Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

Stase Keperawatan Gerontik


Pada Kasus Gastritis

DI SUSUN OLEH :

KRIS ADINATA

42010121008

PROGAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
(STIKes CIREBON)
TAHUN 2021/2022

1 | L a p o r a n P e n d a h u l u a n G a s t r i ti s
LAPORAN PENDAHULUAN

Definisi lansia dan Proses Menua

Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah seseorang yang telah memasuki usia
60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir
dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut
Aging Process atau proses penuaan. Seseorang dikatakan lansia ialah apabila berusia 60 tahun atau
lebih, karena faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani
maupun sosial (Nugroho, 2012).

Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-tahapan menurunnya
berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan
penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah,
pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya
usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Perubahan
tersebut pada umumnya mengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan
berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada activity of
daily living (Fatimah, 2010).

Klasifikasi Lansia

Menurut Depkes RI (2013) klasifikasi lansia terdiri dari:

1. Pra lansia yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun,

2. Lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih,

3. Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 60 tahun lebih dengan masalah

kesehatan,

4. Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan yang

dapat mengahasilkan barang atau jasa,

5. Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya

tergantung pada bantuan orang lain.

2 | L a p o r a n P e n d a h u l u a n G a s t r i ti s
Batasan Lanjut Usia

Menurut World Health Organization (WHO), ada empat tahapan lanjut usia yaitu:

a. Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun

b. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun

c. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun

Sedangkan menurut Koesoemanto Setyonegoro, lanjut usia dikelompokkan sebagai

berikut:

a. Usia dewasa muda (elderly adulthood) yaitu usia 18/20-25 tahun

b. Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas (usia 25-60/65 tahun)

c. Lanjut usia (geriatric age) yaitu usia lebih dari 65/70 tahun, terbagi:

1) Usia 70-75 tahun (young old)

2) Usia 75-80 tahun (old)

3) Usia lebih dari 80 tahun (very old)

Perubahan-perubahan pada Lansia

Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif yang

akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya perubahan

fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan seksual (Azizah dan Lilik M, 2011).

1. Perubahan Fisik

a. Sistem IndraSistem pendengaran:Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh

karenahilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam,

3 | L a p o r a n P e n d a h u l u a n G a s t r i ti s
terutamaterhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit

dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.

b. Sistem Integumen

Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastiskering dan berkerut. Kulit akan

kekurangan cairan sehingga menjadi tipis danberbercak. Kekeringan kulit disebabkan

atropi glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada

kulit dikenal dengan liver spot.

c. Sistem Muskuloskeletal

Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: Jaringan penghubung (kolagendan

elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi. Kolagen sebagai pendukungutama kulit, tendon,

tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalamiperubahan menjadi bentangan yang

tidak teratur.

1) Kartilago: jaringan kartilagopada persendian menjadi lunak dan mengalami

granulasi, sehingga permukaansendi menjadi rata. Kemampuan kartilago untuk

regenerasi berkurang dandegenerasi yang terjadi cenderung kearah

progresif,konsekuensinya kartilagopada persendiaan menjadi rentan terhadap

gesekan.

2) Tulang: berkurangnyakepadatan tulang setelah diamati adalah bagian dari penuaan

fisiologi, sehinggaakan mengakibatkan osteoporosis dan lebih lanjut akan

mengakibatkan nyeri,deformitas dan fraktur.

3) Otot: perubahan struktur otot pada penuaan sangatbervariasi, penurunan jumlah dan

ukuran serabut otot, peningkatan jaringanpenghubung dan jaringan lemak pada otot

mengakibatkan efek negatif.

4 | L a p o r a n P e n d a h u l u a n G a s t r i ti s
4) Sendi: pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligamen dan

fasiamengalami penuaan elastisitas.

d. Sistem kardiovaskuler

Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah massa jantungbertambah,

ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga peregangan jantungberkurang, kondisi ini

terjadi karena perubahan jaringan ikat. Perubahan inidisebabkan oleh penumpukan

lipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringankonduksi berubah menjadi jaringan ikat.

e. Sistem Respirasi

Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total parutetap tetapi

volume cadangan paru bertambah untuk mengkompensasi kenaikanruang paru, udara yang

mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot,kartilago dan sendi torak mengakibatkan

gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan peregangan toraks berkurang.

f. Pencernaan dan Metabolisme

Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan produksisebagai

kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan gigi, indra pengecap menurun, rasa lapar

menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makin mengecil dan menurunnya

tempat penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah.

g. Sistem perkemihan

Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi yangmengalami

kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi olehginjal.

5 | L a p o r a n P e n d a h u l u a n G a s t r i ti s
h. Sistem saraf

Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang progresifpada

serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dankemampuan dalam

melakukan aktifitas sehari-hari.

i. Sistem reproduksi

Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan uterusTerjadi

atropi payudara. Pada lakilaki testis masih dapat memproduksispermatozoa, meskipun

adanya penurunan secara berangsur-angsur.

2. Perubahan Kognitif:

(1) Daya Ingat (Memory); (2) IQ (Intellegent Quotient); (3) Kemampuan Belajar

(Learning); (4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension); (5)Pemecahan Masalah

(Problem Solving); (6) Pengambilan Keputusan (Decision Making); (7)Kebijaksanaan

(Wisdom); (8)Kinerja (Performance); (9)Motivasi (Motivation)

3. Perubahan mental

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :

a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa

b. Kesehatan umum

c. Tingkat pendidikan

d. Keturunan (hereditas)

e. Lingkungan

f. Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.

g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.

h. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan

keluarga.

6 | L a p o r a n P e n d a h u l u a n G a s t r i ti s
i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran

diri,perubahan konsep diri. Perubahan spiritual agama atau kepercayaan

makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia semakinmatang (mature)

dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir danbertindak

sehari-hari.

4. Perubahan Psikososial

a. Kesepian

Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal terutama jikalansia mengalami

penurunan kesehatan, seperti menderita penyakit fisik berat,gangguan mobilitas atau

gangguan sensorik terutama pendengaran.

b. Duka cita (Bereavement)

Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan kesayangandapat

meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia. Hal tersebutdapat memicu

terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.

c. Depresi

Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu diikuti dengankeinginan

untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu episode depresi. Depresijuga dapat disebabkan

karena stres lingkungan dan menurunnya kemampuanadaptasi.

d. Gangguan cemas

Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas umum,gangguan stress

setelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif, gangguan-gangguantersebut merupakan

kelanjutan dari dewasa muda dan berhubungandengan sekunder akibat penyakit medis,

depresi, efek samping obat, atau gejala penghentian mendadak dari suatu obat.

7 | L a p o r a n P e n d a h u l u a n G a s t r i ti s
e. Parafrenia

Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham (curiga), lansiasering merasa

tetangganya mencuri barang-barangnya atau berniatmembunuhnya. Biasanya terjadi pada

lansia yang terisolasi/diisolasi ataumenarik diri dari kegiatan sosial.

f. Sindroma Diogenes

Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku sangatmengganggu. Rumah

atau kamar kotor dan bau karena lansia bermain-main dengan feses dan urinnya, sering

menumpuk barang dengan tidak teratur.Walaupun telah dibersihkan, keadaan tersebut dapat

terulang kembali.

Definisi Gastritis

Gastritis adalah suatu peradangan atau pendarahan pada mukosalambung yang disebabkan

oleh faktor iritasi, infeksi, dan ketidakteraturandalam pola makan, minsalnya telat makan,

makan terlalu banyak, cepat,makan makanan yang terlalu banyak bumbu dan pedas (Priyoto,

2015).

Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung. Sakit maag atau gastritis adalah

peradangan (pembengkakan ) dari mukosa lambung, yang bisa disebabkan oleh faktor iritasi

dan infeksi. Seperti kita ketahui, lambung adalah organ pencernaan dalam tubuh manusia

yang berfungsi untuk menyimpan makanan, mencerna, dan kemudian mengalirkanya ke usus

kecil. Didalam lambung terdapat enzim-enzim pencernaan, seperti pepesin, asam lambung,

dan mucus, untuk melindungi dinding lambung sendiri.

Bila terjadi ketidakseimbangan diantara faktor tersebut, minsalnya asam berlebih atau mucus

berkurang, dapat mengiritasi lambung sehinga terjadi proses peradangan pada lambung

(gastritis) (Priyoto, 2015).

8 | L a p o r a n P e n d a h u l u a n G a s t r i ti s
Etiologi

1) Obat-obatan seperti Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid/OAINS (Indometasin, Ibuprofen dan

Asam Salisilat), Sulfonamide, Steroid, Kokain, agen kemoterapi (Mitomisin, 5-fluoro-2-

deoxyuridine), Salisilat dan Digitalis bersifat mengiritasi mukosa lambung.

2) Minuman beralkohol seperti whisky, vodka, dan gin

3) Infeksi bakteri seperti H.pylori (paling sering), H.heilmani, Streptococci, Staphyloccoci,


Proteus species, Clostridium species, E.coli, Tuberculosis dan secondary syphilis

4) Infeksi virus oleh Sitomegalovirus

5) Infeksi jamur seperti Candidiasis, Histoplasmosis dan Phycomycosis.

6) Stress fisik yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal napas, gagal
ginjal, kerusakan susunan saraf pusat dan refluks usus- lambung Makanan dan minuman yang
bersifat iritan. Makanan berbumbu dan minuman dengan kandungan kafein dan alkohol
merupakan agen-agen penyebab iritasi mukosa lambung

7) Garam empedu, terjadi pada kondisi refluks garam empedu dari usus kecil ke mukosa
lambung sehingga menimbulkan respon peradangan mukosa

8) Iskemia, hal ini berhubungan dengan akibat penurunan aliran darah ke lambung

9) Trauma langsung lambung, berhubungan dengan keseimbangan antara agresi dan mekanisme
pertahanan untuk menjaga integritas mukosa, yang dapat menimbulkan respons peradangan
pada mukosa lambung (Mutaqqin dan Sari, 2013)
Klasifikasi

Klasifikasi gastritis berdasarkan tingkat keparahannya

a. Gastritis Akut

Gastritis akut merupakan peradangan mukosa lambung yang menyebabkan perdarahan

lambung akibat terpapar pada zat iritan dan merupakan suatu penyakit yang mudah

ditemukan, biasanya bersifat jinak dan dapat disembuhkan.

b. Gastritis Kronis

Gastritis kronik adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang bersifat menahun,

yang disebabkan oleh ulkus atau bakteri helicobacter pylori. Gastritis kronis cenderung terjadi

9 | L a p o r a n P e n d a h u l u a n G a s t r i ti s
pada usia muda yang menyebabkan penipisan dan degenerasi dinding lambung. (Suratum,

2010)

Manifestasi Klinis Gastritis

1) Manifestasi Klinis Gastritis Akut

a. Nyeri pada ulu hati

b. Mual dan muntah

c. Perut kembung

d. Anoreksia (Anggraini, 2015)

2) Manifestasi Klinis Gastritis Kronis

a. Nyeri menetap pada epigastrium

b. Anoreksia

c. Perasaan penuh di dalam perut

d. Mual dan muntah

e. Hematemesis melena (perdarahan pada saluran cerna) (Rika, 2016)

Patofisiologi

Mukosa lambung mengalami pengikisan akibat konsumsi alkohol, obat- obatan

antiinflamasi nonsteroid, infeksi helicobacter pylori. Pengikisan ini dapat menimbulkan

reaksi peradangan. Inflamasi pada lambung juga dapat dipicu oleh peningkatan sekresi asam

lambung sehingga lambung teraktivasi oleh rasa mual, muntah dan anoreksia. Anoreksia

juga dapat menyebabkan rasa nyeri yang ditimbulkan karena kontak HCl dengan mukosa

gaster. Peningkatan sekresi lambung dapat dipicu oleh peningkatan rangsangan persarafan,

misalnya

dalam kondisi cemas, stress, marah melalui serabut parasimpatik vagus akan menjadi

peningkatan transmitter asetilkolin, histamine, gastrin releasing peptide yang dapat

10 | L a p o r a n P e n d a h u l u a n G a s t r i ti s
meningkatkan sekresi lambung. Peningkatan ion H⁺ (hidrogen) yang tidak diikuti

peningkatan penawarnya seperti prostaglandin, HCO₃⁺, mukus akan menjadikan lapisan

mukosa lambung tergerus terjadi reaksi inflamasi. Prostaglandin dibutuhkan tubuh untuk

memproduksi kekebalan lapisan mukosa, serta bikarbonat untuk menghambat produksi asam

lambung dan meningkatkan aliran dalam lambung. Semua efek ini diperlukan lambung

untuk mempertahankan integritas pertahanan mukosa lambung agar tidak mengalami iritasi

pada mukosa lambung. (Sukarmin, 2012; Rukmana, 2018)

11 | L a p o r a n P e n d a h u l u a n G a s t r i ti s
12 | L a p o r a n P e n d a h u l u a n G a s t r i ti s
Pemeriksaan Penunjang

1) Urea breath test (tes napas urea), tes serologis, tes antigen feses untuk pemeriksaan

adanya infeksi h. pylori

2) Analisis lambung, untuk mengkaji sekresi asam hidroklorat

3) Kadar hemoglobin, hematokrit dan sel darah merah dievaluasi untuk mengetahui

adanya anemia

4) Kadar vitamin B12 serum, diukur untuk mengevaluasi kemungkinan terjadinya

anemia pernisiosa. Kadar normal vitamin B12 adalah 200-1000 pg/ml

5) Endoscopi saluran cerna atas, untuk menginspeksi perubahan mukosa lambung

mengidentifikasi area perdarahan dan mendapatkan jaringan untuk biopsy.

(LeMone, et al., 2016)

Penatalaksanaan

Obat-obatan yang mengurangi jumlah asam di lambung dan dapat mengurangi gejala

yang mungkin menyertai gastritis dan meningkatkan penyembuhan lapisan perut

Pengobatan meliputi :

1) Antasida doen yang berisi aluminium, karbonat kalsium dan magnesium, untuk

mengurangi gejala yang berhubungan dengan kelebihan asam lambung, tukak

lambung, gastritis, dengan gejala mual, nyeri lambung, nyeri ulu hati dan

perasaan penuh pada lambungHistamine (H2) blocker, seperti ranitidine, untuk

pengobatan jangka pendek tukak lambung, gastritis, tukak usus 12 jari,

pengobatan keadaan hiperekskresi patologis

13 | L a p o r a n P e n d a h u l u a n G a s t r i ti s
2) Histamine (H2) blocker, seperti ranitidine, untuk pengobatan jangka pendek

tukak lambung, gastritis, tukak usus 12 jari, pengobatan keadaan

hiperekskresi patologis

3) Inhibitor pompa proton (PPI), seperti omeprazole untuk pengobatan jangka

pendek tukak duodenum, tukak lambung, refluks esophagus, gastritis

4) Lanzoprazole, pengobatan jangka pendek tukak lambung, gastritis, tukak usus

(Anggarini, 2018)

Konsep Nyeri Akut

Definisi

Nyeri akut dideskripsikan sebagai nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit

atau intervensi bedah dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) serta

berlangsung singkat (kurang dari enam bulan) dan menghilang dengan atau tanpa

pengobatan setelah pulih pada area yang rusak (Mubarak, et al., 2015).

Nyeri akut pada gastritis pada umumnya ditandai dengan adanya nyeri pada ulu

hati. Nyeri ulu hati merupakan gejala dari suatu penyakit yang terjadi akibat adanya

peradangan pada mukosa lambung. Keluhan nyeri ulu hati adalah keluhan fisik subjektif

yang dirasakan oleh pasien di daerah epigastrium. Epigastrium adalah bagian

abdomen bagian atas.Nyeri pada daerah epigastrium adalah nyeri yang berhubungan

dengan rasa tajam dan terlokalisasi yang dirasakan oleh seseorang pada daerah tengah

atas perut (Sudoyo, et al., 2010).

14 | L a p o r a n P e n d a h u l u a n G a s t r i ti s
Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala nyeri ada bermacam-macam perilaku dari pasien. Secara umum, orang

yang mengalami nyeri akan didapatkan respon psikologis berupa :

1. Suara
Menangis, merintih, menarik/menghembuskan nafas

2. Ekspresi wajah

Meringis, menggigit lidah, mengatupkan gigi, dahi berkerut, tertutup rapat/membuka

mata atau mulut, menggigit bibir

3. Pergerakan tubuh

Kegelisahan, mondar-mandir, gerakan menggosok atau berirama, bergerak

melindungi tubuh, immobilisasi, otot tegang

4. Interaksi sosial

Menghindari percakapan dan kontak sosial, berfokus aktivitas untuk menghindari

nyeri, disorientasi waktu.(Judha, et al., 2012)

Pengkajian Nyeri

Tindakan yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian pada klien nyeri akut adalah :

a) Mengkaji perasaan klien (respon psikologi yang muncul)

b) Menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri dan lokasi nyeri

c) Mengkaji tingkat keparahan dan kualitas nyeri

15 | L a p o r a n P e n d a h u l u a n G a s t r i ti s
Pengkajian nyeri akut sebaiknya tidak dilakukan saat klien dalam keadaan waspada

(perhatian penuh pada nyeri), sebaiknya perawat berusaha untuk mengurangi kecemasan

klien terlebih dahulu sebelum mencoba mengkaji kuantitas persepsi klien terhadap nyeri.

Terdapat komponen yang harus diperhatikan dalam mengkaji respon nyeri tersebut,

diantaranya :

1. Penentuan ada tidaknya nyeri

 Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri, perawat harus mempercayai laporan

nyeri klien walaupun adanya observasi perawat yang tidak menemukan cedera

ataupun luka. Setiap nyeri yang dilaporkan klien adalah nyata.(Prasetyo, 2010)

2. Karakteristik nyeri (Metode P,Q,R,S,T)

 Faktor pencetus (P: Provocate), perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus-

stimulus nyeri klien, dalam hal ini perawat melakukan observasi bagian-bagian

tubuh yang mengalami cedera. Apabila perawat mencurigai adanya nyeri

psikogenetik maka perawat harus dapat menanyakan perasaan apa yang dapat

mencetuskan nyeri.

 Kualitas (Q: Quality), merupakan suatu yang subjektif yang diungkapkan oleh

klien. Klien mendeskripsikan nyeri dengan kalimat-kalimat: tajam, tumpul

berdenyut, berpindah-pindah seperti bertindih, perih, tertusuk, dan lain-lain.

Dimana tiap klien mungkin berbeda-beda dalam melaporkan kualitas nyeri yang

dirasakan.

16 | L a p o r a n P e n d a h u l u a n G a s t r i ti s G e r o n ti k
 Lokasi (R: Region), untuk mengkaji lokasi nyeri, perawat meminta klien untuk

menunjukkan semua bagian daerah yang dirasakan tidak nyaman oleh klien. Untuk

melokalisasi nyeri lebih spesifik, maka perawat dapat memnta klien untuk melacak

daerah nyeri dari titik yang paling nyeri, kemungkinan hal itu akan sulit apabila nyeri

yang dirasakan bersifat difus (menyebar).

 Keparahan (S:Severe), tingkat keparahan klien tentang nyeri merupakan karakterisktik

yang paling subjektif. Pengkajian ini klien diminta untuk menggambarkan nyeri yang

dirasakan sebagai nyeri ringan, nyeri sedang atau nyeri berat.(Zakiyah, 2015)

Pengukuran Skala Nyeri

Intensitas nyeri (skala nyeri) adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri yang

dirasakan individu pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan ndividual,

kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua

orang yang berbeda.

 Face Rating Scale (FRS), pengukuran skala nyeri untuk anak pra sekolah dan

sekolah menggunakan face rating scale yaitu terdiri enam wajah kartun mulai dari

wajah yang tersenyum untuk “tidak ada nyeri” hingga wajah yang menangis untuk

“nyeriberat”. (Purba, Trafina, R, 2017).

17 | L a p o r a n P e n d a h u l u a n p a d a G a s t r i ti S K e p e r a w a t a n G e r o n ti k
 Skala Numerik, digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian kata.

Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan skala 0 sampai 1 Angka 0

diartikan kondisi klien tidak merasakan nyeri, angka 10 mengindikasikan

nyeri paling berat yang dirasakan klien. Skala ini efektif digunakan untuk

mengkaji intesitas terapeutik (Purba dan Trafina, 2017).

Skala nyeri angka (Alimul dan Uliyah, 2016)

Penatalaksaan

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri, meliputi

tindakan non farmakologis dan tindakan farmakologis.

1) Tindakan non farmakologis

a) Relaksasi gengggam jari, adalah sebuah teknik relaksasi yang berhubungan

dengan jari tangan serta aliran energy didalam tubuh kita. Teknik ini dilakukan

dengan cara menggenggam jari sambil menarik napas dalam-dalam (relaksasi)

sehingga dapat mengurangi ketegangan fisik dan emosi, karena genggaman jari

akan menghangatkan titik-titik keluar dan masuk energy pada meridian (energy

channel) yang terletak pada jari tangan kita. Titik-titik refleksi pada tangan akan

memberikan rangsangan secara refleks (spontan) pada saat menggenggam.

Rangsangan tersebut akan mengalir semacam gelombang listrik menuju otak.

Gelombang tersebut diterima dan diproses dengan cepat oleh otak, lalu

diteruskan menuju saraf organ tubuh yang mengalami gangguan, sehingga

18 | L a p o r a n P e n d a h u l u a n p a d a G a s t r i ti S K e p e r a w a t a n G e r o n ti k
sumbatan dijalur energy menjadi lancar (Utami dan Kartika, 2018)

2) Distraksi, merupakan metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara

mengalihkan perhatian pada hal-hal lain sehingga klien akan lupa terhadap nyeri

yang dialami. Dalam teori Gate Control menjelaskan distraksi dapat mengurangi

nyeri dengan cara pada spina cord sel-sel reseptor yang menerima stimulus nyeri

peripheral dihambat oleh stimulus dari serabut – serabut saraf yang lain. Maka,

pesan-pesan nyeri menjadi lebih lambat daripada pesan-pesan diversional

sehingga pintu spina cord yang mengontrol jumlah input ke otak menutup dan

perasaan nyeri klien akan berkurang. Beberapa teknik distraksi antara lain:

bernafas secara pelan-pelan, massage sambil bernafas pelan-pelan,

mendengarkan lagu sambil menepuk- nepukkan jari atau kaki, membayangkan

hal-hal indah sambil menutup mata (Sukarmin, 2012).

3) Relaksasi, merupakan kebiasaan mental dan fisik dari ketegangan dan stress.

Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak

nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri. Ada tiga hal utama yang

diperlukan dalam relaksasi yaitu posisi yang tepat, pikiran beristirahat,

lingkungan yang tenang. Posisi tubuh disokong (misal, bantal menyokong leher),

persendian fleksi dan otot-otot tidak tertarik (misal tangan dan kaki tidak

disilangkan). Untuk menenangkan pikiran klien dianjurkan pelan- pelan

memandang sekeliling ruangan. Untuk melestarikan wajah klien dianjurkan

untuk tersenyum dan membiarkan geraham bawah kendor. Teknik relaksasi

sebagai berikut :

a. Klien menarik napas dalam dan mengisi paru-paru dengan udara

b. Perlahan-lahan udara dihembuskan sambil membiarkan tubuh menjadi

kendor danmerasakan nyaman

19 | L a p o r a n P e n d a h u l u a n p a d a G a s t r i ti S K e p e r a w a t a n G e r o n ti k
c. Klien bernapas beberapa kali dengan irama normal

20 | L a p o r a n P e n d a h u l u a n p a d a G a s t r i ti S K e p e r a w a t a n G e r o n ti k
d. Klien menarik napas dalam lagi dan menghembuskan pelan- pelan. Anjurkan

klien untuk mengkonsentrasikan pikiran klien pada kakinya yang terasa ringan

dan hangat

e. Klien mengulang langkah 4 dan mengkonsentrasikan pikiran pada lengan,

perut, punggung dan kelompok otot-otot yang lain

f. Setelah merasa rileks, klien dianjurkan untuk bernapas secara pelan-pelan. Bila

nyeri hebat, anjurkan klien bernapas dangkal dan cepat.(Purba dan Trafina, 2017)

4) Tindakan farmakologis

a. Analgesik merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri. Ada tiga

jenis analgesik, yakni: non narkotik dan obat antiinflamasinonsteroid (NSAID),

analgesik narkotik atau opiate, obat tambahan atau koanalgesik.

b. Antipiretik, pengobatan serangan akut dengan Colchicine 0,6 mg (pemberian

oral), Colchicine 1,0 – 3,000 mg (dalam NaCl intravena) tiap 8 jam sekali untuk

mencegah fagositosis dari Kristal asam urat oleh netrofil sampai nyeri berkurang,

Phenilbutazone, Indomethacin, Allopurinol untuk menekan atau mengontrol

tingkat asam urat dan mencegah serangan.(Purba dan Trafina, 2017)

21 | L a p o r a n P e n d a h u l u a n p a d a G a s t r i ti S K e p e r a w a t a n G e r o n ti k
22 | L a p o r a n P e n d a h u l u a n p a d a G a s t r i ti S K e p e r a w a t a n G e r o n ti k
Konsep Asuhan Keperawatan pada Klien Gastritis dengan Masalah Nyeri Akut

Pengkajian

1. Anamnese Identitas klien

a. Nama klien : untuk mengidentifikasi klien dan membedakan antara satu klien dengan

klien yang lainnya

b. Usia : untuk mengidentifikasi usia klien gastritis


c. Jenis kelamin : menurut jenis kelaminnya laki-laki dan perempuan mempunyai

potensi yang sama dapat menderita gastritis (Tarwoto dan Wartonah, 2015).

d. Pendidikan : bagi orang yang tingkat pendidikan rendah/minim

mendapatkan pengetahuan tentang gastritis, maka akan menganggap remeh

penyakit ini bahkan hanya menganggap gastritis sebagai sakit perut biasa dan

akan memakan makanan yang dapat menimbulkan serta memperparah penyakit

ini (Khanza, et al., 2017).

2. Keluhan utama : penderita datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri

epigastrium. Munculnya keluhan nyeri pada epigastrium diakibatkan iritasi

mukosa lambung yang merangsang noniseptor nyeri pada lapisan otot lambung

pada bagian pleksus saraf mienterikus (Auerbach) (Sukarmin, 2012).

3. Riwayat Penyakit Sekarang : keluhan pasien berupa nyeri ulu hati sampai datang

ke rumah sakit (Mardalena, 2018).

4. Riwayat Penyakit Dahulu : pasien gastritis dengan riwayat kebiasaan

mengkonsumsi makanan berbumbu dan minuman dengan kandungan kafein,

alkohol yang merupakan agen-agen yang menyebabkan iritasi mukosa lambung,

riwayat diet dan pola makan tidak teratur (Muttaqin dan Sari, 2013).

5. Riwayat Penyakit Keluarga : diisi dengan menyebutkan nama penyakit berat

yang pernah diderita oleh keluarga dan dikhususkan terhadap riwayat kesehatan

23 | L a p o r a n P e n d a h u l u a n p a d a G a s t r i ti S K e p e r a w a t a n G e r o n ti k
terutama penyakit genetik dan penyakit keturunan (Setiadi, 2012).

6. Riwayat Alergi : riwayat alergi yang dimiliki klien harus diketahui perawat.

Alergen dapat berupa makanan, obat, bulu hewan, serbuk sari maupun alergen lain

yang dapat menimbulkan alergi (Debora, 2017).

7. Pola Fungsi Kesehatan

a. Pola Nutrisi

Peningkatan asam lambung pada penderita gastritis akan menurunkan nafsu makan,

karena produk sekretorik lambung akan lebih banyak mengisi lumen lambung

(Sukarmin, 2012).

b. Pola Eliminasi

Pola fungsi ekskresi feses, urine dan kulit seperti pola BAB, BAK, dan gangguan atau

kesulitan ekskresi. Faktor yang mempengaruhi fungsi ekskresi seperti pemasukan

cairan dan aktivitas (Tarwoto dan Wartonah, 2015).

c. Pola Aktivitas

Penderita juga tampak malas untuk beraktivitas, banyak tiduran, dalam memenuhi

kebutuhan sehari-hari seperti makan, BAB, BAK banyak dibantu oleh keluarga

(Sukarmin, 2012).

d. Pola Istirahat

Difokuskan pada pola tidur, istirahat, relaksasi dan bantuan-bantuan untuk merubah

pola tersebut (Setiadi, 2012).

e. Pola Kebersihan Diri

Difokuskan pada upaya yang dilakukan individu dalam memelihara kebersihan dan

kesehatan dirinya baik secara fisik maupun mental guna memberikan perasaan stabil

dan aman pada diri individu (Ambarwati, 2014).

8. Pemeriksaan Fisik

24 | L a p o r a n P e n d a h u l u a n p a d a G a s t r i ti S K e p e r a w a t a n G e r o n ti k
a. Keadaan umum : kemungkinan lemah akibat penurunan oksigen jaringan,
cairan Tubuh & Nutrisi

b. Tingkat kesadaran mungkin masih composmentis sampai apatis kalau disertai


penurunan perfusi dan elektrolit (kalium, natrium, kalsium

c. Tanda-tanda vital

a) Tekanan darah: terjadi peningkatan tekanan darah. Normalnya sistole


120-139 mmHg, diastole 80-89 mmHg

b) Suhu : suhu tubuh dalam batas normal. Normalnya 36,5- 37,5◦C

c) Nadi: adanya peningkatan denyut nadi karena pembuluh darah


menjadi lemah, volume darah menurun sehingga jantung melakukan
kompensasi menaikkan heart rate untuk menaikkan cardiac output
dalam mencukupi kebutuhan tubuh. Normalnya, 60-100x/menit

d) Frekuensi pernapasan : pernapasan lebih cepat sekitar 24- 30x/menit.


Normalnya 18-24x/menit (Sukarmin, 2012; Debora, 2017)

d. Kondisi fisik :

a) Pemeriksaan kulit dan kuku

Inspeksi : persebaran warna kulit, ada atau tidak edema, ada atau tidak
lesi, bentuk dan warna dasar kuku

Palpasi : kelembaban kulit, turgor kulit elastis atau tidak, CRT, suhu
akral dingin atau hangat (Mubarak, et al., 2015).

b) Pemeriksaan kepala

Inspeksi : bentuk kepala, kebersihan pada kulit kepala, kebotakan dan


tanda-tanda kemerahan

Palpasi : ada atau tidaknya massa pada kepala, ada atau tidaknya nyeri
tekan (Ambarwati, 2014).

c) Pemeriksaan mata

Inspeksi : kemungkinan kelihatan cekung akibat penurunan cairan


tubuh dan anemis akibat penurunan oksigen jaringan, anemia
perniosa, anemia defisiensi besi

Palpasi : kaji kekenyalan pada bola mata (Sukarmin, 2012)

d) Pemeriksaan hidung

25 | L a p o r a n P e n d a h u l u a n p a d a G a s t r i ti S K e p e r a w a t a n G e r o n ti k
Inspeksi : kesimetrisan lubang hidung, kepatenan jalan napas, ada atau tidak
pernapasan cuping hidung

Palpasi : ada atau tidak massa, ada atau tidak pembengkakan, ada atau tidak
nyeri tekan (Debora, 2017).

e) Pemeriksaan telinga

Inspeksi : kesimetrisan daun telinga, kebersihan, ada atau tidak lesi

Palpasi : ada atau tidaknya nyeri tekan pada daun telinga saat
ditarik dan tragus ditekan (Mubarak,etal.,2015).
f) Pemeriksaan mulut

Inspeksi : kemungkinan mukosa mulut kering akibat penurunan cairan


intrasel mukosa, bibir pecah-pecah, bau mulut tidak sedap, ada atau
tidaknya perdarahan pada gusi, kebersihan lidah (Setiadi, 2012).

g) Pemeriksaan leher

Inspeksi : ada atau tidaknya pembengkakan, ada atau tidak jaringan


parut

Palpasi : ada atau tidak pembesaran kelenjar limfe, teraba atau tidak
kelenjar tiroid (Estrada, 2014).

h) Pemeriksaan thoraks

Pemeriksaan dinding dada dan paru-paru

Inspeksi : bentuk dan gerakan dinding dada, warna kulit, ada atau tidak
lesi

Palpasi : pergerakan dinding dada, ada atau tidak massa, pemeriksaan taktil

fremitus

Perkusi : hasil normal perkusi adalah resonan

Auskultasi : ada atau tidak suara nafas tambahan, suara nafas vesikuler

(Debora, 2017).

i) Pemeriksaan jantung

Inspeksi : tampak atau tidak ictus cordis, tampak atau tidak vena jugularis

Palpasi : adanya peningkatan denyut nadi karena pembuluh darah

26 | L a p o r a n P e n d a h u l u a n p a d a G a s t r i ti S K e p e r a w a t a n G e r o n ti k
menjadi lemah, volume darah menurun sehingga jantung melakukan

kompensasi menaikkan heart rate untuk menaikkan cardiac output dalam

mencukup kebutuhan tubuh Auskultasi : ada atau tidak bunyi jantung

tambahan(Sukarmin,2012)

j) Pemeriksaan payudara

Inspeksi : kesimetrisan dan warna kulit payudara

Palpasi : ada atau tidak benjolan pada payudara, kebersihan putting

susu dan areola (Mubarak, et al., 2015).

k) Pemeriksaan abdomen

Inspeksi : persebaran warna kulit, bentuk dan pergerakan dinding

abdomen, tampak kembung atau normal

Auskultasi : dengarkan bunyi peristaltik usus kemungkinan terjadi

penurunan peristaltik usus (normalnya 5-30x/menit) karena lambung

teriritasi

Perkusi : mengeluh atau tidak adanya nyeri abdomen bagian epigastrium,

terdengar bunyi timpani pada area usus dan pekak pada area hepar dan

pancreas

Palpasi : ada atau tidak massa, mengeluh atau tidak adanya nyeri

abdomen bagian epigastrium, ada atau tidak pembesaran pada hepar

(Sukarmin, 2012; Bickley, 2015; Debora, 2017).

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada klien gastritis adalah nyeri

akut berhubungan dengan inflamasi pada mukosa lambung (Tim Pokja

SDKI DPP PPNI, 2016). Dengan data yang mendukung : Gejala & Tanda

27 | L a p o r a n P e n d a h u l u a n p a d a G a s t r i ti S K e p e r a w a t a n G e r o n ti k
Mayor & Minor:

1) Subjektif

a. Klien mengeluh nyeri

2) Objektif

a. Tampak meringis

b. Bersikap protektif (misal waspada, posisi menghindari nyeri)

c. Klien tampak gelisah

d. Frekuensi nadi meningkat

e. Sulit tidur

Gejala dan tanda minor :

1) Subjektif

Tidak tersedia

2) Objektif

a. Tekanan darah meningkat

b. Pola napas berubah

c. Nafsu makan berubah

d. Menarik diri

e. Berfokus pada diri sendiri

f. Diaforesis (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)

28 | L a p o r a n P e n d a h u l u a n p a d a G a s t r i ti S K e p e r a w a t a n G e r o n ti k
Rencana Asuhan Keperawatan

Intervensi Keperawatan pada klien Gastritis dengan masalah Nyeri Akut.

Intervensi Keperawatan

Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Tujuan : - Keluhan nyeri Observasi 1. Dengan
menurun, dalam 1. Identifikasi lokasi, mengidentifika si dapat
Nyeri klien rentang skala 1-3 karakteristik, membantu perawat untuk
berkurang (Tim durasi, frekuensi, berfokus pada penyebab
setelah Pokja SLKI DPP kualitas dan nyeri dan manajemennya
dilakukan PPNI, 2018) intensitas nyeri (Muttaqin dan Sari, 2013)
tindakan (Tim
asuhan - Sikap protektif Pokja SIKI DPP 2. Dengan
keperawat an menurun (Tim PPNI, 2018) mengetahui skala nyeri
selama 3x24 Pokja SLKI klien dapat membantu
jam DPP 2. Identifikasi skala perawat untuk mengetahui
PPNI, 2018) nyeri (Tim tingkat nyeri
Pokja SIKI klien (Le
- Kemampuan DPP PPNI,
menggenali 2018)
penyebab nyeri
3. Identifikasi respon
nyeri

29 | L a p o r a n P e n d a h u l u a n p a d a G a s t r i ti S K e p e r a w a t a n G e r o n ti k
meningkat (Tim Non verbal Mone, et al., 2015)
Pokja SLKI (Tim Pokja
DPP SIKI DPP 3. Dengan
PPNI, 2018) PPNI, 2018) mengidentifika si respon nyeri non
Edukasi verbal klien dapat mengetahui
- Kemampuan seberapakuat nyeriyang dirasakan
mengontrol nyeri 4. Ajarkan oleh klien (Anggarini, 2018)
meningkat (Tim teknik non
Pokja SLKI farmakologis 4. Pemberian teknik nonfarmakolog
DPP PPNI, 2018) untuk is dapat membantu klien
mengurangi dalam mengurangi kecemasan
- Kemampuan rasa nyeri nyeri (Zakiyah, 2015)
menggunaka n (Tim Pokja
teknik non SIKI DPP 5. Denganmenjelaskan tujuan
farmakologis PPNI, 2018) dan manfaat dapat membantu klien
meningkat (Tim dan keluarga dalam pentingnya
Pokja SLKI 5. Jelaskan informasi mengontrol nyeri
DPP PPNI, 2018) tujuan dan dan menemukan dukungan keluarga
manfaat (Anggarini, 2018)
- Gelisah menurun teknik napas
(Tim Pokja SLKI (Tim Pokja
DPP PPNI, SIKI DPP
2018) PPNI, 2018)

- Keluhan sulit 6. Jelaskan


tidur menurun (Tim prosedur
Pokja SLKI teknik napas
DPP PPNI, 2018) (Tim Pokja
SIKI DPP
PPNI, 2018)

7. Ajarkan
melakukan
inspirasi
dengan
menghirup
udara
melalui
hidung
secara
perlahan
(Tim Pokja
SIKI DPP
PPNI, 2018)

30 | L a p o r a n P e n d a h u l u a n p a d a G a s t r i ti S K e p e r a w a t a n G e r o n ti k
6. Untuk
8. Ajarkan membantu klien rileks dan
melakukan ekspirasi menurunkan stimulus internal
dengan menghembu (Zakiyah, 2015)
skan udara mulut
mencucu (Tim Pokja 7. Untuk
SIKI DPP PPNI, memudahkan ekspirasi
2018) maksimal pada klien
(Anggarini, 2018)
9. Demonstrasi kan
menarik napas selama 8. Untuk
4 detik memungkinkan ekspirasi lebih
menahan napas selama baik dengan meningkatkan
2 detik dan menghembu tekanan jalan udara sehingga
skan selama 8 detik klien merasa rileks (Prasetyo,
(Tim Pokja 2010)
SIKI DPP PPNI,
2018) 9. Dapat
membuat klien lebih baik,
10. Anjurkan sering lebih rileks dan dapat
mengulangi atau melatih melupakan nyeri (Khanza, et
teknik relaksasi yang al., 2017)
dipilih (Tim Pokja
SIKI DPP PPNI, 10. Untuk
2018) mengetahui seberapa jauh
klien mampu
11. Anjurkan pasien untuk mengontrol nyeri
mengambil posisi
nyaman 11. Pemberian posisi yang tepat
dan dirasa nyaman
Kolaborasi oleh
klien dapat mengurangi resiko
12. Kolaborasi pemberian klien terhadap nyeri (khanza et
analgesic (Tim Pokja SIKI al, 2017)
DPP PPNI, 2018)
Pemberian analgetik dapat
memblok nyeri pada
susunan saraf
pusat (Sukarmin, 2012)

31 | L a p o r a n P e n d a h u l u a n p a d a G a s t r i ti S K e p e r a w a t a n G e r o n ti k
Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan kedalam

bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Perawat melaksanakan tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun dalam tahap

perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap implementasi dengan mencatat keperawatan dan

respon klien terhadap tindakan tersebut (Anggarini, 2018). Evaluasi

Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan yaitu suatu proses yang digunakan untuk mengukur dan

memonitor kondisi klien dengan membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan

kriteria hasil yang sudah ditetapkan (Debora, 2017).

Hasil yang harus dicapai setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah sebagai

berikut :

1. Keluhan nyeri menurun (rentang skala 1-3)

2. Sikap protektif (melindungi diri) menurun

3. Kemampuan menggali penyebab nyeri meningkat

4. Kemampuan mengontrol nyeri meningkat

5. Kemampuan menggunakan teknik nonfarmakologis meningkat Nafsu makan

meningkat

6. Gelisah menurun

7. Kesulitan tidur menurun (Tim Pokja SLKI PPNI, 2018)

32 | L a p o r a n P e n d a h u l u a n p a d a G a s t r i ti S K e p e r a w a t a n G e r o n ti k
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, A., dan Uliyah, M. 2014. Buku Pengantar Keperawatan Dasar Manusia.

Jakarta: Salemba Medika

Alimul, A., dan Uliyah, M. 2016. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar Manusia.

Jakarta: Salemba Medika

Anggarini, K.D. 2018. Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gastritis Dalam
Pemenuhan Gangguan Nyeri Akut Di Wilayah Kerja UPT Kesmas Sukawati I Gianyar
[skripsi]. Gianyar (ID): Politeknik Kesehatan Denpasar.

Anggraini, A. 2015. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Gastritis Di


Puskesmas Rengat Kabupaten Indragiri Hulu [skripsi]. Pekanbaru (ID): STIKes Payung
Negeri Pekanbaru.

Ambarwati, R. 2014. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta: Parama Ilmu.

Bickley, Lynn S. 2015. Buku Saku Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan Bates,

edisi 7. Jakarta: EGC.

Debora, O. 2017. Proses Keperawatan Dan Pemeriksaan Fisik.

Jakarta: Salemba Medika.

Le Mone P, Burke, Karene, dan Bauldoff. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC.

Le Mone P, Karene, dan Gerene. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 5
Vol. 1. Jakarta: EGC.

Mardalena, I. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem


Pencernaan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Mubarak., Indrawati, dan J. Susanto. 2015. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar.

Jakarta: Salemba Medika.

Mutaqqin, A., dan K. Sari. 2013. Gangguan Gastrointestinal. Jakarta: Salemba Medika

33 | L a p o r a n P e n d a h u l u a n p a d a G a s t r i ti S K e p e r a w a t a n G e r o n ti k
Suratum, L. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal.
Jakarta: Trans Info Media

Takdir., La Ode, dan Lymbran. 2018. Hubungan Stres, Keteraturan Makan, Jenis
Makanan Dengan Kejadian Gastritis Pada Santri Di Pondok Pesantren
Ummusari Kota Kediri Tahun 2017. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan
Masyarakat. Vol. 3 (no.1): 2.

Tarwoto dan Wartonah. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan.

Jakarta: Salemba Medika.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.

Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi

dan Tindakan Keperawatan, edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.Tim

103 | L a p o r a n P e n d a h u l u a n p a d a G a s t r i ti S K e p e r a w a t a n G e r o n ti k

Anda mungkin juga menyukai