Intelegentia Question :
a. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal
b. Berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan
psikomotor terjadi perubahan pada daya membayangkan,
karena tekanan-tekanan dari faktor waktu.
3. Perubahan Perubahan Psikososial
Masalah-masalah ini serta reaksi individu terhadapnya
akan sangat beragam, tergantung pada kepribadian individu yang
bersangkutan. Pada saat ini orang yang telah menjalani
kehidupan nya dengan bekerja mendadak diharapkan untuk
menyesuaikan dirinya dengan masa pensiun. Bila ia cukup
beruntung dan bijaksana, mempersiapkan diri untuk masa
pensiun dengan menciptakan bagi dirinya sendiri berbagai
bidang minat untuk memanfaatkan waktunya, masa pensiunnya
akan memberikan kesempatan untuk menikmati sisa hidupnya.
Tetapi bagi banyak pekerja pensiun berarti terputus dari
lingkungan dan teman-teman yang akrab dan disingkirkan untuk
duduk-duduk dirumah atau bermain domino di klub pria lanjut
usia.
Perubahan mendadak dalam kehidupan rutin barang tentu
membuat mereka merasa kurang melakukan kegiatan yang
berguna.
4. Minat
Pada umumnya diakui bahwa minat seseorang berubah
dalam kuantitas maupun kualitas pada masa lanjut usia.
Lazimnya minat dalam aktifitas fisik cendrung menurun dengan
bertambahnya usia. Kendati perubahan minat pada usia lanjut
jelas berhubungan dengan menurunnya kemampuan fisik, tidak
dapat diragukan bahwa hal hal tersebut dipengaruhi oleh faktor-
faktor sosial.
a. Isolasi dan Kesepian
Banyak faktor bergabung sehingga membuat orang lanjut usia
terisolasi dari yang lain. Secara fisik, mereka kurang mampu
mengikuti aktivitas yang melibatkan usaha. Makin menurunnya
kualitas organ indera yang mengakibatkan ketulian, penglihatan
yang makin kabur, dan sebagainya. Selanjutnya membuat orang
lanjut usia merasa terputus dari hubungan dengan orang-orang lain.
Faktor lain yang membuat isolasi makin menjadi lebih parah
lagi adalah perubahan sosial, terutama mengendornya ikatan
kekeluargaan. Bila orang usia lanjut tinggal bersama sanak
saudaranya, mereka mungkin bersikap toleran terhadapnya, tetapi
jarang menghormatinya. Lebih sering terjadi orang lanjut usia
menjadi terisolasi dalam arti kata yang sebenarnya, karena ia hidup
sendiri.
Dengan makin lanjutnya usia, kemampuan mengendalikan
perasaan dengan akal melemah dan orang cendrung kurang dapat
mengekang dari dalam prilakunya. Frustasi kecil yang pada tahap
usia yang lebih muda tidak menimbulkan masalah, pada tahap ini
membangkitkan luapan emosi dan mereka mungkin bereaksi dengan
ledakan amarah atau sangat tersinggung terhadap peristiwa-
peristiwa yang menurut kita tampaknya sepele.
b. Peranan Iman
Menurut proses fisik dan mental pada usia lanjut
memungkinkan orang yang sudah tua tidak begitu membenci
dan merasa kuatir dalam memandang akhir kehidupan
dibanding orang yang lebih muda. Namun demikian, hampir
tidak dapat disangkal lagi bahwa iman yang teguh adalah
senjata yang paling ampuh untuk melawan rasa takut
terhadap kematian. Usia lanjut memang merupakan masa
dimana kesadaran religius dibangkitkan dan diperkuat.
Keyakinan iman bahwa kematian bukanlah akhir tetapi
merupakan permulaan yang baru memungkinkan individu
menyongsong akhir kehidupan dengan tenang dan tentram.
5. Perubahan Spritual.
a. Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam
kehidupan (Maslow,1970)
b. Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini
terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari
(Murray dan Zentner,1970).
c. Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Folwer
(1978), Universalizing, perkembangan yang dicapai pada
tingkat ini adalah berpikir dan bertindak dengan cara
memberikan contoh cara mencintai keadilan.
D. Fokus Keperawatan Gerontik
1. Peningkatan kesehatan (health promotion)
Upaya yang dilakukan adalah memelihara kesehatan dan
mengoptimalkan kondisi lansia dengan menjaga perilaku yang sehat.
Contohnya adalah memberikan pendidikan kesehatan tentang gizi
seimbang pada lansia, perilaku hidup bersih dan sehat serta manfaat olah
raga.
2. Pencegahan penyakit (preventif)
Upaya untuk mencegah terjadinya penyakit karena proses penuaan
dengan melakukan pemeriksaan secara berkala untuk mendeteksi sedini
mungkin terjadinya penyakit, contohnya adalah pemeriksaan tekanan
darah, gula darah, kolesterol secara berkala, menjaga pola makan,
contohnya makan 3 kali sehari dengan jarak 6 jam, jumlah porsi makanan
tidak terlalu banyak mengandung karbohidrat (nasi, jagung, ubi) dan
mengatur aktifitas dan istirahat, misalnya tidur selama 6-8 jam/24 jam.
3. Mengoptimalkan fungsi mental.
Upaya yang dilakukan dengan bimbingan rohani, diberikan ceramah
agama, sholat berjamaah, senam GLO (Gerak Latih Otak) (GLO) dan
melakukan terapi aktivitas kelompok, misalnya mendengarkan musik
bersama lansia lain dan menebak judul lagunya.
4. Mengatasi gangguan kesehatan yang umum.
Melakukan upaya kerjasama dengan tim medis untuk pengobatan
pada penyakit yang diderita lansia, terutama lansia yang memiliki resiko
tinggi terhadap penyakit, misalnya pada saat kegiatan Posyandu Lansia.
Aktivasi sel B
Terbentuk antibodi
Keterbatasan gerak
Gangguan Mobilitas fisik
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Laju endap darah meningkat
b. Protein c-reaktif meningkat
c. Terjadi anemia dan leukositosis
d. Tes serologi faktor reumatoid positif (80% penderita )
2. Aspirasi cairan synovial
Menunjukkan adanya proses inflamasi ( jumlah sel darah putih
>2000µL). Pemeriksaan cairan sendi meliputi pewarnaan garam,
pemeriksaan jumlah sel darah, kultur,gambaran makroskopis.
3. Pemeriksaan radiologi
Menunjukkan adanya pembengkakan jaringan lunak, erosi sendi, dan
osteoporosis tulang yang berdekatan.
G. Pemeriksaan Diagnostik Artritis Reumatoid
1. Pemeriksaan cairan synovial :
a. Warna kuning sampai putih dengan derajat kekeruhan yang
menggambarkan peningkatan jumlah sel darah putih.
b. Leukosit 5.000 – 50.000/mm3, menggambarkan adanya proses inflamasi
yang didominasi oleh sel neutrophil (65%).
c. Rheumatoid factor positif, kadarnya lebih tinggi dari serum dan
berbanding terbalik dengan cairan sinovium.
2. Pemeriksaan darah tepi :
a. Leukosit : normal atau meningkat ( <>3 ). Leukosit menurun bila
terdapat splenomegali; keadaan ini dikenal sebagai Felty’s Syndrome.
b. Anemia normositik atau mikrositik, tipe penyakit kronis.
3. Pemeriksaan kadar sero-imunologi :
a. Rheumatoid factor + Ig M -75% penderita ; 95% + pada penderita
dengan nodul subkutan.
b. Anti CCP antibody positif telah dapat ditemukan pada arthritis
rheumatoid dini.
H. Penatalaksanaan
Ada beberapa penatalaksaan medis ,antara lain (Hidayatus sya’diyah,
2018:212) dan (Asikin, 2013):41:
1. Pengobatan farmakologi
a. Istirahat
b. Latihan fisik
c. Nutrisi : menjaga pola makan seperti :diet rendah purin
d. Mandi dengan air hangat untuk mengurangi nyeri
e. Konsumsi makanan yang tinggi protein dan vitamin
f. Lingkungan yang aman untuk melindungi dari cidera
g. Kompres air es saat kaki bengkak dan kompres air hangat saat
nyeri
I. Komplikasi
Menurut (Sya'diyah, 2018):212 komplikasi yang mungkin muncul adalah:
1. Neuropati perifer memengaruhi saraf yang paling sering terjadi di
tangan dan kaki.
2. Anemia
3. Pada otot terjadi myosis,yaitu proses granulasi jaringan otot.
4. Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli. Trombemboli adalah
adanya sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan oleh adanya
darah yang membeku.
III. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien tergantung pada keparahan dan
keterlibatan organ-organ lainnya (misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal),
tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama
bentuk-bentuk arthritis lainnya.
1. Aktivitas/ istirahat
a. Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres
pada sendi, kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan
simetris. Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu
senggang, pekerjaan, keletihan.
b. Tanda : Malaise Keterbatasan rentang gerak, atrofi otot, kulit, kontraktor/
kelaianan pada sendi.
2. Kardiovaskuler
a. Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten,
sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
3. Integritas ego
a. Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis : finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan. Keputusan dan
ketidakberdayaan ( situasi ketidakmampuan )Ancaman pada konsep diri,
citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya ketergantungan pada orang lain).
4. Makanan/ cairan
a. Gejala : Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/
cairan adekuat: mual, anoreksia Kesulitan untuk mengunyah.
b. Tanda : Penurunan berat badan Kekeringan pada membran mukosa.
5. Hygiene
a. Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan
pribadi. Ketergantungan.
6. Neurosensori
a. Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari
tangan.
b. Tanda : Pembengkakan sendi simetris.
7. Nyeri/ kenyamanan
a. Gejala : Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan
jaringan lunak pada sendi ).
8. Keamanan
a. Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus. Lesi kulit, ulkus
kaki. Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan
rumah tangga. Demam ringan menetap Kekeringan pada meta dan
membran mukosa.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan pelepasan mediator kimia (bradikinin).
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
3. Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas sendi.
4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan gerak.
5. Risiko cedera berhubungan dengan kontraktur sendi.
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat.
C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan pelepasan mediator kimia (bradikinin).
Tujuan
Dalam waktu 2 x 60 menit setelah diberikan tindakan keperawatan skala
nyeri berkurang
Kriteria Hasil
a. Skala nyeri berkurang
b. Pasien dapat beristirahat
c. Ekspresi meringis (-)
d. TTV dalam batas normal (TD : 120-140/60-80 mmHg, N : 60-100, RR :
16-24 x/menit, T : 36,5-37,5°C)
Intervensi
MANDIRI
a. Kaji keluhan nyeri, kualitas, lokasi, intensitas dan waktu. Catat faktor
yang mempercepat dan tanda rasa sakit nonverbal.
R/ Membantu menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan
program.
b. Pantau TTV pasien.
R/ Mengetahui kondisi umum pasien
c. Berikan posisi nyaman waktu tidur/duduk di kursi. Tingkatkan istirahat
di tempat tidur sesuai indikasi.
R/ Penyakit berat/eksaserbasi, tirah baring diperlukan untuk membatasi
nyeri atau cedera sendi.
Kriteria Hasil:
a. Mempertahankan fungsi posisi dengan pembatasan kontraktur.
b. Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/atau
kompensasi bagian tubuh.
c. Mendemostrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan
aktivitas.
Intervensi:
MANDIRI
a. Evaluasi pemantauan tingkat inflamasi/rasa sakit pada sendi.
R/ Tingkat aktivitas atau latihan tergantung dari perkembangan proses
inflamasi.
b. Pertahankan tirah baring/duduk. Jadwal aktivitas untuk memberikan
periode istirahat terus-menerus dan tidur malam hari.
R/ Istirahant sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh
fase penyakit untuk mencegah kelelahan, mempertahankan kekuatan.
c. Bantu rentang gerak aktif/pasif, latihan resistif dan isometrik.
R/ Meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina.
d. Dorong klien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri
serta berjalan.
R/ Memaksimalkan fungsi sendi, mempertahankan mobilitas.
KOLABORASI
e. Konsul dengan ahli terapi fisik atau okupasi dan spesialis vokasional.
R/ Memformulasi program latihan berdasarkan kebutuhan individual
dan mengidentifikasi bantuan mobilitas.
f. Berikan obat sesuai indikasi (Steroid)
R/ Menekan inflamasi sistemik
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan deformitas sendi.
Tujuan:
Dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan tindakan keperawatan pasien
menerima perubahan tubuh.
Kriteria Hasil:
a. Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan
untuk menghadapi penyakit, perubahan gaya hidup dan kemungkinan
keterbatasan.
b. Menerima perubahan tubuh dan mengintegrasikan ke dalam konsep
diri.
c. Mengembangkan keterampilan perawatan diri agar dapat berfungsi
dalam masyarakat.
Intervensi:
MANDIRI
a. Dorong pengungkapan mengenai proses penyakit dan harapan masa
depan.
R/ Berikan kesempatan mengidentifiaksi rasa takut/kesalahan konsep
dan menhadapi secara langsung.
b. Bantu pasien mengekspresikan perasaan kehilangan.
R/ Untuk mendapatkan dukungan proses berkabung yang adaptif.
c. Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal/terlalu
memperhatikan tubuh.
R/ Menunjukkan emosional/metode koping maladaptif sehingga
membutuhkan intervensi lebih lanjut/dukungan psikologis.
d. Bantu dengan kebutuhan perawatan yang diperlukan.
R/ Mempertahankan penampilan yang meningkatkan citra diri.
KOLABORASI
e. Rujuk pada konseling psikiatri (misal perawat spesialis psikiatri,
psikologi, pekerja sosial)
R/ Pasien/keluarga membutuhkan dukungan selama berhadapan dnegan
proses jangka panjang.
f. Berikan obat sesuai indikasi (misal antiansietas)
R/ Dibutuhkan saat munculnya depresi hebat sampai pasien dapat
menggunakan kemampuan koping efektif.
4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan gerak.
Tujuan:
Dalam waktu 1 x 60 menit setelah diberikan tindakan keperawatan pasien
dapat melaksanakan aktivitas perawatan diri.
Kriteria Hasil:
a. Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten
dengan kemampuan individual.
b. Mendemonstrasikan perubahan teknik atau gaya hidup untuk memenuhi
kebutuhan perawatan diri.
c. Mengidentifikasikan sumber pribadi atau komunitas yang dapat
memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Intervensi:
MANDIRI
a. Kaji respons emosional pasien terhadap kemampuan merawat diri yang
menurun dan diberi dukungan emosional.
R/ Perubahan kemampuan merawat diri dapat membangkitkan perasaan
cemas dan frustasi, dimana dapat mengganggu kemampuan lebih lanjut.
b. Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan.
R/ Mendukung kemandirian fisik dan emosional.
c. Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi
modifikasi lingkungan.
R/ Meningkatkan kemandirian yang akan meningkatkan harga diri.
d. Beri dorongan agar berpartisipasi dalam merawat diri. Aktivitas yang
terjadwal memungkinkan waktu untuk merawat diri.
R/ Partisipasi pasien dalam merawat diri meningkatkan harga diri dan
menurunkan perasaan ketergantungan.
KOLABORASI
e. Konsultasi dengan ahli terapi okulasi
R/ Menentukan alat bantu memenuhi kebutuhan individu.
Aspiani. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. Jakarta: Trans Info
Media.
Lukman & Nurna Ningsih. 2013. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika
Sya'diyah. 2018. Keperawatan Lanjut Usia Teori dan Aplikasi. Sidoarjo: Indomedia
Pustaka.
Tartowo & Wartonah. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta.