Anda di halaman 1dari 20

KAJIAN TEORI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.R


DENGAN DX CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE)
DI RUANG ICU
RSUD DR LOEKMONO HADI KUDUS

Disusun Oleh :

Tasya Alfionita
82021040084

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2021/2022
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan suatu kegagalan
fungsiginjal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
serta elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif yang ditandai
dengan penumpukan sisa metabolisme (toksik uremik) di dalam tubuh
(Muttaqin & Sari, 2011).
Penyakit ginjal kronik adalah keadaan dimana terjadi kerusakan
ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia dan
limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah, serta komplikasinya jika
tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal (Nursalam & Batticaca, 2011).
Penyakit ginjal kronik merupakan akibat terminal destruksi jaringan dan
kehilangan fungsi ginjal yang berlangsung secara berangsur – angsur yang
ditandai dengan fungsi filtrasi glomerulus yang tersisa kurang dari 25%
(Kowalak, Weish, & Mayer, 2011).
Kesimpulan definisi penyakit ginjal kronik (PGK) berdasarkan beberapa
sumber diatas adalah suatu keadaan dimana terjadi kegagalan atau kerusakan
fungsi kedua ginjal untuk mempertahankan metabolisme, keseimbangan
cairan dan elektrolit serta lingkungan dalam yang cocok untuk bertahan
hidup sebagai akibat terminal dari destruksi atau kerusakan struktur
ginjal yang berangsur – angsur, progresif, ireversibel dan ditandai dengan
penumpukan sisa metabolisme (toksik uremik), limbah nitrogen lainnya
yang beredar dalam darah dan fungsi filtrasi glomerulus yang tersisa
kurang dari 25% serta komplikasi dan berakibat fatal jika tidak
dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal.
2. Etiologi
CKD bisa terjadi karena berbagai kondisi klinis seperti penyakit
komplikasi yang bisa menyebabkan penurunan fungsi pada ginjal
(Muttaqin & Sari 2011). Menurut Robinson (2013) dalam Prabowo dan
Pranata (2014) penyebab CKD, yaitu:
a. Penyakit glomerular kronis (glomerulonephritis)
b. Infeksi kronis (pyelonephritis kronis, tuberculosis)
c. Kelainan vaskuler (renal nephrosclerosis)
d. Obstruksi saluran kemih (nephrolithiasis)
e. Penyakit kolagen (Systemic Lupus Erythematosus)
f. Obat-obatan nefrotoksik (aminoglikosida)

3. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala penyakit ginjal kronis berkembang seiring waktu jika
kerusakan ginjal berlangsung lambat. Tanda dan gejala penyakit ginjal
menurut (Kardiyudiani & Brigitta 2019) mungkin termasuk :
a). Mual
b). Muntah
c). Kehilangan nafsu makan
d). Kelelahan dan kelemahan
e). Masalah tidur
f). Perubahan volume dan frekuensi buang air kecil
g). Otot berkedut dan kram
h). Pembengkakan kaki dan pergelangan kaki
i). Gatal terus menerus
j). Nyeri dada jika cairan menumpuk di dalam selaput jantung
k). Sesak napas jika cairan menumpuk di paru-paru
l). Tekanan darah tinggi yang sulit dikendalikan
4. Patofisiologi

Menurut Suzanne & Bare dalam Milnawati (2019) menyatakan


patofisiologi dari CKD adalah sebagai berikut
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak
(hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi
volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal
untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron rusak. Beban bahan yang
harus dilarut menjadi lebih besar dari pada yang bisa direabsorpsi
berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena
jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai
retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi
lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira
fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah
itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah, akan semakin berat.

1. Gangguan klirens ginjal


Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari
penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan
penurunan klirens substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh
ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin.
Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens
kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat.
Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat.
Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi
karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak
hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein
dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC) dan medikasi seperti
steroid.

2. Retensi cairan dan ureum


Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau
mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon
ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit
sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan,
meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan
hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin
angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron.
Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam,
mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan
diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin
memperburuk status uremik.

3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis
metabolic seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan
muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama
akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3 ̅)
dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi
fosfat dan asam organik lain juga terjadi.

4. Anemia
Anemia timbul sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak
adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan
kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik
pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi
eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan,
angina dan sesak napas.

5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat


Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah
gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan
fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah
satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi
melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan
sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium
serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun,
pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap
peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada
tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D
(1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun

6. Penyakit tulang uremik


Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium,
fosfat dan keseimbangan parathormon.
5. Pathway

Glomerulonefritis, Infeksi Kronis, Kelainan Kongenital, penyakit vaskuler,


Nephrolithiasis, SLE, Obat Nefrotik

Gagal Ginjal

Proses hemodialisa Gangguan Reabsorbsi


kontinyu

Hipernatremis

Tindakan Invasif
beruang
Retensi Cairan

Informasi in adekuat

Volume Vaskuler meningkat


Stres

Edema Pulmonal
HCL MENINGKAT

Mual dan Muntah Ekspansi paru Turun Retensi CO2

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari Dipsnea Asidosis
kebutuhan tubuh Respiratorik

Ketidakefektifan
Gangguan
Pola Nafas
Pertukaran Gas
6. Pemeriksaan Penunjang

Berikut adalah pemeriksaan penunjang pada pasien dengan CKD menurut


(Nahas, 2010)
1. Urin
 Volume : biasanya kurang dari 400cc/24 jam atau tak ada (anuria)
 Warna : secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh
pus,
 Bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan
menunjukkkan
 Adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
 Berat jenis; kurang dari 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat
 Osmoalitas; kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal
 Tubular dan rasio urin/serum sering 1:1
 Klirens kreatinin; menurun
 Natrium; lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
 Mereabsorbsi natrium
 Protein; derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan
 kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
2. Darah
 BUN/kreatinine meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap
akhir
 Hb menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/db
 SDM; menurun, defisiensi eritropoitin
 GDA; asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
 Natrium serum; rendah
 Kalium; meningkat
 Magnesium; meningkat
 Kalsium; menurun
 Protein (albumin); menurun

3. Osmolalitas serum; lebih dari 285 mOsm/kg


4. Pelogram retrograd; abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
5. Ultrasono ginjal; menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas
6. Endoskopi ginjal, nefroskopi; untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif
7. Arteriogram ginjal; mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular, masa
8. EKG; ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
9. Foto polos abdomen; menunjukkan ukuran ginjal/ureter /kandung
kemih dan adanya obstruksi (batu).
GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault :
Laki - Laki

G FR =( 1 40−U MUR ) X B B( K G)¿ ¿


7 2 X K REATININ S ERUM (M G/ D L)

Wanita

( 1 40−U MUR ) X B B ( K G)
G FR = X5
7 2 X K REATINI S ERUM ( M G/D L)

Perhitungan terbaik LFG adalah dengan menentukan bersihan kreatinin


yaitu:

k reatinin u rin ( md gl ) V olu rin ( ml2 4 j am)


b ersi h a n k reatinin= ¿ ¿
mg
K reatinin S erum
dl ( )
x 1440 menit

Nilai Normal

Laki – Laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau 0,93 - 1,32 mL/detik/m2

Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau 0,85 - 1,23 mL/detik/m2


- Penatalaksanaan Medis
Berikut adalah penatalaksanaan Medis menurut Nahas (2010):
1. Konservatif
a. Melakukan pemeriksaan lab darah dan urine
b. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
Biasanya diusahakan agar tekanan vena jugularis sedikit meningkat
dan terdapat edema betis ringan. Pengawasan dilakukan melalui
pemantauan berat badan, urine serta pencatatan keseimbangan
cairan.
c. Diet TKRP (Tinggi Kalori Rendah Protein). Diet rendah
protein (20-240 gr/hr) dan tinggi kalori menghilangkan gejala
anoreksia dan nausea dari uremia serta menurunkan kadar
ereum. Hindari pemasukan berlebih dari kalium dan garam.
d. Kontrol hipertensi. Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal,
keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung
pada tekanan darah. Sering diperlukan diuretik loop selain obat anti
hipertensi.
e. Kontrol ketidak seimbangan elektrolit. Yang sering ditemukan
adalah hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk mencegah
hiperkalemia hindari pemasukan kalium yang banyak (batasi
hingga 60 mmol/hr), diuretik hemat kalium, obat-obat yang
berhubungan dengan ekskresi kalium (penghambat ACE dan
obat anti inflamasi nonsteroid), asidosis berat, atau kekurangan
garam yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut
dalam kaliuresis. Deteksi melalui kalium plasma dan EKG.
2. Dialysis
a. Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan dialysis
yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD
(Continues Ambulatori Peritonial Dialysis).
b. Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui
daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan:
1) AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
2) Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi
ke jantung) Tujuannya yaitu untuk menggantikan fungsi ginjal
dalam tubuh fungsi eksresi yaitu membuang sisa-sisa metabolisme
dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang
lain.
3. Operasi
a. Pengambilan batu
b. Transplantasi ginjal

B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan (A,B,C,D)

Airway : Bebas, tidak ada sumbatan


Breathing : Nafas spontan, RR : 22x/menit O2 Nc
Circulation : Akral hangat, TD : 173/110 mmhg, HR : 84
Disability : Kesadaran composmentis
2. Pengkajian Sekunder

a. Pemeriksaan Fisik

a. Kulit, rambut, dan kuku


1) Inspeksi warna kulit, jaringan parut, lesi dan vaskularisasi
2) Inspeksi dan palpasi kuku tentang warna, bentuk, dan catat adanya
abnormalitas
3) Palasi kulit untuk mengetahui suhu, turgor, tekstur (halus/kasar)edema,
dan massa.
b. Kepala:
1) Inspeksi kesimetrisan muka, tengkorak, kulit kepala (lesi, massa)
2) Palpasi dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari ke bawah dari
tengah garis kepala ke samping. Untuk mengetahui adanya bentuk kepala,
pembengkakan, massa, dan nyeri tekan, kekuatan akar rambut.
c. Mata
1) Inspeksi kelopak mata, perhatikan bentuk dan kesimetrisannya
2) Inspeksi daerah orbital adanya edema, kemerahan, atau jaringan lunak
dibawah bidang orbital.
3) Inspeksi konjungtiva dan sklera dengan menarik/ membuka kelopak
mata. Perhatikan warna, edema, dan lesi.
4) Inspeksi kornea (kejernihan dan tekstur kornea) dengan berdiri
disamping klien dengan menggunakan sinar cahaya tidak langsung.
5) Inspeksi pupil terhadap sinar cahaya langsung dan tidak langsung. Amati
kesimetrisan, ukuran, bentuk, dan reflek terhadap cahaya (nervus
okulomotorius)
6) Inspeksi iris terhadap bentuk dan warna
7) Inspeksi dan palpasi kelenjar lakrimal adanya pembengkakakn dan
kemerahan.
8) Uji ketajaman penglihatan (visus), dengan menggunakan snellen
card/jari tangan pemeriksa. Pemeriksa berdiri 6 M dari pasien (nervus
optikus).
9) Uji lapang pandang dengan pasien berdiri atau duduk 60 cm dari
pemeriksa.
10) Uji gerakan mata pada delapan arah pandangan dengan menggerakkan
jari pemeriksa secara perlahan (nervus okulomotorius, nervus trokhlearis,
nervus abduscen)
d.Hidung
1) Inspeksi hidung eksterna dengan melihat bentuk, kesimetrisan, adanya
deformitas atau lesi, dan cairan yang keluar.
2) Palpasi lembut batang dan jaringan lunak hudung adanya nyeri, massa
dan nyeri, massa dan penyipangan bentuk, serta palpasi sinus-sinus hidung.
3) Periksa patensi neres dengan meletakkan jari di depan lubang hidung
dan minta pasien bernapas melalui hidung. Bandingkan antara neres kanan
dan kiri, kaji kemampuan pasien membau (nervus olfaktorius).
4) Masukkan spekulum hidung dengan minta pasien mengangkat kepala
kebelakang. Dengan bantuan penlight amati warna, lesi, cairan, massa, dan
pembengkakan.
e. Telinga
1) Inspeksi kesimetrisan dan letak telinga
2) Inspeksi telinga luar, ukuran, bentuk, warna, dan adanya lesi.
3) Palpasi kartilago telinga untuk mengetahui jaringan lunak. Tekan tragus
kedalam dan tulang telinga ke bawah daun telinga (bila peradangan akan
nyeri).
4) Palpasi tulang telinga (prosesus mastoideus)
5) Tarik daun teinga secara perlahan ke atas dan ke belakang. Pada anak-
anak daun telinga ditarik ke bawah, kemudian amati liang telinga adanya
kotoran, serumen, cairan, dan peradangan.
6) Uji fungsi pendengaran dengan menggunakan arloji, suara/ bisikan dan
garpu tala (tes Webber, Rinne, Swabacch). (nervus auditorius).
f. Mulut dan faring
1) Inspeksi warna dan mukosa bibir, lesi, dan kelainan koninetal
2) Minta pasien membuka mulut, jika pasien tidak sadar bantu dengan
sudup lidah. Inpeksi keberihan jumlah, dan adanya caries.
3) Minta pasien buka mulut, inpeksi lidah akan kesimetrisan, warna,
mukosa, lesi, gerakan lidah (nervus hipoglosus)
4) Inspeksi faring terhadap warna, lesi, peradangan tonsil
5) Melakukan pemeriksaan pembedaan rasa pada ujung lidah (nervus
fasialis)
6) Meminta pasien menelan dan membedakan rasa pada pangkal lidah
(nervus glosofaringeal).
7) Menguji sensasi faring (berkata ”ah”). (nervus vagus).
g. Leher
1) Inspeksi bentuk leher, kesimetrisan, warna kulit,
adanya pembengkakakn, jaringan parut atau massa (muskulus
sternokleidomastoideus)
2) Inspeksi gerakan leher ke kanan dan ke kiri (nervus aksesorius)
3) Inspeksi kelenjar tiroid dengan minta pasien menelan dan amati gerakan
kelenjar tiroid pada takik suprasternal (normalnya tidak dapat dilihat)
4) Palpasi kelenjar limfe/kelenjar getah bening
5) Palpasi kelenjar tiroid
h. Thorak dan tulang belakang
1) Inspeksi kelainan bentuk thorak (barrel chest, pigeon chest, funnel
chest).
2) Inspeksi kelainan bentuk tulang belakang (skoliasis, kifosis, lordosis).
3) Palpasi adanya krepitus pada kosta
4) Khusus pasien wanita dilakukan pemeriksaan inspeksi payudara: bentuk,
ukuran.
i. Paru posterior, lateral, anterior
1) Inspeksi kesimetrisan paru
2) Palpasi (taktil fremitus) dengan meminta pasien menebutkan angka atau
huruf yang bergetar (contoh 777). Bandingkan paru kanan dan kiri.
3) Palpasi pengembangan paru dengan meletakkankedua ibu jari tangan ke
prosesus xifoideus dan minta pasien bernapas panjang. Ukur pergeseran
kedua ibu jari.
4) Perkusi dari puncak paru ke bawah (supraskapularis/3-4 jari dari pundak
sampai dengan torakal 10). Catat suara perkusi: sonor/hipersonor/redup.
5) Auskultasi bunyi paru saat inspirasi dan akspirasi (vesikuler,
bronhovesikuler, bronchial, tracheal; suara abnormal: whezzing, ronchi,
krekles.
j. Jantung dan pembuluh darah
1) Inspeksi titik impuls maksimal, denyutan apical.
2) Palpasi area aorta pada interkosta ke-2 kanan, pulmonal pada interkosta
ke-2 kiri, dan pindah jari-jari ke interkosta 3, dan 4 kiri daerah
trikuspidalis, dan mitral pada interkosta 5 kiri. Kemudian pindah jari dari
mitral 5-7 cm ke garis midklavikula kiri (denyut apkal).
3) Perkusi untuk mengetahui batas jantung (atas-bawah, kanan-kiri).
4) Auskultasi bunyi jantung I dan II pada 4 titik (tiap katup jantung), dan
adanya bunyi jantung tambahan.
5) Periksa vaskularisasi perifer dengan meraba kekuatan denyut nadi.
k. Abdomen
1) Inspeksi dari depan dan samping pasien (adanya pembesaran, datar,
cekung, kebersihan umbilikus)
2) Auskultasi 4 kuadran (peristaltik usus diukur dalam 1 menit, bising usus)
3) Palpasi: epigastrium, lien, hepar, ginjal, dan suprapubik.
4) Perkusi: 4 kuadran (timpani, hipertimpani, pekak)
5) Melakukan pemeriksaan turgor kulit abdomen
6) Mengukur lingkar perut
l .Genitourinari
1) Inspeksi anus (kebersihan, lesi,massa,perdarahan) dan lakukan tindakan
rectal touche (khusus laki-laki untuk mengetahui pembesaran prostat).
2) Inspeksi alat kelamin/genitalia wanita: kebersihan, lesi,massa, keputihan,
perdarahan, ciran, bau.
3) Inspeksi alat kelamin/genitalia pria: kebersihan, lesi, massa, cairan, bau,
pertumbuhan rambut , bentuk dan ukuran penis, keabnormalan prepusium.
4) Palpasi skrotum dan testis sudah turun atau belum
m. Ekstremitas
1) Inspeksi ekstremitas atas dan bawah: kesimetrisan, lesi, massa
2) Palpasi: tonus otot, kekuatan otot
3) Kaji sirkulasi: akral hangat/dingin, warna, capillary reffil time,
dan edema
4) Kaji kemampuan pergerakan sendi
5) Kaji reflek fisiologis: bisep, trisep, patela, arcilles
6) Kaji reflek patologis: reflek plantar (babinsky)
b. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Edema Pulmonal
ditandai dengan Dipsnea.
(NANDA 2018-2020, Domain 4 Aktivitas / Istirahat, Kelas 4
Responden Kardiovaskuler/ Pulmonal, Kode 00032).
2. Hambatan pertukaran gas berhubungan dengan Retensi CO 2
ditandai dengan asydosis respiratorik.
(NANDA 2018-2020, Domain 3 Eliminasi / Pertukaran, Kelas 4
Fungsi Respirasi, Kode 00030).
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan Anoreksia mual muntah
(NANDA 2018-2020, Domain 2 Nutrisi, Kelas 1 makan, Kode
00002).
1. Intervensi Keperawatan

N DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI


O

1. Ketidakefektifan pola a. Tujuan: Setelah dilakukan Tindakan Monitor Pernafasan


nafas berhubungan Keperawatan 2 x 24 jam diharapkan  Observasi penggunaan oksigen
dengan Edema Pulmonal status pernafasan klien dipertahankan tambahan
ditandai dengan Dipsnea. dengan kriteria hasil :  Beri oksigen sesuai kebutuhan
 Nafas normal  Atur posisi semi fowler
 Kondisi membaik  Monitoring respirasi dan SPO2
 Pernafasan lancer  Atur setting/mode ventilator

2 Hambatan pertukaran gas a. Tujuan: Setelah dilakukan Tindakan Terapi Oksigen


berhubungan dengan Keperawatan 3 x 24 jam diharapkan  Monitor status pernafasan pasien
Retensi CO2 ditandai status pernafasan klien dipertahankan  Siapkan perlatan oksigen
dengan asydosis pada skala 3 (deviasi sedang dari  Monitor aliran oksigen
respiratorik. kisaran normal) ditingkatan pada skala  Sediakan oksigen ketika pasien
4 (deviasi ringan dari kisaran normal) dipindahkan
- Domain II Kesehatan Fisiologis,  Anjurkan pasien dan keluarga
Kelas E jantung Paru, Kode 0402. mengenai penggunaan oksigen
Kriteria Hasil: tambahan selama kegiatan dan .
 040210 Saturasi Oksigen atau tempat tidur.
 040213 Hasil Rontgen dada  Konsultasi dengan tenaga
kesehatan lain

3 Gangguan nutrisi kurang b. Tujuan: Setelah dilakukan Tindakan Manajemen Nutrisi


dari kebutuhan tubuh Keperawatan 2 x 24 jam diharapkan  Monitor adanya mual muntah
berhubungan dengan nutrisi seimbang dan adekuat dengan  Monitor adanya kehilangan berat
anoreksia mual muntah kriteria hasil : badan
 Nafsu makan meningkat  Monitor albumin, total protein,
 Tidak terjadi penurunan BB dan hemoglobin
 Masukan nutrisi adekuat  Berikan makanan sedikit tapi
 Menghabiskan porsi makan sering
 Hasil lab normal (albumin, kalium)  Berikan perawatan oral hygiene
 Kolaborasi dengan ahli gizi
DAFTAR PUSTAKA

Kardiyudiani & Susanti,Brigitta A.D. (2019). Keperawatan Medikal Bedah.


Yogyakarta : Pustaka Baru
Nanda. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.
Edisi:
10. EGC: Jakarta
Prabowo, Eko & Pranata, A.E. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan.
Yogyakarta : Naha Medika
Riset Kesehatan Dasar ( Riskesdas), (2018) Prevalensi kasus CKD di
Indonesia dan NTT WHO (2015) Angka kejadian penderita CKD di dunia

Anda mungkin juga menyukai