Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Lansia

1. Definisi lanjut usia (Lansia)

Lansia (Lanjut Usia) adalah bagian dari proses tumbuh kembang

manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua tetapi berkembang dari

bayi, anak-anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua.(Azizah, 2011)

Lansia adalah sekolompok orang dengan usia lebih dari 60 tahun yang

mengalami proses penuaan dan melewati fase demi fase kehidupan

yang bukan merupakan suatu penyakit tetapi adalah suatu hal yang

normal terjadi (Kholifah, 2016)

Lansia merupakan fase akhir perkembangan pada seluruh perjalanan

kehidupan manusia menurut UU No. 13/Tahun 1998 tentang

kesejahteraan lansia disebutkan bahwa lansia adalah sekelompok

orang yang telah berada pada usia lebih dari 60 tahun . (Dewi, 2014)

Berdasarkan defenisi lansia menurut bebearapa ahli di atas, peneliti

menyimpulkan bahwa lansia adalah sekelompok orang dengan usia

lebih dari 60 tahun ke atas yang telah memasuki tahapan akhir dari

perkembangan kehidupan manusia dan mengalami banyak perubahan

1
serta penurunan fungsi dalam tubuh. Lansia dalam penelitian ini

adalah lansia di komunitas, yang dalam proses sehat sakitnya menjadi

bagian atau ranah dari keperawatan komunitas.

2. Batasan Lanjut Usia

Muhith (2016) menjelaskan siklus hidup manusia dikatakan proses

perjalanan hidup manusia dari lahir sampai meninggal dunia. World

Health Organization (WHO) mengkategorikan yang termasuk pada

lanjut usia adalah sebagai berikut :

a. Orang – orang dengan usia antara 45 – 59 tahun yang disebut

dengan middle age atau usia pertengahan.

b. Orang - orang dengan rentang usia 60 – 74 tahun yang disebut

dengan elderly atau lanjut usia.

c. Orang - orang dengan rentang usia 60 sampai 75 serta 90 tahun

yang disebut old atau lanjut usia tua.

d. Orang – orang dengan usia lebih dari 90 tahun yang disebut

dengan very old atau sangat tua.

3. Karakteristik Lansia

Lansia memiliki tiga Karakteristik sebagi berikut (Dewi, 2014):

a. Berusia lebih dari 60 tahun

b. Berbagai persoalan dan kebutuhan yang dialami lansia baik dari

sehat hingga sakit, baik dari segi biopsikososiospiritual dan juga

pada kemampuan beradaptasi atau tidaknya.

c. Berbagai lingkungan tempat tinggal

2
4. Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia

Saat telah memasuki fase lanjut usia, banyak perubahan yang terjadi

dalam diri seseorang, bai perubahan fisik, mental, hingga sosial.

Perubahan – perubahan fisik dapat berupa berkurangnya kekuatan

fisik, menurunnya stamina serta penampilan. Karena beberapa hal

tersebut, banyak orang yang enggan untuk memasuki fas lanjut usia,

bahkan tidak sedikit orang yang mengalami depresi atau merasa

sangat tidak senang berada di tahapan kehidupan ini. (Azizah, 2011)

Mujahidullah (2012) menerangkan bahwa, bersamaan dengan

bertambahnya usia setiap orang, dengan alamiah pun akan terjadi

penurunan fungsi tubuh sehingga dengan demikian akan berkurang

kemampuan dari orang lanjut usia ini dalam berespon terhadap

stimulus yang datang dari dalam ataupun dari luar tubuhnya. Berbagai

perubahan yang terjadi secara fisiologis pada lansia meliputi berbagai

sistem tubuh, yakni sistem saraf, sistem pengindraan, sistem peraba,

sistem perasa, sistem pencernaan, hingga dapat pula menyebabkan

perubahan pada sistem peredaran darah dalm tubuh.

a. Perubahan yang terjadi pada Fisik

1) Perubahan Jumlah Sel

Seiring bertambahanya usia, sel akan mengalami defisit

menjadi lebih sedikit, namun ukuran sel menjadi lebih

besar, serta tergantung, selain itu pada proses protein yang

3
terjadi di ginjal, darah, otot serta otak juga mengalami

penurunan.

2) Sistem Saraf

Orang lanjut usia akan menunjukkan kelemahan

memberikan respon pada saat terjadi interaksi dengan

lingkungan akibat pada saraf pencaindera mengalami

pengecilan, mereka akan kurang merasakan jika diberikan

sentuhan, serta hubungan antar saraf yang satu dengan

yang lainnya menjadi berkurang atau menurun.

3) Sistem Indera pendengaran

Pribiakusis adalah kondisi di mana seseorang mengalami

masalah pada alat pendengarnnya, tidak adanya

kemampuan alat pendengaran dalam mendengarkan suara

– suara serta bunyi yang tidak jelas dan volume yang

tinggi, sukar memamhami kalimat dan terdapat endapan

serumen pada telinga yang bahkan sampai mengeras.

4) Sistem Indera Penglihatan

Terdapat sclerosis pada katup pupil, tak ada lagi

Spingter pupil timbul sclerosis, tidak lagi dapat tanggap

terhadap sinar / cahaya, bentuk kornea mata menjadi

seperti bola (sferis), lensa tidak lagi bersih dan menjadi

keruh, tidak mampu membedakan warna terutama pada

4
warna hijau serta biru, jankauan melihat pun menjadi

menurun.

5) Sistem Termoregulator

Secara fisiologi suhu badan dapat mengalami penurunan,

aktivitas menurun pada otot sebagai akibat dari kurangnya

kemampuan otomatis dalam menggigit serta tidak mampu

menghasilkan panas.

6) Sistem Pernafasan

Otot – otot pernafasan mengalami penurunan serta sifat

elastis pada silia paru – paru pun berkurang bahkan

sampai hilang, terjadi pelebaran pada alveoli, kadar

oksigen pun menurun

7) Sistem Pencernaan

Selera makan dan minum menurun, pada lanjut usia sering

terjadi maslah pencernaan seperti kesulitan buang air

besar, berkurangnya air liur yang dihasilkan kelenjar

saliva, melambatnya peristaltik usus serta melambatnya

waktu dalam mengosongkan lambung.

8) Sistem Perkemihan

Terjadi pengecilan pada ginjal, darah yang mengalir ke

ginjal mengalami penurunan, fungsi ginjal menurun, otot –

otot kemih mengalami penurunan fungsi, pengecilan otot

vulva, serta pembesaran pada prostat.

5
9) Sistem Endokrin

Hormon yang dihasilkan dari kelenjar hormon tubuh

menurun, kelenjar paratiroid mengalami penurunan fungsi

dan yang dihasilkannya tidak berubah, aktivitas kelenjar

tiroid mengalami penurunan, hormon aldosteron terjadi

penurunan, penurunan aktivitas kelenjar tiroid, produksi

produksi hormon kelamin juga mengalami penurunan.

10) Sistem Itegumen

Keriput pada kulit, kulit nampak bersisik dan kasar,

kehilangan kemampuan dalam menanggapi trauma,

rambut beruban, kulit kepala mengalami penipisan, kulit

berkurang bahkan tak elastis lagi, kuku tumbuh dengan

lambat, kuku nampak seperti memiliki tanduk dengan

tekstur yang lebih keras dari biasanya terhadap trauma

menurun, kulit kepala dan rambut menipis dan warna

kelabu, elastisitas kulit berkurang, pertumbuhan kuku

lebih lambat, kuku menjadi keras dan seperti bertanduk,

kelenjar yang menghasilkan keringat mengalami

penurunan.

11) Sistem Muskuloskeletal

Kerapuhan pada tulang dan cairan pada tulang berkurang

bahkan sampai hilang, pemendekan tulang, kekakuan dan

6
pembesaran sendi, pengerutan pada tendon serta terjadi

sklerosis, pengecilan pada otot dan serabutnya

b. Perubahan Psikososial

Pensiun adalah nilai seseorang sering diukur oleh

produktivitasnya identitas dikaitkan dengan peranan dalam

pekerjaan. Bila seseorang pensiun, ia akan mengalami

kehilangan-kehilangan antara lain:

1) Kehilangan finansial (income berkurang)

2) Kehilangan status

3) Kehilangan rekan kerja, teman bergaul, partner bisnis

4) Tidak ada lagi pekerjaan / tidak ada lagi kegiatan

5) Merasakan atau sadar akan kematian

6) Perubahan dalam hidup, yaitu memasuki rumah perawatan

bergerak lebih sempit

7) Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan.

Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit,

bertambahnya biaya pengobatan

8) Penyakit kronik dan ketidakmampuan

9) Gangguan syaraf panca indra, timbul kebutahan dan

ketulihan

10) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan

11) Rangkaian dari kehilangan jabatan

7
12) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan

dengan teman-teman dan keluarga besar

13) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan

terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri

c. Perubahan Spiritual

1) Semakin fokus dalam beribadah dan segala hal tentang

keagamaan

2) Lansia makin teratur dalam kehidupan keagamaannya, hal

ini terlihat dalam berpikir dan bertindak dalam sehari-hari

3) Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun adalah

universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat

ini adalah berpikir dan bertindak dengan cara memberikan

contoh cara mencintai dan keadilan

d. Perubahan Mental

Akibat proses penuaan ini, mau tidak mau terjadi kemunduran

kemampuan otak. Di anatara kemampuan yang menurun secara

linier atau seiring dengan proses penuaan adalah Integentia

Quantion (IQ) dan ingatan (Memori).

B. Konsep Hipertensi

1. Definisi Hipertensi

Hipertensi atau kondisi di mana tekanan darah seseorang berada pada

ambang batas normal. Tekanan darah dikatakan sebagai suatu

pendorong yang menunjukkan bagaimana kuatnya mendorong darah

8
pada dasar pembuluh darah di saat jantung memompakan darah.

Pengukuran Tekanan darah yang dapat dilihat melalui interpretasi

angka seperti 120/80 mmHg, angka 120 adalah bagaimana tekanan

darah saat jantung melakukan kontraksi di pembuluh arteri yang

dinamakan tekanan sistol, sedangkan angka 80 adalah bagaimana

tekanan darah yang dihasilkan pada saat jantung rileks dan disebut

diastol. Hipertensi dapat terjadi akibat dari merokok, menkonsumsi

alkohol, obesitas, stress, konsumsi garam yang berlebih, akibat faktor

usia, dan lain sebagainya. Gejala yang muncul berupa nyeri tengkuk,

pusing, hingga pembengkakan pembuluh darah kapiler. Akibat dari

hipertensi dapat menimbulkan komplikasi berupa gagal jantung,

stroke, aneurisma, maslah pada mata dan ginjal serta sindrom

metabolik (Handriani, 2013).

Perry dan Potter (2010) mengemukakan, pada lanjut usia akan

mengalami peningkatan tekanan darah sistolik sebagai manifestasi

dari terjadinya penurunan elastisistas pembuluh darah. Pada usia

lansia ini biasanya seseorang akan mengalami kehilangan jaringan

otot, susunan syaraf, dan jaringan lain sehingga tubuh akan “mati”

sedikit demi sedikit. Bertambahnya usia juga menyebabkan elastisitas

arteri berkurang. Untuk memenuhi kebutuhan akan suplai darah ke

seluruh jaringan tubuh, jantung harus bekerja ekstra untuk

memompakan darah. Keadaan ini diperburuk lagi dengan adanya

9
arterosklerosis, sehingga tekanan darah semakin meningkat

(Muhammadun, 2010)

Menurut peneliti hipertensi atau suatu oenyakit akibat tekanan darah

yang berada di atas batasan normal pada lanjut usia adalah suatu

kondisi di mana dorongan yang dihasilkan darah di dalam pembuluh

darah (arteri) meningkat hingga tekanan darah sistolik sistolik di atas

140 mmHg dan tekanan darah diastolik di atas 90 mmHg.

2. Etiologi Hipertensi ( Hariyono, 2015)

Hipertensi dapat disebabkan oleh interaksi bermacam-macam faktor

antara lain:

a. Perokok

Merokok yang menahun dapat merusak endoteal arteri dan

nikotin menurunkan HDL yang baik untuk tubuh manusia

b. Obesitas

Obesitas dapat meningkatkan LDL yang buruk untuk tubuh

manusia pencetus anteroskloresis

c. Alkoholisme

Alkohol dapat merusak hepar dan sifat alkohol mengikat air

mempengaruhi viskositas darah mempengaruhi tekanan darah

d. Stress

Stress dapat merangsang system saraf simpatis mengeluarkan

adrenalin yang berpengaruh terhadap kerja jantung

10
e. Kosumsi garam

Garam memengaruhi visikositas darah dan memperberat keja

ginjal yang mengeluarkan renin angiotensin yang dapat

meningkatkan tekanan darah

Menurut Sutanto (2010), terkhusus untuk kondisi hipertensi pada

lanjut usia yang menjadi penyebabnya adalah sebagai berikut :

a. Elastisitas dinding aorta telah menurun

b. Katub – katub jantung telah menebal dan menjadi kaku

c. Kemampuan jantung untuk memompakan darah berkurang 1 %

sesuai dengan bertambahnya usia hal ini berlangsung sejak usia

seseorang beranjak tah20 tahun, kemampuan jantung

memomampakan darah menurun sehingga menurun pula

kontraksi dan volume darah.

d. Akibat dari kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk

proses oksigenasi, sehingga pembuluh darah pun kehilangan

elastisitasnya

e. Resistensi pembuluh darah perifer meningkat

3. Klasifikasi Berdasarkan Derajat Hipertensi

a. Klasifikasi Berdasarkan Derajat Hipertensi Pada Lansia

Tabel 2.1 Skala Pengukuran Tekanan Darah

Kategori Tekanan darah Tekanan darah

sistole (mmHg) diastole (mmHg)

11
Stadium 1 140-159 90-99

(ringan)

Stadium 2 160-179 100-109

(sedang)

Stadium 3 (berat) 180-209 110-119

Stadium 4 (sangat >210 > 120

berat)

(Hariyanto, 2015)

b. Berdasarkan JNC VII

Tabel 2.2 Klasifikasi berdasarkan Derajat Hipertensi

Tekanan sistolik Tekanan diastolik


Derajat
(mmHg) (mmHg)

Normal < 120 Dan < 80

Pre-Hipertensi 120-139 Atau 80-90

Hipertensi Derajat I 140-159 Atau 90-99

Hipertensi Derajat II ≥ 160 Atau ≥ 100

Sumber : JNC VII, 2013 (Wijaya, 2013)

c. Menurut European Society of Cardiology

Tabel 3. Klasifikasi Hipertensi

Kategori Tekanan Tekanan

Sistolik Diastolik

12
(mmHg) (mmHg)

Optimal < 120 Dan < 80

Normal 120 – 129 Dan/atau 80 – 84

Normal tinggi 130 – 139 Dan/atau 85 – 89

Hipertensi Derajat I 140 – 159 Dan/atau 90 – 99

Hipertensi Derajat II 160 – 179 Dan/atau 100 – 109

Hipertensi Derajat III ≥ 180 Dan/atau ≥ 110

Hipertensi Sistolik ≥ 190 Dan < 90

Terisolasi

Sumber : ESC, 2007 (Wijaya, 2013)

4. Patofisiologi Hipertensi

Kontrol terhadap kontraksi dan relaksasi pembuluh darah dilakukan

oleh pusat vasomotor yaitu oleh medula yang terdapat di otak.

Perjalanannya dimulai dari saraf simpatis kemudian sampai kepada

korda spinal dan terakhir keluar melalui kolumna spinal yang berada

di ganglia simpatis di rongga dada dan perut. Rangsangan yang

berasal dari vasomotor ini kemudian dibawa dalam bentuk impuls

yang kemudian dari sinilah neoron preganglion mensekresikan

asetilkolin yang akan memberikan rangsangan pada serabut saraf di

pembuluh darah kemudian disekresikanlah norepinefrin yang

menimbulkan kontraksi pada pembuluh darah. Banyak hal dapat

beradmpak pada pembuluh darah dalam merespon stimulus dari pusat

vasomotor seperti rasa cemas serta takut. (Hasdianah, 2014)

13
5. Manisfestasi Klinis

Menurut (Ardiyansah, 2012) Sebagian manifestasi klinik timbul

setelah penderita mengalami hipertensi selama bertahun-tahun. Gejala

orang mengalami hipertensi sebagai berikut :

1. Sakit pada kepala ketika terbangun, biasanya bersamaan dengan

mual muntah hal ini terjadi karena meningkatnya tekanan dalam

kranium

2. Tidak dapat melihat dengan jelas, nampak kabur seringkali

terjadi rusaknya retina karena tekanan darah yang tinggi

3. Rusaknya susunan saraf pusat menyebabkan langkah nampak

lemah

4. Meningkatnya frekuensi buang air kecil di malam hari karena

filtrasi di glomerulus terus bekerja dengan adanya aliran darah

yang meningkat yang terus masuk ke ginjal

6. Penatalaksanaan Hipertensi

a. Penatalaksanaan farmakologis

Penatalaksanaan Farmakologis menurut La Ode (2012) yaitu :

(a) Memberikan obat-obatan anti hipertensi diuretik

seperti HCT

(b) Higroton Laxis

(c) Beta Bloker seperti Propanolol

(d) Alfa Bloker seperti phentolamin

(e) Prozazine

14
(f) Nitroprusside captopril

b. Penatalaksanaan Non farmakologis dapat dengan beberapa cara

yakni dengan menurunkan berat badan pada penderita yang

gemuk , diet rendah garam dan diet lemak , mengubah kebiasaan

hidup, olahraga secara teratur dan kontrol tekanan darah secara

teratur dan dengan melalui terapi komplementer seperti pijatan,

herbal, aromaterapi, dan hidroterapi kaki (rendam kaki air

hangat) (Setiyoadi & Kushariyadi, 2011).

C. Terapi Rendam Kaki Menggunakan Air Hangat

Secara ilmiah, air hangat berdampak fisiologi bagi tubuh. Pertama,

berdampak pada pembuluh darah. Panasnya membuat sirkulasi darah

menjadi lancar, Kedua faktor pembebanan di dalam air akan menguatkan

otot-otot dan ligament yang mempengaruhi sendi-sendi tubuh.Efek

hidrostatik dan hidronamik pada terapi ini juga membantu dalam

menompang berat badan saat latihan jalan. Selain hal-hal positif diatas, air

bersuhu 31 derajat celcius mempengaruhi oksigen jaringan, sehingga

mencegah kekuatan otot, mampu menghilangkan rasa nyeri, menenangkan

jiwa, dan merileksasikan tubuh. (Susanto, 2013)

Hydrotherapy di sinyalir dapat menurunkan tekanan darah jika dilakukan

secara rutin. Berbagai jenis hidroterapi seperti air hangat yang digunakan

untuk mandi, digunakan untuk kompres, serta digunakan untuk merendam

15
kaki. Ditinjau dari segi ilmiah, akibat fisiologis dari melakukan perendaman

dengan air hangat adalah di mana dengan perendaman ini akan menjadikan

peredaran darah menjadi lancar serta beban yang diberikan kepada otot dan

ligamen sangat berpengaruh pada persendian. (Lalage, 2015)

Perendaman menggunakan air hangat adalah suatu cara yang menggunakan

sistem konduksi alami di mana hangatnya air akan berpindah ke bagian

tubuh saat dilakukan perendaman. Air hangat bekerja dalam peningkatan

kerja sel terutama pada sel – sel di jantung. Pembebanan yang dihasilkan

dari perendaman kaki di air akan mendorong darah menuju rongga toraks

sehingga darah kemudian terkumpul di jantung pada pembuluh darah besar.

Dari perendaman ini juga pembuluh darah akan bervasodilator sehingga

denyut jantung mengalami peningkatan dan lagi proses ini berlangsung

tidak lama setelah selesai melakukan perendaman. Saat pembuluh darah

melebar dan otot meregang akan memicu tekanan pada pembuluh darah

arteri oleh baroreseptor yang akan memberikan informasi ke otak mengenai

tekanan darah dan bagaimana jumlah darah yang dibutuhkan di seluruh

tubuh dan dari sinilah muncul rangsangan terhadap tekanan sistol di mana

ventrikel jantung meregang dan berdampak pada penurunan sistolik.

Kemudian relaksasi oleh ventrikel serta pembuluh darah yang

bervasodilator menyebabkan penurunan diastol (perry dan potter, 2007)

Menurut Walker (2011), merendam kaki dengan air hangat akan membuat

pembuluh darah melebar dan meningkatkan sirkulasi darah. Ini dapat

16
merelakskan seluruh tubuh dan mengurangi kelelahan dari hari yang penuh

dengan aktifitas.

Terapi rendam air hangat ini memiliki pengaruh terhadap status

kardiovaskuler pada orang dengan Hipertensi. Air hangat yang mempunyai

dampak fisiologis terhadap tubuh seperti dapat meningkatkan sirkulasi

darah dimana terjadi vasodilatasi pembuluh darah sehingga hal ini

menyebabkan oksigen yang dipasok lebih banyak yang menguatkan

berbagai otot dan ligamen. Rendam air hangat ini dapat menurunkan

frekuensi nadi dan tekanan darah di mana saat tekanan darah seseorang

menjadi normal makan nilai Ancle Branchial Indeks sesorang akan menjadi

normal dan hal inilah yang menjadi tanda bahwa tekanan darah di seluruh

tubuh dalam keadaan normal. Di samping itu terapi ini pun tidak memiliki

efek samping yang berbahaya dan tidak membutuhkan biaya yang mahal.

(Peni, 2008). Pada pemaparan Dinas Kesehatan Indonesia (2014), air hangat

membuat orang merasakan rileks, mergangkan otot – otot yang tegang,

mengurangi ras sakit, serta dapat menurunkan tekanan darah.

Menurut Devsaran (2014), secara alami rendam kaki menggunakan air

hangat memberikan dampak yang fisiologis terhadap tubuh. Diantaranya

adalah memberikan efek pada pembuluh darah di mana air hangat dapat

menyebabkan sirkulasi darah menjadi lancar serta dengan memberikan

17
beban pada kaki saat direndam di dalam air hangat, dapat menguntungkan

otot dan ligamen yang berfungsi untuk kekuatan sendi tubuh.

1. Cara Kerja Terapi Rendam Kaki Dengan Air Hangat

Cara kerja hidroterapi ketika tubuh sedang stress atau sakit, perubahan

kimia terjadi yang mengakibatkan denyut nadi dan tekanan darah

meningkat. Telah diamati bahwa hidroterapi mampu mengatasi stres.

Melalui perendaman yang dilakukan rasa sakit menjadi berkurang

karena pernedaman ini memberikan rasa rileks dan dari sinilah

memicu disekresikannya hormon endorphine yang merupakan

hormon yang bersifat analgetik. Perendaman mampu memberikan

peningkatan pada peredaran darah yang menimbulkan peningkatan

pula pada suplai oksigen baik pada orang yang tekanan darahnya

tinggi, orang yang mengalami bengkak pada sendi, orang yang stress

dan lain sebagainya. Berdasarkan pada hal inilah perendaman kaki ini

sangat baik untuk diterapkan pada berbagai kasus seperti yang

dijelaskan tadi. Karena sangat membantu proses penyembuhan atau

meredakan sakit, baik dengan melakukan prendaman, dengan mandi,

kompres, pijat yang kesemuanya menggunkan air hangat sebagai

media (Chaito,2012)

2. Penatalaksanaan Non Farmakologis Perendaman Menggunakan

Air Hangat

Perendaman dengan air hangat merupakan salah satu jenis pengobatan

non farmakologis. Tujuan dilakukannya adalah agar meningkat

18
peredaran darah dalam tubuh, bengkak dapat berkurang, rileks otot

mengalami peningkatan, jantung menjadi sehat, stress berkurang

bahkan sampai hilang, sakit dapat reda, menghangatkan tubuh, dan

kesemuanya yang memberikan manfaat menurunkan tekanan darah.

Air yang digunakan pada saat perendaman adalah air dengan suhu 39

– 40 derajat celcius. Panas air yang berpindah dengan proses konduksi

inilah yang menimbulkan vasodilatasi pada pembuluh darah dan

meregangkan otot – otot. Perendaman dilakukan sebanyak satu kali.

Perndaman kaki ini sangat praktis dan murah biayanya dan tidak

memberikan kontraindikasi ataupun dampak buruk. (Perry & Potter,

2010)

D. Konsep Teori Keperawatan Menurut Orem (Self Care)

Dorothea E. Orem (Alligood & Tomey, 2014) adalah seorang theorist

keperawatan yang mengemukakan tentang teori keperawatan self care.

Orem mengemukakan bahwasanya setiap orang dapat melakukan perawatan

secara mandiri untuk dapat memenuhi kebutuhan akan kesehatan. Seseorang

dapat menjadi penolong untuk dirinya sendiri. Kebutuhan yang beragam

antara yang satu dengan yang lainnya serta hak mereka untuk dapat

memenuhi dan memperoleh kebutuhan tersebut secara mandiri, dengan

pengecualian orang tersebut memiliki keterbatasan dan tidak mampu untuk

dapat memenuhinya sendiri. Hal inilah yang kemudian dijadikan Orem

sebagai suatu acuan hingga ia melahirkan tentang teori Self Care Defecit of

19
Nursing. Adapun dalam teori ini, orem menjelaskannya masing – masing ke

dalam 3 bagian, yaitu sebagai berikut :

1. Self Care

Self care atau perawatan diri sendiri adalah bentuk usaha individu

dalam memenuhi kebutuhan dan memberikan pertolongan kepada diri

sendiri dalam hal perawatannya. Sesorang belajar bagaimana

memelihara dan meningkatkan derajat kesehatannya. Perawat

memberikan pelayanan yang berkelanjutan kepada individu, dengan

melihat kepada seberapa mampu individu tersebut dalam melakukan

perawatan yang mandiri untuk dirinya. Setelah perawatan diberikan,

individu akan berusaha untuk melakukan dengan kemampuannya

dalam melakukan perawatan kesehatan.

2. Self Care Deficit

Bagian ini adalah fokus utama dari teori yang dikemukakan Orem.

Pada bagian inilah, kejelasan mengenai kapan waktu yang tepat

keperawatan dapat berfungsi dan benar – benar dibutuhkan. Pada

tahap ini dilakuakan perencanaan keperawatan. Siapa saja yang

menjadi sasaran dala hal ini, adalah mereka yang tidak mampu

melakukan perawatan mandiri untuk memenuhi kebutuhan

keperawatannya. Merka adalah individu – individu dengan ketentuan

sperti di bawah ini :

20
a. Kelompok anak – anak yang belum mencapai kedewasaannya

sehingga belum mampu melakukan perawatan mandiri untuk

dapat memenuhi kebutuhan keperawatannya

b. Individu - individu yang memiliki kebutuhan keperawatan

melebihi kemampuannya dalam memenuhi keperawatan tersebut

c. Individu – individu yang memiliki kemampuan sama dengan

kebutuhannya saat ini, akan tetapi dikhawatirkan kemampuan

tersebut di kemudian hari akan berkurang atau menurun serta

kebutuhannya justru mengalami peningkatan

3. Nursing System

Bagian ini menjelaskan mengenai pearawatan mandiri individu dapat

terpenuhi baik oleh perawat, oleh individu itu sendiri atau oleh

keduanya. Pada tahapan ini terlebih dahulu menentukan atau

melakukan perencanaan mengenai kebutuhan perawatan individu serta

bagaimana kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan perawatan

tersebut. Sebelum membuat perencanaan, yang paling penting

dilakukan adalah bagaiamana perawat dapat mengenali atau

mengidentifikasi individu tersebut perlu untuk diberikan bantuan serta

jenis bantuan seperti apa yang diperlukannya. Untuk itu, Orem

mengklasifikasikan ke dalam 4 bagian seperti berikut :

a. Wholly Compensantory System

Individu perlu untuk dibantu secara total disebabkan oleh individu

tersebut tidak dapat memberikan respon terhadap stimulus

21
ataupun rangsangan serta tidak dapat mengontrol kondisi

lingkungan sekitarnya

b. Partly Compensantory System

Individu hanya memerlukan bantuan sebagian, karena individu

hanya mengalami keterbatasan dalam pergerakan baik karena

trauma pada tubuh akibat kecelakaan atau karena penyakit.

c. Supportive Educatife System

Individu membutuhkan dukungan dalam hal pendidikan kesehatan

untuk kebutuhannya dalam mempelajari perawatan sehingga ia

dapat melakukannya secara mandiri

d. Metode Bantuan

Selain menggunakan sistem dalam memberikan bantuan kepada

individu, perawat juga melakukan metode bantuan yang diberikan

kepada individu, yakni sebagai berikut :

1) Memberikan suatu tindakan kepada keperawatan individu

2) Memberikan pengajaran kepada individu

3) Mengarahkan individu dalam melakukan tindakan perawatan

4) Memberikan dukungan kepada individu

5) Memfasilitasi lingkungan untuk tumbuh kembang individu

Teori keperawatan yang dikemukakan Orem bertujuan untuk mengurangi

atau bahkan menghilangkan kebutuhan akan self care yang dalam

perwujudannya meniadakan self care deficit, kemampuan individu dalam

22
self care meningkat, menjadikan hadirnya orang penting yang berarti untuk

individu jika tidak ada kemungkinan untuk self care.

Teori self care pada penerapannya dalam praktek keperawatan komunitas

dan keperawatan keluarga bertujuan sebagai berikut :

1. Memberikan bantuan kepada individu serta keluarga sehingga dapat

melakukan perawatan terapeutik dengan mandiri

2. Memberikan bantuan kepada individu agar dapat memilih tindakan

keperawatan yang dapat dilakukan secara mandiri

3. Memberikan bantuan kepada anggota keluarga jika ada keluarga yang

sakit sehingga mereka dapat melakukan perawatan mandiri dengan

kompetensi yang dimiliki.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka yang menjadi fokus diterapkannya

teori Orem ke dalam keperawatan komunitas dan keluarga adalah untuk

memenuhi berbagai aspek, yaitu :

1. Aspek hubungan antar individu di dalam keluarga dapat terjalin

dengan baik dengan saling memberikan dukungan dan bantuan dalam

memelihara dan meningkatkan kesehatan

2. Aspek hubungan keluarga dengan lingkungan dan masyarakat

3. Aspek keterampilan keluarga agar mampu mengatasi jika terjadi

berbagai perubahan

4. Aspek teknis di mana keluarga diajarkan untuk dapat melakukan

tindakan – tindakan sederhana dan mendasar di rumah untuk

23
memberikan pertolongan pertama jika ada anggota keluarga yang

mengalami masalah kesehatan.

Peran perawat dalam penanganan hipertensi pada lansia dapat

dilakukan dengan pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan

pencegahan tersier. Pencegahan primer merupakan pencegahan yang

terjadi sebelum sakit. Kegiatan pada tahap ini dapat berupa

perlindungan khusus (specific protection), dan promosi kesehatan

(health promotion) seperti pemberian pendidikan kesehatan,

kebersihan dini, olahraga, imunisasi dan perubahan gaya hidup.

Pencegahan sekunder pencegahan untuk masyarakat yang masih

dalam keadaan sakit dengan melakukan deteksi dini (early diagnosis)

dan melakukan penanganan yang tepat (prompt treatment).

pencegahan tersier yaitu pencegahan terhadap masyarakat yang sudah

sembuh dari sakit, dengan tujuan mencegah komplikasi serta

meminimalkan ketunadayaan (disability limitation) dan

memaksimalkan fungsi melalui (rehabilitation) (Achjar, 2011)

E. Penelitian Relevan

1. Penelitian ini dilakukan oleh Damayanti, dkk., Stikes Ngudi Waluyo

Ungaran 2014 “Perbedaan Tekanan Darah Sebelum Dan Sesudah

Dilakukan Hidroterapi Rendam Hangat Pada Penderita Hipertensi Di

Desa Kebondalem Kecamatan Jambu Kabupaten Semarang ”. tekanan

darah dapat diturunkan dengan perendaman hangat. Penelitian ini

24
bertujuan melihat beda hasil tekanan darah pre dan post intervensi

perendaman air hangat pada orang yang mengalami tekanan datrah

tinggi di Desa Kebondalem Kecamatan Jambu Kabupaten Semarang.

Pelaksanaan penelitian tanggal 17 Februari 2014 dimana desain yang

digunakan yaitu pra eksperimen menggunkan satu group pre dan post

test, sampling dengan purposive diperoleh 21 sample dengan alat yang

dipakai untuk mengukur tekanan darah adalah tensimeter dengan

perlakuan sebanyak satu kali melakukan perndaman dengan media

kolam selama 20 menit. Analisa data menggunakan wilcoxon test.

Diperoleh tekanan darah rata – rata untuk sistol 152,8 mmHg dan

diastol 97,1 mmHg sebelum dilakukan perendaman. Diperoleh

tekanan darah rata – rata sistol 133,7 mmHg dan diastol 85,2 mmHg

setelah dilakukan perendaman. Uji bivariat yang dilakukan diperoleh

nilai p-value 0,00 Z dengan hasil sistol -4,110 dan diastol -3,987

dengan demikian ada bedanya secara signifikan pada tekanan darah

sebelum dan setelah dilaksanakan perendaman.

2. Penelitian ini dilakukan oleh Dyan Mentary GhunuFakultas

Keperawatan Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya 2016 “

Pengaruh Terapi Rendam Kaki Air Hangat Terhadap Penurunan

Tekanan Darah Pada Lansia Wanita Dengan Hipertensi Ringan “

Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik lebih

25
dari 120 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg.

Seiring bertambahnya usia terjadi resiko sakit jantung. Proses

degeneratif pada lansia menyebabkan pembuluh darah arteri

mengalami penurunan elastisitas.

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh tekanan darah

sebelum dan sesudah diberikan terapi rendam kaki air hangat.

Desain penelitian ini menggunakan quasi eksperimen dengan

menggunakan satu group pre dan post intervensi. Populasinya yaitu

25 orang, dengan pengambilan sampel secara purposive sampling,

sesuai kriteria inklusi didapatkan sampel sejumlah 20 orang.

Penelitian ini menggunakan Sphygnomanometer digital,Termometer

air, SOP sebagai alat ukur. Hasil analisis uji Wilcoxon sign test,

didapatkan P-value 0,002 untuk tekanan darah sistolik dan 0,001

untuk tekanan darah diastolik, menjelaskan ada efek yang

ditimbulkan setelah dilakukan perendaman pada penderita hipertensi

menggunkan air hangat. Terapi rendam kaki air hangat akan

merangsang baroreseptor untuk mengirim impuls ke jantung, dan

merangsang aktivasi saraf parasimpatis untuk mengurangi

kontraktilitas jantung sehingga terjadi penurunan tekanan darah.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Harnani dan Akmalia (2017),

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatiff dengan menggunakan

26
desain pre eksperimen pre dan post perlakuan. Pengambilam sample

menggunkan purposive random, data dikumpul dengan alat tensimeter

dan lembar observasi. Analisa data yang diugunakan adalah uji

wilcoxon. Diperoleh dominan lanjut usia yang diambil sebagi sample

mengalami hipertensi derajat II. Tekanan darah yang diperoleh setelah

dilakukan perendaman rata – rata tekanan diastol 74,00 dan standar

deviasi 5,026, P value sistol adalah 0,000 (< 0,05) dan P value diastol

adalah 0,000 (<0,05). Dengan demikian terdapat efek dari

perendaman kaki yakni dapat menurunkan tekanan darah.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Ferayanti, dkk, Penelitian ini

merupakan jenis penelitian kuantitatif, metode yang digunakan quasi

Experimental Desaign dengan rancangan pre and post test without

control. Tujuan Mengetahui efektivitas terapi rendam kaki air hangat

dan relaksasi nafas terhadap tekanan darah pada lansia di Rumah

Pelayanan Lanjut Usia Budi Dharma Yogyakarta. Penelitian ini

dilakukan bulan April 2017 Di Rumah Pelayanan Lanjut Usia Budi

Dharma Yogyakarta. Teknik pengambilan sampel menggunakan

metode Total sampling. Teknik pengambilan data dengan lembar

observasi menggunakan sphygmomanometer digital. Responden

diberikan intervensi rendam kaki air hangat selama 15 menit dan

berbarengan dengan terapi relaksasi nafas dalam selama 15 menit.

Analisa data manggunakan Uji T. Hasil analisa data yang didapatkan

27
tekanan darah responden setelah dibrikan terapi mengalami penurunan

yang signifikan dengan nilai p sistolik dan p diastolik sebesar 0,000.

Dengan rata-rata perbedaan tekanan darah sistolik sebelum dan setelah

diintervensi sebesar 22,71 mmHg dan diastolik 11,94 mmHg. Dengan

demikian ada pengaruh yang signifikan terhadap penurunan tekanan

darah sistolik dan diastolik sebelum dan sesudah diberikan terapi

rendam kaki air hangat dan relaksasi nafas dalam pada lansia

hipertensi di UPT Rumah pelayanan Lanjut Usia Budi Dharma

Yogyakarta

5. Penelitian yang serupa dilakukan Pratika (2012) dengan The One-

Group Pre-test-Post-Test Design, dengan jumlah sampel sebanyak 76

responden yang diambil dengan menggunakan Purposive Sampling.

Data di analisis dengan menggunakan Paired T- Test dengan nilai

signifikan= 0,05. Hasil analisis menunjukkan p= 0,0001 (p<0,05),

sedangkan perhitungan secara manual diperoleh hasil t hitung= 2,35

pada t tabel= 1,721, maka t hitung > t tabel, sehingga dapat

disimpulkan adanya pengaruh rendam kaki menggunakan air hangat

terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di desa

Bendungan kecamatan Kraton kabupaten Pasuruan

6. Penelitian Meikha (2014) yang berjudul Pengaruh Rendam Kaki Air

Hangat Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia Penderita

28
Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk

Jakarta Barat. Penelitian ini menggunakan desain quasiexperiment

pretest-posttest nonequivalent control group, teknik pengambilan data

menggunakan sampling. Analisis penelitian menggunakan uji Paired

t-test dan Independent t-test dengan tingkat signifikasi α < 0,05. Hasil

penelitian menunjukkan ada perbedaan yang signifikan tekanan darah

sistolik maupun diastolik sebelum dan setelah dilakukan rendam kaki

air hangat (p value 0,000 dan p value 0,000).

29
F. Kerangka Berfikir

Non
Farmakologi HIPERTENSI Farmakologi Self Care
Orem

Pengobatan
Wholly Partly
Compensant Compens
ory System antory
Obat anti Penyempitan system
hipertensi pembuluh Terapi
darah Rendam Air
Hangat

Pembuluh
darah
melebar Merangsang
Air hangat Produksi
zat Endorphin
vasodilator

Supportive
Educative
System
Pelebaran Meningkatkan
Sirkulasi pembuluh Sirkulasi
darah lancar darah Darah

Penurunan tekanan
darah

Gambar 1. Kerangka Berfikir

30

Anda mungkin juga menyukai