EFUSI PLEURA
DISUSUN OLEH :
PUSPITTASARI
21219053
A. Pengertian
Efusi Pleura (Pleural fluid) adalah pengumpulan cairan yang abnormal dan
berlebihan di dalam rongga pleura, yaitu rongga yang terletak diantara selaput yang
melapisi paru-paru dan rongga dada (RSU dan Holistik Sejahtera Bhakti Salatiga, 2016).
Efusi pleura adalah kondisi paru bila terdapat kehadiran dan peningkatan cecair yang
luar biasa di antara ruang pleura. Pleura adalah selaput tipis yang melapisi permukaan
paru-paru dan bagian dalam dinding dada di luar paru-paru. Di pleura, cairan
terakumulasi di ruang antara lapisan pleura. Biasanya, jumlah cairan yang tidak
terdeteksi hadir dalam ruang pleura, memungkinkan paru-paru untuk bergerak dengan
lancar dalam rongga dada selama pernapasan (PHILIP ENG Respiratori medical clinic,
2017).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan viceralis dan parietalis. Proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Nurarif & Kusuma, 2015).
Efusi pleura adalah kondisi dimana udara atau cairan berkumpul dirongga pleura yang
dapat menyebabkan paru kolaps sebagian atau seluruhnya (Nair & Peate, 2015).
B. Klasifikasi
Efusi pleura di bagi menjadi 2 yaitu:
1. Efusi pleura transudat
Merupakan ultra filtrat plasma, yang menandakan bahwa membran pleura tidak
terkena penyakit. Akumulasi cairan di sebabkan oleh faktor sistemik yang
mempengaruhi produksi dan absorbsi cairan pleura.
2. Efusi pleura eksudat
Efusi pleura ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler yang
rusak dan masuk kedalam paru terdekat (Morton, 2012).
C. Penyebab
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi lagi menja ditransudat,
eksudat, danhemoragi.
1. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongesif (gagal jantung kiri),
sindrom nefrotik, asites (oleh karena sirosis hati), sindrom vena kava superior, tumor,
dan sindrom meigs.
2. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infarkparu, radiasi, dan
penyakit kolagen.
3. Efusi hemoragi dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru, dan
tuberculosis.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, efusi dibagi menjadi unilateral dan
bilateral.Efusi unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit
penyebabnya akan tetapi efusi bilateral ditemukan pada penyakit kegagalan jantung
kongesif, sindrom nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus sistemis, tumor,
dan tuberculosis (Arif & Muttaqin, 2008).
D. Patofisiologi
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan pleura
viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 1 – 20 cc yang
merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur.Cairan yang sedikit ini
merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser
satu sama lain. Di ketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan
selanjutnya di absorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada
pleura parietalis dan tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan kebanyakan
diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian kecil diabsorbsi oleh system
kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan yang pada pleura
viscelaris adalah terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel – sel mesofelial. Jumlah
cairan dalam rongga pleura tetap. Karena adanya keseimbangan antara produksi dan
absorbsi. Keadaan ini bisa terjadi karena adanya tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H2o
dan tekanan osmotic koloid sebesar 10 cm H2o. Keseimbangan tersebut dapat
terganggu oleh beberapa hal, salah satunya adalah infeksi tuberkulosa paru . Terjadi
infeksi tuberkulosa paru , yang pertama basil Mikobakterium tuberkulosa masuk
melalui saluran nafas menuju alveoli,terjadilah infeksi primer. Dari infeksi primer ini
akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (Limfangitis local) dan
juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus (limphadinitis regional).
Peradangan pada saluran getah bening akan mempengaruhi permebilitas membran.
Permebilitas membran akan meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi
cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya effusi pleura akibat dari
tuberkulosa paru melalui focus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening.
Sebab lain dapat juga dari robeknya pengkejuan kearah saluran getah bening yang
menuju rongga pleura, iga atau columna vetebralis.
Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkolusa paru adalah merupakan eksudat, yaitu
berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut karena kegagalan aliran
protein getah bening. Cairan ini biasanya serous, kadang – kadang bisa juga
hemarogik. Dalam setiap ml cairan pleura bias mengandung leukosit antara 500–
2000. Mula–mula yang dominan adalah sel–sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel
limfosit, Cairan efusi sangat sedikit mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya
cairan effusi bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis, tapi karena akibat adanya
effusi pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan fisik antara lain: Irama
pernapasan tidak teratur, frekuensi pernapasan meningkat, pergerakan dada asimetris,
dada yang lebih cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain hal–hal
diatas ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh efusi pleura yang diakibatkan infeksi
tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan menurun (Nair &
Peate, 2015).
E. Pathway
EFFUSI PLEURA
Penumpukan
cairan dalam
rongga pleura
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen dada, biasanya dilakukan untuk memastikan adanya efusi pleura, dimana
hasil pemeriksaan akan menunjukkan adanya cairan.
2. CT scan dada. CT scan bisa memperlihatkan paru-paru dan cairan efusi dengan lebih
jelas, serta bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru, atau tumor.
3. USG dada, bisa membantu mengidentifikasi adanya akumulasi cairan dalam jumlah
kecil.
4. Torakosentesis, yaitu tindakan untuk mengambil contoh cairan untuk diperiksa
menggunakan jarum. Pemeriksaan analisa cairan pleura bisa membantu untuk
menentukan penyebabnya.
5. Biopsi. Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa.
6. Bronkoskopi, pemeriksaan untuk melihat jalan nafas secara langsung untuk membantu
menemukan penyebab efusi pleura.
7. Torakotomi, biasanya dilakukan untuk membantu menemukan penyebab efusi pleura,
yaitu dengan pembedahan untuk membuka rongga dada. Namun, pada sekitar 20%
penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi
pleura tetap tidak dapat ditentukan (RSU dan Holistik Sejahtera Bhakti Salatiga,
2016).
I. Penatalaksanaan
1. Posisi ½ duduk.
2. Oksigen (90 – 100%) sampai 12 liter/menit bila perlu dengan masker NRBM.
3. Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa
dipertahankan = 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2,
hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka
dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
4. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
5. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4–0,6 mg tiap 5–10
menit. Jika tekanan darah sistolik >95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena
mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB.
6. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai
dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan
sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85–90 mmHg
pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat
dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
7. Morfin sulfat 3–5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis mg (sebaiknya
dihindari).
8. Diuretik Furosemid 40–80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4
jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
9. Bila perlu (tekanan darah turun/tanda hipoperfusi): Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit
atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat
ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
10. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
11. Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen.
12. Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur
dinding ventrikel/corda tendinae
(RSU dan Holistik Sejahtera Bhakti Salatiga, 2016).
K. Analisa Data
No. A n a l i s a D a t a M a s a l a h
1 . I n f e k s i Ketidakefektifan pola napas
Peradangan
permiabilitas vasculer
efusi pleura
tekanan hidrostatik
transudasi
efusi pleura
sesak napas
nyeri dada
edema
cavum pleura
efusi pleura
sesak napas
Keterangan :
1 = devisiasi berat dari kisaran normal
2 = devisiasi yang cukup berat dari kisaran normal
3 = devisiasi sedang dari kisaran normal
4 = devisiasi ringan dari kisaran normal
5 = tidak ada devisiasi dari kisaran normal
2 Gangguan pola tidur b.d sesak nafas Setelah dilkukan tindakan keperawatan 2X24 jam diharapkan pola tidur teratur dengan kriteria P e n i n g k a t a n
hasil : t i d u r
K r i t e r i a h a s i l F T 1. Tentukan pola tidur / aktivitas pasien
J a m t i d u r 3 5 2. Monitor pola tidur pasien dan jumlah jam tidur
P o l a t i d u r 3 5 3. Bantu untukmenghilangkan situasi stress
K u a l i t a s t i d u r 3 5 sebelum tidur
Kesulitan memulai tidur 3 5 4. Mulai/ terapkan langkah langkahkenyamanan
Keterangan seperti pijat pemberian posisi dan sentuhan
1 sangat terganggu efektif
2 banyak terganggu
3 cukup terganggu
4 Sedikit terganggu
5 tidak terganggu
3 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhb.d berkurangnya nafsu makan akibat sesak nafas S t a t u s M a n a j e m e n
n u t r i s i n u t r i s i
Setelah dilakukan tindakan 2X24 jam diharapkan 1. Identifikasiadanya alergi atau intoleransi
nutrisi seimbang dan ade kuat dengan: makanan yang dimilikioleh pasien
2. Ciptakan lingkungan yang optimal pada saat
K r i t e r i a H a s i l F T mengkonsumsi makan misal, bersih, berventilasi,
A s u p a n g i z i 3 5 santai dan bebas dari bau yang menyengat
A s u p a n m a k a n a n 3 5 3. Lakukan atau bantu pasien terkait dengan
A s u p a n c a i r a n 3 5 perawatan mulutsebelum makan
E n e r g i 3 5 4. Monitor kalori dan asupan makanan
H i d r a s i 3 5 5. Anjurkan pasien untuk duduk pada posisi tegak
dikursi jika memungkinkan
Keterangan :
1 = sangan menyimpang dari rentaang normal
2 = banyak menyimpang dari rentang normal
3 = cukup menyimpang dari rentang normal
4 = sedikit menyimpang dari rentang normal
5 = tidak menyimpang dari rentang normal
DAFTAR PUSTAKA
Arif, & Muttaqin. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien denganGangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Bararah, Taqiyyah, & Jauhar, M. (2013). Asuhan Keperawatan PanduanLengkap Menjadi Perawat Profesional. Jakarta: PrestasiPustaka.
Morton. (2012). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 dan 2. Jakarta: MediaAesculapius.
Nair, M., & Peate, I. (2015). Dasar-dasar Patofisiologi Terapan Edisi 2.Jakarta: Bumi Medika.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). NANDA NIC-NOC edisi refisi jilid 12015. Jakarta: MediaAction Publishing.
RSU dan Holistik Sejahtera Bhakti Salatiga. (2016, Maret 28). rssejahterabhakti.Dipetik April 22, 2017, dari
www.rssejahterabhakti.com:http://www.rssejahterabhakti.com/2014/03/ffusi-pleura.html
a.
Riwayat kesehatan sekarang Kapan nyeri pertama kali dirasakan dan apa tindakan yang telah diambil sebelum akhirnya klien dibawa ke rumah
sakit untuk mendapatkan penanganan secara medis. b.
Riwayat kesehatan dahulu Adanya riwayat penyakit terdahulu sehingga klien dirawat di rumah sakit. c.
Riwayat kesehatan keluarga Bisanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,diabetes melitus,atau adanya riwayat stroke dari generasi
terdahulu. d.
Riwayat psikososial dan spiritual Peranan pasien dalam keluarga status emosional meningkat, interaksi meningkat, interaksi sosial terganggu,
adanya rasa cemas yang berlebihan, hubungan dengan tetangga tidak harmonis, status dalam pekerjaan. Dan apakah klien rajin dalam
melakukan ibadah sehari-hari.
4.
Pola Nutrisi b.
Pola Eliminasi c.
Seksualitas/reproduksi g.
Peran h.
Persepsi diri/konsep diri i.
Kognitif perceptual
5.
Pemeriksaan Fisik
1.
Kepala pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hematoma atau riwayat operasi. 2.
Mata penglihatan adanya kekaburan, akibat akibat adanya gangguan nervus optikus (nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata
(nervus III), gangguan dalam memutar bola mata (nervus IV) dan gangguan dalam menggerakkan boal mata kalateral (nervus VI). 3.
Hidung Adanya gangguan pada penciuman karna terganggu pada nervus olfatorius (nervus I). 4.
Mulut Adanya gangguan pengecapan (lidah ) akibat kerusakan nervus vagus adanya kesulitan dalam menelan. 5.
Dada Inspeksi :kesimetrisan bentuk, dan kembang kempih dada. Palpasi :ada tidaknya nyeri tekan dan massa. Perkusi :mendengar bunyi hasil
perkusi. i :mengetahui suara nafas, cepat dan dalam. 6.
Abdomen Inspeksi : bentuk, ada tidaknya pembesaran. Auskultasi : mendengar bising usus. Perkusi : mendengar bunyi hasil perkusi. Palpasi :
ada tidaknya nyeri tekan pasca operasi.
7.
Nilai 1: Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada sendi. c.
Nilai 2: Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan grafitasi. d.
Nilai 3: Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan tekanan pemeriksaan. e.
9.
Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil intervensi 1. Nyeri akut berhubungan dengan dilakukannya tindakan insisi bedah. NOC
Ansiety Fear leavel Sleep deprivation Comfort, readines for enchanced Kriteria Hasil: Mampu mengontrol kecemasan Mengontrol nyeri
Kualitas tidur dan istirahat adekuat Status kenyamanan meningkat NIC Anxiety Reduction (penurunan kecemasan) Identifikasi tingkat
kecemsan Bantu klien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan Kaji karakteristik nyeri Instruksikan pasien menggunakan tehnik
rekasasi Berikan posisi nyaman sesuai kebutuhan Kolaborasi pemberian obat analgetik 2. Resiko infeksi NOC NIC
berhubungan dengan adanya sayatan / luka operasi laparatomi. Immune status Knowledge : infection control Risk control Kriteria hasil Klien
bebas dari tanda dan gejala infeksi Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi Jumlah leukosit dalam batas normal
Infection Control (kontrol infeksi) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal Bersihkan luka Ajarkan cara menghindari infeksi
Instruksikan pasien untuk minum obat antibiotik sesuai resep Berikan terapi antibiotik IV bila perlu 3. Gangguan imobilisasi
berhubungan dengan pergerakan terbatas dari anggota tubuh. NOC Joint movement : active Mobility level Self care : ADLs Transfer
performance Kriteria hasil Klien meningkjat dalam aktivits fisik Mengerti dari tujuan dari peningkatan mobilitas NIC Exercise
therapy : ambulation Monitor vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan Latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara mandiri