Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

EFUSI PLEURA
DI RUANG GADING II
RSUD RAA SOEWONDO PATI

Disusun Oleh :
Efi Khori`ah
720202040032

PRODI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN AJARAN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

“EFUSI PLEURA”

A. PENGERTIAN
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan viceralis dan parietalis. Proses penyakit primer
jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit
lain (Amin Huda, 2015)
Efusi pleura adalah kondisi dimana udara atau cairan berkumpul
dirongga pleura yang dapat menyebabkan paru kolaps sebagian atau
seluruhnya (Muralitharan, 2015)
Efusi pleura di bagi menjadi 2 yaitu :
a. Efusi pleura transudate
Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa membran
pleura tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan di sebabkan oleh
faktor sistemik yang mempengaruhi produksi dan absorbsi cairan
pleura.
b. Efusi pleura eksudat
Efusi pleura ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh
kapiler yang rusak dan masuk kedalam paru terdekat (Morton, 2012).

B. ETIOLOGI
Efusi pleura disebabkan oleh :

a. Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik


b. Peningakatan permeabilitas kapiler
c. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
d. Peningkatan tekanan negative intrapleura
e. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
Ada juga yang disebabkan oleh Infeksi (eksudat)
a. Tubercolosis
b. Pneumonitis
c. Emboli paru
d. Kanker
e. Infeksi virus,jamur,dan parasit.
Non infeksi (transudat):
a. Gagal jantung kongesif (90% kasus)
b. Sindroma nefrotik
c. Gagal hati
d. Gagal ginjal
e. Emboli paru

C. TANDA DAN GEJALA

a. Batuk
b. Dispnea bervariasi
c. Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)
d. Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta.
e. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang mengalami
efusi.
f. Perkusi meredup diatas efusi pleura.
g. Suara nafas berkurang diatas efusi pleura.
h. Fremitus fokal dan raba berkurang.

D. PATHOFISIOLOGI

Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura


parietalis dan pleura viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan
antara 1 – 20 cc yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak
teratur.Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara kedua pleura,
sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui bahwa
cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di absorbsi tersebut
dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura parietalis dan
tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan kebanyakan diabsorbsi
oleh system limfatik dan hanya sebagian kecil diabsorbsi oleh system kapiler
pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan yang pada pleura
viscelaris adalah terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel – sel mesofelial.
Jumlah cairan dalam rongga pleura tetap. Karena adanya keseimbangan antara
produksi dan absorbsi. Keadaan ini bisa terjadi karena adanya tekanan
hidrostatik sebesar 9 cm H2o dan tekanan osmotic koloid sebesar 10 cm H2o.
Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah satunya
adalah infeksi tuberkulosa paru .
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium
tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju alveoli, terjadilah infeksi
primer. Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening
menuju hilus (Limfangitis local) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar
getah bening hilus (limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah
bening akan mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran
akan meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam
rongga pleura. Kebanyakan terjadinya effusi pleura akibat dari tuberkulosa
paru melalui focus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening.
Sebab lain dapat juga dari robeknya pengkejuan kearah saluran getah bening
yang menuju rongga pleura, iga atau columna vetebralis.
Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkolusa paru adalah merupakan
eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut karena
kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya serous, kadang –
kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap ml cairan pleura bias mengandung
leukosit antara 500 – 2000. Mula – mula yang dominan adalah sel – sel
polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, Cairan efusi sangat sedikit
mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya cairan effusi bukanlah karena
adanya bakteri tubukolosis, tapi karena akibat adanya effusi pleura dapat
menimbulkan beberapa perubahan fisik antara lain : Irama pernapasan tidak
teratur, frekuensi pernapasan meningkat , pergerakan dada asimetris, dada
yanbg lebih cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain hal – hal
diatas ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh efusi pleura yang diakibatkan
infeksi tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan
menurun

E. PATHWAY

TB paru Gagal jantung kiri,gagal Karsinoma, mediastinum,


pneumonia ginjal, gagal fungsi hati karsinoma paru

Atelektasis Peningkatan tekanan


hipoalbuminemia hidrostatik di pembekuan
Peningkatan
inflamasi darah
permeabilitas kapiler
paru

Tekanan osmotic Ketidakseimbangan + produksi


menurun cairan dengan absorbs yang
bisa dilakukan

Akumulasi/ penimbunanan di kavum


pleura (efusi pleura)

Penurunan ekspansi Respon inflamasi Penurunan suplai O2 ke otak


paru

Pelepasan mediator Hipoksia serebral

Pusing, disorientasi
Sesak nafas
Peningkatan permeabilitas
kapiler
Resiko ketidak
efektifan persusi
Ketidak efektifan
Eksudat purulent pada bronkus jaringan
pola nafas

Peningkatan produksi gg. ventilasi, difusi, distribusi,


sekret dan transportasi O2

Produksi secret
meningkat PaO2 ↓ , PCO2

Penurunan kemampuan
batuk efektif Gangguan
pertukaran gas

Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
2. CT-Scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
3. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang
jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang
dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh
pembiusan lokal).
5. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk
dianalisa. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan
pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat
ditentukan.
6. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber
cairan yang terkumpul.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
2. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.
3. Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala
subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,2 liter
perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru, jika
jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutya baru
dapat dilakukan 1 jam kemudian.
4. Antibiotika jika terdapat empiema
5. Operatif
H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa
yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada
pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas,
rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat
tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya
tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada
dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan
mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan
untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
d. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kepada pasien apakah pasien pernah menderita penyakit
seperti TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan
sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya
faktor predisposisi.
e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura
seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.
f. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit
mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang
juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan
kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok,
minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor
predisposisi timbulnya penyakit.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Mengukur tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status
nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan
minum sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi pleura
akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas.
3) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai
kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan
umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest
sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan
pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-
otot tractus degestivus.
4) Pola aktivitas dan latihan
Karena adanya sesak napas pasien akan cepat mengalami
kelelahan pada saat aktivitas. Pasien juga akan mengurangi
aktivitasnya karena merasa nyeri di dada.
5) Pola tidur dan istirahat
Pasien menjadi sulit tidur karena sesak naps dan nyeri.
Hospitalisasi juga dapat membuat pasien merasa tidak tenang
karena suasananya yang berbeda dengan lingkungan di rumah.
6) Pola hubungan dan peran
Karena sakit, pasien akan mengalami perubahan peran. Baik peran
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Contohnya: karena
sakit pasien tidak lagi bisa mengurus anak dan suaminya.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang
tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada.
Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa
penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam
hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap
dirinya.
8) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian
juga dengan proses berpikirnya.
9) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks akan
terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah
sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.
10) Pola koping
Pasien bisa mengalami stress karena belum mengetahui proses
penyakitnya. Mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat
dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap
lebih tahu mengenai penyakitnya.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Kehidupan beragama klien dapat terganggu karena proses
penyakit.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d penggunaan otot bantu pernafasan
(domain:4 kelas :4 kode 00032)
2. Gangguan pertukaran gas b.d pola pernafasan abnormal (domain: 3
kelas;4 kode 00030)
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d batuk yang tidak efektif.
(domain: 11 kelas:4 kode 00031)

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
keperawatan
Ketidakefektifan Setelah dilakukan Monitor pernafasan :
pola nafas tindakan keperawatan 1. Monitor kemampuan batuk efektif pasien
diharapkan pola nafas 2. Berikan bantuan terapi nafas
menjadi efektif dengan 3. Posisikan pasien ke samping sesuai indikasi
kriteria hasil :
a. Frekuensi pernafasan
normal 4. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian
b. Retraksi dinding dada obat
tidak ada
c. Batuk tidak ada
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
diharapkan tidak ada
gangguan pertukaran gas Terapi oksigen:
dengan kriteria hasil : 1. monitor aliran oksigen
a. Saturasi oksigen 2. bersihkan masker oksugen/kanul nasal setiap
Gangguan
dalam kisaran kali perangkat diganti
pertukaran gas
normal 3. anjurkan pasien dan keluarga mengenai
b. Perasaan kurang penggunaan oksigen dirumah
istirahat tidak ada 4. kolaborasi dengan medis lainnya
c. Hasil rontgen dada
normal.

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
bersihan jalan nafas
efektif , dengan kriteria Pengaturan posisi:
hasil : 1. Monitor status oksigenasi
Ketidakefektifan
a. Kemampuan untuk 2. Dorong pasien untuk terlibat dalam perubahan
bersihan jalan
mengeluarkan secret posisi
nafas
normal 3. Edukasi keluarga mengenai posisi semi fowler
b. Suara nafas 4. Kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya
tambahan ringan
c. Penggunaan otot
bantu nafas ringan.

4. REFERENSI
Peate, M. N. (2015). Dasar-dasar Patofisiologi Terapan edisi 2.
Jakarta: Bumi Medika.

Anda mungkin juga menyukai