
suplai O2

Kontraksi otot jantung Iskemia otot jantung


Intoleransi aktivitas

Penurunan curah Nyeri


jantung

Takut mati Perlu menghindari


komplikasi

Cemas
Kurang Informasi

Kerang
pengetahuan
E. Tanda Dan Gejala
Adapan gelaja yang klinisnya yaitu:
1. Didapatkan rasa tidak enak di dada yang tidak selalu sebagai rasa sakit, tetapi
dapat pula sebagai rasa penuh di dada, tertekan, nyeri, tercekik atau rasa
terbakar. Rasa tersebut dapat terjadi pada leher, tenggorokan, daerah antara
tulang skapula, daerah rahang ataupun lengan.
2. Sesak napas atau rasa lemah yang menghilang setelah angina hilang.
3. Dapat pula terjadi palpitasi, berkeringat dingin, pusing ataupun hampir
pingsan (Anwar, 2014).

F. Klasifikasi
1. Kelas A Angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi lain atau
febris.
2. Kelas B Angina tak stebil yang primer, tak ada faktor ekstra kardiak.
3. Kelas C Angina yang timbul setelah serangan infark jantung (Anonim, 2014).

G. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG EKG perlu dilakukan pada waktu serangan angina, bila EKG istirahat
normal, stress test harus dilakukan dengan treadmill ataupun sepeda
ergometer. Tujuan dari stress test adalah menilai sakit dada apakah berasal
dari jantung atau tidak, dan menilai beratnya penyakit seperti bila kelainan
terjadi pada pembuluh darah utama akan memberi hasil positif kuat Gambaran
EKG penderita ATS dapat berupa depresi segmen ST, depresi segmen ST
disertai inversi gelombang T, elevasi segmen ST, hambatan cabang ikatan His
dan tanpa perubahan segmen ST dan gelombang T. Perubahan EKG pada
ATS bersifat sementara dan masing-masing dapat terjadi sendiri-sendiri
ataupun sersamaan. Perubahan tersebut timbul di saat serangan angina dan
kembali ke gambaran normal atau awal setelah keluhan angina hilang dalam
waktu 24 jam. Bila perubahan tersebut menetap setelah 24 jam atau terjadi
evolusi gelombang Q, maka disebut sebagai IMA.
b. Enzim LDH, CPK dan CK-MB Pada ATS kadar enzim LDH dan CPK dapat
normal atau meningkat tetapi tidak melebihi nilai 50% di atas normal. CK-
MB merupakan enzim yang paling sensitif untuk nekrosis otot miokard, tetapi
dapat terjadi positif palsu. Hal ini menunjukkan pentingnya pemeriksaan
kadar enzim secara serial untuk menyingkirkan adanya IMA (Anwar, 2018)

H. Komplikasi
1. Infraksi miokardium yang akut (serangan jantung).
2. Kematian karena serangan jantung secara mendadak.
3. Aritma kardiak.
4. Hipoksemia.
5. Trombosis vena dalam.
6. Syok kardiogenik.

I. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan medis angina adalah untuk menurunkan
kebutuhan oksigen jantung dan untuk meningkatkan suplai oksigen. Secara
medis tujuan ini dicapai melalui terapi farmakologi dan kontrol terhadap faktor
resiko.secara bedah tujuan ini dicapai melalui revaskularisasi suplai darah
jantung melalui bedah pintas arteri koroner atau angioplasti koroner
transliminal perkutan (PTCA = percutaneous transluminal coronary
angioplasty), (didiskusikan di bawah). Biasanya diterapkan kombinasi antara
terapi medis dan pembedahan. Seperti yang akan didiskusikan kemudian,
terdapat beberapa pendekatan yang akhir-akhir ini sering di gunakan untuk
revaskularisasi jantung. Tiga teknik utama yang menawarkan penyembuhan
bagi klien dengan penyakit arteri koroner mencakup penggunaan alat
intrakoroner utnuk meningkatkan aliran darah, penggunaan untuk menguapkan
plak dan endarterektomi koroner perkutan untuk mengangkat obstruksi.
Penelitian yang bertujuan untuk membandingkan hasil akhir yang dipakai oleh
salah satu atau seluruh teknik diatas, melalui bedah pintas koroner dan PTCA
sedang dilakukan. Ilmu pengetahuan terus dikembangkan untuk mengurangi
gejala dan kemunduran proses angina yang di derita pasien. Terapi
Farmakologi Nitrogliserin.
Senyawa nitrat masih merupakan obat utama untuk menangani angina
pektoris. Nitrogliserin diberikan untuk menurunkan konsumsi oksigemn
jantung yang akan mengurangi iskemia dan mengurangi nyeri augina.
Nitrogliserin adalah bahan vasoaktif yang berfungsi baik vena maupun arteria
sehingga mempengaruhi perifer. Dengan pelebaran vena terjadi pengumpulan
darah vena di seluruh tubuh. Akibatnya hanya sedikit darah yang kembali ke
jantung dan terjalah penurunan tekanan pengisian (preload). Nitrat juga
melemaskan arteriol sistemik dan menyebabkan penurunan tekanan darah
(penurunan afterload). Semuanya itu berakibat pada penurunan kebutuhan
oksigen jantung, merupakan suatu keadaan yang lebih seimbang antara suplai
dan kebutuhan. Nitrogliserin biasanya diletakkan dibawah lidah (subtingual)
atau dipipi (kantong bukal) dan akan menghilangkan nyeri iskemia dalam 3
menit.
a. Pasien diminta tidak menggerakkan lidah dan jangan menelan ludah
sampai tablet nitrogliserin larut. Bila nyeri sangat berat, tablet dapat
dikunyah untuk dapat mempercepat penyerapan di bawah lidah.
b. Sebagai pencegah, pasien harus selalu membawa obat ini. Nitrogliserin
bersifat sangat tidak stabil dan harus di simpan dalam botol gelap tertutup
rapat. Nitrogliserin tidak boleh di simpan dalam botol plastik atau logam.
c. Nitrogliserin mudah menguap dan menjadi tidak aktif bila terkena panas,
uap, udara, cahaya dalam waktu lama. Bila nitrogliserin masih segar,
pasien akan merasa terbakar di bawah lidah dan kadang kepala terasa
tegang dan berdenyut. Persediaan nitrogliserin harus diperbaharui setiap 6
bulan sekali.
d. Selain menggunakan dosis yang telah ditentukan, pasien harus mengatur
sendiri dosis yang diperlukan, yaitu dosis terkecil yang dapat
menghilangkan nyeri. Obat harus digunakan untuk mengantisipasi bila
akan melakukan aktivitas yang mungkin akan menyebabkan nyeri. Karena
nitrogliserin dapat meningkatkan toleransi pasien terhadap latihan dan
stress bila di gunakan sebagai pencegahan (misalk sebelum latihan,
menaiki tangga, hubungan seksual) maka lebih baik gunakan obat ini
sebelum rasa nyeri muncul.
e. Pasien harus mengingat berapa lama kerja nitrogliserin dalam
menghilangkan nyeri, bila nyeri tidak dapat dikurangi dengan
nitrogliserin, harus dicurigai adanya ancaman terjadinya infark
miokardium.
f. Bila nyeri menetap setelah memakai tiga (3) tablet sublingual dengan
interval 5 menit, pasien dianjurkan segera dibawa ke fasilitas perawatan
darurat terdekat. Efek samping nitrogliserin meliputi rasa panas, sakit
kepala berdenyut, hipertensi, dan takikardia. Penggunaan preparat nitrat
long-acting masih diperdebatkan. Isorbid dinitrat (isordil) tampaknya
efektif sampai 2 jam bila digunakan dibawah lidah, tetapi efeknya tidak
jelas bila diminum peroral. Salep Nitrogliserin Topikal. Nitrogliserin juga
tersedia dalam bentuk lanonin-petrolatum. Bentuk ini dioleskan di kulit
sebagai perlindungan terhadap nyeri angina dan mengurangi nyeri. Bentuk
ini sangat berguna bila digunakan pada pasien yang mengalami angina
pada malam hari atau yang harus menjalankan aktivitas dalam waktu
cukup lama (misal main golf) karena mempunyai efek jangka panjang
sampai 24 jam. Dosis biasanya ditingkatkan sampai terjadi sakit kepala
atau efek berat terhadap tekanan darah atau frekuensi jantung, kemudian
diturunkan sampai dosis tertinggi yang tidak menimbulkan efek samping
tersebut. Cara pemakaian salep biasanya dilampirkan pada kemasan.
Pasien selalu diingatkan untuk mengganti tempat yang akan dioleskan
salep untuk mencegah iritasi kulit. Terapi Non Farmakologis Ada berbagai
cara lain yang diperlukan untuk menurunkan kebutuhan oksigen jantung
antara lain : pasien harus berhenti merokok, karena merokok
mengakibatkan takikardia dan naiknya tekanan darah, sehingga memaksa
jantung bekerja keras. Orang obesitas dianjurkan menurunkan berat badan
untuk mengurangi kerja jantung. Mengurangi stress untuk menurunkan
kadar adrenalin yang dapat menimbulkan vasokontriksi pembulu darah.
Pengontrolan gula darah. Penggunaan kontra sepsi dan kepribadian seperti
sangat kompetitif, agresif atau ambisius.

g. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Berikan posisi semifowler
b. Berikan oksigen konsentrasi tinggi (6-10 liter/menit)
c. Kolaborasi pemberian nitrogen, bete bloker dan kalsium anatagonis)
d. Monitor tekanan darah, nadi dan pernapasan
e. Lakukan EGC
f. Observasi bunyi jantung
g. Observasi adanya mual, muntah dan konstipasi ( Smeltzer, 2002)

J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1) Pengkajian primer
a. Airways
 Sumbatan atau penumpukan secret
 Wheezing atau krekles
b. Breathing
 Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
 RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
 Ronchi, krekles
 Ekspansi dada tidak penuh
 Penggunaan otot bantu nafas
c. Circulation
 Nadi lemah , tidak teratur
 Takikardi
 TD meningkat / menurun
 Edema
 Gelisah
 Akral dingin
 Kulit pucat, sianosis
 Output urine menurun

2) Pengkajian sekunder
a. Aktifitas
 Gejala :
- Kelemahan
- Kelelahan
- Tidak dapat tidur
- Pola hidup menetap
- Jadwal olah raga tidak teratur

 Tanda :
- Takikardi
- Dispnea pada istirahat atau aaktifitas
b. Sirkulasi
 Gejala
Riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan
darah, diabetes mellitus.
 Tanda :
 Tekanan darah
o Dapat normal / naik / turun
o Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau
berdiri
 Nadi
o Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat
kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus
(disritmia).
 Bunyi jantung
o Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan
gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain
ventrikel.
 Murmur
o Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
 Friksi : dicurigai Perikarditis
 Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
 Edema
o Distensi vena juguler, edema dependent, perifer, edema
umum, krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau
ventrikel.

 Warna
o Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau
bibir.

c. Integritas ego
 Gejala :
Menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan
ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir
tentang keuangan, kerja, keluarga.
 Tanda :
Menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,
perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri.
d. Eliminasi
 Tanda :
 Normal
 Bunyi usus menurun.
e. Makanan atau cairan
 Gejala :
Mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar.
 Tanda :
Penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah,
perubahan berat badan.
f. Hygiene
 Gejala atau tanda :
Kesulitan melakukan tugas perawatan
g. Neurosensori
 Gejala :
Pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau
istrahat )
 Tanda :
Perubahan mental, kelemahan.
h. Nyeri atau ketidaknyamanan
 Gejala :
 Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak
berhubungan dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau
nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral)
 Lokasi :
Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat
menyebar ke tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya
seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
 Kualitas :
“Crushing”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat
dilihat.
 Intensitas :
Biasanya 10 (pada skala 1-10), mungkin pengalaman nyeri
paling buruk yang pernah dialami.
 Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi,
diabetes mellitus, hipertensi, lansia.
i. Pernafasan :
 Gejala :
 Dispnea tanpa atau dengan kerja
 Dispnea nocturnal
 Batuk dengan atau tanpa produksi sputum
 Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
 Tanda :
 Peningkatan frekuensi pernafasan
 Nafas sesak / kuat
 Pucat, sianosis
 Bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
j. Interkasi social
 Gejala :
 Stress
 Kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : penyakit,
perawatan di RS
 Tanda :
 Kesulitan istirahat dengan tenang
 Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut )
 Menarik diri
2. Diagnosa keperawatan yang sering muncul
1) Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis
2) Resiko penurunan curah jantung
3) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen, kelemahan umum.
4) Cemas berhubungan dengan ancaman perubahan status kesehatan,
kematian, krisis situasional.
5) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

3. Intervensi keperawatan
Huda, A. N. dan Kusuma, H., 2013
Diagnosa
Intervensi
Keperawatan
Nyeri akut Pain Management
Faktor yang  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
berhubungan : termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Agen cedera kualitas, dan faktor presipitasi.
(biologis, zat  Observasi reaksi nonverbaldari ketidaknyamanan.
kimia, fisik,  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
psikologis) mengetahui pengalaman nyeri pasien.
 Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri.
 Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau.
 Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau.
 Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan.
 Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri,
seperti suhuruangan, pencahayaan, dan kebisingan.
 Kurangi faktor presipitasi nyeri.
 Pilih dan lakukan pengkajian nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan interpersonal).
 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menetukan
intervensi.
 Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi
 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
 Evaluasi keefektifan kontrol nyeri.
 Tingkatkan istirahat.
 Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil.
 Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri.
Resiko penurunan Cardiac Care
perfusi jaringan  Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, lokasi, durasi).
jantung  Catat adanya disritmia jantung.
 Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac
output.
 Monitor status pernafasn yang menandakan gagal
jantung.
 Monitor abdomen sebagai indikator penurunan
perfusi.
 Monitor balance cairan.
 Monitor adanya perubahan tekanan darah.
 Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
antiaritmia.
 Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari
kelelahan.
 Monitor toleransi aktivitas pasien.
 Monitor adanya dyspneu, fatigue, takipneu, ortopneu.
 Anjurkan untuk menurunkan stress.
Intoleransi aktivitas Activity Therapy
Faktor Yang  Kolaborasi dengan tenanga rehabilitasi medik dalam
Berhubungan : merencanakan program terapi yang tepat.
Tirah baring atau  Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
imobilisasi mampu di lakukan.
Kelemahan umum  Bantuk untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai
Ketidakseimbangan dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial.
antara suplaidan  Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
kebutuhan oksigen sumber yang di perlukan untuk aktivitas yang di
Imobilitas inginkan.
Gaya hidup  Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas
monoton seperti kursi roda.
 Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang di sukai.
 Bantu klien untuk membuat jadwal latihan di waktu
luang.
 Bantu pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas.
 Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas.
 Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan.
 Monitor respon fisik, emosi, sosial, dan spiritual.
Ansietas (cemas) Anxiety Reduction (Penurunan Kecemasan)
Faktor Yang  Gunakan pendekaran yang menenangkan.
Berhubungan :  Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
Perubahan status  Jelaskn semua prosedur dan apa yang dirasakan
kesehatan selama prosedur.
Kematian  Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress.
Krisis situasional  Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
mengurangi takut.
 Dorong keluarga untuk menemani pasien.
 Lakukan back / neck rub.
 Dengarkan dengan penuh perhatian
 Identifikasi tingkat kecemasan
 Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
kecemasan.
 Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi.
 Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi.
 Berikan obat untuk mengurangi kecemasan.
Kurang  Berikan informasi dalam bentuk belajar yang
pengetahuan berfariasi, contoh buku, program audio / visual, tanya
Faktor yang jawab, dll.
behubungan :  Beri penjelasan faktor resiko, diet (rendah lemak dan
Kurang informasi garam) dan aktivitas yang berlebihan.
 Peringatkan untuk menghindari naktivitas manuver
valsava.
 Latih pasien sehubungan dengan aktivitas yang
bertahap contoh : jalan, kerja, rekreasi, aktivitas
seksual.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar. 2014. Keperawatan Medical-Bedah Vol 2. Jakarta : EGC

Carpenito, L.J. 2010. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6.
Jakarta: EGC

Corwin, EJ. 2010. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Finarga. 2010. Angina. Dimuat dalam http://finarga.blogspot.com/ (diakses pada 11


Maret 2012)

Huda, A. N. dan Kusuma, H. 2013. Aplikasi Keperawtan Berdasarkan Diagnosis


Medis & Nanda NIC-NOC. Jakarta:EGC.

Johnson, M., et all. 2010. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River

Judith M. Wilkinson. 2015. Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook with NIC
Interventions and NOC Outcome. New Jersey : Horrisonburg.

Mansjoer, A dkk. 2012. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Rab, T. 2012. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni

Santosa, Budi. 2012. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:


Prima Medika

Anda mungkin juga menyukai