Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Efusi pleura adalah penumpukan cairan yang terjadi di dalam rongga pleura
(rongga diantara paru-paru dan rongga toraks). Rongga pleuran normalnya
mengandung sejumlah kecil cairan yang berfungsi untuk melapisi paru-paru pada
saat berkembang dan mengempis agar tidak terjadi gesekan dengan dinding
toraks. Cairan yang mengisi rongga pleura pada umumnya berupa cairan bening,
darah hingga cairan eksudat atau nanah

B. Anatomi Fisiologi

Anatomi Pleura
Pleura merupakan lapisan pembungkus paru (pulmo). Dimana antara pleura yg membungkus
pulmo dextra et sinistra dipisahkan oleh adanya mediastinum. Pleura dr interna ke eksterna
terbagi atas 2 bagian :
• Pleura Visceralis/ PulmonisPleura yg langsung melekat pd permukaan pulmo.
• Pleura Parietalis Bagian pleura yg berbatasan dg dinding thorax.
Kedua lapisan pleura ini slg berhubungan pd hilus pulmonis sbg lig. Pulmonale (Pleura
penghubung) . Diantara kedua lapisan pleura ini terdapat sebuah rongga yg disebut dg cavum
pleura. Dimana di dalam cavum pleura ini terdapat sedikit cairan pleura yg berfungsi agar tdk
terjadi gesekan antar pleura ketika proses pernapasan. 

Pleura parietal berdasarkan letaknya terbagi atas :


• Cupula Pleura (Pleura Cervicalis)
Merupakan pleura parietalis yg terletak di atas costa I namun tdk melebihi dr collum costae
nya. Cupula pleura terletak setinggi 1-1,5 inchi di atas 1/3 medial os. Clavicula
• Pleura Parietalis pars Costalis Pleura yg menghadap ke permukaan dalam costae, cartilage
costae, SIC/ ICS, pinggir corpus vertebrae, dan permukaan belakang os. Sternum
• Pleura Parietalis pars Diaphragmatica
Pleura yg menghadap ke diaphragm permukaan thoracal yg dipisakan oleh fascia
endothoracica. 
• Pleura Parietalis pars Mediastinalis (Medialis)
Pleura yg menghadap ke mediastinum / terletak di bagian medial dan membentuk bagian
lateral dr mediastinum. 

Refleksi Pleura
 Refleksi vertebrae
Pleura costalis melanjut sbg pleura mediastinalis di depan columna vertebralis membentuk
refleksi vertebrae yg membentang dr SIC I – XII. 
 Refleksi costae
Pleura costalis melanjut sbg pleura diaphragmatica membentukk refleksi costae.
 Refleksi sternal
Pleura costalis melanjut sbg pleura mediastinalis di belakang dr os. Sternum membentuk
refleksi sterna
 Pleura mediastinalis melanjut sbg pleura diaphragm

Garis Refleksi Pleura


Garis refleksi pleura antara pleura dextra dan sinistra terdapat perbedaan, yakni :
 Garis Refleksi Pleura Dextra
Garis refleksi dimulai pd articulation sternoclavicularis dextra lalu bertemu kontralateral
nya di planum medianum pd angulus ludovichi/ angulus Louis setinggi cartilage costae II.
Lalu berjalan ke caudal sampai di posterior dr proc. Xiphoideus pd linea mediana anterior/
linea midsternalis menyilang sudut xiphocostalis menuju cartilage costae VIII pd linea
midclavicularis, menyilang costae X pd linea axillaris media dan menyilang cartilage costa
XII pd collum costaenya. 
 Garis Refleksi Pleura Sinistra
Garis refleksi dimulai pd articulation sternoclavicularis sinistra lalu bertemu kontralateral
nya di planum medianum pd angulus ludovichi/ angulus Louis setinggi cartilage costae II.
Lalu berjalan turun sampai cartilage costa IV dan membelok di tepi sternum lalu mengikuti
cartilage costa VIII pd linea midclavicularis dan menyilang costae X pd linea axillaris
anterior dan menyilang costa XII pd collum costaenya.

Vaskularisasi Pleura
Pleura parietal divaskularisasi oleh Aa. Intercostalis, a. mammaria interna, a.
musculophrenica. Dan vena2 nya bermuara pd system vena dinding thorax.
Sedangkan pleura visceralis nya mendapatkan vaskularisasi dr Aa. Bronchiales.

Innervasi Pleura
 Pleura parietalis pars costalis diinnervasi oleh Nn. Intercostales.
 Pleura parietalis pars mediastinalis diinnervasi oleh n. phrenicus
 Pleura parietalis pars diaphragmatica bagian perifer diinnervasi oleh Nn. intercostales.
Sedangkan bagian central oleh n. phrenicus
 Pleura visceralis diinnervasi oleh serabut afferent otonom dr plexus pulmonalis. 

Recessus Pleura
Recessus merupakan sebuah ruangan kosong yg akan terisi oleh paru saat inspirasi dalam dan
akan mjd tempat yg berisi cairan pd pasien dg kasus efusi pleura. terdapat 3 ps recessus,
yaitu :
 recessus costodiaphragmatica dextra et sinistra recesssus yg terletak diantara pleura
parietalis pars costalis dan pleura parietalis pars diaphragmatica
 recessus costomediastinalis anterior dextra et sinistra recessus yg terletak di antara pleura
parietalis pars costalis dan pleura parietalis pars mediastinalis di bagian ventral
 recessus costomediastinalis posterior dextra et sinistra
recessus yg terletak di antara pleura parietalis pars costalis dan pleura parietalis pars
mediastinalis di bagian dorsal.
Fisiologi pleura
Fungsi mekanis pleura adalah meneruskan tekanan negatif thoraks kedalam paru-paru,
sehingga paru-paru yang elastis dapat mengembang. Tekanan pleura pada waktu istirahat
(resting pressure) dalam posisi tiduran pada adalah -2 sampai -5 cm H2O; sedikit bertambah
negatif di apex sewaktu posisi berdiri. Sewaktu inspirasi tekanan negatif meningkat menjadi -
25 sampai -35 cm H2O.
Selain fungsi mekanis, seperti telah disinggung diatas, rongga pleura steril karena
mesothelial bekerja melakukan fagositosis benda asing; dan cairan yang diproduksinya
bertindak sebagai lubrikans. Cairan rongga pleura sangat sedikit, sekitar 0.3 ml/kg, bersifat
hipoonkotik dengan konsentrasi protein 1 g/dl. Gerakan pernapasan dan gravitasi
kemungkinan besar ikut mengatur jumlah produksi dan resorbsi cairan rongga pleura.
Resorbsi terjadi terutama pada pembuluh limfe pleura parietalis, dengan kecepatan 0.1 sampai
0.15 ml/kg/jam. Bila terjadi gangguan produksi dan reabsorbsi akan mengakibatkan terjadinya
pleural effusion.
Fungsi pleura yang lain mungkin masih ada karena belum sepenuhnya dimengerti.
C. Penyebab

Kelainan pada pleura hampir selalu merupakan kelainan sekunder. Kelainan


primer pada pleura hanya ada dua macam yaitu infeksi kuman primer intrapleura
dan tumor primer pleura.
Timbulnya efusi pleura dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi :
 Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti
pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig
(tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.
 Peningkatan produksi cairan berlebih, karena radang (tuberculosis,
pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke
rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di
Indonesia 80% karena tuberculosis.
Secara patologis, efusi pleura disebabkan oleh keadaan-keadaan:
 Meningkatnya tekanan hidrostatik (misalnya akibat gagal jantung)
 Menurunnya tekanan osmotic koloid plasma (misalnya hipoproteinemia)
 Meningkatnya permeabilitas kapiler (misalnya infeksi bakteri)
 Berkurangnya absorbsi limfatik

Penyebab efusi pleura dilihat dari jenis cairan yang dihasilkannya adalah:
Transudat
Biasanya disebabkan Gagal jantung, sirosis hepatis dan ascites, hipoproteinemia
pada nefrotik sindrom, obstruksi vena cava superior, pasca bedah abdomen,
dialisis peritoneal, dan atelektasis akut.
Eksudat
Infeksi (pneumonia, TBC, virus, jamur, parasit, dan abses), Neoplasma (Ca. paru-
paru, metastasis, limfoma, dan leukemia), Kelebihan cairan rongga pleura dapat
terkumpul pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan
infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :
 Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
 Penurunan tekanan osmotic koloid darah
 Peningkatan tekanan negative intrapleural
 Adanya inflamasi atau neoplastik pleura

D. Manifestasi klinik
*   Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,
setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan
sesak napas.
*    Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri
dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak
keringat, batuk, banyak riak.
*    Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
*    Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena
cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam
pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah
pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung
(garis Ellis Damoiseu).
*    Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani
dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak
karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini
didapati vesikuler melemah dengan ronki.
*    Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

E. Patofisiologi
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan
pleura vicelaris, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 1 – 20 cc
yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur.Cairan yang
sedikit ini merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut
mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura
parietalis dan selanjutnya di absorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan
hidrostatik pada pleura parietalis dan tekanan osmotic koloid pada pleura
viceralis. Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian
kecil diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan
cairan yang pada pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak mikrovili disekitar
sel – sel mesofelial. Jumlah cairan dalam rongga pleura tetap. Karena adanya
keseimbangan antara produksi dan absorbsi. Keadan ini bisa terjadi karena adanya
tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H2o dan tekanan osmotic koloid sebesar 10 cm
H2o. Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah satunya
adalah infeksi tuberkulosa paru.
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium
tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju alveoli,terjadilah infeksi primer.
Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(Limfangitis local) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening
hilus (limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah bening akan
mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran akan meningkat
yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura.
Kebanyakan terjadinya effusi pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui focus
subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari
robeknya pengkejuan kearah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga
atau columna vetebralis.
Adapun bentuk cairan effusi akibat tuberkolusa paru adalah merupakan
eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut karena
kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya serous, kadang –
kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap ml cairan pleura bias mengandung
leukosit antara 500 – 2000. Mula – mula yang dominan adalah sel – sel
polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, Cairan effusi sangat sedikit
mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya cairan effusi bukanlah karena adanya
bakteri tubukolosis, tapi karena akibat adanya effusi pleura dapat menimbulkan
beberapa perubahan fisik antara lain : Irama pernapasan tidak teratur, frekwensi
pernapasan meningkat , pergerakan dada asimetris, dada yanbg lebih cembung,
fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain hal – hal diatas ada perubahan lain
yang ditimbulkan oleh effusi pleura yang diakibatkan infeksi tuberkolosa paru
yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan menurun.
F. Patways
G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis efusi


pleura adalah sebagai berikut:
 Pemeriksaan Laboratorium
 Rontgen dada : Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang
dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya
cairan.
 CT scan dada: CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan
dan bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
 USG dada: USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan
yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan
 Torakosentesis : Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui
dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan
diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
 Biopsi:Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk
dianalisa.
 Analisa cairan pleura : Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, dan di konfirmasi dengan foto thoraks.
 Bronkoskopi : Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan
sumber cairan yang terkumpul.

H. Penatalaksanaan
1. Aspirasi cairan pleura
Punksi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa efusi plura yang
dilanjutkan dengan pemeriksaan mikroskopis cairan. Disamping itu punksi
ditujukan pula untuk melakukan aspirasi atas dasar gangguan fugsi restriktif
paru atau terjadinya desakan pada alat-alat mediastinal. Jumlah cairan yang
boleh diaspirasi ditentukan atas pertimbangan keadaan umum penderita, tensi
dan nadi. Makin lemah keadaan umum penderita makin sedikit jumlah cairan
pleura yang bisa diaspirasi untuk membantu pernafasan penderita. Komplikasi
yang dapat timbul dengan tindakan aspirasi :
a. Trauma
Karena aspirasi dilakukan dengan blind, kemungkinan dapat mengenai
pembuluh darah, saraf atau alat-alat lain disamping merobek pleura
parietalis yang dapat menyebabkan pneumothorak
b. Mediastinal Displacement
Pindahnya struktur mediastinum dapat disebabkan oleh penekaran cairan
pleura tersebut. Tetapi tekanan negatif saat punksi dapat menyebabkan
bergesernya kembali struktur mediastinal.  Tekanan negatif yang
berlangsung singkat menyebabkan pergeseran struktur mediastinal kepada
struktur semula atau struktur yang retroflux dapat menimbulkan
perburukan keadaan terutama disebabkan terjadinya gangguan pada
hemodinamik
c. Gangguan keseimbangan  cairan, Ph, elektroit, anemia dan
hipoproteinemia.
Pada aspirasi pleura yang berulang kali dalam waktu yang lama dapat
menimbulkan tiga pengaruh pokok :
o Menyebabkan berkurangnya berbagai komponen intra vasculer yang
dapat menyebabkan anemia, hipprotein, air dan berbagai gangguan
elektrolit dalam tubuh
o Aspirasi cairan pleura menimbulkan tekanan cavum  pleura  yang
negatif sebagai faktor yang menimbulkan pembentukan cairan pleura
yang lebih banyak
o Aspirasi pleura dapat menimbulkan sekunder aspirasi
2. Water Seal Drainage
Telah dilakukan oleh berbagai penyelidik akan tetapi bila WSD ini dihentikan
maka akan terjadi kembali pembentukan cairan.
3. Penggunaan Obat-obatan
Penggunaan berbagai obat-obatan pada pleura effusi selain hasilnya yang
kontraversi juga mempunyai efek samping. Hal ini disebabkan  pembentukan
cairan karena malignancy  adalah karena erosi pembuluh darah. Oleh karena
itu penggunaan citostatic misalnya tryetilenthiophosporamide, nitrogen
mustard, dan penggunaan zat-zat lainnya seperi atabrine  atau penggunaan talc
poudrage tidak memberikan hasil yang banyak oleh karena tidak menyentuh
pada faktor patofisiolgi dari terjadinya cairan pleura.
4. Thoracosintesis
Dapat dengan melakukan apirasi yang berulang-ulang dan dapat pula dengan
WSD atau dengan suction dengan tekanan 40 mmHg. Indikasi untuk
melakukan torasentesis adalah :
o Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam
rongga plera.:
o Bila therapi spesifik pada penyakit prmer tidak efektif atau gagal.
o Bila terjadi reakumulasi cairan.
Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000 cc, karena
pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang
banyak dapat menimbulkan oedema paru yang ditandai dengan batuk dan
sesak. Kerugian :
o Tindakan thoraksentesis menyebabkan kehilangan protein yang berada
dalam cairan pleura.
o Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura.
o Dapat terjadi pneumothoraks.
5. Radiasi
Radiasi pada tumor justru menimbulkan effusi pleura disebabkan oleh karena
kerusakan aliran limphe dari fibrosis. Akan tetapi beberapa publikasi terdapat
laporan berkurangnya cairan setelah radiasi pada tumor mediastinum..

I. Focus pengkajian keperawatan


a. Pengkajian
1. Identitas Pasien 
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.
2. Keluhan utama
- merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau
berobat ke rumah sakit.
- Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa : sesak
nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam
dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tandatanda seperti
batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan
sebagainya. 

4. Riwayat Penyakit Dahulu 


Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakitpenyakit yang
disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain
sebagainya
6. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.

7. Pengkajian Pola Fungsi


- Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat  Adanya tindakan medis danperawatan
di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang
juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan
- Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan
penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.

8. Pola nutrisi dan metabolisme


Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran
tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien,
9. Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS
pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari
sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen.
Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi
pleura keadaan umumnyalemah.
10. Pola eliminasi
- Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi
sebelum dan sesudah MRS.
- Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest
sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur
abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus
11. Pola aktivitas dan latihan
- Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi
- Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
- Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri
dada.
- Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu 
oleh perawat dan keluarganya.
12. Pola tidur dan istirahat
- Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat
- Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang
tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir,
berisik dan lain sebagainya.
13. Pemeriksaan Fisik
- Status Kesehatan Umum 
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara 
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku
pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat
kecemasan dan ketegangan pasien.
- Sistem Respirasi
o Inspeksi Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan
menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang
diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan
pasien biasanya dyspneu.
o Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya
> 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding
dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
o Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila
cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas
cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita
dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini
paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
o Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk
cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari
parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda tanda auskultasi dari
atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan
- Sistem Cardiovasculer
o Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS –
5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan
untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung.
o Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus
diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga
memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictuscordis.
o Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar
pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau
ventrikel kiri.
o Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan
adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta 
adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi
darah.
- Sistem Pencernaan
o Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi
perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga
perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
o Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai
normalnya 5-35kali per menit.
o Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah 
massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi
pasien, apakah hepar teraba.
o Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan
menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta, tumor).
- Sistem Neurologis
o Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan
pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma
o Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.
o Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, 
penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
- Sistem Muskuloskeletal
o Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial
o Palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta
dengan pemerikasaan capillary refiltime.
o Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian
dibandingkan antara kiri dan kanan.
- Sistem Integumen
o Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada
kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya
kegagalan sistem transport O2.
o Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat,
demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk
mengetahui derajat hidrasi seseorang,
b. Diagnosa Keperawatan
1.  Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi
udara/cairan), gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi
sekret jalan napas
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan
ekspansi paru, kerusakan membran alveolar kapiler
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan  penurunan keinginan makan sekunder akibat dyspnea
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat
mengenai proses penyakit dan pengobatan
J. Fokus Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC NIC

1 Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif NOC : NIC :


berhubungan dengan adanya
akumulasi sekret jalan napas   Respiratory status : Ventilation Airway suction

  Respiratory status : Airway patency Pastikan kebutuhan oral /


tracheal suctioning
  Aspiration Control
Auskultasi suara nafas sebelum
Kriteria Hasil : dan sesudah suctioning.
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan Informasikan pada klien dan
suara nafas yang bersih, tidak ada keluarga tentang suctioning
sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu Minta klien nafas dalam
bernafas dengan mudah, tidak ada sebelum suction dilakukan.
pursed lips)
Berikan O2 dengan
 Menunjukkan jalan nafas yang paten menggunakan nasal untuk
(klien tidak merasa tercekik, irama memfasilitasi suksion
nafas, frekuensi pernafasan dalam nasotrakeal
rentang normal, tidak ada suara
nafas abnormal) Gunakan alat yang steril sitiap
melakukan tindakan
 Mampu mengidentifikasikan dan
mencegah factor yang dapat Anjurkan pasien untuk istirahat
menghambat jalan nafas dan napas dalam setelah
kateter dikeluarkan dari
nasotrakeal

Monitor status oksigen pasien

Ajarkan keluarga bagaimana


cara melakukan suksion

Hentikan suksion dan berikan


oksigen apabila pasien
menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.

Airway Management

       Buka
jalan nafas, guanakan
teknik chin lift atau jaw
thrust bila perlu

       Posisikan
pasien untuk
memaksimalkan ventilasi

       Identifikasi
pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
buatan

       Pasang mayo bila perlu

       Lakukan fisioterapi dada jika


perlu

       Keluarkan
sekret dengan
batuk atau suction

       Auskultasi
suara nafas, catat
adanya suara tambahan

       Lakukan suction pada mayo

       Berikan bronkodilator bila


perlu

       Berikan
pelembab udara
Kassa basah NaCl Lembab

       Atur
intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.

