Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN ST ELEVASI MIOKARD INFARK (STEMI)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Gawat Darurat

Disusun oleh :
Settiyana (PO6220119430)

REGULER V
SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
PALANGKA RAYA
2021
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara
permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di
pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim
jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG.
STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total
sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat
nutrisi - oksigen dan mati. Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosa
rawat inap terserang di Negara maju. IMA dengan elevasi ST (STEMI) merupakan bagian
dari spectrum koroner akut yang terdiri atas angka pectoris yang tidak stabil. IMA tanpa
elevasi ST dan IMA dengan elevasi STEMI umumnya secara mendadak setelah oklusi
thrombus pada plak arterosklerosis yang sudah ada sebelumnya (Sudarjo, 2019).
Infark miokard akut terjadi ketika iskemia miokard,yang biasanya timbul sebagai
akibat penyakit aterosklerosis arteri koroner, cukup untuk menghasilkan nekrosis
inversibel otot jantung. (Huan H Gray,dkk,2020,136).
Infark miokard Akut adalah kematian jaringan miokard diakibatkan oleh kerusakan
darah koroner miokard karena ketidakadekuatan aliran darah (Carpenito, 2018).
Infark miokard Akut adalah iskemia atau nekrosis pada oto jantung yang diakibatkan
karena penurunan aliran darah melalui satu atau lebih arteri koroner (Doengos, 2019).
Infark miokard merupakan akibat dari iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45
menit yang memyebabkan kerusakan selular yang irreversible dan kematian otot atau
nekrosis pada bagian miokardium (Price &Wilson, 2019).

2. Etiologi/Penyebab
Penyebab utama infark miokard adalah kurangnya suplai darah miokard. Penyebab
penurunan suplai darah dikarenakan penyempitan kritis arteri koroner karena
ateriosklerosis atau oklusi arteri komplit / penyumbatan total arteri oleh embolus atau
thrombus, syok dan hemoragi / perdarahan. Pada kasus ini selalu terjadi
ketidakseimbangan antara suplai darah dan kebutuhan oksigen.
Stemi juga terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan
akumulasi lipid.

3. Manifestasi Klinik/Tanda dan Gejala


a. Klinis
1. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus - menerus tidak mereda, bagian
bawah sternum dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
2. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak tertahankan
lagi.
3. Nyeri yang tajam dan berat yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke  bawah
menuju lengan (biasanya lengan kiri).
4. Nyeri muncul secara spontan (bukan setelah kegiatan / bekerja atau gangguan
emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan
istirahat atau nitrogliserin (NTG).
5. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
6. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis  berat, pusing
atau kepala ringan dan mual muntah.

b. Laboratotium
1. Pemeriksaan Enzim jantung
- CK (Creatini Kinase) : Isoenzim yang ditemukan pada otot  jantung meningkat
pada 3-6 jam memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam
(3-5 hari).

- CK-MB: meningkat antara 2-4 jam, memuncak pada 12-20 jam dan kembali
normal pada 48-72 jam
- LDH (laktat dehidrogenase), LDH1, dan LDH2 : Meningkat dalam 24 jam dan
memakan waktu lama untuk kembali normal
- AST (/SGOT : Meningkat
2. EKG
Perubahan EKG yang terjadi selama infark akut yaitu gelombang Q nyata,
elevasi segmen ST, dan gelombang T terbalik. Perubahan- perubahan ini tampak
pada hantaran yang terletak diatas daerah miokardium yang mengalami nekrosis.
Selang beberapa waktu gelombang ST dan gelombang T akan kembali normal
hanya gelombang Q tetap  bertahan sebagai bukti elektrokardiograf adanya infark
lama.

4. Patofisiologis dan Pathway


A. Penyebab paling sering Akut Miokard Infark adalah penyempitan pembuluh darah
yang disebabkan oleh karena atheromatous. Pecahnya plak menyebabkan terjadinya
agregasi trombosit, pembentukan thrombus dan akumulasi fibrin, perdarahan dalam
plak dan beberapa tingkatan vasospasm. Keadaan ini akan mengakibatkan sumbatan
baik parsial  maupun total, yang berakibat iskemi miokard. Sumbatan total pembuluh
darah yang lebih dari 4-6 jam berakibat nekrosis miokard yang irreversible tetapi
reperfusi yang dilakukan dalam waktu ini dapat menyelamatkan miokardium dan
menurunkan morbiditas dan mortalitas.
B. Infark miokard atau nekrosis iskemik pada miokardium, diakibatkan oleh iskemia
pada miokard yang berkepanjangan yang bersifat irreversible. Waktu diperlukan bagi
sel-sel otot jantung mengalami kerusakan adalah iskemia selama 15-20 menit. Infark
miokard hampir selalu terjadi di ventrikel kiri dan dengan nyata mengurangi fungsi
ventrikel kiri, makin luas daerah infark, makin kurang daya kontraksinya.
C. Secara fungsional, infark miokard menyebabkan : berkurangnya kontraksi dengan
gerak dinding abnormal, terganggunya kepaduan ventrikel kiri, berkurangnya volume
denyutan,  berkurangnya waktu pengeluaran dan meningkatnya tekanan akhir diastole
ventrikel kiri.
D. Gangguan fungsi tidak hanya tergantung luasnya infark, tetapi  juga lokasinya karena
berhubungan dengan pasokan darah. Infark juga dinamakan berdasarkan tempat
terdapatnya seperti infark subendokardial, infark intramural, infark subepikardial, dan
infark transmural. Infark transmural meluas dari endokardium sampai epikardium.
Semua infark miokard memiliki daerah daerah pusat yang nekrotik/infark, dikelilingi
daerah cedera, diluarnya dikelilingi lagi lingkaran iskemik. Masing-masing
menunjukkan pola EKG yang khas. Saat otot miokard mati, dilepaskan enzim
intramiokard, enzim ini membantu menentukkan beratnya infark. Jaringan otot
jantung yang mati, diganti jaringan parut yang dapat mengganggu fungsinya (Dr. Jan
Tambayong, 2019)
PATHWAY

Aterosklerosis, thrombosis, kontraksi arteri koronaria

Penurunan aliran darah kejantung

Kekurangan oksigen dan nutrisi

Iskemik pada jaringan miokard

Nekrosis

Suplay dan kebutuhan oksigen kejantung tidak seimbang

Suplay oksigen ke Miokard menurun

Resiko
penurunan
Metabolism anaerob Seluler hipoksia
curah
jantung
Gangguan
Timbunan asam
pertukaran Nyeri
laktat meningkat
gas Integritas membrane sel berubah

Kelemahan Kontraktilitas turun


n Kecemasan

Intoleransi
aktifitas
COP turun Kegagalann pompa
jantung

Gangguan perfusi
jaringan Gagal jantung

Resiko kelebihan volume


cairan ekstravaskuler
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratotium Pemeriksaan Enzim jantung :
- CK (Creatini Kinase) : Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat
pada 3-6 jam memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam
(3-5 hari).
- CK-MB: meningkat antara 2-4 jam, memuncak pada 12-20 jam dan kembali
normal pada 48-72 jam
- LDH(laktat dehidrogenase), LDH1, dan LDH2: Meningkat dalam 24  jam dan
memakan waktu lama untuk kembali normal
- AST (/SGOT : Meningkat.

b. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG digunakan untuk mencatat aktivitas elektrik  jantung.
Melalui aktivitas elektrik jantung dapat diketahui irama jantung,  besarnya jantung,
dan kondisi otot jantung, kondisi otot jantung inilah yang memiliki kaitanya dengan
PJK.

c. Tes Treadmill Atau Exercise Stress Testing (uji latih jantung dengan  bebean)
Exercise testing merupakan salah satu tes yang paling sering dilakukan untuk
mendiagnosis apakah seseorang terkena menderita  penyakit jantung dan juga untuk
menstratifikasi berat ringannya penyakit  jantung. Selain itu tes treadmill juga dapat
dipakai untuk mengukur kapasitas jantung, gangguan irama, dan lain-lain.

d. Echocardiography (Ekokardiografi)
Ekokardiografi adalah prosedur yang menggunakan gelombang suara ultra
untuk mengamati struktur jantung dan pembuluh darah, juga dapat menilai fungsi
jantung.

e. Angiografi korener
Merupakan cara dengan menggunakan sinar X dan kontras yang disuntikan
kedalam arteri koroner melalui kateter untuk melihat adanya  penyempitan diarteri
koroner.

f. Multislice Computed Tomograpy Scanning (MSCT)


CT menghasilkan tampilan secara tomografi (irisan) digital dari sinar X yang
menembus organ. Sinar X yang menembus diterima oleh detektor yang mengubahnya
menjadi data elektrik dan diteruskan ke sistem komputer untuk diolah menjadi
tampilan irisan organ-organ tubuh.

g. Cardiac Magnetic Resonance Imaging (Cardiac MRI)


Merupakan salah satu teknik pemeriksaan diagnostik dalam ilmu kedokteran,
yang menggunakan interaksi proton-proton tubuh dengan gelombang radio-frekuensi
dalam medan magnet (sekitar 0,64-3 Tesla) untuk menghasilkan tampilan penampang
(irisan) tubuh.

h. Radionuclear Medicine
Dengan menggunakan radio aktif dimasukan kedalamtubuh pasien, kemudian
dideteksi dengan menggunakan kamera gamma atau kamera  positron, sehingga pola
tampilan yang terjadi berdasrkan pola organ yang memancarkan sinar gamma. (Kabo,
2019).

6. Penatalaksanaan Medik
a. Medis
Tujuan penatalaksanaan medis yang dilakukan adalah memperkecil
kerusakan jantuang sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya
komplikasi.
Kerusakan jantung diperkecil dengan cara segera mengembalikan
keseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen jantung. Terapi obat-
obatan ,pemberian O2, tirah baring dilakukan secara bersamaan untuk tetap
mempertahankan jantung. Obat-obatan dan O2 digunakan untuk meningkatkan
suplay O2, sementara tirah baring digunakan untuk mengurangi kebutuhan O2.
Hilangnya nyeri merupakan indicator utama bahwa kebutuhan dan suplai O2
telah mencapai keseimbangan. Dan dengan penghentian aktifitas fisik untuk
mengurangi beben kerja jantung membatasi luas kerusakan.
b. Farmakologi
Ada 3 kelas obat-obatan yang digunakan untuk meningkatkan suplai
oksigen; Vasodilator untuk mengurangi nyeri jantung,missal;NTG
(nitrogliserin). Anti koagulan Missal;heparin (untuk mempertahankan
integritas jantung) Trombolitik Streptokinase (mekanisme pembekuan dalam
tubuh). (Smeltzer & Bare,2020).

7. Terapi Pengobatan dan Implikasi Keperawatannya


A. Oksigen
Oksigen bersifat vasoaktif sehingga hanya diberikan apabila ada indikasi.
Pemberian oksigen bila terjadi penurunan saturasi oksigen arteri dan
dipertahankan pada kadar saturasi 93-96%. Pemberikan oksigen yang
berlebihan dapat menyebabkan hiperoksemia sehingga dapat terjadi
vasokonstriksi.[18] Hasil penelitian menunjukkan pemberian oksigen pada
pasien STEMI tanpa hipoksia dapat meningkatkan kerusakan pada
miokardium.

B. Analgesik
Nyeri pada sindroma koroner akut harus ditangani agar nyeri tidak
menginduksi pelepasan katekolamin yang memperberat beban jantung.
Analgesik yang dapat diberikan adalah:

C. Nitrat atau Nitrogliserin


Nitrat, misalnya isosorbide dinitrate, dapat diberikan secara sublingual apabila
tidak ada hipotensi. Obat ini dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,4 mg,
sebanyak 3 kali dengan interval 3-5 menit. Pemberian nitrat secara intravena
diberikan bolus inisial 12,5-25 mikrogram dan rumatan 5-10 mikrogram per
menit. Dosis rumatan dapat dinaikkan 10 mikrogram per menit sesuai kondisi
pasien dan tekanan darah. Kontraindikasi pemberian nitrat pada pasien yang
menggunakan sildenafil dalam 24 jam sebelumnya.

D. Morfin
Morfin pada non-ST elevation myocardial infarction (NSTEMI) diberikan 1-5
mg melalui intravena. Pemberian dapat diulang 5-30 menit sesuai dengan
kondisi nyeri pasien, namun hati-hati terhapat overdosis yang dapat
menyebabkan depresi pernapasan dan hipotensi. Naloxon 0,4-2,0 mg intravena
diberikan apabila terjadi overdosis morfin. Pemberian morfin pada STEMI
diberikan 2-4 mg secara intravena.
E. Antiplatelet
Antiplatelet seperti aspirin dan clopidogrel dapat digunakan sebagai tata
laksana sindrom koroner akut.

F. Aspirin
Aspirin diberikan 160-320 mg, dikunyah untuk dosis awal. Selanjutnya
diberikan dosis rumatan sebesar 80 mg tiap per hari.

G. Clopidogrel
Pemberian clopidogrel sebagai penatalaksanaan sindrom koroner akut dimulai
dengan dosis awal 300-600 mg, lalu dilanjutkan dengan dosis rumatan 75 mg
per hari.

H. Penurun Kolesterol
Pasien dengan sindroma koroner akut juga dapat memiliki kelainan
metabolisme seperti diabetes maupun dislipidemia. Dislipidemia ditatalaksana
dengan pemberian obat penurun kolesterol yang pilihan utamanya golongan
HMG co-A reductase inhibitor. Sediaan yang banyak tersedia adalah
simvastatin 40 mg per hari atau atorvastatin 10-20 mg per hari.

I. Stratifikasi Risiko
Sebelum terapi reperfusi pasien dengan NSTEMI harus dilakukan penilaian
stratifikasi risiko. Hal ini agar mencegah dilakukannya prosedur yang tidak
perlu dalam pemilihan strategi invasif. Stratifikasi risiko dilakukan dengan
sistem skoring menggunakan salah satu dari 2 sistem skoring di bawah ini.

J. Terapi Reperfusi
Sebelum dilakukan reperfusi, pasien STEMI harus dilakukan penilaian
stratifikasi risiko. Tata laksana berikutnya adalah tindakan reperfusi. Tindakan
reperfusi dapat dilakukan dengan:

1. Fibrinolisis
2. Intervensi (primary PCI)
3. Operasi coronary artery bypass graft (CABG)
4. Fibrinolisis

Terapi reperfusi dengan fibrinolisis adalah dengan memberikan agen


farmakologis yang bertujuan melisiskan trombus. Fibrinolisis sangat penting
terutama bila tidak terdapat fasilitas untuk PCI. Dalam beberapa panduan
disebutkan untuk pemberian terapi fibrinolisis pra rumah sakit namun hal ini
tidak umum dilakukan.
E. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
A. Pengkajian Emergency
a. Primery Survey
1) Circulation :
- Nadi lemah/tidak teratur.
- Takikardi.
- TD meningkat/menurun.
- Edema.
- Gelisah.
- Akral dingin.
- Kulit pucat atau sianosis.
- Output urine menurun.
2) Airway
- Sumbatan atau penumpukan secret.
- Gurgling, snoring, crowing.
3) Breathing
- Sesak dengan aktivitas ringan atau istirahat.
- RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
- Ronki,krekels.
- Ekspansi dada tidak maksimal/penuh
- Penggunaan obat bantu nafas
4) Disability
- Penurunan kesadaran.
- Penurunan refleks.
5) Eksposure  
- Nyeri dada spontan dan menjalar.
b. Secondary Survey
1. TTV
a. Tekanan darah bisa normal/naik/turun (perubahan postural di catat dari
tidur sampai duduk/berdiri.
b. Nadi dapat normal/penuh atau tidak kuat atau lemah/kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia).
c. RR lebih dari 20 x/menit.
d. Suhu hipotermi/normal.
2. Pemeriksaan fisik
a. Pemakaian otot pernafasan tambahan.
b. Nyeri dada.

c. Peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak, bunyi nafas (bersih,


krekels, mengi), sputum.
d. Pelebaran batas jantung.
e. Bunyi jantung ekstra; S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung/
penurunan kontraktilitas atau komplain ventrikel.
f. Odem ekstremitas.
3. Pemeriksaan selanjutnya
a. Keluhan nyeri dada.
b. Obat-obat anti hipertensi.
c. Makan-makanan tinggi natrium.
d. Penyakit penyerta DM, Hipertensi
c. Riwayat alergi
d. Tersier
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. CPKMB, LDH, AST
b. Elektrolit, ketidakseimbangan (hipokalemi).
c. Sel darah putih (10.000-20.000).
d. GDA (hipoksia).
2. Pemeriksaan Rotgen Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran
jantung di duga GJK atau aneurisma ventrikuler.
3. Pemeriksaan EKG T inverted, ST elevasi, Q patologis.
4. Pemeriksaan lainnya
a. Angiografi koroner Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri
koroner.
b. Pencitraan darah jantung (MVGA) Mengevaluasi penampilan ventrikel
khusus dan umum, gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran
darah).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Nyeri akut berhubungan dengan: NOC : NIC :


Agen injuri (biologi, kimia, fisik,  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
psikologis), kerusakan jaringan  pain control, lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
 comfort level presipitasi
DS: Setelah dilakukan tinfakan  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
- Laporan secara verbal keperawatan selama 3x 24 jam Pasien  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
DO: tidak mengalami nyeri, dengan kriteria dukungan
- Posisi untuk menahan nyeri hasil:  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
- Tingkah laku berhati-hati  Mampu mengontrol nyeri (tahu suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak penyebab nyeri, mampu  Kurangi faktor presipitasi nyeri
capek, sulit atau gerakan kacau, menggunakan tehnik  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
menyeringai) nonfarmakologi untuk mengurangi  Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala,
- Terfokus pada diri sendiri nyeri, mencari bantuan) relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
- Fokus menyempit (penurunan persepsi  Melaporkan bahwa nyeri berkurang  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
waktu, kerusakan proses berpikir, dengan menggunakan manajemen  Tingkatkan istirahat
penurunan interaksi dengan orang dan nyeri  Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri,
lingkungan)  Mampu mengenali nyeri (skala, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
- Tingkah laku distraksi, contoh : jalan- intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) ketidaknyamanan dari prosedur
jalan, menemui orang lain dan/atau  Menyatakan rasa nyaman setelah  Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
aktivitas, aktivitas berulang-ulang) nyeri berkurang pertama kali
- Respon autonom (seperti diaphoresis,  Tanda vital dalam rentang normal
perubahan tekanan darah, perubahan  Tidak mengalami gangguan tidur
nafas, nadi dan dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic dalam tonus otot
(mungkin dalam rentang dari lemah ke
kaku)
- Tingkah laku ekspresif (contoh :
gelisah, merintih, menangis, waspada,
iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu makan dan
minum
b. Penurunan Curah Jantung
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Penurunan curah jantung b/d gangguan NOC : NIC :


irama jantung, stroke volume, pre load dan  Cardiac Pump effectiveness  Evaluasi adanya nyeri dada
afterload, kontraktilitas jantung.  Circulation Status  Catat adanya disritmia jantung

 Vital Sign Status  Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput
DO/DS:  Tissue perfusion: perifer  Monitor status pernafasan yang menandakan gagal
- Aritmia, takikardia, bradikardia Setelah dilakukan asuhan selama 3x 24 jantung
- Palpitasi, oedem jam penurunan kardiak output klien  Monitor balance cairan
- Kelelahan teratasi dengan kriteria hasil:  Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
- Peningkatan/penurunan JVP  Tanda Vital dalam rentang normal antiaritmia
- Distensi vena jugularis (Tekanan darah, Nadi, respirasi)  Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari
- Kulit dingin dan lembab  Dapat mentoleransi aktivitas, kelelahan
- Penurunan denyut nadi perifer tidak ada kelelahan  Monitor toleransi aktivitas pasien
- Oliguria, kaplari refill lambat  Tidak ada edema paru, perifer,  Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu
- Nafas pendek/ sesak nafas dan tidak ada asites  Anjurkan untuk menurunkan stress
- Perubahan warna kulit  Tidak ada penurunan kesadaran  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
- Batuk, bunyi jantung S3/S4  AGD dalam batas normal  Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
- Kecemasan  Tidak ada distensi vena leher  Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan

 Warna kulit normal  Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
 Monitor jumlah, bunyi dan irama jantung
 Monitor frekuensi dan irama pernapasan
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
 Jelaskan pada pasien tujuan dari pemberian oksigen
 Sediakan informasi untuk mengurangi stress
 Kelola pemberian obat anti aritmia, inotropik,
nitrogliserin dan vasodilator untuk mempertahankan
kontraktilitas jantung
 Kelola pemberian antikoagulan untuk mencegah trombus
perifer
 Minimalkan stress lingkungan
c. Intoleransi Aktivitas
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Intoleransi aktivitas  Self Care : ADLs  Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
Berhubungan dengan :  Toleransi aktivitas
 Tirah Baring atau imobilisasi aktivitas  Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
 Kelemahan menyeluruh  Konservasi  Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat

 Ketidakseimbangan antara suplei eneergi  Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi

oksigen dengan kebutuhan Setelah dilakukan tindakan keperawatan secara berlebihan

Gaya hidup yang dipertahankan. selama 3x 24 jam. Pasien bertoleransi  Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas

DS: terhadap aktivitas dengan Kriteria Hasil : (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat,

 Melaporkan secara verbal adanya  Berpartisipasi perubahan hemodinamik)

kelelahan atau kelemahan. dalam aktivitas fisik tanpa disertai  Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien

 Adanya dyspneu atau peningkatan tekanan darah, nadi dan  Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik

ketidaknyamanan saat beraktivitas. RR dalam merencanakan progran terapi yang tepat.

DO :  Mampu  Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang


melakukan aktivitas sehari hari mampu dilakukan
(ADLs) secara mandiri  Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai
 Respon abnormal dari tekanan
 Keseimbangan dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial
darah atau nadi terhadap aktifitas
aktivitas dan istirahat  Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber
 Perubahan ECG : aritmia, iskemia
yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
 Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek
 Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
 Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu
luang
 Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
 Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
 Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
 Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
d. Gangguan Pertukaran Gas
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Gangguan Pertukaran gas  Respiratory Status : Gas exchange  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Berhubungan dengan :  Keseimbangan asam Basa, Elektrolit  Pasang mayo bila perlu
è ketidakseimbangan perfusi ventilasi  Respiratory Status : ventilation  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
è perubahan membran kapiler-alveolar  Vital Sign Status  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
DS: Setelah dilakukan tindakan
 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
è sakit kepala ketika bangun keperawatan selama 3x 24 jam
 Barikan pelembab udara
è Dyspnoe Gangguan pertukaran pasien teratasi
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
è Gangguan penglihatan dengan kriteria hasi:
 Monitor respirasi dan status O2
DO:  Mendemonstrasikan peningkatan
 Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot
è Penurunan CO2 ventilasi dan oksigenasi yang
tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
è Takikardi adekuat
 Monitor suara nafas, seperti dengkur
è Hiperkapnia  Memelihara kebersihan paru paru
 Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
è Keletihan dan bebas dari tanda tanda distress
hiperventilasi, cheyne stokes, biot
è Iritabilitas pernafasan
 Mendemonstrasikan batuk efektif  Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya
è Hypoxia
dan suara nafas yang bersih, tidak ventilasi dan suara tambahan
è kebingungan
è sianosis ada sianosis dan dyspneu (mampu  Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental

è warna kulit abnormal (pucat, kehitaman) mengeluarkan sputum, mampu  Observasi sianosis khususnya membran mukosa

è Hipoksemia bernafas dengan mudah, tidak ada  Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan

è hiperkarbia pursed lips) tindakan dan tujuan penggunaan alat tambahan (O2,

è AGD abnormal  Tanda tanda vital dalam rentang Suction, Inhalasi)

è pH arteri abnormal normal  Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama dan denyut jantung
èfrekuensi dan kedalaman nafas abnormal  AGD dalam batas normal
 Status neurologis dalam batas
normal

3. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistemik dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
bersinambungan dengan mlibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Menurut Craven
dan Himle, evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan
antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon perilaku klien
yang tampil.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E.J. (2018). Handbook of pathophysiology. Alih bahasa: Pendit,BU. Jakarta:


EGC.

Doengoes, M.E. (2020). Rencana Asuhan Keperawatan:Pedoman untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta :EGC.

Tambayong. J.(2017). Patofisiologi Keperawatan editor Monica Ester, S.Kep. Jakarta:


EGC.

Rokhaeni, H. (2003). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler edisi pertama.


Jakarta: Bidang Diklat Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional
Harapan Kita.

Smeltzer. C.S & Bare.B (2006). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Jakarta : EGC.

Suyono, S et al. (2003). Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi ketiga. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai