Anda di halaman 1dari 47

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA LANSIA TN.

C
DENGAN HIPERTENSI DI RUANG INTENSIF CARE UNIT
RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS

Disusun untuk memenuhi Tugas Profesi Ners Stase Keperawatan Gerontik


Dosen Pengampu: Heriyanti Widyningsih, S.Kep., Ns., M.Kep

DISUSUN OLEH :
OKTAVIA CHANDRA EKA PUTRA
202103075

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN
CENDEKIA UTAMA KUDUS
2022
BAB I
TINJAUAN TEORI

A. Lanjut Usia
1. Pengertian lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998
tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai
usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008). Berdasarkan defenisi secara umum,
seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia
bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan
yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres
lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini
berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan
kepekaan secara individual (Efendi, 2009).
2. Batasan lansia
Departemen Kesehatan RI (dalam Mubarak et all, 2006) membagi lansia
sebagai berikut:
a. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas
b. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium
c. Kelompok usia lanjut (65 tahun >) sebagai senium
Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan umur
yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut:
a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2
yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam
puluh) tahun ke atas”.
b. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat
kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut usia
(elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat
tua (very old) ialah di atas 90 tahun.
c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu : pertama
(fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40-55 tahun, ketiga
(fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup
usia. d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric
age): > 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi
menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan
very old ( > 80 tahun) (Efendi, 2009).
3. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia
Menurut Mubarak et all (2006), perubahan yang terjadi pada lansia meliputi
perubahan kondisi fisik, perubahan kondisi mental, perubahan psikososial, perubahan
kognitif dan perubahan spiritual.
a. Perubahan kondisi fisik meliputi perubahan tingkat sel sampai ke semua organ
tubuh, diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler,
sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastrointestinal, genitourinaria,
endokrin dan integumen.
1) Keseluruhan
Berkurangnya tinggi badan dan berat badan, bertambahnya fat-to-lean body
mass ratio dan berkuranya cairan tubuh.
b. Sistem integumen
Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan kurang elastis
karena menurunnya cairan dan hilangnya jaringan adiposa, kulit pucat dan
terdapat bintik-bintik hitam akibat menurunnya aliran darah ke kulit dan
menurunnya sel-sel yang memproduksi pigmen, kuku pada jari tangan dan kaki
menjadi tebal dan rapuh, pada wanita usia > 60 tahun rambut wajah meningkat,
rambut menipis atau botak dan warna rambut kelabu, kelenjar keringat
berkurang jumlah dan fungsinya. Fungsi kulit sebagai proteksi sudah menurun
1) Temperatur tubuh
Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme yang menurun,
keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang
banyak diakibatkan oleh rendahnya aktifitas otot.
2) Sistem muskular
Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang, pengecilan otot
akibat menurunnya serabut otot, pada otot polos tidak begitu terpengaruh.
3) Sistem kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa
darah menurun 1% per tahun. Berkurangnya cardiac output, berkurangnya
heart rate terhadap respon stres, kehilangan elastisitas pembuluh darah,
tekanan darah meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah
perifer, bertaTn. Sanjang dan lekukan, arteria termasuk aorta, intima
bertambah tebal, fibrosis.
4) Sistem perkemiha
Ginjal mengecil, nephron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun
sampai 50 %, filtrasi glomerulus menurun sampai 50%, fungsi tubulus
berkurang akibatnya kurang mampu mempekatkan urin, BJ urin menurun,
proteinuria, BUN meningkat, ambang ginjal terhadap glukosa meningkat,
kapasitas kandung kemih menurun 200 ml karena otot-otot yang melemah,
frekuensi berkemih meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan pada pria
akibatnya retensi urin meningkat, pembesaran prostat (75% usia di atas 65
tahun), bertambahnya glomeruli yang abnormal, berkurangnya renal blood
flow, berat ginjal menurun 39-50% dan jumlah nephron menurun,
kemampuan memekatkan atau mengencerkan oleh ginjal menurun.
5) Sistem pernafasan
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya
aktifitas cilia, berkurangnya elastisitas paru, alveoli ukurannya melebar dari
biasa dan jumlah berkurang, oksigen arteri menurun menjadi 75 mmHg,
berkurangnya maximal oxygen uptake, berkurangnya reflek batuk.
6) Sistem gastrointestinal
Kehilangan gigi, indera pengecap menurun, esofagus melebar, rasa lapar
menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan lambung menurun,
peristaltik melemah sehingga dapat mengakibatkan konstipasi, kemampuan
absorbsi menurun, produksi saliva menurun, produksi HCL dan pepsin
menurun pada lambung.
7) Rangka tubuh
Osteoartritis, hilangnya bone substance.
8) Sistem penglihatan
Korne lebih berbentuk sferis, sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya
respon terhadap sinar, lensa menjadi keruh, meningkatnya ambang
pengamatan sinar (daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah
melihat cahaya gelap), berkurangnya atau hilangnya daya akomodasi,
menurunnya lapang pandang (berkurangnya luas pandangan, berkurangnya
sensitivitas terhadap warna yaitu menurunnya daya membedakan warna
hijau atau biru pada skala dan depth perception).
9) Sistem pendengaran
Presbiakusis atau penurunan pendengaran pada lansia, membran timpani
menjadi atropi menyebabkan otoklerosis, penumpukan serumen sehingga
mengeras karena meningkatnya keratin, perubahan degeneratif osikel,
bertambahnya obstruksi tuba eustachii, berkurangnya persepsi nada tinggi.
10) Sistem syaraf
Berkurangnya berat otak sekitar 10-20%, berkurangnya sel kortikol, reaksi
menjadi lambat, kurang sensitiv terhadap sentuhan, berkurangnya aktifitas
sel T, hantaran neuron motorik melemah, kemunduran fungsi saraf otonom.
11) Sistem endokrin
Produksi hampir semua hormon menurun, berkurangnya ATCH, TSH, FSH
dan LH, menurunnya aktivitas tiroid akibatnya basal metabolisme menurun,
menurunnya produksi aldosteron, menurunnya sekresi hormon gonads yaitu
progesteron, estrogen dan aldosteron. Bertambahnya insulin, norefinefrin,
parathormon.
12) Sistem reproduksi
Selaput lendir vagina menurun atau kering, menciutnya ovarie dan uterus,
atropi payudara, testis masih dapat memproduksi, meskipun adanya
penurunan berangsur-angsur dan dorongan seks menetap sampai di atas usia
70 tahun, asal kondisi kesehatan baik, penghentian produksi ovum pada saat
menopause.
13) Daya pengecap dan pembauan
Menurunnya kemampuan untuk melakukan pengecapan dan pembauan,
sensitivitas terhadap empat rasa menurun yaitu gula, garam, mentega, asam,
setelah usia 50 tahun.
c. Perubahan kondisi mental
Pada umumnya usia lanjut mengalami penurunan fungsi kognitif dan
psikomotor. Dari segi mental emosional sering muncul perasaan pesimis,
timbulnya perasaan tidak aman dan cemas, adanya kekacauan mental akut,
merasa terancam akan timbulnya suatu penyakit atau takut diterlantarkan karena
tidak berguna lagi. Faktor yang mempengaruhi perubahan kondisi mental yaitu:
1) Perubahan fisik, terutama organ perasa
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan (hereditas)
5) Lingkungan
6) Gangguan syaraf panca indera
7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan
8) Kehilangan hubungan dengan teman dan famili
9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri.
d. Perubahan psikososial
Pada saat ini orang yang telah menjalani kehidupannya dengan bekerja
mendadak diharapkan untuk menyesuaikan dirinya dengan masa pensiun. Bila ia
cukup beruntung dan bijaksana, mempersiapkan diri untuk pensiun dengan
menciptakan minat untuk memanfaatkan waktu, sehingga masa pensiun
memberikan kesempatan untuk menikmati sisa hidupnya. Tetapi banyak pekerja
pensiun berarti terputus dari lingkungan dan teman-teman yang akrab dan
disingkirkan untuk duduk-duduk di rumah. Perubahan psikososial yang lain
adalah merasakan atau sadar akan kematian, kesepian akibat pengasingan diri
lingkungan sosial, kehilangan hubungan dengan teman dan keluarga, hilangnya
kekuatan dan ketegangan fisik, perubahan konsep diri dan kematian pasangan
hidup.
e. Perubahan kognitif
Perubahan fungsi kognitif di antaranya adalah:
1) Kemunduran umumnya terjadi pada tugas-tugas yang membutuhkan
kecepatan dan tugas tugas yang memerlukan memori jangka pendek.
2) Kemampuan intelektual tidak mengalami kemunduran.
3) Kemampuan verbal dalam bidang vokabular (kosakata) akan menetap bila
tidak ada penyakit.
f. Perubahan spiritual
1) Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya.
2) Lanjut usia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat
dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari.
Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Fowler: universalizing,
perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berfikir dan bertindak
dengan cara memberikan contoh cara mencintai dan keadilan

B. Hipertensi
1. Pengertian Hipertensi
Tekanan darah yaitu jumlah gaya yang diberikan oleh darah di bagian dalam
arteri saat darah dipompa ke seluruh sistem peredaran darah. Tekanan darah tidak
pernah konstan. Tekanan darah dapat berubah drastis dalam hitungan detik dan
menyesuaikan diri dengan tuntutan pada saat itu (Herbert Benson,dkk,2012).
Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan tekanan darah tinggi adalah penyakit
kronik akibat desakan darah yang berlebihan dan hampir tidak konstan pada arteri.
Tekanan dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah. Hipertensi
berkaitan dengan meningkatnya tekanan pada arterial sistemik baik diastolik maupun
sistolik atau kedua-duanya secara terus-menerus (Sutanto,2010).
2. Klasifikasi Hipertensi
WHO (World Health Organization) dan ISH (International Society of
Hypertension) mengelompokan hipertensi sebagai berikut:
Tabel 1.1. Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO – ISH
Kategori Tekanan darah Tekanan darah
sistol (mmHg) diastol (mmHg)
Optimal <120 <80
Normal <130 <85
Normal-tinggi 130-139 85-89
Grade 1 (hipertensi ringan) 140-149 90-99
Sub group (perbatasan) 150-159 90-94
Grade 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109
Grade 3 (hipertensi berat) >180 >110
Hipertensi sistolik terisolasi ≥140 <90
Sub-group (perbatasan) 140-149 <90

Sumber: (Suparto, 2010)


3. Jenis Hipertensi

Menurut Herbert Benson, dkk, berdasarkan etiologinya hipertensi dibedakan menjadi


dua, yaitu:
a. Hipertensi esensial (hipertensi primer atau idiopatik) adalah hipertensi yang
tidak jelas penyebabnya. Hal ini ditandai dengan terjadinya peningkatan kerja
jantung akibat penyempitan pembuluh darah tepi. Lebih dari 90% kasus
hipertensi termasuk dalam kelompok ini. Penyebabnya adalah multifaktor, terdiri
dari faktor genetik, gaya hidup, dan lingkungan.
b. Hipertensi sekunder, merupakan hipertensi yang disebabkan oleh penyakit
sistemik
lainyaitu, seperti renal arteri stenosis, hyperldosteronism, hyperthyroidism,pheoc
hromocytoma, gangguan hormon dan penyakit sistemik lainnya (Herbert Benson,
dkk, 2012).

4. Gejala Hipertensi

Gejala-gejala hipertensi, yaitu: sakit kepala, mimisan, jantung berdebar-


debar, sering buang air kecil di malam hari, sulit bernafas, mudah lelah, wajah
memerah, telinga berdenging, vertigo, pandangan kabur. Pada orang yang
mempunyai riwayat hipertensi kontrol tekanan darah melalui barorefleks tidak
adekuat ataupun kecenderungan yang berlebihan akan terjadi vasokonstriksi perifer
yang akan menyebabkan terjadinya hipertensi temporer (Kaplan N.M, 2010).

5. Patofisiologi Hipertensi

Peningkatan curah jantung dapat terjadi melalui 2 cara yaitu peningkatan


volume cairan (preload) dan rangsangan syaraf yang mempengaruhi kontraktilitas
jantung.
6. Pathway Hipertensi

Faktor predisposisi: usia, jenis kelamin, stress, kurang


olahraga, genetik, konsentrasi garam.

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan struktur

Penyumbatan pembuluh darah

vasokonstriksi

Gangguan sirkulasi

otak

Resistensi pembuluh darah otak

Nyeri tengkuk/kepala

Gangguan pola tidur

Sumber : Huda Nurarif & Kusuma H., (2015)

7. Komplikasi Hipertensi
a. Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terkena tekanan darah.
b. Dapat terjadi infrak miokardium apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak
menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang
menghambat aliran darah melalui pembuluh tersebut.
c. Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler-kapiler ginjal, glomelurus. Dengan rusaknya glomelurus, darah akan
mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat
berlanjut menjadi hipoksik dan kematian.
d. Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna.
Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan
kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang interstisium di seluruh susunan
saraf pusat (Huda Nurarif & Kusuma H, 2015).
8. Cara Pencegahan Hipertensi
a. Penurunan berat badan
b. Mengurangi tingkat stress
c. Olahraga
d. Mengontrolkan diri rutin jika mempunyai riwayat hipertensi keturunan(Huda
Nurarif & Kusuma H, 2015).
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viscositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti
hipokoagulabilitas, anemia.
2) BUN/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/ fungsi ginjal.
3) Glukosa: hiperglikemi ( DM adalah pencetus hipertensi) dapat di akibatkan
oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
4) Urinalisa: darah, protein, glucosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal dan
adanya DM.
b. CT Scan: mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
c. RKG: dapat menunjukan pola regangan dimana luas, peninggian gelombang P
adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
d. IUP: mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti batu ginjal, perbaikan ginjal.
e. Photo dada: menunjukan destruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran
jantung(Huda Nurarif & Kusuma H, 2015).
10. Penatalaksanaan Hipertensi
Penanganan hipertensi dibagi menjadi dua yaitu:
a. Penanganan secara farmakologi
Pemberian obat deuretik, betabloker, antagonis kalsium, golongan penghambat
konversi rennin angiotensi(Huda Nurarif & Kusuma H, 2015).
b. Penanganan secara non-farmakologi
1) Pemijatan untuk pelepasan ketegangan otot, meningkatkan sirkulasi darah,
dan inisiasi respon relaksasi. Pelepasan otot tegang akan meningkatkan
keseimbangan dan koordinasisehingga tidur bisa lebih nyenyak dan sebagai
pengobat nyeri secara non-farmakologi.
2) Menurunkan berat badan apabila terjadi gizi berlebih (obesitas).
3) Meningkatkan kegiatan atau aktifitas fisik.
4) Mengurangi asupan natrium.
5) Mengurangi konsumsi kafein dan alkohol (Widyastuti, 2015).
C. Insomnia
1. Pengertian
Insomnia adalah ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur baik
kualitas maupun kuantitas.Jenis insomnia ada 3 macam yaitu insomnia inisial atau
tidak dapat memulai tidur, insomnia intermitten atau tidak bisa mempertahankan
tidur atau sering terjaga dan insomnia terminal atau bangun secara dini dan tidak
dapat tidur kembali (Potter, 2005).
Untuk menyembuhkan insomnia, maka terlebih dahulu harus dikenali
penyebabnya.Artinya, kalau disebabkan penyakit tertentu, maka untuk mengobatinya
maka penyakitnya yang harus disembuhkan terlebih dahulu (Aman, 2005).
2. Penyebab Insomnia
Sebab-sebab terjadinya insomnia antara lain :
a. Suara atau bunyi : Biasanya orang dapat menyesuaikan dengan suara atau bunyi
sehingga tidak mengganggu tidurnya. Misalnya seseorang yang takut diserang
atau dirampok, pada malam hari terbangun berkali-kali hanya suara yang halus
sekalipun.
b. Suhu udara : Kebanyakan orang akan berusaha tidur pada suhu udara yang
menyenangkan bagi dirinya. Bila suhu udara rendah memakai selimut dan bila
suhu tinggi memakai pakaian tipis, insomnia ini sering dijumpai didaerah tropic.
c. Tinggi suatu daerah ; Insomnia merupakan gejala yang sering dijumpai pada
mountain sickness (mabuk udara tipis), terjadi pada pendaki gunung yang lebih
dari 3500 meter diatas permukaan air laut.
d. Penggunaan bahan yang mengganggu susunan saraf pusat : insomnia dapat
terjadi karena penggunaan bahan-bahan seperti kopi yang mengandung kafein,
tembakau yang mengandung nikotin dan obatobat pengurus badan yang
mengandung anfetamin atau yang sejenis.
e. Penyakit psikologi : Beberapa penyakit psikologi ditandai antara lain dengan
adanya insomnia seperti pada gangguan afektif, gangguan neurotic, beberapa
gangguan kepribadian, gangguan stress pascatrauma dan lain-lain (Joewana,
2006).
3. Tipe-tipe insomnia
Insomnia terdiri atas tiga tipe :
a. Tidak bisa masuk atau sulit masuk tidur yang disebut juga insomniainisial
dimana keadaan ini sering dijumpai pada orang-orang muda.Berlangsung selama
1-3 jam dan kemudian karena kelelahan iabias tertidur juga. Tipe insomnia ini
bisa diartikan ketidakmampuanseseorang untuk tidur.
b. Terbangun tengah malam beberapa kali, tipe insomnia ini dapat masuktidur
dengan mudah, tetapi setelah 2-3 jam akan terbangun dan tertidurkembali,
kejadian ini dapat terjadi berulang kali. Tipe insomnia inidisebut jaga intermitent
insomnia.
c. Terbangun pada waktu pagi yang sangat dini disebut juga insomniaterminal,
dimana pada tipe ini dapat tidur dengan mudah dan cukupnyenyak, tetapi pada
saat dini hari sudah terbangun dan tidak dapat tidur lagi (Erry 2000)
4. Dampak Insomnia
Insomnia dapat memberi efek pada kehidupan seseorang, antara lain :
a. Efek fisiologis : Karena kebanyakan insomnia diakibatkan oleh stress
b. Efek psikologis : Dapat berupa gangguan memori, gangguanberkonsentrasi,
kehilangan motivasi, depresi dan lain-lain.
c. Efek fisik/somatic : Dapat berupa kelelahan, nyeri otot, hipertensi dan
sebagainya.
d. Efek sosial : Dapat berupa kualitas hidup yang terganggu, seperti susah
mendapat promosi pada lingkungan kerjanya, kurang bisa menikmatihubungan
sosial dan keluarga.
e. Kematian orang yang tidur kurang dari 5 jam semalam memiliki angka harapan
hidup lebih sedikit dari orang yang tidur 7-8 jam semalam.
Hal ini mungkin disebabkan karena penyakit yang mengindiksi insomnia yang
memperpendek angka harapan hidup atau karena higharousal state yang terdapat
pada insomnia. Selain itu, orang yangmenderita insomnia memiliki kemungkinan
2 kali lebih besar untuk mengalami kecelakaan lalu lintas jika dibandingkan
dengan orangyang normal (Turana, 2007).
D. Resiko Jatuh
1. Definisi
Jatuh sering terjadi atau dialami oleh usia lanjut. Banyak faktor berperan di
dalamnya, baik faktor intrinsic dalam diri lansia tersebut seperti gangguan gaya
berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkope dan dizzines,
serta faktor ekstrinsik seperti lantai yang licin dan tidak rata, tersandung benda-
benda, penglihatan kurang karena cahaya kurang terang, dan sebagainya.
Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata, yang
melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai /
tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Reuben,
1996 ).
2. Prevalensi
Berdasar survai di masyarakat AS, Tinetti ( 1992 ) mendapatkan sekitar 30%
lansia umur lebih dari 65 tahun jatuh setiap tahunnya, separuh dari angka tersebut
mengalami jatuh berulang.
Reuben dkk ( 1996 ) mendapatkan insiden jatuh di masyarakat AS pada
umum lebih dari 65 tahun berkisar ⅓ populasi lansia setiap tahun, dengan rata-rata
jatuh 0,6/orang. Insiden di rumah – rumah perawatan (nursing home) 3 kali lebih
banyak ( Tinetti, 1992 ). 5 % dari penderita jatuh ini mengalami patah tulang atau
memerlukan perawatan di rumah sakit.
Kane dkk ( 1994 ) mendapatkan dari survai masyarakat di AS ⅓ lansia umur
lebih dari 65 tahun menderita jatuh setiap tahunnya dan sekitar 1/40 memerlukan
perawatan rumah sakit. Sedangkan di rumah – rumah perawatan sekitar 50%
penghuninya mengalami jatuh dengan akibat antara 10 – 25%nya memerlukan
perawatan di rumah sakit.
3. Morbiditas
Kecelakan merupakan penyebab kematian no.6 di Amerika Serikat tahun
1992, dan no.5 pada 1994 untuk penderita lansia, 2/3 nya akibat jatuh. Kematian
akibat jatuh sangat sulit diidentifikasi karena sering tidak disadari oleh keluarga atau
dokter pemeriksanya, sebaliknya jatuh juga bisa merupakan akibat penyakit lain
misalnya serangan jantung mendadak. (Tinetty, 1992).
Fraktur kolum femoris merupakan merupakan komplikasi utama akibat jatuh
pada lansia, diderita oleh 200.000 lebih lansia di AS pertahun, sebagian besar wanita.
Di estimasikan 1% lansia yang jatuh akan mengalami fraktur kolum femoris, 5%
akan mengalami fraktur tulang lain seperti iga, humerus, pelvis dan lain-lain, 5%
akan mengalami perlukaan jaringan lunak. Perlukaan jaringan lunak yang serius
seperti subdural hematom, hemarthroses, memar dan keseleo otot juga sering
merupakan komplikasi akibat jatuh.( Kane et al, 1994 ).
Fraktur kolum femoris merupakan fraktur yang berhubungan dengan proses
menua dan osteoporosis. Wanita mempunyai risiko tinggi dibanding laki – laki untuk
terjadinya fraktur dan perlukaan akibat jatuh.Risiko untuk terjadinya perlukaan akibat
jatuh merupakan efek gabungan dari penurunan respon perlindungan diri ketika jatuh
dan besar kekuatan terbantingnya (Reuben, 1996).
4. Faktor Resiko
Untuk dapat memahami faktor risiko jatuh, maka harus dimengerti bahwa
stabilitas badan ditentukan atau dibentuk oleh:
a. Sistem sensori
Yang berperan di dalamnya adalah: visus ( penglihatan ), pendengaran, fungsi
vestibuler, dan proprioseptif. Semua gangguan atau perubahan pada mata akan
menimbulkan gangguan penglihatan. Semua penyakit telinga akan menimbulkan
gangguan pendengaran. Vertigo tipe perifer sering terjadi pada lansia yang
diduga karpena adanya perubahan fungsi vestibuler akibat proses manua.
Neuropati perifer dan penyakit degeneratif leher akan mengganggu fungsi
proprioseptif ( Tinetti, 1992 ). Gangguan sensorik tersebut menyebabkan hampir
sepertiga penderita lansia mengalami sensasi abnormal pada saat dilakukan uji
klinik.
b. Sistem saraf pusat ( SSP )
SSP akan memberikan respon motorik untuk mengantisipasi input sensorik.
Penyakit SSP seperti stroke, Parkinson, hidrosefalus tekanan normal, sering
diderita oleh lansia dan menyebabkan gangguan fungsi SSP sehingga berespon
tidak baik terhadap input sensorik ( Tinetti, 1992 ).
c. Kognitif
Pada beberapa penelitian, dementia diasosiasikan dengan meningkatkan risiko
jatuh.
d. Muskuloskeletal ( Reuben, 1996; Tinetti, 1992; Kane, 1994; Campbell, 1987;
Brocklehurs, 1987 ).
e. Faktor ini disebutkan oleh beberapa peneliti merupakan faktor yang benar –
benar murni milik lansia yang berperan besar terhadap terjadinya
jatuh.Gangguan muskuloskeletal. Menyebabkan gangguan gaya berjalan (gait)
dan ini berhubungan dengan proses menua yang fisiologis. Gangguan gait yang
terjadi akibat proses menua tersebut antara lain disebabkan oleh:
1) Kekakuan jaringan penghubung
2) Berkurangnya massa otot
3) Perlambatan konduksi saraf
4) Penurunan visus / lapang pandang
5) Kerusakan proprioseptif
Yang kesemuanya menyebabkan:
1) Penurunan range of motion ( ROM ) sendi
2) Penurunan kekuatan otot, terutama menyebabkan kelemahan ekstremitas
bawah
3) Perpanjangan waktu reaksi
4) Kerusakan persepsi dalam
5) Peningkatan postural sway ( goyangan badan )
Semua perubahan tersebut mengakibatkan kelambanan gerak,
langkah yang pendek, penurunan irama, dan pelebaran bantuan basal.Kaki
tidak dapat menapak dengan kuat dan lebih cenderung gampang goyah.
Perlambatan reaksi mengakibatkan seorang lansia susah / terlambat
mengantisipasi bila terjadi gangguan seperti terpleset, tersandung, kejadian
tiba – tiba, sehingga memudahkan jatuh.
5. Penyebab Jatuh Pada Lansia
Penyebab jatuh pada lansia biasanya merupakan gabungan beberapa faktor,
antara lain: ( Kane, 1994; Reuben , 1996; Tinetti, 1992; campbell, 1987; Brocklehurs,
1987 ).
a. Kecelakaan : merupakan penyebab jatuh yang utama ( 30 – 50% kasus jatuh
lansia ), Murni kecelakaan misalnya terpeleset, tersandung.
b. Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan – kelainan akibat
proses menua misalnya karena mata kurang awas, benda – benda yang ada di
rumah tertabrak, lalu jatuh, nyeri kepala dan atau vertigo, hipotensi orthostatic,
hipovilemia / curah jantung rendah, disfungsi otonom, penurunan kembalinya
darah vena ke jantung, terlalu lama berbaring, pengaruh obat-obat hipotensi,
hipotensi sesudah makan.
c. Obat – obatan
1) Diuretik / antihipertensi
2) Antidepresen trisiklik
3) Sedativa
4) Antipsikotik
5) Obat – obat hipoglikemia
6) Alkohol
d. Proses penyakit yang spesifik
Penyakit – penyakit akut seperti :
1) Kardiovaskuler : – aritmia
2) stenosis aorta
3) sinkope sinus carotis
4) Neurologi : – TIA
5) Stroke
6) Serangan kejang
7) Parkinson
8) Kompresi saraf spinal karena spondilosis
9) Penyakit serebelum
10) Idiopatik ( tak jelas sebabnya)
11) Sinkope : kehilangan kesadaransecara tiba-tiba
a) Drop attack ( serangan roboh )
b) Penurunan darah ke otak secara tiba – tiba
c) Terbakar matahari
6. Faktor Lingkungan Yang Sering Dihubungkan Dengan Kecelakaan Pada
Lansia
a. Alat – alat atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua, tidak stabil, atau
tergeletak di bawah
b. tempat tidur atau WC yang rendah / jongkok
c. tempat berpegangan yang tidak kuat / tidak mudah dipegang
d. Lantai yang tidak datar baik ada trapnya atau menurun
e. Karpet yang tidak dilem dengan baik, keset yang tebal / menekuk pinggirnya,
dan benda-benda alas lantai yang licin atau mudah tergeser
f. Lantai yang licin atau basah
g. Penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan)
h. Alat bantu jalan yang tidak tepat ukuran, berat, maupun cara penggunaannya.
7. Faktor Situasional Yang Mungkin Mempresipitasi Jatuh
( Reuben, 1996; Campbell, 1987 )
a. Aktivitas
Sebagian besar jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas biasa seperti
berjalan, naik atau turun tangga, mengganti posisi. Hanya sedikit sekali ( 5% ),
jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas berbahaya seperti mendaki
gunung atau olahraga berat. Jatuh juga sering terjadi pada lansia dengan banyak
kegiatan dan olahraga, mungkin disebabkan oleh kelelahan atau terpapar bahaya
yang lebih banyak. Jatuh juga sering terjadi pada lansia yang imobil ( jarang
bergerak ) ketika tiba – tiba dia ingin pindah tempat atau mengambil sesuatu
tanpa pertolongan.
b. Lingkungan
Sekitar 70% jatuh pada lansia terjadi di rumah, 10% terjadi di tangga, dengan
kejadian jatuh saat turun tangga lebih banyak dibanding saat naik, yang lainnya
terjadi karena tersandung / menabrak benda perlengkapan rumah tangga, lantai
yang licin atau tak rata, penerangan ruang yang kurang
c. Penyakit Akut
Dizzines dan syncope, sering menyebabkan jatuh. Eksaserbasi akut dari penyakit
kronik yang diderita lansia juga sering menyebabkan jatuh, misalnya sesak nafas
akut pada penderita penyakit paru obstruktif menahun, nyeri dada tiba – tiba
pada penderita penyakit jantung iskenmik, dan lain – lain.
8. Komplikasi
Jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi – komplikasi seperti : ( Kane,
1994; Van – der – Cammen, 1991 )
a. Perlukaan ( injury )
1) Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robek atau
tertariknya jaringan otot, robeknya arteri / vena.
2) Patah tulang ( fraktur ) : Pelvis, Femur ( terutama kollum ), humerus, lengan
bawah, tungkai bawah, kista.
3) Hematom subdural
b. Perawatan rumah sakit
1) Komplikasi akibat tidak dapat bergerak ( imobilisasi )
2) Risiko penyakit – penyakit iatrogenic
c. Disabilitas
1) Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik
2) Penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan kepercayaan diri, dan
pembatasan gerak
3) Resiko untuk dimasukkan dalam rumah perawatan ( nursing home )
4) Kematian
9. Pencegahan
Usaha pencegahan merupakan langkah yang harus dilakukan karena bila
sudah terjadi jatuh pasti terjadi komplikasi, meskipun ringan tetap memberatkan.
Ada 3 usaha pokok untuk pencegahan, antara lain : ( Tinetti, 1992; Van – der –
Cammen, 1991; Reuben, 1996 )
a. Identifikasi faktor resiko
Pada setiap lansia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari adanya
faktor intrinsik risiko jatuh, perlu dilakukan assesmen keadaan sensorik,
neurologik, muskuloskeletal dan penyakit sistemik yang sering mendasari /
menyebabkan jatuh.
Keadaan leingkungan rumah yang berbahaya dan dapat menyebabkan
jatuh harus dihilangkan. Penerangan rumah harus cukup tetapi tidak
menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin, bersih dari benda – benda kecil
yang susah dilihat. Peralatan rumah tangga yangsudah tidak aman ( lapuk, dapat
bergeser sendiri ) sebaiknya diganti, peralatan rumah ini sebaiknya diletakkan
sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu jalan / tempat aktifitas lansia.
Kamar mandi dibuat tidak licin, sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya,
pintu yang mudah dibuka.WC sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi
pegangan di dinding.
Obat – obatan yang menyebabkan hipotensi postural, hipoglikemik atau
penurunan kewaspadaan harus diberikan sangat selektif dan dengan penjelasan
yang komprehensif pada lansia dan keluargannya tentang risiko terjadinya jatuh
akibat minum obat tertentu.
Alat bantu berjalan yang dipakai lansia baik berupa tongkat, tripod,
kruk atau walker harus dibuat dari bahan yang kuat tetapi ringan, aman tidak
mudah bergeser serta sesuai dengan ukuran tinggi badan lansia.
b. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan ( gait )
Setiap lansia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan badannya
dalam melakukan gerakan pindah tempat, pindah posisi.Penilaian postural sway
sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh pada lansia.Bila goyangan
badan pada saat berjalan sangat berisiko jatuh, maka diperlukan bantuan latihan
oleh rehabilitasi medik. Penilaian gaya berjalan ( gait ) juga harus dilakukan
dengan cermat apakah penderita mengangkat kaki dengan benar pada saat
berjalan, apakah kekuatan otot ekstremitas bawah penderita cukup untuk berjalan
tanpa bantuan. Kesemuanya itu harus dikoreksi bila terdapat kelainan /
penurunan.
c. Mengatur / mengatasi fraktur situasional
Faktor situasional yang bersifat serangan akut / eksaserbasi akut,
penyakit yang dideriata lansia dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin kesehatan
lansia secara periodik.Faktor situasional bahaya lingkungan dapat dicegah
dengan mengusahakan perbaikan lingkungan seperti tersebut diatas. Faktor
situasional yang berupa aktifitas fisik dapat dibatasi sesuai dengan kondisi
kesehatan penderita.Perlu diberitahukan pada penderita aktifitas fisik seberapa
jauh yang aman bagi penderita, aktifitas tersebut tidak boleh melampaui batasan
yang diperbolehkan baginya sesuai hasil pemeriksaan kondisi fisik.Bila lansia
sehat dan tidak ada batasan aktifitas fisik, maka dianjurkan lansia tidak
melakukan aktifitas fisik sangat melelahkan atau beresiko tinggi untuk terjadinya
jatuh.
BAB II
TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN

1. Identitas klien
a. Nama : Tn. C
b. Umur : 77 Tahun
c. Alamat : Dersalam, Kudus
d. Pendidikan : SMA
e. Jenis kelamin : Laki-Laki
f. Pekerjaan : Wiraswasta
g. Agama : Islam
h. Status perkawinan : Duda
i. Nama orang terdekat : Ny. S ( anak )
j. Nama anak : Laki – laki 1 orang, wanita 1 orang, Cucu 5
Orang, Cicit 0 orang
Identitas penanggung Jawab
Nama : Ny. S
Alamat : Dersalam, Kudus

Usia : 35 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Anak

2. Riwayat Medis Evaluasi Fisik


a. Keluhan utama pasien
Klien mengatakan sering pusing
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien datang ke IGD RS.Mardi Rahayu Kudus pada tanggal 5 Juni 2022 Jam 08:30
WIB dengan keluhan nyeri kepala hebat, nyeri cekot-cekot dibagian kepala dan
badan terasa lemas.
Hasil pemeriksaan Vital Sign, tekanan darah 190/101 mmHg, suhu 36,8C, nadi 92
x/menit, RR 20 x/menit. Pada Jam 09:00 WIB pasien di pindahkan di ruang rawat
ICU. Klien mengatakan memiliki penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tn. C mengatakan bahwa ada anggota keluarganya yang mempunyai sakit hipertensi
atau darah tinggi dan strok yaitu adiknya yang bungsu. Selain itu pasien juga
mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit menular seperti TBC, dan DM.
d. Riwayat kesehatan masa lalu
Penyakit : Masa kanak-kanak Tn. C tidak pernah dirawat di rumah sakit dan jika
sakit panas hanya di rawat jalan, dan pada masa tua pasien mengalami tekanan darah
tinggi sejak usia 55 tahun, dan pernah mengalami tetanus pada usia 67 tahun.
e. Riwayat pembedahan / operasi
Tn. C mengatakan tidak pernah dilakukan operasi selama ini.
f. Riwayat alergi
Tn. C mengatakan tidak mempunyai alergi pada obat-obatan maupun makanan.
g. Kebiasaan
1) Merokok : Tidak
2) Minum Alkohol : Tidak
3) Makan Sehari-hari : Ya
4) Olahraga : Ya
5) Minum kopi : Ya
h. Obat-obatan saat ini
a. Dengan resep dokter : Amlodipine 1x5 mg, Zypras 1x10 mg ( malam ), Infus
Ringer Laktat 15 tetes/menit, Tramadol 3x50 mg, Candesartan 4 mg 0-0-1 ( sore ).
b. Dosis dan pemakaian : Obat oral diberikan Sesudah makan dan diminum pada
pagi hari.
i. Ringkasan gejala

a. Penilaian penderita atas kesehatannya sendiri: cukup baik


b. Gejala yang ada
1) Lelah / capai : Pasien sering mengalami kelelahan
2) BB turun : Pasien tidak mengalami penurunan BB
3) Insomania : Pasien sering mengalami insomania
4) Nyeri kepala : Setiap kurang tidur pasien mengalami nyeri kepala
5) Gg. Penglihatan : Pasien mengalami minus pada mata
6) Gg. Pendengaran : Pasien tidak mengalami gangguan pendengaran
7) Gg. Gigi palsu : Pasien tidak mempunyai gigi palsu
8) Batuk / Mengi : Pasien tidak mengalami batuk
9) Sesak nafas : Pasien tidak mengalami sesak nafas
10) Waktu tidur : Pasien setiap tidur malam tidak bisa
11) Sembab di kaki : Pasien tidak mengalami sembab di kaki
12) Jatuh : Pasien tidak pernah mengalami jatuh
13) Pingsan : Pasien tidak pernah mengalami pingsan
14) Nyeri telan : Pasien tidak nyeri saat menelan makanan
15) Nyeri perut : Pasien tidak mengalami nyeri pada perut
16) Gg. BAB : Pasien tidak mengalami gangguan BAB
17) Kotoran + darah : Pasien tidak mengalami luka ataupun darah
18) Gg. BAK : Pasien tidak mengalami gangguan
19) BAK Kencing malam: Pasien sering kencing pada malam hari
20) Gg. Kaki : Pasien tidak mengalami gangguan pada kaki
21) Setempat : Pasien tidak mengalami kelumpuhan
22) Gg.an rasa : Pasien tidak mengalami gangguan pada rasa
23) Gg.an penglihatan sementara: Pasien mengalami gangguan penglihatan,
seringnya memakai kacamata ( + )
24) Sering Lupa : Pasien kadang-kadang mengalami kelupaan
25) Depresi : Pasien tidak mengalami depresi

c. Penapisan depresi

Pertanyaan Jawaban

Apakah Anda sebenarnya puas dengan Ya

kehidupan Anda ?

Apakah Anda banyak meninggalkan kegiatan, Tidak

minat, atau kesenangan Anda?

Apakah Anda merasa hidup Anda kosong? Tidak

Apakah Anda sering merasa bosan? Ya

Apakah Anda mempunyai semangat yang baik Ya

setiap waktu.

Apakah Anda merasa takut sesuatu yang buruk Ya

akan terjadi pada Anda.


Apakah Anda merasa bahagia untuk sebagian Ya

besar hidup Anda ?

Apakah Anda sering merasa tidak berdaya ? Ya

Apakah Anda lebih sering tinggal di kamar Tidak

daripada pergi keluar dan mengerjakan sesuatu

yang baru ?

Apakah Anda merasa mempunyai banyak Ya

masalah dengan daya ingat Anda dibandingkan

kebanyakan orang ?

Apakah Anda berpikir sangat menyenangkan Tidak

hidup sekarang ini

Apakah Anda merasa tidak berguna dengan Tidak

keadaan Anda sekarang ?

Apakah Anda merasa penuh semangat Tidak

Apakah Anda berpikir bahwa keadaan Anda tidak Tidak

ada harapan?

Apakah Anda berpikir bahwa banyak orang yang Ya

lebih baik keadaannya daripada Anda?

Nilai:

1-5 = Depresi Ringan


6-10 = Depresi Sedang
11-15 = Depresi Berat
Kesimpulan : Hasil dari pengkajian Tn. C mengalami depresi ringan karena Tn. C
tidak menjawab 5 pertanyaan
j. Pengkajian Fungsional Klien
a. KATZ Indeks
Klien termasuk dalam kategori A karena semuanya masih bisa dilakukan
secara mandiri tanpa pengawasan ,pengarahan atau bantuan dari orang lain
diantaranya yaitu makan, kontinensia (BAK,BAB), menggunakan pakaian, pergi
ke toilet, berpindah dan mandi, pasien tidak menggunakan alat bantu berjalan.

b. Modifikasi dari bartel indeks

Dengan
No Kriteria Mandiri Keterangan
Bantuan
1 Makan 10 Frekuensi: 3x sehari
Jumlah: secukupnya
Jenis, nasi, sayur, lauk
2 Minum 10 Frekuensi: 6-8 kali
sehari
Jumlah: secangkir
kecil
Jenis: air putih, dan
susu
3 Berpindah dari satu tempat 15 Mandiri
ketempat lain
4 Personal toilet (cuci muka, 5 Frekuensi: 3x
menyisir rambut, gosok gigi).
5 Keluar masuk toilet 5 Frekuensi: 2-3 kali
( mencuci pakaian, menyeka
tubuh, meyiram)
6 Mandi 15 2x sehari pada pagi
hari dan sore hari
sebelum Ashar.
7 Jalan dipermukaan datar 10 Setiap ingin
melakukan sesuatu
misalnya mengambil
minum atau ke kamar
mandi.
8 Naik turun tangga 10 Baik tapi harus pelan-
pelan
9 Mengenakan pakaian 10 Mandiri dan rapi
10 Kontrol Bowel (BAB) 10 Frekuensi: 1x sehari
Konsistensi: padat
11 Kontrol Bladder (BAK) 10 Frekuensi: 6x sehari
Warna: kuning
12 Olah raga/ latihan 10 Klien mengikuti
senam yang diadakan
PSTW saat pagi hari
13 Rekreasi/ pemanfaatan waktu 10 Jenis: rekreasi keluar
luang 1 tahun sekali dari
bpstw/hanya duduk
saja kadang
mengobrol dengan
teman.
Keterangan:
a. 130 : mandiri
b. 65-125 : ketergantungan sebagian
c. 60 : ketergantungan total
Setelah dikaji didapatkan skor : 130 yang termasuk dalam kategori mandiri

k. Pengkajian Status Mental Gerontik


a. Short Portable Status Mental Questioner (SPSMQ)
Benar Salah No Pertanyaan
√ 01 Tanggal berapa hari ini?
√ 02 Hari apa sekarang?
√ 03 Apa nama tempat ini?
√ 04 Dimana alamat anda?
√ 05 Berapa umur anda?
√ 06 Kapan anda lahir?
√ 07 Siapa presiden Indonesia sekarang?
√ 08 Siapa presiden Indonesia sebelumnya?
√ 09 Siapa nama ibu anda?
Jumla Jumlah 10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap
h angka baru, semua secara menurun

Interpretasi hasil:
a. Salah 0-3: fungsi intelektual utuh
b. Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan
c. Salah 6-8 : Kerusakan intelektual sedang
d. Salah 9-10: Kerusakan intelektual berat
Skor yang didapatkan dari hasil pengkajian yaitu salah 1 sehingga disimpulkan Tn. C
memiliki fungsi intelektual utuh.
b. MMSE (Mini Mental Status Exam)

No Aspek Nilai Nilai Kriteria


Kognitif Maksimal Klien
1 Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan benar
a. Tahun : 2022
b. Musim : Hujan
c. Tanggal: 05
d. Hari : Minggu
e. Bulan : Juni
Orientasi 5 5 Diamana kita sekarang?
a. Negara :Indonesia
b. Provinsi: Jawa Tengah
c. Kota : Kudus
d. Di : RS.Mardi Rahayu
e. Ruang : ICU
Registras 3 3 Sebutkan nama tiga obyek (oleh pemeriksa) 1
i detik dan mengatakan asing-masing obyek.
Meja, Kursi, Tempat tidur.
*Klien mampu menyebutkan kembali
obyek yang di perintahkan
3 Perhatian 5 5 Minta klien untuk memulai dari angka 100
dan kemudian dikurangi 7 sampai 5 kali / tingkat:
kalkulasi (93, 86, 79, 72, 65)
*Klien dapat menghitung pertanyaan
semuanya.
4. Menging 3 3 Minta klien untuk mengulangi ketiga obyek
at pada no 2 (registrasi) tadi. Bila benar, 1 point
masing-masing obyek.
*Klien mampu mengulang obyek yang
disebutkan

5 Bahasa 9 8 Tunjukkan pada klien suatu benda dan


tanyakan nama pada klien
a. Missal jam tangan
b. Missal pensil
Minta klien untuk mengulangi kata berikut:
“tidak ada, jika, dan, atau, tetapi”. Bila benar
nilai satu poin
a. Pertanyaan benar 2 buah: tak ada,
tetapi
Minta klien untuk menuruti perintah berikut
terdiri dari 3 langkah.
“ ambil kertas ditangan anda, lipat dua dan
taruh diatas telapak tangan”
a. Ambil kertas ditangan anda
b. Lipat dua
c. Taruh diatas telapak tangan
Perintahkan pada klien untuk hal berikut ( bila
aktivitas sesuai perintah nilai 1 point)
a. “tutup mata anda”
Perintahkan pada klien untuk menulis satu
kalimat dan menyalin gambar
b. Tulis satu kalimat
c. Menyalin gambar
*Klien bisa menyebutkan benda yang
ditunjuk pemeriksa. Selain itu, klien bisa
mengambil kertas, melipat jadi dua, dan
menaruh di atas telapak tangan sesuai
perintah. klien dapat menulis satu kalimat.
Total 29
Nilai

Interpretasi hasil : 29 (>23)


Keterangan : Terdapat aspek fungsi mentalbaik

l. Pengkajian Depresi Geriatrik (YESAVAGE)


PERTANYAAN JAWABAN SKOR
YA/ TIDAK
Apakah pada dasarnya anda puas dengan kehidupan anda? Ya 0
Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan atau minat Ya 1
atau kesenangan anda?
Apakah anda merasa bahwa hidup ini kosong belaka? Tidak 0
Apakah anda merasa sering bosan? Tidak 0
Apakah anda mempunyai semangat yang baik setiap saat? Ya 0
Apakah anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada Tidak 0
anda?
Apakah anda merasa bahagia di sebagian besar hidup anda? Ya 0
Apakah anda merasa sering tidak berdaya? Tidak 0
Apakah anda lebih senang tinggal di rumah daripada pergi Ya 1
keluar dan mengerjakan sesuatu yang baru?
Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah dengan Tidak 0
daya ingat anda dibandingkan kebanyakan orang?
Apakah anda pikir bahwa hidup anda sekarang ini Ya 0
menyenangkan?
Apakah anda merasa berharga? Ya 1
Apakah anda merasa penuh semangat? Ya 0
Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada harapan? Tidak 0
Apakah anda pikir orang lain lebih baik keadaanya daripada Tidak 0
anda?
Jumlah 3
Penilaian:
Nilai 1 jika menjawab sesuai kunci berikut :
a. Tidak i. Ya
b. Ya j. Ya
c. Ya k. Tidak
d. Ya l. Ya
e. Tidak m. Tidak
f. Ya n. Ya
g. Tidak o. Ya
h. Ya
Skor :3
5-9 : kemungkinan depresi
10 atau lebih : depresi
Kesimpulan : Skor yang didapatkan dari hasil pengkajian yaitu 3 sehingga
disimpulkan Tn. C kemungkinan depresi.

m. Pengkajian Skala Resiko Dekubitus


Persepsi 1 2 3 4
Sensori Terbatas penuh Sangat terbatas Agak TerbatasTidak terbatas
Kelembapan Lembab Sangat lembab Kadang lembabJarang
konstan Lembab
Aktifitas Di tempat tidur Dikursi Kadang jalan Jalan Keluar
Mobilisasi Imobil penuh Sangat terbatas Kadang terbatas Tidak
Terbatas
Nutrisi Sangat jelek Tidak Adekuat Adekuat Sempurna
Gerakan/ Masalah Masalah Resiko Tidak Ada Sempurna
cubitan Masalah
Total skor = 22
Keterangan :
Paisien dengan total nilai :
a. <16 mempunyai risiko terkena dekubitus
b. 15/16 risiko rendah
c. 13/14 risiko sedang
d. <13 risiko tinggi
Kesimpulan : Berdasarkan hasil pengkajian, didapatkantotal skor : 22 sehingga
disimpulkan klien tidak mengalami resiko dekubitus
n. Pengkajian Risiko Jatuh : Test Skala Keseimbangan Berg
a. Pengkajian Skala Resiko Jatuh dengan Postural Hypotensi
Reach Test (FR test) Hasil
Mengukur tekanan darah lanisa dalam tiga Diperoleh hasil pengukuran dalam tiga
posisi yaitu: posisi pada Tn. C sebagai berikut:
a. Tidur a. Tidur : 130/70 mmHg
b. Duduk b. Duduk : 140/90 mmHg
c. Berdiri c. Berdiri : 140/90 mmHg
Catatan jarak antar posisi pengukuran
kurang lebih 5 – 10 menit.
KESIMPULAN
Dari hasil skoring pada Tn. C diperoleh hasil skoring total = 20 mmHg maka dapat
dikatakan bahwa Tn. C memiliki resiko jatuh mengingat usia Tn. C juga sudah
semakin tua dan kemunduruan fungsi organ karena usia tua serta penyakit yang di
derita.

b. Fungsional reach test (FR Tests)


Reach Test (FR test) Hasil

1. Minta lansia untuk menempel 1. Lansia dapat berdiri sendiri tanpa


ditembok bantuan / mandiri.
2. Minta lansia untuk 2. Hasil pemeriksaan diperoleh < 6 ichi
mencondongkan badannya ke (5,5 inchi)
depan tanpa melangkahkan
kakiknya.
3. Ukur jarak condong antara
tembok dengan punggung lansia
dan biarkan kecondongan terjadi
selama 1 – 2 menit.
KESIMPULAN
Dari hasil skoring pada Tn. C diperoleh hasil skoring total = 5,5 inchi, maka
dapat dikatakan bahwa Tn. C memiliki resiko jatuh.

c. The Time Up Ana Go (TUG Test)


Berdasarkan pengkajian, didapatkan data bahwa Klien masuk dalam kategori
varable mobility yaitu dengan jumlah score 24 detik.
4. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum Vital Sign :


Tekanan darah : 170/90 mmHg
Nadi : 85 x/Menit
Respirasi : 23 x/Menit
Suhu : 36 Derjat Celcius
2. Kulit
a. Kulit biasa
b. Tidak ada bercak kemerahan
c. Tidak terdapat lesi
d. Tidak terdapat decubitus di area kulit pasien
3. Pendengaran
Pendengaran telinga kanan dan kiri normal
4. Dada
a. Inspeksi : Simetris dektra/sinistra, tidak ada lesi
Tidak tampak ictus cordis
Retraksi dinding dada tidak ada
b. Palpasi : Nyeri tekan tidak ada
Ictus cordis teraba ics ke-5 midclavicul
c. Perkusi : Redup
d. Auskultasi : Tidak terdapat suara ronkhi, wheezing tidak ada
5. Paru – Paru
a. Inspeksi : Pergerakan dada simetris, tidak ada lesi
b. Palpasi : Taktil femitus kana dan kiri sama
c. Perkusi : Sonor
d. Auskultasi : Suara nafas vesikuler, tidak terdapat ronkhi
6. Abdomen
a. Inspeksi : Perut kanan dan kiri
simetris
b. Auskultasi : Bising usus 12x/menit
c. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan di 4 Kuadran
abdomen
d. Perkusi : Tympani
7. Kardiovaskuler
a. Inspeksi : Ictus cordis teraba,
tidak ada lesi
b. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
c. Perkusi : Pekak
d. Auskultasi : Reguler S1 > S2, tidak ada suaraa
tambahan S3

8. Leher
Thyroid : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Suara : Klien mengeluarkan kata – kata dengan jelas.
Denyut nadi karotis : Teraba.
Vena jugularis : Teraba
9. Genetalia/ pelvis
Laki-laki tidak dilakukan

PSIKOSIAL

Ya Tidak

Cemas √

Depresi √

Insomnia √

Menangis √

Gugup √

Takut √

Masalah dalam mengambil keputusan

Kesulitan berkosentrasi √

Pernyataan perasaan umum mengenai

kepuasan/frustasi mekanisme

koping yang biasa √

Stres saat ini √

Masalah tentang kematian √

Status fungsional / indeks kats dari AKS :

YA TIDAK

Mandi √

Berpakaian √

Ke kamar kecil √

Berpindah √

Kontinen √
Makan √

Skor status kognitif / afektif (minimental skor) : 9


Skor despresi : 8

5. Data Laboratorium

Tanggal pemeriksaan : 05 Juni 2022

Pemeriksaan Hasil Satuan


Jumlah Leuosit 9.8 u/l
Eritrosit 2.11 u/l
Hemoglobin 10.7 g/dl
Hematokrit 44.1 %
MCV 81.1 fl
MCH 37.1 pg
MCHC 44.3 %
Trombosit 402 u/l
Netrofil 83.60 %
Limfosit 10.20 %
Monosit 5.50 %
GDS 144 mg/dl
Eosofil 3.50 %
Basofil 0.60 %
Ureum 111.4 Mg/dl
Creatinin 1.16 Mg/dl
Calcium 9.2 Mg/dl

6. Hasil pemeriksaan lain

Hasil Pemerisaan Radiologi Tanggal pemeriksaan : 05 Juni 2022


Cor = Tak membesar, bentuk dan letak normal
Pulmo = Tak ada kelainan
Kesan : Cor tak membesar
Pulmo : Gambaran bronkopneumonia
B. ANALISA DATA

No Data Fokus Etiologi Problem


1 Ds : Proses Nyeri Kronis
Penyakit
1. Klien mengatakan sering pusing, masuk angin
dan merasa sakit pada bagian tengkuknya.
2. Klien mengatakan rasa nyeri yang dirasakan
terkadang mengganggu aktivitasnya.
3. Klien mengatakan nyeri dirasakan saat terlalu
banyak melakukan aktivitas (P)
4. Nyeri terasa seperti mencengkram (Q)
5. Klien mengatakan nyeri di kepala (R)
6. Klien mengatakan skala nyeri 5 (S)
7. Nyeri yang dirasakan hilang timbul (T)

Do :

Wajah klien tampak meringis saat menahan


nyeri.

2 Ds: Ansietas Insomnia


1. Klien mengatakan memiliki penyakit
hipertensi atau tekanan darah tinggi.
2. Saat ini Tn. C masih mengkonsumsi obat
antihipertensi secara rutin.
3. Klien mengatakan sering terbangun pada
malam hari jika ingin BAK sampai 3 kali.
4. Klien mengatakan tidak pernah tidur siang,
karena tidak bisa tidur pada saat siang hari.
5. Klien mengatakan mengalami susah tidur,
gelisah, tetapi tidak banyak pikiran.

Do :

1. Klien tampak tidak tidur di waktu malam


hari.
2. TD 170/90 mmHg

3 Ds: Kesulitan Resiko jatuh


Klien mengatakan kakinya terkadang gemetar dalam
saat berjalan. aktivitas

Do:
1. Klien tampak gemetar saat memegang gelas
berisi susu yang mau dipindahkan ke kamar.
2. Hasil postural hypotensi lebih dari 20 mmHg
pada tekanan diastolik.
3. Hasil reach test <6 inchi
4. Pada saat diminta berdiri dan mengangkat
satu kaki klien hanya melakukan sebentar dan
kembali duduk.
5. Hasil TUG Test 24 detik.
C. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit


2. Insomnia berhubungan dengan ansietas
3. Risiko jatuh berhubungan dengan kesulitan dalam aktivitas

D. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa NOC NIC


1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan Pain management
berhubungan dengan selama 3 x 8 jam nyeri dapat berkurang dengan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif.
proses penyakit kriteria hasil : 2. Observasi reaksi non verbal dari ketidak
Pain level nyamanan.
1. Nyeri berkurang dari 5menjadi 2 dengan  3. Monitor TTV
menggunakan menejemen nyeri. 4. Ajarkan tehnik non farmakologi (relaksasi
2. Pasien merasa nyaman setelah nyeri dengan tarik nafas dalam dan senam ergonimis)
berkurang.
3. TTD dalam batas normal TD sekitar
130/80 mmHg, Nadi: 60-100x/menit,
R:20-24x/menit, S:36,5-37°C.
2 Insomnia berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Monitor TTV
dengan ansietas 3x8 jam, diharapkan masalah insomnia Tn. C 2. Lakukan penyuluhan tentang tekhnik relaksasi
dapat teratasi dengan kriteria hasil: otot progresif kepada klien
1. Klien tampak bergairah saat mengikuti 3. Latih klien untuk melakukan tekhnik relaksasi
kegiatan pagi di panti otot progresif
2. Mata klien tidak nampak merah 4. Evaluasi tekhnik relaksasi otot progresif yang
(mengantuk) dilakukan oleh klien
3. Tn.C tidak terbangun pada malam hari
4. Melaporkan secara verbal bahwa insomnia
berkurang
3 Resiko jatuh Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Berikan penyuluhan tentang apa saja bahaya
berhubungan dengan 3x8 jam Tn. C tidak mengalami jatuh, dengan lingkungan yang ada disekitar wisma yang dapat
kesulitan dalam kriteria: menyebabkan resiko jatuh
aktivitas 1. Mampu mengidentifikasi bahaya
lingkungan yang dapat meningkatkan 2. Anjurkan untuk memakai alat bantu jalan (jika
cedera membutuhkan)
2. Mampu menggunakan alat bantu untuk
3. Ajarkan gerakan latihan keseimbangan
menghindari cidera
3. Mampu mempraktekan gerakan latihan
keseimbangan
E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

No Hari, Jam Implementasi Respon Ttd


tanggal
Diagnosa

1 Senin, 05 07.30 Mengkaji nyeri klien S: Chandra


Juni 2020 Melatih relaksasi napas dalamPasien mengatakan masih nyeri kepala
Mengukur TTV O:
TD : 170/90 mmHg
Nadi : 85 x/Menit
Respirasi : 23 x/Menit
Suhu : 36 Derajat Celcius
P: nyeri akibat kurang istirahat
Q: nyeri terasa mencengkram
R: nyeri di tengkuk
S: skala 5
T: hilang timbul
09.00 Memberikan diit dan S : Chandra
meminumkan obat oral Pasien mengatakan bersedia untuk minum
amlodipin 5 mg obat dan di suntik.
Menyuntik Tramadol 50 mg O:
- Pasien makan habis 1/4 porsi
- Pasien tidak muntah
- Injeksi di suntik I.V
14.00 Mengkaji nyeri klien S: Chandra
Mengukur TTV klien mengatakan nyeri mulai berkurang
O:
- TD: 140/70 mmHg, Nadi: 84x/menit, ,
RR: 20x/menit.
- P: Nyeri berkurang
- Q: nyeri terasa mencengkram
- R: nyeri di kepala
- S: skala 4
- T; hilang timbul

15.00 Mengkaji nyeri klien S: Chandra


Mengukur TTV klien mengatakan nyeri sudah berkurang

O:
TD: 140/80 mmHg, Nadi: 80x/menit, ,
RR: 22x/menit.
P : nyeri sudah berkurang
Q: nyeri terasa mencengkram
R: nyeri di kepala
S: skala 4
T: hilang timbul

3 15.30 Mengukur tekanan darah S: Chandra


Mengajarkan klien tentang Klien mengatakan senang diajarkan senam
relaksasi otot progresif: relaksasi otot progresif.
a. Relaksasi otot tangan
b. Relaksasi otot muka O:
- Klien nampak mempraktikan relaksasi
c. Relaksasi otot perut otot progresif sesuai intruksi meskipun
d. Relaksasi otot kaki ada beberapa gerakan yang kurang tepat.
- TD : 140/90 mmHg

3 15.45 Memandikan dan membantu S: Chandra


pasien dalam pemenuhan ADL Pasien mengatakan badan masih lemas dan
tidak bertenaga
O:
Pasien tampak terbaring ditempat tidur
1
Selasa, 06 07.30 1. Mengukur tekanan darah S: Chandra
Juni 2022 2. Mengevaluasi tentang relaksasi 1. Klien mengatakan masih ada beberapa
otot progresif gerakan yang belum di kuasai.
2. Klien mengatakan dapat tidur pada
malam hari 15 menit tetapi masih
terbangun.
O:
Klien mampu melakukan gerakan
senam relaksasi progresif tetapi
masih sering lupa.
TD : 140/70 mmHg

1 08.00 Mengkaji nyeri klien S: Chandra


Mengukur TTV klien mengatakan nyeri mulai berkurang
O:
- TD: 130/65 mmHg, Nadi: 80 x/menit, ,
RR: 18 x/menit.
- P: Nyeri berkurang
- Q: nyeri terasa mencengkram
- R: nyeri di kepala
- S: skala 3
- T: hilang timbul

1 09.00 Memberikan diit dan S: Chandra


meminumkan obat oral Pasien mengatakan bersedia untuk minum
amlodipin 5 mg obat dan di suntik.
Menyuntik Tramadol 50 mg O:
- Pasien makan habis 1 porsi
- Pasien tidak muntah
- Injeksi di suntik I.V

3 12.00 1. Mengukur tekanan darah S: Chandra


2. Mengevaluasi tentang relaksasi 1. Klien mengatakan sudah
otot progresif mempraktekkan setelah bangun
tidur.
2. Klien mengatakan masih terbangun
di malam hari karena pipis
O:
Klien mampu mempraktekkan
kembali senam seralksasi otot
progresif, meskipun tidak berurutan.
TD : 140/70 mmHg
3 12.30 1. Mengajarkan klien tentang S:
latihan keseimbangan. 1. Klien mengatakan senang diajarkan Chandra
tentang latihan keseimbangan.
2. Klien mengatakan akan melakukan
latihan keseimbangan setiap hari.

O:
Klien tampak mampu mempraktekkan
latihan keseimbangan.
13.00 Mengevaluasi latihan S: Chandra
keseimbangan. Klien mengatakan masih ingat
sebagian gerakan latihan
keseimbangan.
O:
Klien mampu mempraktekkan latihan
keseimbangan, meskipun gerakan
yang lainnya masih lupa.

15.30 1. Mengevaluasi latihan S: Chandra


keseimbangan Klien mengatakan belum perlu
menggunakan alat bantu untuk
berjalan.
O:
Klien masih mampu berjalan tanpa
menggunakan alat bantu

Rabu, 06 Juni Chandra


2022 07.30 Mengkaji nyeri klien S:
1
Melatih relaksasi napas dalam Pasien mengatakan nyeri kepala berkurang
Mengukur TTV O:
TD : 140/70 mmHg
Nadi : 85 x/Menit
Respirasi : 18 x/Menit
Suhu : 36,5 Derajat Celcius
Skala nyeri : 2

1 09.00 Memberikan diit dan S : Chandra


meminumkan obat oral amlodipin Pasien mengatakan bersedia untuk minum
5 mg obat dan di suntik.
O:
- Pasien makan habis 1 porsi
- Pasien tidak muntah

3 10.30 Mengukur tekanan darah S: Chandra


Mengajarkan klien tentang Klien mengatakan senang diajarkan senam
relaksasi otot progresif:, Relaksasi relaksasi otot progresif.
otot tangan, Relaksasi otot muka
O:
- Klien nampak mempraktikan relaksasi
otot progresif sesuai intruksi meskipun
ada beberapa gerakan yang kurang tepat.

TD : 130/90 mmHg

2 12.30 Menganjurkan klien untuk S : Chandra


istirahat dan tidur siang Klien mengatakan bisa untuk istirahat dan
tidur siang
O:
Pasien tampak beristirahat di tempat tidur.

3 15.30 Memandikan dan membantu S: Chandra


sebagian ADL klien Klien mengatakan sudah bisa melakukan
aktivitas sendiri
O:
Pasien tampak melakukan aktivitas
dibantu sebagian
F. EVALUASI

Tgl Jam Diagnosa Evaluasi Ttd


nama
06 Juni 07:30 Nyeri akut berhubungan S:
2022
dengan proses penyakit Pasien mengatakan nyeri kepala Chandra
berkurang
O:
TD : 140/70 mmHg
Nadi : 85 x/Menit
Respirasi : 18 x/Menit
Suhu : 36,5 Derajat Celcius
Skala nyeri : 2

A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi
 Monitor Skala nyeri
 Kolaborasi pemberian
analgetik
 Posisikan kepala maksimal
45 derajat

06 Juni 07:30 Insomnia berhubungan S:


2022 dengan ansietas Klien mengatakan bisa untuk Chandra
istirahat dan tidur siang
O:
Pasien tampak beristirahat di
tempat tidur
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
 Ajarkan teknik relaksasi

06 Juni 07:30 Risiko jatuh S:


2022
berhubungan dengan Klien mengatakan sudah bisa
melakukan aktivitas sendiri
kesulitan dalam
aktivitas O:
Pasien tampak melakukan aktivitas Chandra
dibantu sebagian
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi

DAFTAR PUSTAKA

Delta Agustin. 2015. Pemberian Massage Punggung Terhadap Kualitas Tidur Pada
Asuhan Keperawatan Ny.U dengan Stroke Non Haemorogik di Ruang
Anggrek II RSUD dr. Muwardi Surakarta. Surakarta : Karya Tulis Stikes
Kusuma Husada.
Depkes. 2009. Pedoman Nasional Penanggulangan Hipertensi. Jakarta.
Dinas Kesehatan Sleman. 2013. Kesehatan Usia Lanjut. http://dinkes.slemankab.
go.id/kesehatan-usia-lanjut. Dikutip pada tanggal 27 April 2016.
Herbert Benson, dkk. 2012. Menurunkan Tekanan Darah. Jakarta: Gramedia.
Huda Nurarif & Kusuma H,. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 2. Jogja: Medi
Action.
Kaplan N, M. 2010. Primary Hypertension: Patogenesis, Kaplan Clinical
Hypertension. 10th Edition: Lippincot Williams & Wilkins, USA.

Herdman,  Heather.  2010.  Diagnosis  Keperawatan:  Definisi  dan  Klasifikasi  2009-
2011.Jakarta : EGC

Hidayat.  2009.  Konsep  Personal  Hygiene  diakses  dalam  http://hidayat2.wordpress.com
diakses tanggal 18 Juli 2013

PPNP-SIK STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta. 2012. Buku Evaluasi Mahasiswa 

KeperawatanGerontik. Yogyakarta: STIKES ‘Aisyiyah

Wilkinson, Judith M. 2007,Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC, Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai