Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN DIBATES MIELITUS LANSIA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Program Pendidikan Profesi Ners Stase Gerontik Di Rsu Muhammadiyah metro

DI SUSUN OLEH :

HENDRA RAHMANDANI

FAKULTAS KESEHATAN PROGRAM STUDI PROFESI NERS KONVERSI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG TAHUN
2024/2025
TINJAUAN TEORI

I. TEORI LANSIA

A. Definisi dan Batasan lansia


1. Definisi
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Lansia atau lanjut usia adalah seseorang yang mencapai
usia 60 tahun keatas (Kementrian Kesehata RI, 2019). Lansia adalah
seseorang yang berusia 60 tahun keatas dan merupakan kelompok umur
pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya.
Pada kelompok lansia ini akan terjadi suatu proses penuaan (aging proses)
(WHO, 2018).
Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia
(lansia)apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun
merupakantahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan
penurunankemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan.
Lansia adalah proses menjadi lebih tua dengan umur mencapai 55
tahun keatas. Pada Lansia akan mengalami kemunduran fisik, mental, dan
sosial. Salah satu contoh kemunduruan fisik pada lansia adalah rentannya
lansia terhadap penyakit, khususnya penyaki dgeneratif. Penyakit degeneratif
yang umum diderita lansia salah satunya adalah Osteoarthritis (Supartayana,
2020)
2. Batasan Usia menurut WHO (2018)
a. Usia Pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun
b. Lanjut usia (elderly), anatara usia 60 sampai 74 tahun
c. Lanjut Usia tua (old), antara usia 75 sampai 90 tahun
d. Usia sanagt tua (very old), diatas 90 tahun.

B. Perubahan Pada Usia Lanjut

Menurut Imam, Edy, dan Tri (2022) Perubahan Lansia meliputi :

1. Perubahan Fisik
a. Sel
Jumlahnya lebih sedikit, ukurannya lebih besar , TBW (jumlah cairan
tubuh berkurang) dan cairan intra seluler menurun, menurunnya proporsi
protein diotak, ginjal, otot darah dan hati, jumlah sel otak menurun,
terganggunyamekanisme perbaikan sel Jumlahnya lebih sedikit, ukurannya
lebih besar , TBW (jumlah cairan
tubuh berkurang) dan cairan intra seluler menurun, menurunnya proporsi
protein diotak, ginjal, otot darah dan hati, jumlah sel otak menurun,
terganggunyamekanisme perbaikan sel

b. Sistem Persyarafan
Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, mengecilnya saraf panca indra,

kurang sensitif terhadap sentuhan, hubungan persarafan menurun.

Berat otak menurun 10-20% (sel saraf otak tiapindividuberkurang setiap


hari), respon dan waktu untuk bereaksi lambat, atropisaraf panca indra
(berkurangnya penglihatan, pendengaran, pencium &
perasa,lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahan
anterhadap dingin), kurang sensitif terhadapsentuhan

c. Sistem Pendengaran
Presbikusis/gangguan pendengaran, hilang kemampuan pendengaran pada
telinga dalam terutama bunyi suara atau nada yang tinggi dan tidak jelas, sulit
mengerti kata-kata, terjadi pengumpulan serumen dapat mengeras

d. Sistem Penglihatan
Spingter pupil timbul sclerosis, hilang respon terhadap sinar, kornea lebih
berbentuk sferis (bola), kekeruhan pada lensa, hilangnya daya akomodasi,
menurunnya daya membedakan warna biru dan hijau pada skala, menurunnya
lapang pandang.

e. Sistem Kardiovaskuler
Menurunnya elastisitas dinding aorta, katub jantung menebal dan menjadi kaku,
kemampuan jantung memompa darah menurun ‡ 1% per tahun, kehilangan
elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meningkat.
f. Sistem Pengaturan Suhu Tubuh
Temperatur tubuh menurun secara fisiologis, keterbatasam refleks menggigit dan
tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi penurunan
aktivitas otot

g. Sistem Respirasi
Otot - otot pernafasan kehilangan kekuatan (lemah) danmenjadi kaku,
menurunnya aktivitas silia, elastisitas paru berkurang, kapasitasresidu
meningkat, menarik nafas berat, dan kedalaman bernafas menurun
O2arteri menurun menjadi 75 mmHg; CO2 arteri tidak berganti
kemampuan untuk batuk berkurang, kemampuandinding, dada &
kekuatan otot pernafasan menurunsejalan dengan tambah usia.

h. Sistem Gastrointestinal
penurunan selera makan, rasa haus, mudah terjadi konstipasi, dan gangguan
pencernaan lainnya, terjadi penurunan produksi saliva, karies gigi, gerak
peristaltik usus meningkat dan bertambahnya waktu pengosongan lambung

i. Sistem Genitourinari
Ginjal mengecil, aliran darah ke ginjal menurun, fungsi menurun, (ungsi tubulus
berkurang, otot kandung kemih menurun, vesika urinaria sudah dikosongkan,
perbesaran prostate, atrofi vulva

j. Sistem Endokrin
Produksi hormon menurun, termasuk hormon tiroid,aldosteron, kelamin
(progesteron, estrogen, testosteron), menurunnya aktivitas
tiroid, menurunnya BMR= basal metabolic rate, fungsi paratiroid &
sekresinyatidak berubah.

k. Sistem integument
Kulit mengerut/keriput, permukaan kulit kasar dan bersisik, respon terhadap
trauma menurun, kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu,
elastisitas kulit berkurang, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku menjadi keras
dan bertanduk, kelenjar keringat berkurang.

l. Sistem Muskuloskeletal
Tulang kehilangan cairan dan makin rapuh, tubuh menjadi lebih pendek,
persendian membesar dan menjadi lebih kaku, tendon mengerut dan menjadi
sclerosis, terjadi atrofi serabut otot. (Nugroho, 2000).

2. Perubahan psikososial
a. Pensiun : Produkdivitas dan identitas – peranan(kehilangan financial,
kehilanganstatus, kehilangan relasi)
b. Sadar akan kematian
c. Perubahan dalam cara hidup
d. Penyakit kronis dan ketidakmampuan
e. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap body image,
konsep diri.

3. Perubahan mental
a. Faktor-faktor yang pengaruhi perubahan mental :Perubahan fisik, organ
perasa,kesehatan umum, tingkat pendidikan, herediter, lingkungan.
b. Perubahan kepribadian yang drastic
c. Ungkapan tulus perasaan individu.
d. Tidak senang pada perubahan.
e. Berkurangnya ambisi dan kegiatan.
f. Kecenderungan egosentris, perhatian menurun.
g. Berkurangnya adaptasi untuk kebiasaan baru.
h. Berkurangnya kemampuan nyatakan sopan santun.
i. Merasa kadang tidak diperhatikan atau dilupakan.
j. Cenderung menyendiri, bermusuhan.
k. Mudah tersinggung akibat egoisme atau reaksi kemunduran ingatan.
l. tidak memperhatikan kebersihan, penampilan.
m. Kegiatan seksual berlebihan atau perilaku tidak senonoh.
n. Orientasi terganggu, bingung, sering lupa, hilang dan tersesat.
o. Lupa meletakan barang, menuduh orang mencuri.
p. Gelisah, delirium pada malam hari.
q. Disorientasi waktu
r. Pola tidur berubah (tidur seharian atau sulit tidur di malam hari).
s. Mengumpulkan barang yang tidak berharga

4. Perubahan Memori
a.Kenangan jangka panjang : berjam-jam sampai berhari-hari.
b.Kenangan jangka pendek atau seketika : 0-10 menit, kenangan buruk

5. IQ (Intellgentia Quotion)
a. Tidak berubah degan informasi matematika dan perkataan verba
b. urangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor,terjadi
perubahan pada daya membayangkan karena tekanan - tekanan dari faktor
waktu.

6. Perubahan SpirituaL

a. Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow, 1970


dalam Nugroho, 2000).

b. Lansia makin matur dalam kehidupan agamanya, hal ini terlihat dalam berpikir dan
bertindak dalam sehari-hari (Murray and Zentner, 1970 dalam Nugroho, 2000)

c. Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun adalah universalizing, perkembangan


yang dicapai pada tingkat ini adalah berpikir dan bertindak dengan cara
memberikan contoh cara mencintai dan keadilan (Fowler, 1978 dalam Nugroho,
2000)

7. Perubahan Kognitif Lansia


Perubahan kognitif pada lansia biasanya terlihat sebagai gangguan ringan daya
ingat yang tidak progresif dan tidak mengganggu aktivitas hidup sehari-hari.
Biasanya dikenali oleh keluarga atau teman, sering mengulang pertanyaan yang
sama atau lupa pada kejadian yang baru saja terjadi (FKUI, 2000:165). Perubahan
kognitif yang sering dialami oleh lansia sering didentikkan dengan pelupa. Keaadan
suka lupa berjalan sestat dengan makin lanutnya usia. Selain itu, keadaan akan
bertambah para dengan adanya penyakit menahun. Orang tua yang sudah lanjut
usia perlu dibantu keluarga dekat di sekelilingnya, perhatian terhadapnya,
utamanya menunjukkan kasih dan membantu apa yang perlu dibantu akan sangat
meringankan penderitaanya. Pada keadaan lupa, lansia biasanya mempunyai
masalah dengan tidur, dan juga tidak menguasai gerakan tot. Ada kalanya karena
susah tidur mereka suka jalan-jalan di malam hari. Kadang-kadang lansia yang 14
pelupa ingin mencar pengalaman atau kebebasan sendiri yang akhirnya hanya
merugikan pribadinya (Takasihaeng, 2002- 23).

Kognitif Lansia

a. Pengertian Kognitif Kognitif adalah perpaduan faktor biologis dan psikologis


yang harus dipertimbangkan dalam perawatan lansia (Ebersole, 2005:111).

b. Faktor Yang Mempengaruhi (Determinan) pada perubahan kognitif lansia.


Menurut Takasihaeng, (2002) determinan yang mempengaruhi perubahan
kognitif lansia diantaranya:

1) Usia lanjut (>65 tahun).


2) Adana riwayat kecelakaan.
3) Pernah mengalami stroke.
4) Hipertensi.
5) Adana penyakit kronis menahun.
6) Adanya penyempitan pembuluh darah di otot.
7) Sering tegang
8) Perasaan seperti tahanan di dalam rumah.
9) Adanya kematian sel-sel otak di neuron karena proses degeneratif.

Menurut Mangoensuprodjo dan Nurhayati (2005) menyatakan bahwa ada enamcara


meningkatkan kemampuan otak, yaitu:

1) Selalu belajar sesuatu yang baru atau mencoba hal-hal yang berbeda setiap
hari. (Penelitian menunjukkan bahwa rasa ingin tahu menjaga otak dan
pikiran seseorang tetap tajam).
2) Melakukan permainan-permainan yang cenderung memeras otak atau
pikiran, seperti: scrabble, catur atau kartu.
3) Mencoba mengerjakan TTS yang ada di surat kabar harian.
4) Membaca artikel-artikel buku atau majalah tentang masalahmasalah yang
menarik.
5) Menghadiri ceramah-ceramah agama, drama, pameran, dan melihat acara-
acara telivisi pendidikan.
6) Mengguanakan bantuan memori, seperti kalender perjanjian pertemuan
dengan seseorang, daftar "yang harus dikerjakan", dan catatan untuk surat
pos.

8. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan lansia


Menurut (Andanawarih, 2018 ) Kesehatan lansia dipengaruhi oleh faktor-
faktor berikut :
1. Faktor ekonomi, lansia dengan kondisi ekonomi rendah akan berpengaruh
pada kemampuannya untuk rutin pemeriksaan kesehatan
2. Faktor keluarga, keluarga yang tinggal atau hidup dengan keluarga yang lebuh
muda dan memperhatikan kesehatannya akan lebih terjaga kondisi kesehatan
dan psikologi lansia tersebut
3. Faktor nutrisi, asupan nutrisi lansia akan berpengaruh pada proses
metabolisme tubuh yang nantinya juga berpengaruh pada kesehatan
4. Faktor pengetahuan, lansia yang memiliki pengetahuan baik mengenai
pentingnya menjaga kesehatan akan berupaya untuk terus menjaga
kesehatannya walaupun sudah tua.

B. Konsep penyakit
1. Definisi

Diabetes adalah penyakit kronis yang ditandai dengan


tingginya kadar gula darah. Glukosa merupakan sumber energi utama bagi sel
tubuh manusia. Akan tetapi, pada penderita diabetes, glukosa tersebut tidak
dapat digunakan oleh tubuh. Kadar gula (glukosa) dalam darah dikendalikan
oleh hormon insulin yang diproduksi pankreas. Namun, pada penderita
diabetes, pankreas tidak mampu memproduksi insulin sesuai kebutuhan
tubuh. Tanpa insulin, sel-sel tubuh tidak dapat menyerap dan mengolah
glukosa menjadi energi. Glukosa yang tidak diserap sel tubuh dengan baik akan
menumpuk dalam darah. Kondisi tersebut dapat menimbulkan berbagai gangguan pada
organ tubuh. Jika tidak terkontrol dengan baik, diabetes dapat menimbulkan komplikasi
yang berisiko mengancam nyawa penderitanya.

Diabetes melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan


metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya
kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid,
dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin
dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel
beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang
responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (who, 2016 )

C. Klasifikasi
Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia) adalah yang sesuaidengan anjuran klasifikasi Diabetes Melitus menurut
American Diabetes Association (ADA) 2005, sebagai berikut :

A. Diabetes Melitus tipe 1 /insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM).

Diabetes melitus tipe I adalah bila tubuh perlu pasokan insulin dari luar,
karena sel-sel beta dari pulau-pulaulangerhans telah mengalami kerusakan,
sehingga pankreas berhenti memproduksi insulin. Kerusakan sel betatersebut
dapat terjadi sejak kecil ataupun setelah dewasa (Lanny, 2007).
Pada Diabetes Melitus tipe 1 ini, terjadi perusakan sel-sel pankreas yang
memproduksi insulin. Kebanyakan penderita Diabetes tipe ini
sudah terdiagnosasejak usia muda. Umumnya pada saat mereka belum mencapai
usia 30 tahun. Karenanya sering juga diabetes inidisebut dengan Diabetes yang bermula
pada usia muda ( juvenile-onset diabetes)

B. Diabetes Melitus tipe 2 / Non-insulin-dependent diabetes mellitus(NIDDM).

Diabetes tipe 2 terjadi jika insulin hasil produksi pankreas tidak cukup atau sel lemak dan
otot tubuh menjadikebal terhadap insulin, sehingga terjadilah gangguan pengiriman gula
ke sel tubuh. Diabetes tipe 2 ini merupakantipe Diabetes yang paling umum dijumpai,
juga sering disebut Diabetes yang dimulai pada masa dewasa, dikenalsebagai NIDDM (
Non-insulin-dependent diabetes melitu). Jenis diabetes ini mewakili sekitar 90 %
dari seluruh kasus diabetes . Diabetes tipe 2 ditandai dengan kerusakan fungsi
sel beta pankreas dan resisten insulin, atau oleh menurunya pengambilan
glukosa oleh jaringan sbagai respons terhadap insulin. Kadar insulin dapat
normal,turun atau meningkat, tapi sekresi insulin terganggu dalam hubungannya
dengan tingkat hiperglikemia. Ini biasanya didiagnosa setelah berusia 30 tahun,
dan 75% dari individu dengan tipe 2 adalah obesitas atau dengan riwayat
obesitas

C. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat,
infeksi,antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik
gangguanendokrin.

D. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)Diabetes yang


terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidapdiabetes

2. Etiologi Diabetes Mellitus


Menurut Nurarif & Kusuma (2015), etiologi diabetes mellitus adalah :
1. Diabetes Mellitus tipe I
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-sel beta
pankreas yang disebabkan oleh :
a. Faktor genetik
Penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
b. Faktor imunologi
Adanya respon autoimun yang merupakan respon abnormal dimana antibodi
terarah padaaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autonium yang menimbulkan
ekstruksi sel beta.

2. Diabetes Mellitus tipe II


Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin. Faktor resiko
yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes mellitus tipe II antara lain :
a. Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun, tetapi pada
usia remaja pun diabetes mellitus dapat terjadi juga pada umur 11 sampai 13
tahun karena sejak awal pankreas tidak menghasilkan insulin.
b. Obesitas
Karena ketidakseimbangan hormon dalam tubuh akan membuat hormon insulin
tidak dapat bekerja secara maksimal dalam menghantar glukosa yang ada dalam
darah. Pengurangan berat badan sering kali dikaitkan dengan perbaikan dalam
sensitivitas insulin dan pemulihan toleransi glukosa. Obesitas terjadi karena
tubuh kelebihan lemak minimal 20% dari berat badan ideal. Menurut Adriani
(2012) obesitas digolongkan menjadi 3 kelompok. Yaitu :

1. Obesitas ringan : kelebihan berat badan 20-40%


2. Obesitas sedang : kelebihan berat badan 41-100%
3. Obesitas berat : kelebihan berat badan >100%

Klasifikasi IMT (Indeks Masa Tubuh) menurut Tjokoprawiro (2015) pencegahan


diabetes ada 2 yaitu :
1. IMT <18,5: BB kurang
2. IMT 18,5-22,9:BB normal
3. IMT >23,0: BB lebih
4. IMT 23,0 – 24,9 : dengan resiko
5. 25,0-29,9 : obesitas I
6. IMT .> 30: obesitas II

4. Patofisiologi
a. Diabetes tipe 1
melibatkan proses destruksi sel penghasil insulin di pankreas, yang disebut sel beta, oleh
sistem imun adaptif. Proses ini didorong oleh interaksi antara faktor genetik seseorang dan
lingkungannya. Kerusakan Sel Pulau Langerhans Pankreas akibat Mekanisme Autoimun,
Hormon yang disintesis oleh sel bet pankreas, yang dikenal sebagai insulin, meregulasi
kadar gula dalam darah dengan memindahkan gula tersebut dari aliran darah ke dalam sel
untuk metabolisme. Hormon lain yang diproduksi oleh sel beta pankreas yang disebut
dengan glukagon juga membantu tubuh dalam proses regulasi kadar gula dalam darah.
penyakit diabetes mellitus tipe 1 muncul karena proses autoimun terhadap sel beta
pankreas. Hal ini mengakibatkan pankreas berhenti memproduksi insulin sehingga terjadi
retensi glukosa di dalam darah. Reaksi inflamasi pada sel beta melibatkan sitokin
proinflamasi IL-1, TNF-α (tumor nekrosis faktor-α) dan INF-γ (interferon-γ) yang diinduksi
oleh limfosit T autoreaktif. Sitokin-sitokin ini mengaktivasi terjadinya apoptosis.Pada tahap
kedua, jumlah autoantibodi sel beta dapat menyebabkan terjadinya masalah pada kadar
gula dalam darah, tetapi masih belum menunjukkan adanya gejala diabetes klinis. Pada
tahap ini sel beta mengalami stress dan kematian.Pada tahap ketiga, autoantibodi sel beta
menjadi lebih dominan dan mulai muncul gejala diabetes yang mana sudah terdapat
resistensi insulin, hipoglikemia atau hiperglikemia, gangguan perilaku dan psikologi, dan
komplikasi diabetes.

b. Diabetes tipe 2
berkaitan dengan kombinasi dari beberapa aspek, seperti penurunan sekresi insulin,
resistensi insulin, dan ominous octet. Pada DM tipe 2, proses ini telah terjadi menahun
sampai akhirnya menimbulkan gejala.Patofisiologi diabetes melitus tipe 2 berhubungan
dengan gangguan homeostasis glukosa, yang berkaitan dengan hormon insulin dan
glukagon. Pada kondisi normal, Insulin disekresikan oleh sel β pankreas saat glukosa kadar
darah meningkat. Insulin menurunkan kadar glukosa darah dengan cara menghambat
produksi glukosa hepar lewat proses glukoneogenesis dan mengaktivasi glikolisis untuk
oksidasi glukosa; meningkatkan uptake glukosa oleh hepar, otot skeletal, jaringan adiposa.
Pada sel α pancreas, insulin juga menghambat sekresi glukagon, sehingga secara tidak
langsung dapat menekan produksi glukosa oleh hati. Diabetes tipe 2 ditandai dengan
kombinasi resistensi insulin dan sekresi insulin yang tidak memadai oleh sel beta pankreas.
Resistensi insulin, yang dikaitkan dengan peningkatan kadar asam lemak bebas (free fatty
acid/FFA) dan sitokin proinflamasi dalam plasma, menyebabkan penurunan transpor
glukosa ke dalam sel otot, peningkatan produksi glukosa hepar, dan peningkatan
pemecahan lemak.

PATHWAY
5. Manifestasi klinik diabetes mielitus
a. Diabetes tipe I
Adapun manifestasi klinis dari diabetes mellitus berdasarkan klasifikasinya yaitu :
1. Diabetes militus tipe I

Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 1 tahun 2015, sebagian
besar penderita DM Tipe 1 mempunyai riwayat perjalanan klinis yang akut. Poliuria,
polidipsia, nokturia, enuresis, penurunan berat badan yang cepat dalam 2-6 minggu
sebelum diagnosis ditegakkan, kadangkadang disertai polifagia dan gangguan
penglihatan. Manifestasi klinis pada diabetes mellitus tipe 1 bergantung pada tingkat
kekurangan insulin dan gejala yang ditimbulkan bisa ringan hingga berat. Orang dengan
DM Tipe 1 membutuhkan sumber insulin eksogen (eksternal) untuk mempertahankan
hidup.

2. Diabetes Mellitus Tipe 2


Penyandang DM tipe 2 mengalami awitan manifestasi yang lambat dan sering kali tidak
menyadari penyakit sampai mencari perawatan kesehatan untuk beberapa masalah lain.
Manifestasi yang biasa muncul yaitu poliuria dan polidipsia, polifagia jarang dijumpai
dan penurunan berat badan tidak terjadi. Manifestasi lain juga akibat hiperglikemia:
penglihatan buram, keletihan, parastesia, dan infeksi kulit (Lemone, Burke, Bauldoff,
2015).

6. Data penunjang
a. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200mg/dl, 2
jam setelah pemberian glukosa.
b. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
c. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat.
d. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I.
e. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal
atau peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
f. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3.
g. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan
hemokonsentrasimerupakan respon terhadap stress atau infeksi.
h. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal.
i. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi(Tipe
II).
j. Urine: gula dan aseton positif.
k. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan daninfeksi
luka.

7. Komplikasi
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (DiabetesMelitus) digolongkan sebagai
akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007)

a. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari
glukosa darah
1. HIPOGLIKEMIA/ KOMA HIPOGLIKEMIA
Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar guladarah yang normal
60-100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan.Salah satu bentuk dari
kegawatan hipoglikemik adalah komahipoglikemik. Pada kasus spoor atau koma
yang tidak diketahui sebabnyamaka harus dicurigai sebagai suatu hipoglikemik
dan merupakan alasanuntuk pembarian glukosa. Koma hipoglikemik biasanya
disebabkan olehoverdosis insulin. Selain itu dapat pula disebabkan oleh karana
terlambatmakan atau olahraga yang berlebih.Diagnosa dibuat dari tanda klinis
dengan gejala hipoglikemikterjadi bila kadar gula darah dibawah 50 mg% atau 40
mg% pada pemeriksaaan darah jari.
2. KETOASIDOSIS DIABETIC (KAD)
a. Pengertian
DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut diabetes mellitus yangditandai
dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis

b. Etiologi
Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yangnyata, yang
dapat disebabkan oleh :Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis
yangdikurangi.Keadaan sakit atau infeksi.Manifestasi pertama pada penyakit
diabetes yang tidakterdiagnosis dan tidak diobati.

c. Patofisiologi
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yangmemasuki sel akan
berkurang juga. disamping itu produksi glukosaoleh hati menjadi tidak
terkendali. Kedua faktor ini akanmenimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya
untuk menghilangkanglukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal
akanmengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit
(sepertinatrium dan kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasiyang
berlebihan (poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dankehilangna elektrolit.
Penderita ketoasidosis diabetik yang beratdapat kehilangan kira-kira 6,5 L air
dan sampai 400 hingga 500mEq natrium, kalium serta klorida selam periode
waktu 24 jam.

d. Tanda dan Gejala

menimbulkan poliuri dan polidipsi (peningktan rasa haus). Disamping itu pasi
endapat mengalami penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakitkepala.
Pasien dengan penurunann volume intravaskuler yang nyatamungkin akan
menderita hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik sebesar 20
mmHg atau lebih pada saat berdiri).

e. Penurunan volume dapat menimbulkan hipotensi yang nyatadisertai denyut


nadi lemah dan cepat.Ketosis dan asidosis yang merupakan ciri
khas diabetesketoasidosis menimbulkan gejala gastrointestinal seperti
anoreksia,mual, muntah dan nyeri abdomen. Nyeri abdomen dan gejala-
gejalafisik pada pemeriksaan dapat begitu berat sehingga tampaknyaterjadi
sesuatu proses intrabdominal yang memerlukan
tindakan pembedahan. Nafas pasien mungkin berbau aseton (bau manisseper
ti buah) sebagai akibat dari meningkatnya kadar badan keton.Selain itu
hiperventilasi (didertai pernapasan yang sangat dalamtetapi tidak berat/sulit)
dapat terjadi. Pernapasan Kussmaul inimenggambarkan upaya tubuh untuk
mengurangi asidosis gunamelawan efek dari pembentukan badan
keton.Perubahan status mental bervariasi antara pasien yang satudan
lainnya. Pasien dapat sadar, mengantuk (letargik) atau koma,hal ini biasanya
tergantung pada osmolaritas plasma (konsentrasi partikel aktif-osmosis)

3. Pemeriksaan Penunjang
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl.Sebagian pasien
mungkin memperlihatkan kadar guka darah yanglebih rendah dan sebagian
lainnya mungkin memeliki kadarsdampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih (yang
biasanya bernagtung pada derajat dehidrasi)Sebagian pasien dapat mengalami
asidosi berat disertai kadarglukosa yang berkisar dari 100- 200 mg/dl, sementara
sebagialainnya mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis diabetikumsekalipun
kadar glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl

Anda mungkin juga menyukai