Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN STEMI (ST Elevation Myocardial Infraction)

DI ICCU RSUD SIDOARJO

DISUSUN OLEH:

LUSI EKA CAHYANTI

201914401026

PRODI DIII KEPERAWATAN

STIKes SATRIA BHAKTI NGANJUK

2021
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Lusi Eka Cahyanti

Nim : 201914401026

Judul : Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Pasien Stemi (ST
Elevation Myocardial Infraction) di Ruang ICCU RSUD Sidoarjo.

Sidoarjo, 21 November 2021

CI Ruang ICCU RSUD Sidoarjo Pembimbing Akademik

Mengetahui

Kepala Ruang ICCU RSUD Sidoarjo


KONSEP MEDIS

A. Defenisi
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot
jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses
degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan
nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan
EKG (Subagjo et al., 2011; Sylvana, 2005). STEMI adalah cermin dari
pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran
darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat
nutrisi-oksigen dan mati. (Sylvana, 2005). STEMI Inferior di tandai dengan
adanya segmen ST yang mengalami elevasi pada lead II, III, dan AVF.

B. Etiologi
Menurut (Sylvana, 2005) STEMI terjadi jika trombus arteri koroner
terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan
oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
 Penyempitan arteri koroner nonsklerolik
 Penyempitan aterorosklerotik
 Trombus
 Plak aterosklerotik
 Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak
 Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
 Penurunan darah koroner melalui yang menyempit
 Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur
 Spasme otot segmental pada arteri kejang otot.
C. Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Stenosis arteri coroner derajat tinggi yang berkembang secara
lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak
kolateral sepanjang waktu (Mansjoer, 2000). STEMI terjadi jika trombus
arteri coroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular. Pada sebagian
besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture
atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis,
sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan
oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak koroner
cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan
intinya kaya lipid (lipid rich core) (Sylvana, 2005).
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai
endocardium sampai epikardium,disebut infark transmural, namun bisa juga
hanya mengenai daerah subendokardial,disebut infark subendokardial.
Setelah 20 menit terjadinya sumbatan,infark sudah dapat terjadi pada
subendokardium,dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi
infark transmural. Kerusakan miokard ini dari endokardium ke epikardium
menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard
sudah komplit,proses remodeling miokard yang mengalami injury terus
berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah infark meluas
dan daerah non infark mengalami dilatasi (Price & Wilson, 2006).
D. Pathway

Aterosklerosis, thrombosis, kontraksi arteri koronaria

Penurunan aliran darah ke jantung

Kekurangan oksigen dan nutrisi

Iskemik pada jaringan miokard

Nekrosi

Suplay dan kebutuhan oksigen ke jantung tidak seimbang

Suplay oksigen ke miokard menurun

Resiko
Metabolism Seluler hipoksia
penurunan
curah jantung
Gangguan
Timbunan asam
pertukaran Nyeri Intregitas membrane sel berubah
laktat meningkat
gas

Kelemahan
Kontraktilitas turun
Kecemasan
Intoleransi
aktifitas
Kegagalan
COP turun
pompa jantung

Gangguan
Gagal jantung
perfusi jaringan

Resiko kelebihan volume


cairan ekstravaskuler
E. Manifestasi Klinis
1. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa
terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir,
tertekan yang berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang dengan pemberian
nitrat, gejala yang menyertai : berkeringat, pucat dan mual, sulit bernapas,
cemas, dan lemas.
2. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.
3. Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.
4. Bisa atipik:
a. Pada manula: bisa kolaps atau bingung.
b. Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau gagal
jantung bisa tanpa disertai nyeri dada. (Elizabeth, 2008; Subagjo et al.,
2011)

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratotium Pemeriksaan Enzim jantung :
- CK (Creatini Kinase) : Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung
meningkat pada 3-6 jam memuncak dalam 12-24 jam, kembali
normal dalam 36-48 jam (3-5 hari).
- CK-MB: meningkat antara 2-4 jam, memuncak pada 12-20 jam dan
kembali normal pada 48-72 jam.
- LDH (laktat dehidrogenase), LDH1, dan LDH2: Meningkat dalam 24
jam dan memakan waktu lama untuk kembali normal
- AST /SGOT : Meningkat
2. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG digunakan untuk mencatat aktivitas elektrik
jantung. Melalui aktivitas elektrik jantung dapat diketahui irama jantung,
besarnya jantung, dan kondisi otot jantung, kondisi otot jantung inilah
yang memiliki kaitanya dengan PJK.
3. Tes Treadmill Atau Exercise Stress Testing (uji latih jantung dengan
bebean)
Exercise testing merupakan salah satu tes yang paling sering
dilakukan untuk mendiagnosis apakah seseorang terkena menderita
penyakit jantung dan juga untuk menstratifikasi berat ringannya penyakit
jantung. Selain itu tes treadmill juga dapat dipakai untuk mengukur
kapasitas jantung, gangguan irama, dan lain-lain.
4. Echocardiography (Ekokardiografi)
Ekokardiografi adalah prosedur yang menggunakan gelombang
suara ultra untuk mengamati struktur jantung dan pembuluh darah, juga
dapat menilai fungsi jantung.
5. Angiografi korener
Merupakan cara dengan menggunakan sinar X dan kontras yang
disuntikan kedalam arteri koroner melalui kateter untuk melihat adanya
penyempitan diarteri koroner.
6. Multislice Computed Tomograpy Scanning (MSCT)
CT menghasilkan tampilan secara tomografi (irisan) digital dari
sinar X yang menembus organ. Sinar X yang menembus diterima oleh
detektor yang mengubahnya menjadi data elektrik dan diteruskan ke
sistem komputer untuk diolah menjadi tampilan irisan organ-organ tubuh.
7. Cardiac Magnetic Resonance Imaging (Cardiac MRI)
Merupakan salah satu teknik pemeriksaan diagnostik dalam ilmu
kedokteran, yang menggunakan interaksi proton-proton tubuh dengan
gelombang radio-frekuensi dalam medan magnet (sekitar 0,64-3 Tesla)
untuk menghasilkan tampilan penampang (irisan) tubuh.
8. Radionuclear Medicine
Dengan menggunakan radio aktif dimasukan kedalamtubuh pasien,
kemudian dideteksi dengan menggunakan kamera gamma atau kamera
positron, sehingga pola tampilan yang terjadi berdasrkan pola organ yang
memancarkan sinar gamma. (Kabo, 2008).
G. Penatalaksanaan
Menurut Subagjo et al. (2011) penatalaksanaan yang dapat diberikan
pada pasien denganSTEMI berdasarkan masalah yang muncul adalah:
1. Syok kardiogenetik
Penatalaksana syok kardiogenetik:
a. Terapi O2, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan terdapat tanda
syok diberikan norepinefrin.
b. Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda syok
diberikan dopamine dosis 5-15 ug/kgBB/menit.
c. Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak terdapat tanda
syok diberikan dobutamin dosis 2-20 ug/kgBB/menit.
d. Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau CABG,
direkomendasikan pada pasien <75 tahun dengan elevasi ST atau
LBBB yang mengalami syok dalam 36 jam IMA dan ideal untuk
revaskularisasi yang dapat dikerjakan dalam 18 jam syok, kecuali jika
terdapat kontraindikasi atau tidak ideal dengan tindakan invasif.
e. Terapi trimbolitik yang diberikan pada pasien STEMI dengan syok
kardiogenik yang tak ideal dengan trapi invasif dan tidak mempuyai
kontraindikasi trombolisis.
f. Intra aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan pasien STEMI
dengan syok kardiogenik yang tidak membaik dengan segera dangan
terapi farmakologis, bila sarana tersedia.
2. Ekokardiogram
Digunakan untuk mengevaluasi lebih jauh mengenai fungsi jantung
khususnya fungsi vertrikel dengan menggunakan gelombang ultrasoouns
3. Laboratorium- Peningkatan enzim CK-MB, CK 3-8 jam setelah sernagan
puncaknya 10-30 gram dan normal kembali 2-3 hari- Peningkatan LDH
setelah serangan puncaknya 48-172 jam dan kembali normal 7-14 hari-
Leukosit meningkat 10.000–20.000 kolesterol atau trigliserid meningkat
sebagai akibat aterosklerosis
4. Foto thorax roentgenTampak normal, apabila terjadi gagal jantung akan
terlihat pada bendungan paru berupa pelebaran corakan vaskuler paru dan
hipertropi ventrikel
5. Percutaneus Coronary Angiografi (PCA) Pemasangan kateter jantung
dengan menggunakan zat kontras dan memonitor x-ray yang mengetahui
sumbatan pada arteri coroner
6. Tes Treadmill Uji latih jantung untuk mengetahui respon jantung terhadap
aktivitas

H. Komplikasi
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI menurut (Jackson
& Jackson, 2011; Sjamsuhidayat & Jong, 2010; Smeltzer & Bare, 2001;
Suyono, 2001), adalah:
1. Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial
dalam bentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami
infark dan non infark. Proses ini disebut remodeling ventikuler dan
umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam
hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel
kiri mengalami dilatasi.Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark
al ; slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya
jaringan dalam zona nekrotik.
Selanjutnya, terjadi pula pemanjangan segmen noninfark,
mengakibatkan penipisan yang didisprosional dan elongasi zona infark.
Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan
ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi tersebar pasca infark pada apeks
ventikrel kiri yang yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang
nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.
Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan
terapi inhibitor ACE dan vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi
ejeksi < 40 % tanpa melihat ada tidaknya gagal jantung, inhibitor ACE
harus diberikan.
2. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama
kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia
mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan
mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis
yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3
dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
3. Komplikasi mekanik
Rupture muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel rupture
dinding ventrikel, penatalaksanaannya hanya oprasi
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas
Stemi sering terjadi pada laki-laki karena cenderung memiliki risiko lebih
besar dan kejadiannya lebih awal dari pada wanita.
2. Riwayat penyakit
- Keluhan utama
Biasanya klien akan mengalami sesak nafas, udema, dan nyeri dada.
- Riwayat penyakit sekarang (PQRST)
1. Provoking incident : nyeri setelah beraktivitas dan tidak
berkurang dengan istirahat
2. Quality of pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien, sifat keluhan nyeri seperti tertekan.
3. Region, radiation, relief : lokasi nyeri di daerah subternal atau
nyeri serta ketidakmampuan bahu dan tangan.
4. Severity (sale) of pain : klien bias ditanya dengan menggunakan
rentang 0-5 dan klien akan menilai seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan. Biasanya pada saat agina skala nyeri berkisar antara 4-
5 skla (0-5).
5. Time : sifat mulanya muncul (onset), gejala timbul mendadak.
Lama timbulnya (durasi) nyeri dada dikeluhkan lebih dari 15
menit. Nyeri oleh infark miokardium dapat timbul pada waktu
istirahat, biasanya lebih parah dan berlangsung lebih lama.
Gejala-gejala yang menyertai infrak miokardium meliputi
dipsnea, berkeringat, amsietas, dan pingsan.
- Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian riwayat dahulu akan sangat mendukung kelengkapan data
kondisi saat ini. Data ini dipeoleh saat mengkaji apakah sebelumnya
klien pernah menderita nyeri dada, hipertensi, diabetes militus, atau
hyperlipidemia. Cara mengkaji sebaiknya sekuens dan terinci.
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada
masa lalu yang masih yang lalu yang masih relevan dengan obat-
obatan antiangina seperti mitratdan penghambat beta serta obat-
obatan antihipertensi. Catat adanya efek samping yang terjaid dimasa
lalu, alergi obat, dan reaksi alergi yang timbul. Sering klien
menafsirkan suatu alergi sebagai efek samping obat.
- Riwayat penyakit keluarga
Perawat senantiasa harus menanyakan tentang penyakit yang pernah
dialami oleh keluarga, anggota keluarga yang meninggal, dan
penyebab kematian. Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang
timbulnya pada usia muda merupakan faktor resiko utama terjadinya
penyakit jantung iskemik pada keturunannya.
3. Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien IMA biasanya
baik atau composmentis (CM) dan akan sesuai tingkat gangguan yang
melibatkan perfusi system saraf pusat.
- B1 (Breathing)
Klien terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal dan mengeluh
sesak seperti tercekik. Dipsnea kardiak biasanya ditemukan sesak
napas terjadi akibat pengerahan tenaga dan disebabkan oleh kenaikan
tekanan akhir diastolic ventrikel kiri yang menignkatkan tekanan
vena pulmunalis. Hal ini terjadi karena terdapat kegagalan
peningkatan curah darah oleh ventrikel kiri pada saat melakukan
kegiatan fisik. Dipsena karidak oada infrak miokardium yang kronis
dapat timbul pada saat istirahat.
- B2 (Blood)
 Inspeksi
Inspeksi adanya jaringan parut pada dada klien. Keluhan lokasi
nyeri biasanya di daerah substernal atau nyeri di atas pericardium.
Penyebaran nyeri dapat meluas di dada. Dapat terjadi nyeri dan
ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan.
 Palpasi
Denyut nadi perfier melemah. Thrill pada IMA tanpa komplikasi
biasanya tidaka ditemukan.
 Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume
sekuncup yang disebabkan IMA. Bunyi jantung tambahan akibat
kelainan katup biasanya tidak ditemukan pada IMA tanpa
komplikasi.
 Perkusi
Batas jantung tidak mengalami pergeseran.
- B3 (Brain)
Kesadaran umum klien biasanya CM. tidak ditemukan sianosis
perfier. Pengkajian objektif klien, yaitu wajah meringis, perubahan
postur tubuh, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat yang
merupakan dari adanya nyeri dada akibat infrak pada miokardium.
- B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan
klien. Oleh karena itu, perawat perlu memonitori adanya oliguria
pada klien dengan IMA karena merupakan tanda awal syok.
- B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual dan muntah. Pada palpasi abdomen
ditemukan nyeri tekan pada keempat kuadran, penurunan peristaltic
usus yang merupakan tanda utama IMA.
- B6 (Bone)
Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan. Klien sering merasa
kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap, dan
jadwal olahraga tak teratur. Tanda klinis lain yang ditemukan adalah
takikardia, dipsnea pada saat istirahat maupun saat beraktivitas.
Kaji higienis personal klien dengan menanyakan apakah klien
menglami kesulitan melakukan tugas perawatan diri.
4. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan Laboratorium
a. CPK, MB, LDH, AST
b. Elektrolit, ketidakseimbangan (hipokalemi).
c. Sel darah putih (10.000-20.000).
d. GDA (hipoksia).
- Pemeriksaan Rotgen : mungkin normal atau menunjukan pembesaran
jantung di duga GJK atau aneurisma ventrikel.
- Pemeriksaan EKG T inverted, ST elevasi, Q patologis

Analisa Data

No Data Etiologi Probem


1. DS : Perubahan Penurunan
Px mengeluh sesak napas afterload Curah Jantung
DO :
- Tekanan darah meningkat/
menurun
- Nadi perifer teraba lemah
- Capillary refilltime >3 detik
- Oliguria
- Warna kulit pucat dan/atau
sianosis
2. DS : Agen Nyeri akut
Px mengeluh nyeri pencedera fisik
DO :
- Tampak meringis
- Bersikap protektif (mis. Waspada
posisi menghindari nyeri)
- Gelisah
- Frekuensi nadi meningkat
- Sulit tidur
B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload
(SDKI: 34)
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (SDKI : 172)

C. Rencana Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Intervensi


Rasional
Keperawatan kriteria hasil
Penurunan Setelah dilakukan Observasi - Untuk
curah jantung tindakan 1x24 - Identifikasi mengetahui
berhubungan jam diharapkan tanda/gejala primer tanda/ gejala
dengan curah jantung penurunan curah penurunan curah
perubahan membaik. jantung jantung
afterload. KH : - Monitor tekanan - Untuk
SDKI. 34 1. Kekuatan nadi darah mengetahui
perifer Terapeutik tekanan darah
meningkat. - Posisikan pasien pasien
2. Ejection semi fowler atau - Untuk
fraction (EF) fowler dengan kaki memberikan
meningkat. ke bawah atau posisi yang
3. Dipsnea posisi nyaman nyaman
menurun. - Berikan diet - Untuk
4. Pucat/ sianosis jantung yang memberikan
menurun. sesuai pengaturan
5. Tekanan darah Edukasi makan pasien
membaik. - Anjurkan - Untuk
SLKI : 20 beraktivitas fisik membantu
sesuai toleransi beraktivitas
Kolaborasi sesuai toleransi
- Kolaborasi - Untuk
pemberian membantu
antiaritmia, jika proses
perlu penyembuhan
SIKI : 317
Nyeri akut Setelah dilakukan Obervasi - Untuk
berhubungan tindakan 1 x 24 - Indentifikasi skala mengetahui
dengan agen jam diharapakan nyeri tingkat rasa
pencedera fisik tingkat nyeri - Monitor efek nyeri
SDKI : 172 menurun. samping - Untuk
KH : penggunaan mengetahui efek
1. Kemampuan analgetik samping
menuntaskan Terapeutik penggunaan
aktivitas - Berikan teknik analgetik
meningkat. non-farmakologis - Untuk
2. Keluhan nyeri untuk mengurangi mengurangi rasa
menurun. rasa nyeri. nyeri
3. Kesulitan tidur - Fasilitas istirahat - Untuk membuat
menurun. dan tidur pasien supaya
4. Pola napas Edukasi nyaman
membaik. - Jelaskan - Untuk
5. Pola tidur penyebab, periode, mengetahui
membaik dan pemicu nyeri penyebab
6. Napsu makan - Jelaskan strategi periode, dan
membaik. meredakan nyeri pemicu nyeri
SLKI : 145 Kolaborasi - Untuk
- Kolaborasi mengurangi rasa
pemberian nyeri yang
analgetik, jika dirasakan
perlu - Untuk
SIKI : 201 membantu
proses
penyembuhan.

DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, C. J. (2008). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.


Jackson, M., & Jackson, L. (2011). Keperawatan Klinis. Jakarta: Erlangga.
Mansjoer, A. (2000).  Kapita Selekta Kedokteran  (3 ed.). Jakarta: Media
Aesculapius
FKUI.
Price, S. A., & Wilson, L. (2006).  Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-Proses
Penyakit  .
Jakarta: EGC.
Sjamsuhidayat, R., & Jong, W. d. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah (3 ed.). Jakarta:
EGC.
Smeltzer, & Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and
suddarth.
Jakarta: EGC.
Subagjo, A., Achyar, & Ratnaningsih, E. (2011).  Bantuan Hidup Jantung Dasar .
Jakarta:
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia.
Suyono, S. (2001).  Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam  (3 ed.). Jakarta: Balai
Penerbitan
FKUI.
Sylvana, F. (2005). Infark Miokard Akut. (Skripsi), Universitas Wijaya Kusuma,
Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai