Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI

DISUSUN OLEH:
RANDI SAISELAR
1490123088

INSTITUT KESEHATAN IMMANUEL


PROGRAM PROFESI NERS PPN
XXXI BANDUNG
2023
A. Pengertian
Manusia lanjut usia (manua) merupakan populasi penduduk yang berumur tua
dengan kelompok usia 60 tahun atau lebih. Menurut Mubarak, 2011) lansia
merupakan proses alamiah yang terjadi secara berkesinambungan pada manusia
dimana ketika menua seseorang akan mengalami beberapa perubahan yang pada
akhirnya akan mempengaruhi keadaan fungsi dan kemampuan seluruh tubuh.
Istilah manusia usia lanjut belum ada yang mematenkan sebab setiap orang
memiliki penyebutannya masing-masing seperti manusia lanjut usia (manula),
manusia usia lanjut (lansia), usia lanjut (usila), serta ada yang menyebut golongan
lanjut umur (glamur) (Azizah, 2011).
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Lansia ialah
apabila berusia 60 tahun atau lebih, Lansia merupakan kelompok umur pada
manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok
yang dikategorikan Lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process
atau proses penuaan (Nugroho, 2013).
B. Batasan Lansia
Menurut WHO (1999) menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut :
1. Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun, )
2. Usia tua (old) :75-90 tahun,)
3. Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.
Menurut Depkes RI (2005) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi tiga
katagori, yaitu:
1. Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun,
2. Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas,
3. Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas
dengan masalah kesehatan.
C. Manifestasi Lansia
Terdapat beberapa ciri yang dapat ditemukan pada lansia menurut Maryam (2018)
diantaranya :
1. Lansia merupakan periode kemunduran.
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis.Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada
lansia. Misalnya lansiayang memiliki motivasi yang rendah dalam melakukan
kegiatan, maka akanmempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi ada
juga lansia yang memilikimotivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada
lansia akan lebih lama terjadi.
2. Lansia memiliki status kelompok minoritas.
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap
lansiadan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya lansia yang
lebih senangmempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat
menjadi negatif, tetapiada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada
orang lain sehingga sikap sosialmasyarakat menjadi positif.
3. Menua membutuhkan perubahan peran.
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemundurandalam segala hal.Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan
atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.Misalnya
lansiamenduduki jabatan sosial di masyarakat sebagai Ketua RW, sebaiknya
masyarakattidak memberhentikan lansia sebagai ketua RW karena usianya.
4. Penyesuaian yang buruk pada lansia.
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkankonsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan
bentuk perilaku yang buruk.Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat
penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula.Contoh :lansia yang tinggal
bersama keluarga sering tidak dilibatkan untukpengambilan keputusan karena
dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik
diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkanmemiliki harga diri yang
rendah.
D. Perubahan pada lansia
Perubahan – perubahan Yang Terjadi Pada LansiaSemakin bertambahnya umur
manusia, terjadi proses penuaan secara degenerative yang akan berdampak pada
perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanyaperubahan fisik, tetapi juga
kognitif, perasaan, sosial dan sexual (Azizah dan Lilik M, 2011)
1. Perubahan Fisik
1) Sistem Indra Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada
pendengaran) oleh karenahilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada
telinga dalam, terutamaterhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi,
suara yang tidak jelas, sulitdimengerti katakata, 50% terjadi pada usia
diatas 60 tahun.
2) Sistem Intergumen Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak
elastic kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga
menjadi tipis danberbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula
sebasea dan glandulasudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit
dikenal dengan liver spot.
3) Sistem Muskuloskeletal Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia:
Jaaringan penghubung (kolagendan elastin), kartilago, tulang, otot dan
sendi..Kolagen sebagai pendukungutama kulit, tendon, tulang, kartilago
dan jaringan pengikat mengalamiperubahan menjadi bentangan yang tidak
teratur. Kartilago: jaringan kartilagopada persendian menjadi lunak dan
mengalami granulasi, sehingga permukaansendi menjadi rata. Kemampuan
kartilago untuk regenerasi berkurang dandegenerasi yang terjadi cenderung
kearah progresif, konsekuensinya kartilagopada persendiaan menjadi
rentan terhadap gesekan. Tulang: berkurangnyakepadatan tulang setelah
diamati adalah bagian dari penuaan fisiologi, sehinggaakan mengakibatkan
osteoporosis dan lebih lanjut akan mengakibatkan nyeri, deformitas dan
fraktur. Otot:perubahan struktur otot pada penuaan sangatbervariasi,
penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan
jaringanpenghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek
negatif. Sendi;pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon,
ligament dan fasiamengalami penuaan elastisitas.
4) Sistem kardiovaskuler Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia
adalah massa jantungbertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi
sehingga peregangan jantungberkurang, kondisi ini terjadi karena
perubahan jaringan ikat. Perubahan inidisebabkan oleh penumpukan
lipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringankonduksi berubah menjadi
jaringan ikat.
5) Sistem respirasi Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru,
kapasitas total parutetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk
mengkompensasi kenaikanruang paru, udara yang mengalir ke paru
berkurang. Perubahan pada otot,kartilago dan sendi torak mengakibatkan
gerakan pernapasan terganggu dankemampuan peregangan toraks
berkurang.
6) Pencernaan dan Metabolisme Perubahan yang terjadi pada sistem
pencernaan, seperti penurunan produksisebagai kemunduran fungsi yang
nyata karena kehilangan gigi, indra pengecapmenurun, rasa lapar menurun
(kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makinmengecil dan
menurunnya tempat penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah.
7) Sistem perkemihan Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang
signifikan.Banyak fungsi yangmengalami kemunduran, contohnya laju
filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi olehginjal.
8) Sistem saraf Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan
atropi yang progresifpada serabut saraf lansia.Lansia mengalami
penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-
hari.
9) Sistem reproduksi Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan
menciutnya ovary danuterus.Terjadi atropi payudara.Pada laki-laki testis
masih dapat memproduksispermatozoa, meskipun adanya penurunan
secara berangsur-angsur.
2. Perubahan Kognitif
1) Penurunan Memory (Daya ingat, Ingatan)
2) Penurunan IQ (Intellegent Quotient)
3) Penurunan Kemampuan Belajar (Learning)
4) Penurunan Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
5) Penurunan Pemecahan Masalah (Problem Solving)
6) Penurunan Pengambilan Keputusan (Decision Making)
7) Penurunan Kebijaksanaan (Wisdom)
8) Penurunan Kinerja (Performance)
9) Penurunan Motivasi
E. Permasalahan pada lansia
Masalah-masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda dari orang
dewasa, yang sering disebut dengan sindroma geriatri yaitu kumpulan gejala-gejala
mengenai kesehatan yang sering dikeluhkan oleh para lanjut usia dan atau
keluarganya (istilah 14 I), yaitu :
1. Immobility (kurang bergerak)
2. Instability (Instabilitas dan Jatuh)
3. Incontinence Urin dan Alvi (Beser BAB dan BAK)
4. Intelectual Impairement (Gangguan Intelektual Seperti Demensia dan Delirium)
5. Infection (infeksi)
6. Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran,
penglihatandan penciuman)
7. Isolation (Depression)
8. Inanition (malnutrisi)
9. Impecunity (Tidak punya penghasilan)
10. Iatrogenic(penyakit karena pemakaian obat-obatan)
11. Insomnia(Sulit tidur)
12. Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh),
13. Impotence(Gangguan seksual)
14. Impaction (sulit buang air besar)

Konsep Hipertensi
A. Pengertian
Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mmHg atau
lebih dan tekanan diatolik 120 mmHg. Hipertensi dapat didefinisikan sebagai
tekanan darah persisten, di mana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan
diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai
tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Suwarsa, 2016).
Menurut WHO (1999) batasan tekanan darah normal orang dewasa adalah
maksimum 140/90 mmHg. Apabila tekanan darah seseorang di atas angka tersebut
pada beberapa kali pengukuran di waktu yang berbeda, orang tersebut bisa
dikatakan menderita hipertensi
B. Klasifikasi
Menurut Darmajo & Hadimartono (2014), hipertensi pada usia lanjut dibedakan
menjadi; hipertensi di mana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg
dan tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg, dan hipertensi sistolik
terisolasi di mana tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik
lebih rendah dari 90 mmHg.
Sedangkan berdasarkan penyebab hipertensi dapat dibedakan menjadi dua
golongan, yaitu: Hipertensi essensial (hipertensi primer) dan hipertensi sekunder.
1. Hipertensi primer atau esensial atau pula hipertensi idiopatik adalah hipertensi
yang tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi jenis ini merupakan 90% kasus
hipertensi yang banyak terjadi dimasyarakat.
2. Hipertensi sekunder adalah naiknya tekanan darah yang diakibatkan oleh suatu
sebab. Hipertensi jenis ini terjadi pada 5% kasus yang terjadi di masyarakat.
Selain itu ada beberapa jenis hipertensi dengan ciri khas khusus. Isolated
Systolic Hypertension adalah hipertensi yang terjadi ketika tekanan sistolik
lebih dari 140 mmHg namun tekanan diastolik dalam batas normal. Keadaan
ini berhubungan dengan arteriosclerosis (pengerasan dinding arteri). Pregnancy
Induced Hypertension adalah kondisi naiknya tekanan darah yang terjadi
selama kehamilan, dimana naiknya tekanan darah sistolik dan diastolik lebih
dari 15 mmHg (Guibert R dan Franco ED, 1999).
C. Etiologi
Terdapat beberapa data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering
menyebabkan hipertensi, yaitu:
1. Faktor Keturunan: Jika seseorang memiliki orang-tua atau saudara yang
memiliki tekanan darah tinggi, maka kemungkinan ia menderita tekanan darah
tinggi lebih besar. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa ada bukti gen yang
diturunkan untuk masalah tekanan darah tinggi.
2. Ciri Perseorangan: Usia; penelitian menunjukkan bahwa seraya usia seseorang
bertambah, tekanan darah pun akan meningkat. Anda tidak dapat
mengharapkan bahwa tekanan darah anda saat muda akan sama ketika anda
bertambah tua.
3. Kebiasaan Pola Hidup: Konsumsi garam tinggi (lebih dari 30 gram); garam
dapat meningkatkan tekanan darah dengan cepat pada beberapa orang,
khususnya bagi penderita diabetes, penderita hipertensi ringan, orang dengan
usia tua, dan mereka yang berkulit hitam. Makan berlebihan (kegemukan);
orang yang memiliki berat badan di atas 30 persen berat badan ideal, memiliki
kemungkinan lebih besar menderita tekanan darah tinggi.
D. Patofisiologi
Dalam Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth (2000)
menjelaskan patofisiologi hipertensi terdapat pada, mekanisme yang mengatur atau
mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasonator.
Pada medula otak, dari pusat vasomotor inilah bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna, medula spinalis
ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan
dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke
ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron pre ganglion melepaskan asetilkolin, yang
akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah. Berbagai faktor
seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsangan vasokontriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitif
terhadap norepinefrin, meski tidak diketahui dengan jelas mengapa bisa terjadi hal
tersebut.
Pada saat yang bersamaan, sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang. Hal ini
mengakibatkan tambahan aktifitas vasokontriksi. Medula adrenal mensekresi
epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol
dan steroid lainnya untuk memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah.
Vasokontriksi mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal dan memicu pelepasan
renin. Pelepasan renin inilah yang merangsang pembentukan angiotensin I yang
akan diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat yang nantinya akan
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon aldosteron ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, sehingga terjadi
peningkatan volume intra vaskular. Semua faktor ini dapat mencetus terjadinya
hipertensi.
Pada keadaan gerontologis dengan perubahan struktural dan fungsional sistem
pembuluh perifer bertanggung jawab terhadap perubahan tekanan darah usia lanjut.
Perubahan itu antara lain aterosklerosis hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah. Akibatnya akan mengurangi
kemampuan aorta dan arteri besar dalam mengakomodasi volume darah yang
dipompa oleh jantung (volume secukupnya) dan curah jantung pun ikut menurun,
sedangkan tahanan perifer meningkat (Darmojo & Hadimartono, 1999).
E. Pathway

Sumber : Rokhlaeni (2011)


F. Manifestasi klinis
Menurut Rokhlaeni (2011), manifestasi klinis pasien hipertensi diantaranya:
mengeluh sakit kepala, pusing, lemas, kelelahan, gelisah, mual dan muntah,
epistaksis, kesadaran menurun. Gejala lainnya yang sering ditemukan: marah,
telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang.
G. Penatalaksanaa
Terdapat beberapa penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita hipertensi
diantaranya :
1. Penatalaksanaan Non Farmakologis: adopsis gaya hidup sehat oleh semua
individu penting dalam pencegahan meningkatnya tekanan darah dan bagian
yang tidak terpisahkan dari terapi pasien dengan hipertensi. Terdapat banyak
pilihan terapi non-farmakologis dalam menangani hipertensi pada lansia,
terutama bagi mereka dengan peningkatan tekanan darah yang ringan. Bukti
saat ini menunjukkan bahwa perubahan gaya hidup cukup efektif dalam
menangani hipertensi ringan pada lansia. Beberapa cara berikut membantu
menurunkan tekanan darah pada lansia: mengurangi berat badan yang
berlebihan, mengurangi atau bahkan menghentikan konsumsi alkohol,
mengurangi intake garam pada makanan, dan melakukan olah raga ringan
secara teratur. Cara lain yang secara independen mengurangi resiko penyakit
arteri terutama adalah berhenti merokok.
2. Penatalaksanaan Farmakologis: secara garis besar terdapat beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
mempunyai efektivitas yang tinggi, mempunyai toksitas dan efek samping
yang ringan atau minimal, memungkinkan penggunaan obat secara oral, tidak
menimbulkan intoleransi, harga obat relatif murah sehingga terjangkau oleh
klien, dan memungkinkan penggunaan jangka panjang. Saat ini, pemberian
terapi farmakologis menunjukkan penurunan morbiditas dan mortalitas pada
lansia penderita hipertensi. Berdasarkan penelitian terbaru pada obatobat
antihipertensi yang tersedia sekarang ini angiotensin converting enzyme
inhibitor (ACE inhibitor), angiotensin-receptor blocker (ARBs), calcium
channel blocker, diuretik tipe Tiazid, beta-blocker, semua menurunkan
komplikasi penyakit hipertensi.
Konsep suhan Keperawatan Gerontik dengan Masalah Hipertensi
A. Pengkajian
Menurut Hidayat (2009) proses pengkajian asuhan keperawatan pada lansia dengan
hipertensi meliputi:
1. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko, antara lain: kegemukan, riwayat
keluarga positif, peningkatan kadar lipid serum, merokok sigaret berat,
penyakit ginjal, terapi hormon kronis, gagal jantung, kehamilan.
2. Aktivitas/ Istirahat, gejala: kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup
monoton. Tanda: frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
takipnea.
3. Sirkulasi, gejala: riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner/katup dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi. Tanda: kenaikan
TD, nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis, takikardi, murmur
stenosis valvular, distensi vena jugularis, kulit pucat, sianosis, suhu dingin
(vasokontriksi perifer) pengisian kapiler mungkin lambat/ bertunda.
4. Integritas Ego, gejala: riwayat perubahan kepribadian, ansietas, faktor stress
multiple (hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan). Tanda:
letupan suasana hati, gelisah, penyempitan continue perhatian,tangisan
meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
5. Eliminasi, gejala: gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayat
penyakit ginjal pada masa yang lalu).
6. Makanan/cairan, gejala: makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi
garam, lemak serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir - akhir
ini (meningkat/turun) dan riwayat penggunaan diuretik. Tanda: berat badan
normal atau obesitas, adanya edema, glikosuria.
7. Neurosensori, gejala: keluhan pening pening/pusing, berdenyut, sakit kepala,
sub oksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan secara spontan setelah
beberapa jam), gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur,epistakis).
Tanda: status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, efek,
proses pikir, penurunan kekuatan genggaman tangan.
8. Nyeri/ketidaknyamanan, gejala: angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan
jantung), sakit kepala.
9. Pernafasan, gejala: dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea,
ortopnea, dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
Tanda: distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyi nafas
tambahan. (krakties/mengi), sianosis.
10. Keamanan, gejala: gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.

Analisa Data

No. Data Etiologi Masalah


1 DS: Penyebaran bakterimia primer Gangguan rasa
-Mengeluh tidak nyaman nyaman
Peradangan
DO:
-Gelisah
Depresi saraf perifer

Nyeri

Gangguan rasa nyaman

2 DS: Perubahan frekuensi jantung Penurunan curah


-Perubahan irama jantung jantung
Perubahan kotraktilitas
DO:-
Perubahan preaload

Perubahan afterload

Penurunan curah jantung


3 DS: Hamabatan lingkungan Gangguan pola tidur
-Mengeluh sulit tidur
-Mengeluh sering terjaga Kurang kontrol tidur
-Mengeluh tidak puas tidur
-Mengeluh pola tidur Kurang privasi
berubah
-Mengeluh istirahat tidak Restraint fisik
cukup
DO:- Ketiadaan teman tidur

Tidak familiar dengan peralatan


tidur

Gangguan pola tidur


4 DS: Penyumbatan pembuluh darah Intoleransi aktivitas
-Frekuensi jantung
meningkat >20% dari
kondisi istirahat Vasokontriksi

DO:
-Mengeluh lelah
Gangguan sirkulasi

Afterload meningkat

Kelelahan /fatigue

Intoleransi aktifitas
5 DS:- Menurunnya system oragan tubuh Risiko jatuh

DO: Klien kadang merasakan kakinya


-Kekuatan otot menurun cekot-cekot

Lingkungan klien bnyak tanjakan


dan turunan

Risiko jatuh

B. Diagnosa Keperawatan
Terdapat beberapa diagnose keperawatan prioritas yang mungkin muncul pada
lansia dengan hipertensi, diantaranya :
1. Gangguan Rasa Nyaman behubungan dengan gejala penyakit (Nyeri kepala,
pusing)
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
5. Resiko jatuh
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa (SDKI) Tujuan (SDKI) Intervensi (SLKI)
1 Gangguan rasa Setelah dilakukan intervensi selama 1. Identifikasi karakteristik, jenis
Nyaman 2 x 30 menit diharapkan status gangguan rasa nyaman pada
kenyamanan meningkat dengan klien
kriteria hasil : 2. Identifikasi adanya keluhan
1. keluhan tidak nyaman nyeri pada klien
menurun 3. Kontrol lingkungan yang
mempengaruhi
ketidaknyamanan
4. Berikan teknik non farmakologi
meningkatkan kenyamanan
5. Ajarkan teknik non
farmakologi meningkatkan
kenyamanan
6. Berikan edukasi penyebab,
periode, pemicu
ketidaknyamanan
7. Kolaborasi pemberian medikasi
pengobatan
2 Penurunan curah Setelah dilakukan intervensi selama 1. Identifikasi tanda gelala
jantung 2 x 30 menit diharapkan curah penurunan curah jantung
jantung meningkat dengan kriteria (dipsnea, Lelah, edema,
hasil : ortopnea)
1. dipsnea menurun 2. Monitor tekanan darah
2. Lelah menurun 3. Monitor intake output cairan
4. Posisiakan klien semi fowler
3. paroximal nocturnal dyspnea 5. Berikan diet jantung (Batasi
menurun kafein, natrium, kolestrol dan
makanan tinggi lemak)
6. Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi keluhan
7. Anjurkan pembatasan aktivitas
8. Anjurkan beraktivitas secara
bertahap
9. Kolaborasi pemberian medikasi
pengobatan
3 Gangguan pola tidur Setelah dilakukan intervensi selama
2 x 30 menit diharapkan pola tidur 1. Identifikasi pola aktivitas dan
meningkat dengan kriteria hasil : tidur
1. Keluhan sulit tidur menurun 2. Identifikasi faktor pengganggu
2. Keluhan sering terjaga menurun tidur (fisik dan/atau psikologis)
3. Modifikasi lingkungan (mis:
pencahayaan, kebisingan, suhu,
matras, dan tempat tidur)
4. Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan
(mis: pijat, pengaturan posisi,
terapi akupresur)
5. Sesuaikan jadwal pemberian
obat dan/atau Tindakan untuk
menunjang siklus tidur-terjaga
6. Anjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur
7. Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
mengganggu tidur
8. Anjurkan penggunaan obat tidur
yang tidak mengandung
supresor terhadap tidur REM
9. Ajarkan faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap
gangguan pola tidur (mis:
psikologis, gaya hidup, sering
berubah shift bekerja)
10. Ajarkan relaksasi otot autogenic
atau cara nonfarmakologi
lainnya
4 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan intervensi selama 1. Identifikasi gangguan fungsi
2 x 30 menit diharapkan toleransi tubuh yang mengakibatkan
aktivitas meningkat dengan kriteria kelelahan
hasil : 2. Pantau kelelahan fisik dan
1. keluhan dipsnea menurun emosional
2. keluhan Lelah menurun 3. Pantau pola dan jam tidur
4. Sediakan lingkungan yang
nyaman
5. Lakukan latihan rentang gerak
aktif dan pasif
6. Anjurkan untuk membatasi
aktivitas
7. Anjurkan untuk melakukan
aktivitas secara bertahap
8. Fasilitasi memilih aktivitas
yang mampu dilakukan
9. Ajarkan relaksasi
10. Edukasi keluarga untuk
membantu aktivitas yang
dibutuhkan
11. Kolaborasi tenntang cara
meningkatkan asupan makanan
5 Resiko Jatuh Setelah dilakukan intervensi selama 1. Identifikasi faktor jatuh (usia,
2 x 30 menit diharapkan tingkat kesadaran, gangguan
jatuh menurun dengan kriteria hasil keseimbangan, gangguan
: penglihatan)
1. jatuh saat berdiri menurun 2. Identifikasi faktor lingkungan
2. jatuh saat berjalan menurun 3. Atur posisi tempat tidur supaya
tidak terlalu tinggi
4. Fasilitasi penyediaan alat bantu
keamanan lingkungan
5. Anjurkan menggunakan alat
bantu berjalan
6. anjurkan keluarga untuk
menyediakan perawat lansia
jika dibutuhkan anjurkan untuk
menggunakan alas kaki yang
tidak licin
DAFTAR PUSTAKA

Azizah,Lilik Ma’rifatul. Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Garaha Ilmu. Yogyakarta.


2011
Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume 2.
Jakarta EGC
Doenges E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta
Kushariyadi. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Salemba Medika. Jakarta.
2010
Mubaraq, Chayatin, Santoso. Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep Dan Aplikasi.
Salemba Medika. Jakarta. 2011
Maryam, R. S., Ekasari, M. F., Rosidawati, J.A., & Batubara, I. (2008).Mengenal usia
lanjut dan perawatannya. Jakarta: Penerbit Salemba Medika
Maryam S. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba Medika.
Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika
Rokhaeni Heni, Purnamasari Elly, Rahayoe Anna Ulfah. (2011). Buku Ajar
Keperawatan
Kardiovaskuler. Jakarta : Bidang Pendidikan dan Latihan Pusat Kesehatan
Jantung dan Pembuluh Darah Nasional “Harapan Kita”
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia Tim Pokja SLKI DPP PPNI,
(2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1, Jakarta,
Persatuan Perawat Indonesia
Stanley, Mickey. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Alih Bahasa; Nety Juniarti, Sari
Kurnianingsih. Editor; Eny Meiliya, Monica Ester. Edisi 2. EGC. Jakarta. 2006
Nugroho, S. Noorkasiani. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta. 2011.
WHO.The World Health Organization Quality of Life (WHOQOL)-BREF. 1996
Word Health Organization. (2011). Hypertension Fact sheet Regional Office For South-
East Asia.

Anda mungkin juga menyukai