Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN ENDAHULUAN

ACUTE CORONARY
SYNDROME

A. Definisi Sindroma Koroner Akut(SKA)


• Merupakan spektrum manifestasi akut dan berat yang merupakan keadaan
kegawatdaruratan dari koroner akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan
oksigen miokardium dan aliran darah.
• Acute coronary syndrome adalah istilah untuk tanda-tanda klinis dan

gejala iskemia miokard: angina stabil, non-ST-segmen elevasi miokard infark,


dan elevasi ST-segmen infark miokard.
• Sindrom koroner akut (SKA) adalah merupakan satu dari tiga penyakit
pembuluh darah arteri koroner, yaitu : ST-Elevasi infark miokard (30 %), Non
ST-Elevation infark miokard (25 %), dan Angina Pectoris Tidak Stabil (25 %).

B.Etiologi
1. Faktor penyebab
a. Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
 Faktor pembuluh darah :
a. Aterosklerosis.
b. Spasme
c. Arteritis
 Faktor sirkulasi :

a. Hipotensi

b. Stenosis aorta

c. Insufisiensi

 Faktor darah :

a. Anemia

b. Hipoksemia

c. Polisitemia

b. Curah jantung yang meningkat :


1. Aktifitas berlebihan
2. Emosi
3. Makan terlalu banyak
4. Hypertiroidisme
c. Kebutuhan oksigenmiocard meningkat pada :
1. Kerusakan miocard
2. Hypertropi miocard
3. Hypertensi diastolik

2. Faktor predisposisi
Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
a. Usia > 40 tahun
b. Jenis kelamin : insiden pada pria, sedangkan pada wanita meningkat
setelah menopause
c. Hereditas
d. Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.

3. Faktor resiko yang dapat diubah :


a. Mayor :
1. Hiperlipidemia
2. Hipertensi
3 .Merokok
4. Diabetes
5 .Obesitas
6. Diet tinggi lemak jenuh, kalori

b. Minor:
1. Inaktifitas fisik
2. Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius,
kompetitif).
3. Stress psikologis berlebihan.
C. Manifestasi Klinis

1. Nyeri :
 Gejala utama adalah nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-
menerus tidak mereda, biasanya dirasakan diatas region sternal bawah dan
abdomen bagian atas.
 Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak

tertahankan lagi.

 Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar

ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).

 Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau

gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak

hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin.

 Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.

 Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis

berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.

 Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat

karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor.

2. Pada ACS dapat ditemukan juga sesak napas, diaphoresis, mual, dan nyeri
epigastrik.
3. Perubahan tanda vital, seperti takikardi, takipnea, hipertensi, atau hipotensi,
dan penurunan saturasi oksigen (SAO 2) atau kelainan irama jantung

D.Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang dapat ditemukan, antara lain :
1. Aritmia
2. Kematian mendadak
3. Syok kardiogenik
4. Gagal Jantung ( Heart Failure)
5. Emboli Paru
6. Ruptur septum ventikuler
7. Ruptur muskulus papilaris
8. Aneurisma Ventrikel
E. Patofisiologi
Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di intima arteri besar.
Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak akan menggangu absorbsi nutrient
oleh sel-sel endotel yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan
menyumbat aliran darah karena timbunan menonjol ke lumen pembuluh darah.
Endotel pembuluh darah yang terkena akan mengalami nekrotik dan menjadi
jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi sempit dan aliran darah terhambat.
Pada lumen yang menyempit dan berdinding kasar, akan cebderung terjadi
pembentukan bekuan darah, hal ini menjelaskan bagaimana terjadinya koagulasi
intravaskuler, diikuti oleh penyakit tromboemboli, yang merupakan penyakit
aterosklerosis.
Mekanisme pembentukan lesi aterosklerosis adalah pembentukan thrombus pada
permukaan plak, konsolidasi thrombus akibat efek fibrin, perdarahan ke dalam
plak, dan penimbunan lipid terus menerus. Bila fibrosa pembungkus plak pecah,
maka debris lipid akan terhanyut dalam aliran darah dan menyumbat arteri
koroner dan kapiler di sebelah distal plak yang pecah. Hal ini di dukung dengan
struktur arteri koroner yang rentan terhadap ateroskerosis, dimana arteri koroner
tersebut berpilin dan berkelok-kelok saat memasuki jantung, menimbulkan kondisi
yang rentan untuk terbentuknya atheroma.
Dari klasifikasinya, maka ACS dapat dilihat dari dua aspek, yaitu Iskemik dan Infark.
Iskemia adalah suatu keadaan kekurangan oksigen yang bersifat sementara dan
reversibel. Penurunan suplai oksigen akan meningkatkan mekanisme
metabolisme anaerobik. Iskemia yang lama dapat menyebabkan kematian otot
atau nekrosis. Keadaan nekrosis yang berlanjut dapat menyebabkan kematian
otot jantung (infark miokard). Ventrikel kiri merupakan ruang jantung yang paling
rentan mengalami iskemia dan infark, hal ini disebabkan kebutuhan oksigen
ventrikel kiri lebih besar untuk berkontraksi. Metabolisme anaerobik sangat tidak
efektif selain energi yang dihasilkan tidak cukup besar juga meningkatkan
pembentukan asam laktat yang dapat menurunkan PH sel (asidosis). Iskemia
secara khas ditandai perubahan EKG: T inversi, dan depresi segmen ST.
Gabungan efek hipoksia, menurunnya suplai energi, serta asidosis dapat dengan
cepat mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi pada daerah yang
terserang mengalami gangguan, serabut ototnya memendek, serta daya
kecepatannya menurun. Perubahan kontraksi ini dapat menyebakan penurunan
curah jantung. Iskemia dapat menyebabkan nyeri sebagai akibat penimbunan
asam laktat yang berlebihan. Angina pektoris merupakan nyeri dada yang
menyertai iskemia miokardium.
Angina pektoris dapat dibagi: angina pektoris stabil (stable angina), angina pektoris
tidak stabil (unstable angina), angina variant (angina prinzmetal). Angina Pektoris
Stabil: Nyeri dada yang tergolong angina stabil adalah nyeri yang timbul saat
melakukan aktifitas. Rasa nyeri tidak lebih dari 15 menit dan hilang dengan
istirahat. Angina Pektoris Tidak Stabil (UAP): Pada UAP nyeri dada timbul pada
saat istirahat, nyeri berlangsung lebih dari 15 menit dan terjadi peningkatan rasa
nyeri. Angina Varian: Merupakan angina tidak stabil yang disebabkan oleh
spasme arteri koroner. Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 menit dapat
menyebabkan kerusakan sel yang ireversibel dan kematian otot (nekrosis).
Bagian miokardium yang mengalami nekrosis atau infark akan berhenti
berkontraksi secara permanen (yang sering disebut infark).
Aterosklerosis
WOC Trombosis
Konstriksi arteri koronaria

Aliran darah ke jantung menurun

Oksigen dan nutrisi turun

Jaringan Miocard Iskemik

Nekrose lebih dari 30 menit

Supply dan kebutuhan oksigen ke jantung tidak seimbang

Supply Oksigen ke Miocard turun

Metabolisme an aerob Seluler hipoksia

Kerusakan pertukaran gas


Timbunan asam laktat meningkat Integritas membran sel berubah
Nyeri akut

Fatique Cemas Kontraktilitas turun penurunan curah jantung


Resiko

Intoleransi aktifitas

COP turun Kegagalan pompa jantung

Gangguan perfusi jaringan


Gagal jantung

Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler


F. Pemeriksaan diagnostik
1. EKG
 STEMI : Perubahan pada pasien dengan Infark Miokard Akut, meliputi :

hiperakut T, elevasi segmen ST yang diikuti dengan terbentuknya Q


pathologis, terbentuknya bundle branch block/ yang dianggap baru.
Perubahan EKG berupa elevasi segment ST ≥ 1 mm pada 2 sadapan yang
berdekatan pada limb lead dan atau segment elevasi ≥ 2 mm pada 2
sadapan chest lead.

 NSTEMI : Perubahan EKG berupa depresi segment ST ≥ 1 mm pada 2

sadapan yang berdekatan pada limb lead dan atau segment depresi ≥ 2 mm
pada 2 sadapan chest lead.

 Gambaran EKG
Pemeriksaan EKG memegang peranan penting dalam mendiagnosa
AKS.Pemeriksaan tyang sederhana,murah tapi mempunyai nilai klinis
yang tinggi. Pada APTS/ Non Q infark,perubahan berupa adanya ST
segmen depresi atau T inversi. Hal ini harus dibedakan dengan tanda
hipertropi ventrikel kiri.

Gambaran EKG berupa ST Depresi


 Pada akut infark dengan gelombang Q, didapat adanya ST segemen Elevasi,yang pada jam
awal masih berupa hiperakut T (gelombang T tinggi ) yang kemudian berubah menjadi ST
elevasi. Adanya new RBBB/LBBB juga merupakan tanda perubahan ECG pada infark
gelombang Q.

Gambaran EKG berupa ST Elevasi


 Pada penderita dengan nyeri dada sementara ECG-nya normal menunjukkan besar
kemungkinan nonkardiac pain. Sementara progonosis dengan perubahan ECG
hanya T inverted lebih baik dari ST segmen depresi yang masuk dalam risiko
tinggi.

2. Enzim Jantung, yaitu :


 CKMB : dapat dideteksi 4-6 jam pasca infark, mencapai puncaknya pada

24 jam pertama, kembali normal setelah 2-3 hari.

 Troponin T : spesifik untuk kerusakan otot jantung, dapat dideteksi 4-8

jam pasca infark

 LDH : dapat dideteksi 24-48 jam pasca infark, mencapai puncaknya

setelah 3-6 hari, normal setelah mencapai 8-14 hari.

3. Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, misalnya
hipokalemi, hiperkalemi.
4. Sel darah putih
Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi.
5. Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA , menunjukkan inflamasi.
6. AGD
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
7. Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosklerosis sebagai penyebab IMA.
8. Rontgen Dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau
aneurisma ventrikuler.
9. Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
10. Pemeriksaan pencitraan nuklir
- Talium : mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel miokard

misal lokasi atau luasnya AMI.

- Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik

11. Pencitraan darah jantung (MUGA)


Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding
regional dan fraksi ejeksi (aliran darah).
12. Angiografi coroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya
dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji
fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase
AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
13. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel,
lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.
14. Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan
sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.
G. Penatalaksanaan Medik
Tujuan terapi pada penderita AKS, yaitu men-stabilkan angina (pada APTS) dan
mencegah kerusakan lebih lanjut pada infark. Masa-masa kritis pada

penderita infark adalah 2 jam pertama setelah serangan,dimana komplikasi


gangguan listrik jantung yang fatal VT-VF merupakan hal yang paling sering
sebagai penyebab suddent death.
Penatalaksanaan dibedakan menjadi 2 bagian yaitu : 1.
Umum
 Pasien dianjurkan istirahat total  Pasien puasa 4-6 jam, setelah pasien
tidak ada keluhan nyeri dada dapat

diit cair  Segera pasang IV line  Oksigen  Nitral (cedocard)


sublingual  Nitrogliserin oral atau infus (drip)  Aspirin 160 mg
dikunyah  Pain killer (Morphine/Petidine)  Penderita dirawat
di CVCU/ICCU, memerlukan monitor ketat

2. Khusus
 B Bloker
Mengurangi konsumsi oksigen. Pilihan pada B Bloker non ISA. KI pada AV
blok,Asma Bronkial,Severe LHF. Pemberian B bloker dapat menurunkan
progresif AKS sekitar 13 %.  ACE Inhibitor

Hari pertama serangan, mampu menurunkan mortalitas fasca infark.  Lipid


Lowering Terapi (atorvastatin )  Trombolitik Terapi

Pemberian Trombolitik terapi hanya pada Infrak dengan Gelombang Q (ST


elevasi),sedang pada infark non Q dan APTS tidak ada manfaat pemberian
trombolitk.  Heparin

UFH (unfraksional heparin), risiko perdarahan memerlukan monitor


APTTT,dosis bolus 5000 IU,diikuti dengan infus 1000 IU/jam (2-2,5 x nilai
APTT baseline). Low Molucle Weight Heparin (LMWH) lebih aman,risiko
perdarahan kecil dan tidak memerlukan pemantauan APTT. Dosis sesuai
dengan berat badan, 1 mg/kgBB.

 Platelet Gliko Protein (GP) Iib/IIIa reseptor Bloker.

Digunakan untuk pencegahan pembekuan darah lebih lanjut,fibrinolisis


endogen dan mengurangi derajat stenosis.  Primary dan Rescue PTCA

Di senter-senter yang fasilitas cath-lab dan tenaga ahli yang lengkap ,jarang
memberikan trombolitik biasanya penderita langsung didorong ke kamar
cateterisasi untuk dilakukan PTCA, dan pada mereka yang gagal dalam
pemberian trombolitk dilaukan rescue PTCA.  CABG

H. Penyakit Yang Termasuk Dalam


SKA
Yang termasuk kedalam Sindroma koroner akut adalah angina tak stabil, miokard
infark akut dengan elevasi segmen ST (STEMI), dan miokard infark akut tanpa
elevasi segmen ST (NSTEMI) (Bassand, 2007). 1. Angina Pektoris Tak Stabil
a. Definisi Angina Pektoris Tak Stabil
Angina pektoris adalah nyeri dada intermitten yang disebabkan oleh iskemia
miokardium yang reversibel dan sementara. Diketahui terbagi atas tiga
varian utama angina pektoris: angina pektoris tipikal (stabil), angina
pektoris prinzmetal (varian), dan angina pektoris tak stabil. Pada
pembahasan ini akan lebih difokuskan kepada angina pektoris tidak stabil
(Kumar, 2007).
Angina pektoris tak stabil ditandai dengan nyeri angina yang frekuensi nya
meningkat. Serangan cenderung di picu oleh olahraga yang ringan, dan
serangan menjadi lebih intens dan berlangsung lebih lama dari angina
pektoris stabil.
Angina tak stabil merupakan tanda awal iskemia miokardium yang lebih serius dan
mungkin ireversibel sehingga kadang-kadang disebut angina pra infark.
Pada sebagian besar pasien, angina ini di picu oleh perubahan akut pada
plak di sertai trombosis parsial, embolisasi distal trombus dan/ atau
vasospasme. Perubahan morfologik pada jantung adalah arterosklerosis
koroner dan lesi terkaitnya (Kumar, 2007).

b. Epidemiologi Angina Pektoris Tak Stabil


Di Amerika serikat setiap tahun, 1 juta pasien di rawat di rumah sakit
karena angina pek toris tak stabil; dimana 6 sampai 8 persen kemudian

mendapat serangan infark jantung yang tidak fatal atau meninggal dalam
satu tahun setelah diagnosis di tegak kan (Trisnohadi, 2006).

c. Patogenesis Penyakit
 Ruptur plak
Ruptur plak arterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina pektoris tak stabil,
sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh
koroner yang sebelunya mempunyai penyempitan yang mininal. Dua
pertiga dari pembuluh yang mengalami ruptur sebelumnya mempunyai
penyempitan 50% atau kurang, dan pada 97% pasien dengan angina
tak stabil mempunyai penyempitan kurang dari 70%. Plak
arterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan
pelindung jaringan fibrotic (fibrotic cap).Plak tidak stabil terdiri dari inti
yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag.
Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima
yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadang-kadang
keretakan timbul pada dinding plak yang paling lemah karena adanya
enzim protease yang di hasilkan makrofag dan secara enzimatik
melemahkan dinding plak (fibrous cap).
Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan
menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup
pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST,
sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100% dan hanya
menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil
(Trisnohadi, 2006).

 Trombosis dan agregasi trombosit


Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu
dasar terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak
terganggu di sebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel
otot polos dan sel busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan
dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil. Setelah
berhubungan dengan darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor
VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan
pembentukan trombin dan fibrin (Trisnohadi, 2006).

 Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina
tak stabil. Di perkirakan ada disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang
diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan dalam tonus

pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir


seperti pada angina prinzmetal juga menyebabkan angina tak stabil.
Adanya spasme sering kali terjadi pada plak yang tak stabil dan
mempunyai peran dalam pembentukan trombus (Trisnohadi, 2006).

 Erosi pada plak tanpa ruptur


Terjadinya penyempitan juga dapat di sebabkan karena terjadinya
proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap
kerusakan endotel; adanya perubahan bentuk dari lesi karena
bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan
pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemia (Trisnohadi, 2006).

d. Diagnosis Dan Pemeriksaan Penunjang


Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan
angina yang bertambah dari biasa. Nyeri dada pada angina biasa tapi
lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau
timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan
sesak nafas, mual sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat
dingin. Pada pemeriksaan fisik sering kali tidak ada yang khas.

e. Pemeriksaan penunjang
 Elektrokardiografi (EKG)  Pemeriksan laboratorium  Pemeriksaan
troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah di terima
sebagai pertanda paling penting.

f. Penatalaksanaan Angina Pektoris Tak Stabil


 Tindakan umum
Pasien perlu perawatan di rumah sakit sebaiknya di unit intensif
koroner, pasien perlu di istirahatkan (bed rest), di beri penenang dan
oksigen; pemberian morfin atau petidin perlu pada pasien yang masih
merasakan nyeri dada walaupun sudah mendapat nitrogliserin
(Trisnohadi, 2006).
 Terapi medikamentosa
• Obat anti iskemia
• Nitrat, penyekat beta, antagonis kalsium.
• Obat anti agregasi trombosit
• Aspirin, tiklodipin, klopidogrel, inhibitor glikoprotein IIb/ IIIa
• Obat anti trombin
• Unfractionnated Heparin , low molecular weight heparin

• Direct trombin inhibitors

 Tindakan revaskularisasi pembuluh darah


Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan
iskemia berat, dan refrakter dengan terapi medikamentosa. Pada
pasien dengan penyempitan di left main atau penyempitan pada 3
pembuluh darah, bila di sertai faal ventrikel kiri yang kurang, tindakan
operasi bypass (CABG) dapat memperbaiki harapan, kualitas hidup
dan mengurangi resiko kembalinya ke rumah sakit. Pada tindakan
bedah darurat mortalitas dan morbiditas lebih buruk daripada bedah
elektif. Pada pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan
penyempitan pada satu atau dua pembuluh darah atau bila ada kontra
indikasi pembedahan, PCI merupakan pilihan utama. Pada angina tak
stabil perlunya dilakukan tindakan invasif dini atau konservatif
tergantung dari stratifikasi risiko pasien; pada resiko tinggi, seperti
angina terus- menerus, adanya depresi segmen ST, kadar troponin
meningkat, faal ventrikel yang buruk, adanya gangguan irama jantung
seperti takikardi ventrikel, perlu tindakan invasif dini (Trisnohadi, 2006).

2. Infark Miokard Dengan Elevasi ST (STEMI)


a. Definisi
Infark miokardium menunjukan terbentuknya suatu daerah nekrosis
miokardium akibat iskemia total. MI akut yang dikenal sebagai “serangan
jantung”, merupakan penyebab tunggal tersering kematian diindustri dan
merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju
(Kumar, 2007).

b. Epidemiologi STEMI
Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di
negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan
lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit.
Angka kejadian NSTEMI lebih sering di bandingkan dengan STEMI (Bassand,
2007). c. Patofisiologi STEMI
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi trombus pada plak arterosklerosik yang sudah
ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara
lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak
kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi
secara cepat pada lokasi injury vaskular, dimana injury ini di cetuskan oleh
faktor-faktor seperti merokok,hipertensi dan akumulasi lipid. Pada
sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis mengalami

fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu
trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan
plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap
yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran
patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi
dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP,
efinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan
memproduksi dan melepaskan tromboxan A2 (vasokontriktor lokal yang
poten). Selain aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor
glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor
mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein
adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan
fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat
mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan
silang platelets dan agregasi. Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan
tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X di aktivasi,
mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian
mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat
kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat
trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga
disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner
dan berbagai penyakit inflamasi sistemik (Alwi, 2006).

d. Diagnosis Dan Pemeriksaan


Pada anamnesis perlu ditanyakan dengan lengkap bagaimana kriteria
nyeri dada yang di alami pasien, sifat nyeri dada pada pasien STEMI
merupakan nyeri dada tipikal (angina). Faktor resiko seperti
hipertensi,diabetes melitus, dislipidemia, merokok, serta riwayat penyakit
jantung koroner di keluarga (Alwi, 2006). Pada hampir setengah kasus,
terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik
berat, stress, emosi, atau penyakit medis lain yang menyertai. Walaupun
STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, tetapi variasi sirkadian di
laporkan dapat terjadi pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun
tidur. Pada pemeriksaan fisik di dapati pasien gelisah dan tidak bisa
istirahat. Seringkali ektremitas pucat di sertai keringat dingin. Kombinasi
nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat di curigai kuat
adanya STEMI. Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan
S3 gallop, penurunan intensitas jantung pertama dan split paradoksikal
bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik

apikal yang bersifat sementara (Alwi, 2006). Selain itu diagnosis STEMI
ditegakan melalui gambaran EKG adanya elevasi ST kurang lebih 2mm,
minimal pada dua sadapan prekordial yang berdampingan atau kurang
lebih 1mm pada 2 sadapan ektremitas. Pemeriksaan enzim jantung,
terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis (Alwi, 2006).

e. Penatalaksanaan STEMI
 Tatalaksana di rumah sakit
ICCU; Aktivitas, Pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama. Diet,
karena resiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard,
pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12
jam pertama. Diet mencakup lemak < 30% kalori total dan kandungan
kolesterol <300mg/hari. Menu harus diperkaya serat, kalium,
magnesium, dan rendah natrium. Bowels, istirahat di tempat tidur.
Penggunaan narkotik sering menyebabkan efek konstipasi sehingga di
anjurkan penggunaan pencahar ringan secara rutin. Sedasi, pasien
memerlukan sedasi selama perawatan, untuk mempertahankan periode
inaktivasi dengan penenang (Alwi, 2006).

 Terapi farmakologis
• Fibrinolitik
• Antitrombotik
• Inhibitor ACE
• Beta-Blocker

3. Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST (NSTEMI)


a. Epidemiologi NSTEMI
Gejala yang paling sering di keluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi
salah satu gejala yang paling sering di dapatkan pada pasien yang datang
ke IGD , di perkirakan 5,3 juta kunjungan / tahun. Kira-kira 1/3 darinya di
sebabkan oleh unstable angina / NSTEMI, dan merupakan penyebab
tersering kunjungan ke rumah sakit pada penyakit jantung. Angka
kunjungan untuk pasien unstable angina / NSTEMI semakin meningkat
sementara angka STEMI menurun (Sjaharuddin, 2006).

b. Patofisiologi

NSTEMI dapat di sebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau


peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi
koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau proses vasokonstriksi
koroner. Trombosis akut pada arteri koroner di awali dengan adanya ruptur
plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid
yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan
konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang cenderung ruptur
mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak
jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat di jumpai sel makrofag dan
limfosit T yang menunjukan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini akan
mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF α, dan IL-6. selanjutnya IL-6
kan merangsang pengeluaran hsCRP di hati (Sjaharuddin, 2006).

c. Diagnosis Dan Pemeriksaan NSTEMI


Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang kala di epigastrium
dengan ciri seperti di peras, perasaan seperti di ikat, perasaan terbakar,
nyeri tumpul,rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi persentasi gejala
yang sering di temukan pada penderita NSTEMI. Gejala tidak khas seperti
dispnea, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu
atas atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-
pasien berusia lebih dari 65 tahun. Gambaran EKG, secara spesifik berupa
deviasi segmen ST merupakan hal penting yang menentukan resiko pada
pasien. Troponin T atau Troponin I merupakan pertanda nekrosis miokard
yang lebih di sukai, karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional
seperti CK dan CK-MB. Pada pasien dengan infark miokard akut,
peningkatan awal troponin pada daerah perifer setelah 3-4 jamdan dapat
menetap sampai 2 minggu (Sjaharuddin, 2006).

d. Penatalaksanaan NSTEMI
Pasien NSTEMI harus istirahat ditempat tidur dengan pemantauan EKG
untuk deviasi segmen ST dan irama jantung. Empat komponen utama
terapi harus dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI yaitu:  Terapi
antiiskemia  Terapi anti platelet/antikoagulan  Terapi invasif (kateterisasi
dini/ revaskularisasi)  Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah
perawatan RS.
KONSEP ASUHAN
KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1) Aktifitas
Gejala :
 Kelemahan,  Kelelahan  Tidak
dapat tidur.  Pola hidup menetap
 Jadwal olahraga tidak teratur
Tanda :

 Takikardi  Dispnea pada istirahat atau


aktifitas. 2) Sirkulasi
Gejala :
 Riwayat IMA sebelumnya 
Penyakit arteri koroner 
Masalah tekanan darah 
Diabetes mellitus. Tanda :
 TD : dapat normal atau naik/turun, perubahan postural dicatat dari
tidur sampai duduk/berdiri  Nadi : Dapat normal , penuh atau tidak kuat
atau lemah / kuat
kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia)
mungkin terjadi.  Bunyi jantung : Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4
mungkin
menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain
ventrikel.  Murmur : bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi
otot papilar  Friksi ; dicurigai Perikarditis  Irama jantung dapat teratur
atau tidak teratur  Edema : Distensi vena juguler, edema dependent ,
perifer, edema umum, krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau
ventrikel.  Warna : Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran
mukossa
atau
bibir

3) Integritas ego
Gejala :
 Menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati
 Perasaan ajal sudah dekat  Marah pada penyakit atau
perawatan  Khawatir tentang keuangan, kerja dan keluarga.
Tanda 

Menolak
 Menyangkal 
Cemas  Kurang
kontak mata

 Gelisah  Marah  Perilaku


menyerang  Fokus pada diri
sendiri  Koma nyeri. 4)
Eliminasi
Tanda
:
 Normal  Bunyi usus
menurun. 5) Makanan atau
cairan
Gejala :
 Mual  Kehilangan nafsu makan 
Bersendawa  Nyeri ulu hati atau rasa
terbakar Tanda :
 Penurunan turgor kulit  Kulit
kering/berkeringat.  Muntah. 
Perubahan berat badan. 6)
Higiene
Gejala atau tanda :
 Kesulitan melakukan tugas perawatan

7) Neurosensori
Gejala :
 Pusing  Berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau
istrahat) Tanda :
 Perubahan mental 
Kelemahan 8) Nyeri atau
ketidaknyamanan
Gejala :
 Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan
dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau
nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral).
 Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat
menyebar ke tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti
epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.  Kualitas :
“Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan.  Intensitas :
Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin pengalaman
nyeri paling buruk yang pernah dialami. Catatan : nyeri mungkin tidak
ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus , hipertensi, lansia 9)
Pernafasan: Gejala :
 Dispnea saat aktivitas ataupun saat istirahat 
Dispnea nokturnal  Batuk dengan atau tanpa
produksi sputum  Riwayat merokok, penyakit
pernafasan kronis. Tanda :
 Peningkatan frekuensi pernafasan  Nafas
sesak / kuat  Pucat, sianosis  Bunyi nafas
( bersih, krekles, mengi ), sputum

10)Interaksi sosial
Gejala :
 Kesulitan koping dengan stressor yang ada. Tanda :
 Kesulitan istirahat dengan tenang.
11)Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala :
 Riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, stroke, hipertensi, penyakit
vaskuler perifer , penggunaan tembakau.  Pertimbangan rencana
pemulangan :menunjukan rata- rata lama
dirawat 7 hari (2-4hari di ICCU), perawatan
dirumah.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul yaitu : 1. Nyeri akut
b/d iskemia jaringan miokard 2. Penurunan curah jantung b/d
peningkatan beban kerja ventikuler. 3. Gangguan pertukaran gas b/d
penurunan suplai darah paru

4. Kelebihan volume cairan b/d peningkatan natrium/ retensi air 5. Gangguan


pola tidur b/d nyeri dada 6. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara
suplai oksigen miokard
dan kebutuhan 7. Perubahan perfusi perifer b/d penurunan aliran darah ke
jaringan 8. Defisit perawatan diri b/d kelemahan sekunder akibat iskemia
miokard 9. Anxietas b/d perubahan status kesehatan 10. Kurang pengetahuan
mengenai kondisi, kebutuhan pengobatan b/d kurang
informasi tentang penyakit jantung dan status kesehatan 11.
Resiko tinggi injuri b/d penurunan kesadaran

C. Intervensi Sesuai NIC-


NOC

Diagnosa (mata sayu, tampak


Keperawatan/ capek, sulit atau
Masalah Kolaborasi gerakan kacau,
Rencana menyeringai) -
keperawatan Terfokus pada diri
sendiri - Fokus
uan dan Kriteria Hasil Intervensi menyempit
(penurunan persepsi
Nyeri akut
waktu, kerusakan
berhubungan dengan:
proses berpikir,
Agen injuri (biologi,
penurunan interaksi
kimia, fisik,
dengan orang dan
psikologis), kerusakan
lingkungan) - Tingkah
jaringan
laku
DS: - Laporan distraksi, contoh :
secara jalan-jalan, menemui
orang lain dan/atau
verbal DO: - Posisi
aktivitas, aktivitas
untuk
berulang-ulang) -
menahan nyeri - Tingkah
Respon autonom
laku berhati-
(seperti diaphoresis,
hati - Gangguan tidur
perubahan tekanan nonverbal dari
darah, perubahan NIC :  Lakukan pengkajian nyeri secara
nafas, nadi dan komprehensif termasuk lokasi,
dilatasi pupil) - karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
Perubahan dan faktor presipitasi  Observasi reaksi
autonomic dalam nonverbal dari
tonus otot (mungkin ketidaknyamanan  Bantu pasien dan keluarga
dalam rentang dari untuk
lemah ke kaku) - ketidaknyamanan  Bantu pasien dan keluarga
Tingkah laku untuk
C :  Pain Level,  ketidaknyamanan  Bantu pasien dan keluarga
n control,  comfort untuk
el Setelah dilakukan mencari dan menemukan dukungan  Kontrol
akan keperawatan lingkungan yang dapat mempengaruhi
ama .... Pasien tidak nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan
ngalami nyeri, dengan dan kebisingan  Kurangi faktor
eria hasil: presipitasi nyeri  Kaji tipe dan sumber
Mampu mengontrol nyeri untuk
ri (tahu penyebab mencari dan menemukan dukungan  Kontrol
ri, mampu lingkungan yang dapat mempengaruhi
nggunakan tehnik nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan
farmakologi untuk dan kebisingan  Kurangi faktor
ngurangi nyeri, presipitasi nyeri  Kaji tipe dan sumber
ncari bantuan) nyeri untuk
elaporkan bahwa nyeri mencari dan menemukan dukungan  Kontrol
kurang dengan lingkungan yang dapat mempengaruhi
nggunakan nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan
najemen nyeri dan kebisingan  Kurangi faktor
ampu mengenali nyeri presipitasi nyeri  Kaji tipe dan sumber
ala, intensitas, nyeri untuk
uensi dan tanda mencari dan menemukan dukungan  Kontrol
ri) lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan
Menyatakan rasa
dan kebisingan  Kurangi faktor
man setelah nyeri
presipitasi nyeri  Kaji tipe dan sumber
kurang
nyeri untuk
anda vital dalam
mencari dan menemukan dukungan  Kontrol
ang normal
lingkungan yang dapat mempengaruhi
dak mengalami nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan
gguan tidur dan kebisingan  Kurangi faktor
NIC :  Lakukan pengkajian nyeri secara presipitasi nyeri  Kaji tipe dan sumber
komprehensif termasuk lokasi, nyeri untuk
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
menentukan intervensi  Ajarkan tentang teknik
dan faktor presipitasi  Observasi reaksi
non farmakologi: napas dala, relaksasi,
distraksi, kompres hangat/ dingin  nyeri: .........  Tingkatkan istirahat  Berikan
Berikan analgetik untuk mengurangi informasi tentang nyeri seperti penyebab
menentukan intervensi  Ajarkan tentang teknik nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang
non farmakologi: napas dala, relaksasi, dan antisipasi ketidaknyamanan dari
distraksi, kompres hangat/ dingin  prosedur  Monitor vital sign sebelum
Berikan analgetik untuk mengurangi dan sesudah
menentukan intervensi  Ajarkan tentang teknik pemberian analgesik pertama
non farmakologi: napas dala, relaksasi, kali
distraksi, kompres hangat/ dingin  pemberian analgesik pertama
Berikan analgetik untuk mengurangi kali
menentukan intervensi  Ajarkan tentang teknik
non farmakologi: napas dala, relaksasi, ekspresif (contoh :
distraksi, kompres hangat/ dingin  gelisah, merintih,
Berikan analgetik untuk mengurangi menangis, waspada,
nyeri: .........  Tingkatkan istirahat  Berikan iritabel, nafas
informasi tentang nyeri seperti penyebab panjang/berkeluh
nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang kesah) - Perubahan
dan antisipasi ketidaknyamanan dari dalam
prosedur  Monitor vital sign sebelum nafsu makan dan
dan sesudah
minumDiagnosa
nyeri: .........  Tingkatkan istirahat  Berikan
informasi tentang nyeri seperti penyebab Keperawatan/
nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang Masalah Kolaborasi
dan antisipasi ketidaknyamanan dari Rencana keperawatan
prosedur  Monitor vital sign sebelum
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
dan sesudah
nyeri: .........  Tingkatkan istirahat  Berikan
informasi tentang nyeri seperti penyebab Penurunan curah
nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang jantung b/d gangguan
dan antisipasi ketidaknyamanan dari irama jantung, stroke
prosedur  Monitor vital sign sebelum volume, pre load dan
dan sesudah afterload,
nyeri: .........  Tingkatkan istirahat  Berikan kontraktilitas jantung.
informasi tentang nyeri seperti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang DO/DS: - Aritmia,
dan antisipasi ketidaknyamanan dari takikardia,
prosedur  Monitor vital sign sebelum bradikardia - Palpitasi,
dan sesudah oedem - Kelelahan -
nyeri: .........  Tingkatkan istirahat  Berikan Peningkatan/penuru
informasi tentang nyeri seperti penyebab nan JVP -
nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang Distensi vena
dan antisipasi ketidaknyamanan dari jugularis - Kulit dingin
prosedur  Monitor vital sign sebelum dan
dan sesudah lembab - Penurunan
denyut Evaluasi adanya nyeri dada Catat
nadi perifer - Oliguria, adanya disritmia jantung Catat adanya
kaplari refill tanda dan gejala
lambat - Nafas pendek/ penurunan cardiac putput Monitor status
sesak pernafasan yang
nafas - Perubahan penurunan cardiac putput Monitor status
warna pernafasan yang
kulit - Batuk, bunyi jantung penurunan cardiac putput Monitor status
C pernafasan yang
menandakan gagal jantung Monitor balance
ardiac Pump cairan Monitor respon pasien terhadap
ctiveness efek
menandakan gagal jantung Monitor balance
rculation Status
cairan Monitor respon pasien terhadap
tal Sign Status efek
ssue perfusion: perifer menandakan gagal jantung Monitor balance
elah dilakukan asuhan cairan Monitor respon pasien terhadap
ama.........penurunan efek
diak output klien pengobatan antiaritmia Atur periode latihan
tasi dengan kriteria dan istirahat
il:  Tanda Vital pengobatan antiaritmia Atur periode latihan
am rentang normal dan istirahat
kanan darah, Nadi,
untuk menghindari kelelahan Monitor toleransi
pirasi)  Dapat
aktivitas pasien Monitor adanya
ntoleransi
dyspneu, fatigue,
vitas, tidak ada untuk menghindari kelelahan Monitor toleransi
elahan  Tidak aktivitas pasien Monitor adanya
edema dyspneu, fatigue,
u, perifer, dan tidak untuk menghindari kelelahan Monitor toleransi
asites  Tidak ada aktivitas pasien Monitor adanya
urunan dyspneu, fatigue,
sadaran  AGD tekipneu dan ortopneu Anjurkan untuk
dalam batas menurunkan stress  Monitor TD, nadi,
norma suhu, dan RR  Monitor VS saat pasien
berbaring,
NIC : tekipneu dan ortopneu Anjurkan untuk
NIC : menurunkan stress  Monitor TD, nadi,
Evaluasi adanya nyeri dada Catat suhu, dan RR  Monitor VS saat pasien
adanya disritmia jantung Catat adanya berbaring,
tanda dan gejala tekipneu dan ortopneu Anjurkan untuk
Evaluasi adanya nyeri dada Catat menurunkan stress  Monitor TD, nadi,
adanya disritmia jantung Catat adanya suhu, dan RR  Monitor VS saat pasien
tanda dan gejala berbaring,
tekipneu dan ortopneu Anjurkan untuk bandingkan  Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
menurunkan stress  Monitor TD, nadi, selama, dan setelah aktivitas  Monitor jumlah,
suhu, dan RR  Monitor VS saat pasien bunyi dan irama
berbaring, selama, dan setelah aktivitas  Monitor jumlah,
tekipneu dan ortopneu Anjurkan untuk bunyi dan irama
menurunkan stress  Monitor TD, nadi, selama, dan setelah aktivitas  Monitor jumlah,
suhu, dan RR  Monitor VS saat pasien bunyi dan irama
berbaring, selama, dan setelah aktivitas  Monitor jumlah,
duduk, atau berdiri  Auskultasi TD pada kedua bunyi dan irama
lengan dan jantun
duduk, atau berdiri  Auskultasi TD pada kedua g
lengan dan jantun
duduk, atau berdiri  Auskultasi TD pada kedua g
lengan dan jantun
bandingkan  Monitor TD, nadi, RR, sebelum, g
 S3/S4
Tidak ada distensi
 Monitor frekuensi dan irama - Kecemasan
vena leher
pernapasan  Warna kulit normal
 Monitor pola pernapasan abnormal  Monitor suhu, warna, dan kelembaban
kulit  Monitor sianosis perifer  Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)  Identifikasi penyebab dari perubahan
vital sign  Jelaskan pada pasien tujuan dari
pemberian oksigen  Sediakan informasi untuk mengurangi
stress  Kelola pemberian obat anti aritmia, inotropik, nitrogliserin dan vasodilator untuk
mempertahankan kontraktilitas jantung  Kelola pemberian antikoagulan untuk
mencegah trombus perifer  Minimalkan stress lingkungan
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan Pertukaran gas Berhubungan dengan : è ketidakseimbangan perfusi ventilasi è
perubahan membran kapiler-alveolar DS: è sakit kepala ketika bangun è Dyspnoe è Gangguan
penglihatan DO: è Penurunan CO2 è Takikardi
NOC:
NIC :  Respiratory Status :
• Posisikan pasien untuk Gas exchange
memaksimalkan ventilasi  Keseimbangan asam
• Pasang mayo bila perlu Basa, Elektrolit  Respiratory Status :
ventilation  Vital Sign Status
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .... Gangguan pertukaran pasien teratasi
dengan kriteria hasi:  Mendemonstrasikan
peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang
• Lakukan fisioterapi dada jika perlu
• Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
• Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
• Berikan bronkodilator ; -...................... -......................
• Barikan pelembab udara
• Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
adekuat è Hiperkapnia è Keletihan
 Memelihara kebersihan è Iritabilitas
paru paru dan bebas è Hypoxia è kebingungan è sianosis è warna kulit abnormal (pucat,
kehitaman) è Hipoksemia è hiperkarbia è AGD abnormal è pH arteri abnormal èfrekuensi dan
dari tanda tanda distress pernafasan  Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) kedalaman
nafas
 Tanda tanda vital abnormal
dalam rentang normal  AGD dalam batas
normal  Status neurologis dalam batas normal
• Monitor respirasi dan status O2
• Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
• Monitor suara nafas, seperti dengkur
• Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
• Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
• Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental
• Observasi sianosis khususnya membran mukosa
• Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan tindakan dan tujuan penggunaan alat
tambahan (O2, Suction, Inhalasi)
• Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama dan denyut jantung
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kelebihan Volume Cairan Berhubungan dengan :
- Mekanisme pengaturan melemah - Asupan cairan berlebihan DO/DS :
- Berat badan
meningkat pada waktu yang singkat - Asupan
berlebihan dibanding output
NOC :
NIC :  Electrolit and acid base balance  Fluid balance  Hydration Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama .... Kelebihan volume cairan teratasi dengan kriteria:
• Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
• Pasang urin kateter jika diperlukan
• Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin )
• Monitor vital sign
• Monitor indikasi retensi / kelebihan  Terbebas dari edema,
cairan (cracles, CVP , edema, efusi, anaskara  Bunyi nafas bersih,
distensi vena leher, asites)
• Kaji lokasi dan luas edema tidak ada
• Monitor masukan makanan / cairan dyspneu/ortopneu
• Monitor status nutrisi  Terbebas dari distensi
• Berikan diuretik sesuai interuksi
vena - Distensi vena
jugularis, jugularis
 Memelihara tekanan - Perubahan
vena sentral, tekanan pada pola
kapiler paru, output nafas,
jantung dan vital sign dyspnoe/sesak
DBN nafas,
 Terbebas dari orthopnoe, suara nafas abnormal (Rales atau
kelelahan, kecemasan atau bingung
crakles), , pleural effusion - Oliguria,
azotemia - Perubahan
status mental, kegelisahan, kecemasan
• Kolaborasi pemberian obat: ....................................
• Monitor berat badan
• Monitor elektrolit
• Monitor tanda dan gejala dari odema
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Gangguan pola tidur berhubungan dengan: - Psikologis : usia tua, kecemasan, agen biokimia,
suhu tubuh, pola aktivitas, depresi, kelelahan, takut, kesendirian. - Lingkungan : kelembaban,
kurangnya privacy/kontrol tidur, pencahayaan, medikasi (depresan, stimulan),kebisingan.
Fisiologis : Demam, mual, posisi, urgensi urin.
DS: - Bangun lebih
awal/lebih lambat
NOC:  Anxiety Control  Comfort Level  Pain Level  Rest : Extent and
Pattern  Sleep : Extent ang
Pattern Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .... gangguan pola tidur pasien teratasi
dengan kriteria hasil:
 Jumlah jam tidur
dalam batas normal  Pola tidur,kualitas
dalam batas normal  Perasaan fresh
sesudah
NIC :
Sleep Enhancement - Determinasi efek-efek medikasi
terhadap pola tidur - Jelaskan pentingnya tidur yang
adekuat - Fasilitasi untuk mempertahankan
aktivitas sebelum tidur (membaca) - Ciptakan lingkungan yang
nyaman - Kolaburasi pemberian obat tidur

- Secara verbal menyatakan tidak fresh sesudah tidur DO : - Penurunan


kemempuan fungsi - Penurunan
proporsi tidur REM - Penurunan
proporsi pada tahap 3 dan 4 tidur. - Peningkatan
proporsi pada tahap 1 tidur - Jumlah tidur
kurang dari normal sesuai usia
tidur/istirahat  Mampu
mengidentifikasi hal-hal yang meningkatkan tidur

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi


Rencana keperawatan

ujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Intoleransi aktivitas Berhubungan dengan :


• Tirah Baring atau imobilisasi
• Kelemahan menyeluruh
• Ketidakseimbanga n antara suplei oksigen dengan kebutuhan Gaya hidup
yang dipertahankan. DS:
• Melaporkan secara verbal adanya kelelahan atau kelemahan.
• Adanya dyspneu atau ketidaknyamanan saat beraktivitas. DO :
C :  Self Care : ADLs  Toleransi aktivitas  Konservasi eneergi Setelah
kukan tindakan keperawatan selama .... Pasien bertoleransi terhadap
vitas dengan Kriteria Hasil :  Berpartisipasi dalam
vitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR  Mampu
akukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri  Keseimbangan
vitas
dan istirahat
NIC :
NIC :
 Observasi adanya pembatasan klien
 Observasi adanya pembatasan klien
 Observasi adanya pembatasan klien
dalam melakukan aktivitas  Kaji adanya faktor yang
dalam melakukan aktivitas  Kaji adanya faktor yang
dalam melakukan aktivitas  Kaji adanya faktor yang
menyebabkan kelelahan  Monitor nutrisi dan sumber energi
menyebabkan kelelahan  Monitor nutrisi dan sumber energi
menyebabkan kelelahan  Monitor nutrisi dan sumber energi
yang adekuat  Monitor pasien akan adanya
yang adekuat  Monitor pasien akan adanya
kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan  Monitor respon kardivaskuler
kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan  Monitor respon kardivaskuler
kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan  Monitor respon kardivaskuler
terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat, perubahan
hemodinamik)  Monitor pola tidur dan lamanya
terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat, perubahan
hemodinamik)  Monitor pola tidur dan lamanya
terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat, perubahan
hemodinamik)  Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien  Kolaborasikan dengan Tenaga
tidur/istirahat pasien  Kolaborasikan dengan Tenaga
tidur/istirahat pasien  Kolaborasikan dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik dalam merencanakan progran terapi yang tepat.  Bantu klien untuk
mengidentifikasi
Rehabilitasi Medik dalam merencanakan progran terapi yang tepat.  Bantu klien untuk
mengidentifikasi
Rehabilitasi Medik dalam merencanakan progran terapi yang tepat.  Bantu klien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
 • Respon
Bantu untuk memilih aktivitas abnormal dari
konsisten yang sesuai dengan tekanan darah
kemampuan fisik, psikologi dan atau nadi terhadap
sosial aktifitas
 Bantu untuk mengidentifikasi dan
• Perubahan
mendapatkan sumber yang ECG : aritmia,
diperlukan untuk aktivitas yang iskemia
diinginkan  Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek  Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas yang disukai  Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang  Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas  Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas  Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri dan penguatan  Monitor respon fisik, emosi, sosial
dan spiritual
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
NOC Defisit perawatan diri
:
NIC : Berhubungan dengan :
 Self care : Activity of
Self Care assistane : ADLs penurunan atau
Daily Living (ADLs)
 Monitor kemempuan klien untuk kurangnya motivasi,
Setelah dilakukan
perawatan diri yang mandiri. hambatan lingkungan,
tindakan keperawatan
 Monitor kebutuhan klien untuk alat- kerusakan
selama .... Defisit muskuloskeletal,
perawatan diri teratas kerusakan
dengan kriteria hasil: neuromuskular, nyeri,
 Klien terbebas dari kerusakan persepsi/ kognitif, kecemasan, kelemahan dan kelelahan.
bau badan  Menyatakan
kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs  Dapat melakukan ADLS dengan
bantuan
alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.  Sediakan bantuan
sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.  Dorong klien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari yang normal
DO : ketidakmampuan untuk mandi, ketidakmampuan untuk berpakaian, ketidakmampuan
untuk makan, ketidakmampuan untuk toileting
sesuai kemampuan yang dimiliki.  Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan
ketika klien tidak mampu melakukannya.  Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong
kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
 Berikan aktivitas rutin sehari- hari
sesuai kemampuan.  Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-
hari.
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kecemasan berhubungan dengan
Faktor keturunan, Krisis situasional, Stress, perubahan status kesehatan, ancaman kematian,
perubahan konsep diri, kurang pengetahuan
NOC :
NIC : - Kontrol kecemasan - Koping Setelah dilakukan asuhan
Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
selama ...............klien
• Gunakan pendekatan yang kecemasan teratasi dgn
menenangkan kriteria hasil:
• Nyatakan dengan jelas harapan  Klien mampu
terhadap pelaku pasien mengidentifikasi dan mengungkapkan
• Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
gejala dan hospitalisasi
cemas  Mengidentifikasi,
mengungkapkan dan DO/DS:
- Insomnia - Kontak mata kurang - Kurang istirahat - Berfokus pada diri
sendiri - Iritabilitas - Takut - Nyeri perut - Penurunan TD dan
denyut nadi - Diare, mual,
menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas  Vital sign dalam batas
normal  Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan
kelelahan - Gangguan tidur - Gemetar - Anoreksia, mulut
kering - Peningkatan TD,
denyut nadi, RR - Kesulitan bernafas - Bingung - Bloking dalam pembicaraan - Sulit
berkonsentrasi
• Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
• Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
• Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
• Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi
• Dengarkan dengan penuh perhatian
• Identifikasi tingkat kecemasan
• Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
• Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
• Kelola pemberian obat anti cemas:........
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
NOC: Kurang Pengetahuan
NIC : Berhubungan dengan :
 Kowlwdge : disease keterbatasan kognitif,
process interpretasi terhadap
 Kowledge : health informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak
mengetahui sumber-
Behavior Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .... pasien menunjukkan
pengetahuan tentang proses penyakit dengan kriteria hasil:
 Pasien dan keluarga
menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan 
Pasien dan keluarga
mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar  Pasien dan keluarga mampu
menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
• Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
• Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan
fisiologi, dengan cara yang tepat.
• Gambarkan tanda dan gejala yang sumber informasi.
biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
• Gambarkan proses penyakit, dengan DS: Menyatakan
cara yang tepat secara verbal adanya
• Identifikasi kemungkinan penyebab, masalah DO: ketidakakuratan
mengikuti instruksi, perilaku tidak sesuai
dengan cara yang tepat
• Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
• Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
• Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
• Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
• Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Risiko Injury
Faktor-faktor risiko : Eksternal - Fisik (contoh :
rancangan struktur dan arahan masyarakat,
NOC :
NIC : Environment Management Risk Kontrol
(Manajemen lingkungan) Immune status
 Sediakan lingkungan yang aman untuk Safety Behavior
pasien Setelah dilakukan
 Identifikasi kebutuhan keamanan tindakan keperawatan selama.... Klien tidak mengalami
injury dengan
pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu
pasien

bangunan dan atau perlengkapan; mode transpor atau cara perpindahan;


Manusia atau penyedia pelayanan) - Biologikal ( contoh : tingkat imunisasi
dalam masyarakat, mikroorganisme) - Kimia (obat-
obatan:agen farmasi, alkohol, kafein, nikotin, bahan pengawet, kosmetik;
nutrien: vitamin, jenis makanan; racun; polutan) Internal - Psikolgik
(orientasi
afektif) - Mal nutrisi - Bentuk darah
abnormal, contoh : leukositosis/leukopen ia - Perubahan faktor
pembekuan, - Trombositopeni - Sickle cell - Thalassemia, - Penurunan Hb, -
Imun-autoimum tidak
berfungsi. - Biokimia, fungsi
regulasi (contoh : tidak berfungsinya sensoris) - Disfugsi gabungan -
Disfungsi efektor - Hipoksia jaringan - Perkembangan usia
(fisiologik, psikososial) - Fisik (contoh :
kerusakan kulit/tidak
kriterian hasil: Klien terbebas dari
cedera Klien mampu
jelaskan cara/metode untukmencegah injury/cedera Klien mampu
jelaskan factor risiko dari lingkungan/perilaku personal
ampumemodifikasi
gaya hidup untukmencegah injury Menggunakan fasilitas
kesehatan yang ada Mampu mengenali perubahan
us kesehatan
 Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan) 
Memasang side rail tempat tidur  Menyediakan tempat tidur yang
 Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan) 
Memasang side rail tempat tidur  Menyediakan tempat tidur yang
 Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan) 
Memasang side rail tempat tidur  Menyediakan tempat tidur yang
 Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan) 
Memasang side rail tempat tidur  Menyediakan tempat tidur yang
nyaman dan bersih  Menempatkan saklar lampu ditempat
nyaman dan bersih  Menempatkan saklar lampu ditempat
yang mudah dijangkau pasien.  Membatasi pengunjung  Memberikan penerangan yang cukup 
Menganjurkan keluarga untuk
yang mudah dijangkau pasien.  Membatasi pengunjung  Memberikan penerangan yang cukup 
Menganjurkan keluarga untuk
yang mudah dijangkau pasien.  Membatasi pengunjung  Memberikan penerangan yang cukup 
Menganjurkan keluarga untuk
menemani pasien.  Mengontrol lingkungan dari kebisingan  Memindahkan barang-barang yang
menemani pasien.  Mengontrol lingkungan dari kebisingan  Memindahkan barang-barang yang
menemani pasien.  Mengontrol lingkungan dari kebisingan  Memindahkan barang-barang yang
dapat membahayakan  Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.
dapat membahayakan  Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.
dapat membahayakan  Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.

utuh, berhubungan
dengan mobilitas)

DAFTAR
PUSTAKA

Doenges M.E., 2002. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi ke-3. Jakarta : EGC

Fakultas Kedokteran UI, 2001, Kapita Selekta Kedokteran, editor Arif M. Dkk edisi

ke-3 jilid 1, Jakarta, Media


Aesculapius

Heni Rokaeni, SMIP, CCRN. et. al. 2001. Keperawatan Kardiovaskular. Harapan

Kita.
Jakarta

Nanda, 2011. Diagnosa Keperawatan, alih bahasa Budi Santosa, Jakarta ;


EGC

Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia, 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ,

edisi ke-3. jilid 1 Jakarta :


FKUI

Price,S.A, 2005, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, alih bahasa,

Brahm U. Pendit ; editor Huriawati Hartanto Edisi 6 Volume 1, Jakarta


;EGC

Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &

Suddarth, alih bahasa Agung Waluyo; editor Monica Ester, Edisi ke- 8 Volume 2,

Jakarta : EGC

Wilkinson, J, 2006, Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan intervensi NIC dan

kriteria hasil NOC, alih bahasa Widyawati, editor Eny M. Edisi ke-7 Jakarta ;
EGC
Udijanti, 2010, Keperawatan Kardiovaskuler, Jakarta ; Salemba
Medika

Anda mungkin juga menyukai