       Monitor respirasi dan status


O2

2. Pola Nafas tidak efektif b.d NOC : NIC :


penurunan ekspansi paru
(akumulasi udara/cairan)  Respiratory status : Ventilation Airway Management
       Buka
jalan nafas, guanakan
  Respiratory status : Airway patency
teknik chin lift atau jaw
  Vital sign Status thrust bila perlu

Kriteria Hasil :        Posisikan


pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan
suara nafas yang bersih, tidak ada        Identifikasi pasien perlunya
sianosis dan dyspneu (mampu pemasangan alat jalan nafas
mengeluarkan sputum, mampu buatan
bernafas dengan mudah, tidak ada
       Pasang mayo bila perlu
pursed lips)
       Lakukan fisioterapi dada jika
 Menunjukkan jalan nafas yang paten
(klien tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam perlu
rentang normal, tidak ada suara
nafas abnormal)        Keluarkan
sekret dengan
batuk atau suction
 Tanda Tanda vital dalam rentang
normal (tekanan darah, nadi,        Auskultasi
suara nafas, catat
pernafasan) adanya suara tambahan

       Lakukan suction pada mayo

       Berikan bronkodilator bila


perlu

       Berikan
pelembab udara
Kassa basah NaCl Lembab

       Atur
intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.

       Monitor respirasi dan status


O2

Terapi Oksigen

       Bersihkan
mulut, hidung dan
secret trakea

       Pertahankan jalan nafas yang


paten

       Atur peralatan oksigenasi

       Monitor aliran oksigen

       Pertahankan posisi pasien

       Onservasi
adanya tanda
tanda hipoventilasi

       Monitor
adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring

  Monitor TD, nadi, suhu, dan


RR

  Catat adanya fluktuasi tekanan


darah

  Monitor VS saat pasien


berbaring, duduk, atau
berdiri

  Auskultasi TD pada kedua


lengan dan bandingkan

  Monitor TD, nadi, RR,


sebelum, selama, dan setelah
aktivitas

  Monitor kualitas dari nadi

  Monitor frekuensi dan irama


pernapasan

  Monitor suara paru

  Monitor pola pernapasan


abnormal

  Monitor suhu, warna, dan


kelembaban kulit

  Monitor sianosis perifer

  Monitor adanya cushing triad


(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)

  Identifikasi penyebab dari


perubahan vital sign

3. Gangguan pertukaran gas NOC : NIC :


berhubungan dengan penurunan
kemampuan ekspansi paru,   Respiratory Status : Gas exchange Airway Management
kerusakan membran alveolar        Buka
jalan nafas, guanakan
  Respiratory Status : ventilation
kapiler teknik chin lift atau jaw
  Vital Sign Status thrust bila perlu

Kriteria Hasil :        Posisikan


pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
  Mendemonstrasikan peningkatan
ventilasi dan oksigenasi yang        Identifikasi
pasien perlunya
adekuat pemasangan alat jalan nafas
buatan
  Memelihara kebersihan paru paru
dan bebas dari tanda tanda distress        Pasang mayo bila perlu
pernafasan
       Lakukan fisioterapi dada jika
Mendemonstrasikan batuk efektif dan perlu
suara nafas yang bersih, tidak ada
       Keluarkan sekret dengan
sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu batuk atau suction
bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips)        Auskultasi
suara nafas, catat
adanya suara tambahan
Tanda tanda vital dalam rentang
normal        Lakukan suction pada mayo

       Berika bronkodilator bial


perlu

       Barikan pelembab udara

       Atur
intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.

       Monitor respirasi dan status


O2

Respiratory
Monitoring
       Monitor
rata – rata,
kedalaman, irama dan usaha
respirasi

       Catat
pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan
otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostal

       Monitor suara nafas, seperti


dengkur

       Monitor
pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot

       Catat lokasi trakea

       Monitor
kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)

       Auskultasi
suara nafas, catat
area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara
tambahan

       Tentukan
kebutuhan suction
dengan mengauskultasi
crakles dan ronkhi pada jalan
napas utama

       auskultasi
suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui
hasilnya

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang NOC : NIC :


dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan  penurunan   Nutritional Status : food and Fluid Nutrition Management
keinginan makan sekunder akibat Intake
Kaji adanya alergi makanan
dyspnea
Kriteria Hasil :
Kolaborasi dengan ahli gizi
  Adanya peningkatan berat badan untuk menentukan jumlah
sesuai dengan tujuan kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
  Berat badan ideal sesuai dengan
tinggi badan Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake Fe
  Mampu mengidentifikasi kebutuhan
nutrisi Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein dan
  Tidak ada tanda tanda malnutrisi vitamin C
  Tidak terjadi penurunan berat badan Berikan substansi gula
yang berarti
Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat
untuk mencegah konstipasi

Berikan makanan yang terpilih (


sudah dikonsultasikan
dengan ahli gizi)

Ajarkan pasien bagaimana


membuat catatan makanan
harian.

Monitor jumlah nutrisi dan


kandungan kalori

Berikan informasi tentang


kebutuhan nutrisi

Kaji kemampuan pasien untuk


mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan

Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas normal

Monitor adanya penurunan


berat badan

Monitor tipe dan jumlah


aktivitas yang biasa dilakukan

Monitor interaksi anak atau


orangtua selama makan

Monitor lingkungan selama


makan

Jadwalkan pengobatan  dan


tindakan tidak selama jam
makan

Monitor kulit kering dan


perubahan pigmentasi

Monitor turgor kulit

Monitor kekeringan, rambut


kusam, dan mudah patah

Monitor mual dan muntah

Monitor kadar albumin, total


protein, Hb, dan kadar Ht

Monitor makanan kesukaan

Monitor pertumbuhan dan


perkembangan

5. Kurang pengetahuan berhubungan NOC : NIC :


dengan informasi yang tidak
adekuat mengenai proses penyakit  Kowlwdge : disease process Teaching : disease Process
dan pengobatan
 Kowledge : health Behavior        Berikan
penilaian tentang
tingkat pengetahuan pasien
Kriteria Hasil : tentang proses penyakit yang
  Pasien dan keluarga menyatakan spesifik
pemahaman tentang penyakit,        Jelaskan
patofisiologi dari
kondisi, prognosis dan program penyakit dan bagaimana hal
pengobatan ini berhubungan dengan
  Pasien dan keluarga mampu anatomi dan fisiologi, dengan
melaksanakan prosedur yang cara yang tepat.
dijelaskan secara benar
       Gambarkan
tanda dan gejala
  Pasien dan keluarga mampu yang biasa muncul pada
menjelaskan kembali apa yang penyakit, dengan cara yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan tepat
lainnya        Gambarkan
proses penyakit,
dengan cara yang tepat

       Identifikasi
kemungkinan
penyebab, dengna cara yang
tepat

       Sediakan
informasi pada
pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat

       Hindari harapan yang kosong

       Sediakan
bagi keluarga
informasi tentang kemajuan
pasien dengan cara yang
tepat

       Diskusikan
perubahan gaya
hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan
datang dan atau proses
pengontrolan penyakit

       Diskusikan
pilihan terapi atau
penanganan

       Dukung
pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan

       Eksplorasi
kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat

       Rujuk
pasien pada grup atau
agensi di komunitas lokal,
dengan cara yang tepat

       Instruksikan
pasien
mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang
tepat
Daftar Pustaka

Sumber: Judith M. Wilkinson dan Nancy R. Ahern. Buku Saku DIAGNOSIS


KEPERAWATAN Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria hasil NOC Edisi 9. Alih
Bahasa Ns. Esti Wahuningsih, S.Kep dan Ns. Dwi Widiarti, S,Kep. EGC. Jakarta.

Doenges, EM, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

https://banyumasperawat.wordpress.com/2009/07/22/form-pengkajian-13-domain-nanda/ di
edit oleh admin portalperawat.com.

Diktat Anatomi Situs Thoracis, ed. 2011. Laboratorium Anatomi Fakultas Kedokteran
UNISSULA.
Pneumothoraks, dr. Bambang Sugeng Sp. B. Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Sultan Agung Semarang/ Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang

Alfarisi, 2010. Definisi dan Klasifikasi Efusi Pleura. Diakses pada tanggal 14 Mei 2018 pada
http://doc-alfarisi.blogspot.com/2011/05/definisi-dan-klasifikasi-efusi-pleura.html

Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit
RGC, Jakarta.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA


Intervention Project, Mosby.

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,


IOWA Intervention Project, Mosby.

Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and


Suddarth’s, Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai