Anda di halaman 1dari 18

TUGAS ARTIKEL

PENGOBATAN SECARA TRADISIONAL

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikososial dan Budaya


Dosen Pembimbing: Garda Rias Arsy. S.Kep, Ns., M.Kep

Disusun oleh :
KELOMPOK 3

OKTAVIA CHANDRA EKA PUTRA 2020012368


OKTIYANA DWI NUGRAHENI 2020012369
CICILIA PUJIASTUTI 2020012342
MARIATI 2020012362
NAOMI ERWINDAYANTI 2020012364
SUDARSIH 2020012376
DWI KRISNAWATI 2020012346
ENY ISMIYATI 2020012349
TRI WINARKO 2020012381

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN


CENDEKIA UTAMA KUDUS
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sosial budaya dapat dilihat sebagai pola dalam suatu wilayah lokal, seringkali
dipandang secara birokratis dan sesuatu yang terorganisir, berkembang, berbudaya
termasuk teori pemikiran sistem kepercayaan dan aktivitas sehari-hari, hal ini dapat
diterapkan dalam praktek keseharian. Terkadang sosial budaya digambarkan menjadi
suatu yang tidak dapat ditangkap oleh akal sehat atau sesuatu diluar kemampuan panca
indra (Cicourel, 2013).

Perilaku sosial atau tingkah laku manusia (behavior) semata-mata dipahami sebagai
sesuatu yang ditentukan oleh sesuatu rangsangan (stimulus) yang datang dari luar
dirinya. Indifidu sebagai aktor tidak hanya sekedar penanggap pasif terhadap stimulus
tetapi menginterpretasikan stimulus yang diterima itu. Masyarakat dipandang sebagai
aktor kreatif dari realitas sosial, sehingga perubahan sosialpun dapat terjadi dan akan
berdampak pada aspek lain khususnya interaksi sosial pada masyarakat (Rofiq A., 2008).

Interaksi sosial diatas yang diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial timbal balik
yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orangorang secara perorangan, antara
kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang dengan kelompok manusia dalam
rangka mencapai tujuan tertentu. Interaksi tersebut terjadi karena adanya saling mengerti
maksud dan tujuan masing-masing pihak dalam hubungan sosial. Rasa saling mengerti
dapat menjadikan interaksi yang dinamis antara satu pihak dengan pihak yang lain,
sehingga tujuan dari suatu program masyarakat akan dapat meningkatkan kualitas hidup
masyarakat itu sendiri (Pribadi, 2004).

Perkembangan dari suatu hubungan sosial dapat pula diterangkan melalui tujuan-
tujuan dari manusia yang melakukan hubungan sosial itu dimana ketika ia mangambil
manfaat dari tindakan memberikan perbedaan yang menjadikan manfaat dari tindakan
tersebut menjadi lebih dapat dimanfaatkan untuk menjadi solusi dari permasalahan
sosial. Masyarakat yang menjadikan suatu aturan budaya sebagai solusi terbaik tanpa
berfikir jernih dalam menyelesaikan permasalahan tidak akan bertahan lama dalam
melakukan aktivitas sosial (Darwis, 2003).

Kebudayaan memiliki unsur yang sama dalam setiap kebudayaan di dunia. Baik
kebudayaan kecil bersahaja dan terisolasi maupun yang besar, kompleks dan dengan
jaringan hubungan yang luas. Kebudayaan sangat mudah berganti dan dipengaruhi oleh
kebudayaan lain, sehingga akan menimbulkan berbagai masalah yang besar. Dalam suatu
kebudayaan terdapat sifat sosialis masyarakat yang didalamnya terdapat suatu ikatan
sosial tertentu yang akan menciptakan kehidupan bersama (Sulismadi & Sofwani, 2011).

Kebudayaan mencakup suatu pemahaman komprehensif yang sekaligus bisa diuraikan


dan dilihat beragam vairabel dan cara memahaminya. Kebudayaan dalam arti suatu
pandangan yang menyeluruh yang menyangkut pandangan hidup, sikap dan nilai.
Pembangunan kebudayaan dikaitkan dengan upaya memperbaiki kemampuan untuk
recovery, bangkit dari kondisi yang buruk, bangkit untuk memperbaiki kehidupan
bersama, bangkit untuk menjalin kesejahteraan. Dalam hal inilah sosial budaya berperan
untuk memberikan solusi terbaik bagi beragam bidang kehidupan (Widianto & Pirous,
2009).

Peran sosial budaya terhadap kesehatan masyarakat adalah dalam membentuk,


mengatur dan mempengaruhi tindakan atau kegiatan individuindividu suatu kelompok
sosial untuk memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan, sehingga sosial budaya mampu
menjadi penentu kualitas kesehatan masyarakat. Apabila suatu masyarakat terlalu
terpaku pada sosial budaya setempat, hal tersebut juga dapat mempengaruhi perilaku-
perilaku kesehatan di masyarakat (Jahidin et al. 2012).

Salah satu perilaku kesehatan masyarakat yang perlu menjadi pertimbangan adalah
mengambil keputusan dalam hal masalah kesehatan. Membuat keputusan adalah suatu
usaha yang melibatkan aktivitas berpikir apabila membuat pilihan antara beberapa
alternatif yang ada supaya pilihan yang dibuat menjadi pilihan terbaik. Membuat
keputusan adalah proses membuat pilihan antara dua atau lebih alternatif yang saling
bertentangan yang mana akan menyulitkan orang yang membuat keputusan. Sehubungan
dengan itu pembuat keputusan perlu berpikir berdasarkan beberapa ciri-ciri atau kriteria
tertentu (Makhsin et al. 2006).

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang banyak


membawa perubahan terhadap kehidupan manusia baik dalam hal perubahan pola hidup
maupun tatanan sosial termasuk dalam bidang kesehatan yang sering dihadapkan dalam
suatu hal yang berhubungan langsung dengan norma dan budaya yang dianut oleh
masyarakat yang bermukim dalam suatu tempat tertentu. Pengaruh sosial budaya dalam
masyarakat memberikan peranan penting dalam mencapai derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Perkembangan sosial budaya dalam masyarakat merupakan suatu
tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah mengalami suatu perubahan
dalam proses berfikir. Perubahan sosial dan budaya bisa memberikan dampak positif
maupun negatif. Hubungan antara budaya dan kesehatan sangatlah erat hubungannya,
sebagai salah satu contoh suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan dengan
cara pengobatan tertentu sesuai dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau kultur dapat
membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala
masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan
untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka mengerti
tentang proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan atau
budaya yang dianut hubungannya dengan kesehatan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Kesehatan

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan
kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk
kehamilan dan persalinan. Pendidikan kesehatan adalah proses membantu sesorang,
dengan bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk membuat
keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang mempengaruhi kesehatan
pribadinya dan orang lain. Definisi yang bahkan lebih sederhana diajukan oleh Larry
Green dan para koleganya yang menulis bahwa pendidikan kesehatan adalah
kombinasi pengalaman belajar yang dirancang untuk mempermudah adaptasi
sukarela terhadap perilaku yang kondusif bagi kesehatan. Data terakhir menunjukkan
bahwa saat ini lebih dari 80 persen rakyat Indonesia tidak mampu mendapat jaminan
kesehatan dari lembaga atau perusahaan di bidang pemeliharaan kesehatan, seperti
Akses, Taspen, dan Jamsostek. Golongan masyarakat yang dianggap 'teranaktirikan'
dalam hal jaminan kesehatan adalah mereka dari golongan masyarakat kecil dan
pedagang. Dalam pelayanan kesehatan, masalah ini menjadi lebih pelik, berhubung
dalam manajemen pelayanan kesehatan tidak saja terkait beberapa kelompok
manusia, tetapi juga sifat yang khusus dari pelayanan kesehatan itu sendiri. UU
No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara
sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu
kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya
kesehatan jiwa merupakanbagian integral kesehatan.
B. Kebudayaan dan Pengobatan Tradisional

Masing-masing kebudayaan memiliki berbagai pengobatan untuk


penyembuhan anggota masyarakatnya yang sakit. Berbeda dengan ilmu kedokteran
yang menganggap bahwa penyebab penyakit adalah kuman, kemudian diberi obat
antibiotika dan obat tersebut dapat mematikan kuman penyebab penyakit. Pada
masyarakat tradisional, tidak semua penyakit itu disebabkan oleh penyebab biologis.
Kadangkala mereka menghubung-hubungkan dengan sesuatu yang gaib, sihir, roh
jahat atau iblis yang mengganggu manusia dan menyebabkan sakit. Banyak suku di
Indonesia menganggap bahwa penyakit itu timbul akibat guna-guna. Orang yang
terkena guna-guna akan mendatangi dukun untuk meminta pertolongan. Masing-
masing suku di Indonesia memiliki dukun atau tetua adat sebagai penyembuh orang
yang terkena guna-guna tersebut. Cara yang digunakan juga berbeda-beda masing-
masing suku. Begitu pula suku-suku di dunia, mereka menggunakan pengobatan
tradisional masing-masing untuk menyembuhkan anggota sukunya yang sakit. Suku
Azande di Afrika Tengah mempunyai kepercayaan bahwa jika anggota sukunya jari
kakinya tertusuk sewaktu sedang berjalan melalui jalan biasa dan dia terkena
penyakit tuberkulosis maka dia dianggap terkena serangan sihir. Penyakit itu
disebabkan oleh serangan tukang sihirdan korban tidak akan sembuh sampai
serangan itu berhenti. Orang Kwakuit di bagian barat Kanada percaya bahwa
penyakit dapat disebabkan oleh dimasukkannya benda asing ke dalam tubuh dan
yang terkena dapat mencari pertolongan ke dukun. Dukun itu biasa disebut Shaman.
Dengan suatu upacara penyembuhan maka Shaman akan mengeluarkan benda asing
itu dari tubuh pasien.

C. Konsep Sehat dan Sakit Menurut Budaya Masyarakat

Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena
ada faktor– faktor lain diluar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama
faktor sosial budaya. Kedua pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang
satu hanya dapat dipahami dalam konteks pengertian yang lain. Banyak ahli filsafat,
biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan
telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau dari
masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang
berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan
lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosio budaya. Definisi sakit:
seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis), atau
gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya terganggu.
Walaupun seseorang sakit (istilah sehari -hari) seperti masuk angin, pilek, tetapi bila
ia tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia di anggap tidak sakit.2
[2] Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan resultante dari
berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia,
social budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya. Derajat
kesehatan masyarakat yang disebut sebagai psycho socio somatic health well being ,
merupakan resultante dari 4 faktor yaitu:
1. Environment atau lingkungan.
2. Behaviour atau perilaku, Antara yang pertama dan kedua dihubungkan dengan
ecological balance.
3. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk, dan
sebagainya.
4. Health care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif, promotif,
kuratif, dan rehabilitatif.
Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor
yang paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat
kesehatan masyarakat. Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangat
dipengaruhi oleh faktor -faktor seperti kelas social, perbedaan suku bangsa dan
budaya. Maka ancaman kesehatan yang sama (yang ditentukan secara klinis),
bergantung dari variable-variabel tersebut dapat menimbulkan reaksi yang berbeda di
kalangan pasien.
BAB III
STUDY KASUS

Istilah sehat mengandung banyak muatan kultural, social dan pengertian


profesional yang beragam. Dulu dari sudut pandangan kedokteran, sehat sangat erat
kaitannya dengan 2 kesakitan dan penyakit. Dalam kenyataannya tidaklah
sesederhana itu, sehat harus dilihat dari berbagai aspek. WHO melihat sehat dari
berbagai aspek. WHO mendefinisikan pengertian sehat sebagai suatu keadaan
sempurna baik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan social seseorang. Sebatas mana
seseorang dapat dianggap sempurna jasmaninya? Oleh para ahli kesehatan,
antropologi kesehatan di pandang sebagai disiplin biobudaya yang memberi perhatian
pada aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari tingkah laku manusia, terutama
tentang cara-cara interaksi antara keduanya sepanjang sejarah kehidupan manusia
yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit. Penyakit sendiri ditentukan oleh budaya:
hal ini karena penyakit merupakan pengakuan sosial bahwa seseorang tidak dapat
menjalankan peran normalnya secara wajar. Seorang pengobat tradisional yang juga
menerima pandangan kedokteran modern, mempunyai pengetahuan yang menarik
mengenai masalah sakit-sehat. Baginya, arti sakit adalah sebagai berikut: sakit
badaniah berarti ada tanda-tanda penyakit di badannya seperti panas tinggi,
penglihatan lemah, tidak kuat bekerja, sulit makan, tidur terganggu, dan badan lemah
atau sakit, maunya tiduran atau istirahat saja. Persepsi masyarakat mengenai
terjadinya penyakit berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, karena
tergantung dari kebudayaan yang ada dan berkembang dalam masyarakat tersebut.
Persepsi kejadian penyakit yang berlainan dengan ilmu kesehatan sampai saat ini
masih ada di masyarakat; dapat turun dari satu generasi ke generasi berikutnya dan
bahkan dapat berkembang luas. Berikut ini contoh persepsi masyarakat tentang
penyakit malaria, yang saat ini masih ada di beberapa daerah pedesaan di Papua (Irian
Jaya). Makanan pokok penduduk Papua adalah sagu yang tumbuh di daerah rawa -
rawa. Selain rawa-rawa, tidak jauh dari mereka tinggal terdapat hutan lebat. Penduduk
desa tersebut beranggapan bahwa hutan itu milik penguasa gaib yang dapat
menghukum setiap orang yang melanggar ketentuannya. Pelanggaran dapat berupa
menebang, membabat hutan untuk tanah pertanian, dan lain-lain akan diganjar
hukuman berupa penyakit dengan gejala demam tinggi, menggigil, dan muntah.
Penyakit tersebut dapat sembuh dengan cara minta ampun kepada penguasa hutan,
kemudian memetik daun dari pohon tertentu, dibuat ramuan untuk di minum dan
dioleskan ke seluruh tubuh penderita. Dalam beberapa hari penderita akan sembuh.
Persepsi masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan ditentukan dari penuturan
sederhana dan mudah secara turun temurun. Misalnya penyakit akibat kutukan Allah,
makhluk gaib, 3 roh-roh jahat, udara busuk, tanaman berbisa, binatang, dan
sebagainya. Pada sebagian penduduk Pulau Jawa, dulu penderita demam sangat tinggi
diobati dengan cara menyiram air di malam hari. Air yang telah diberi ramuan dan
jampi-jampi oleh dukun dan pemuka masyarakat yang disegani digunakan sebagai
obat malaria. Faktor Pendorong Dan Penghambat
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pengobatan dalam Masyarakat
Perilaku yang dinyatakan di atas adalah berkaitan dengan upaya atau tindakan
individu ketika sedang sakit atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini bisa melalui
dengan cara mengobati sendiri sehingga mencari pengobatan ke luar negeri. Menurut
Blum(1974) yang dipetik dari Notoadmodjo(2007), faktor lingkungan merupakan
faktor utama yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat
manakala faktor perilaku pula merupakan faktor yang kedua terbesar. Disebabkan
oleh teori ini, maka kebanyakan intervensi yang dilakukan untuk membina dan
meningkatkan lagi kesehatan masyarakat melibatkan kedua faktor ini. Menurut
Notoadmodjo juga mengatakan mengikut teori Green(1980), perilaku ini dipengaruhi
oleh 3 faktor utama, yaitu:
1. Faktor predisposisi yang mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap
kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kesehatan, sistem nilai yang dianuti masyarakat, tingkat pendidikan,
tingkat sosial ekonomi dan sebagainya.
2. Faktor pemungkin yang mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau
fasilitas kesehatan bagi masyarakat contohnya fasilitas pelayanan kesehatan.
3. Faktor penguat pula mencakup pengaruh sikap dan perilaku tokoh yang
dipandang tinggi oleh masyarakat contohnya tokoh masyarakat dan tokoh agama,
sikap dan perilaku para petugas yang sering berinteraksi dengan masyarakat
termasuk petugas kesehatan. Selain itu, faktor undang-undang dan peraturan-
peraturan yang terkait dengan kesehatan juga termasuk dalam faktor ini.
Aspek sosial (mitos) yang berkembang di masyarakat yang berkaitan dengan
kesehatan anak :
1. Dukun sebagai penyembuh Masyarakat pada beberapa daerah beranggapan
bahwa bayi yang mengalami kejang-kejang disebabkan karena kemasukan roh
halus, dan dipercaya hanya dukun yang dapat menyembuhkannya.
2. Timbulnya penyakit sebagai pertanda contoh Demam atau diare yang terjadi
pada bayi dianggap pertanda bahwa bayi tersebut akan bertambah
kepandaiannya, seperti sudah bisa untuk berjalan.
3. Kesehatan anak juga dipengaruhi oleh faktor budaya dan sosial. Dimana hingga
kini masyarakat baik di perkotaan maupun pedesaan masih menjalankan
kepercayaan tersebut. Hal tersebut disebabkan karena kebiasaan yang telah
turun temurun terjadi . Tetapi ada baiknya jika masyarakat juga
mempertimbangkan dengan pemahaman menurut para medis karena para medis
lebih memahami tentang mana yang baik dalam tumbuh kembang kesehatan
anak.

Menurut Sarwono (2004, dalam Julianto, 2009) mengemukakan bahwa keputusan untuk
menggunakan pelayanan kesehatan itu ada tiga komponen, yaitu

1. Komponen predisposisi terdiri dari demografi, struktur sosial dan kepercayaan


masyarakat,

2. Komponen enabling (pendukung) terdiri dari sumber daya keluarga,

3. Komponen need, merupakan komponen yang paling langsung berpengaruh terhadap


pelayanan kesehatan.
BAB 1V

PEMBAHASAN

Dari tiga komponen teori diatas dapat disimpulkan bahwa keputusan masyarakat
dalam memilih pelayanan kesehatan seharusnya dilakukan dengan pertimbangan yang
matang.

Pengambilan keputusan terkait penggunaan pelayanan kesehatan juga dapat terjadi


antara masyarakat dan pelaksana pembangunan yang akan mengakibatkan pengaruh
yang besar dalam pelaksanan kesehatan. Contohnya, program keluarga berencana atau
KB semula ditolak masyarakat. Mereka beranggapan bahwa banyak anak banyak rezeki
dan permasalahan itulah yang saat ini masih banyak terjadi pada masyarakat Indonesia
yaitu kesadaran sosial yang kurang terhadap pentingnya memanfaatkan pelayanan
kesehatan

(M.Setiadi et al. 2010).

Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Juliwanto (2008), ditemukan 21,8 % dari
sampel yang berjumlah 87 Ibu bersalin masih menggunakan dukun bayi. Pemanfaatan
pertolongan persalinan oleh tenaga profesional di masyarakat masih sangat rendah. Hal
ini disebabkan oleh faktor ibu seperti sikap terhadap pengambilan keputusan untuk
memanfaatkan tenaga ahli dalam pertolongan persalinan dan pengaruhnya tidak lepas
dari sosial budaya yang mendorong masyarakat untuk memilih tenaga kesehatan
walaupun tenaga kesehatan tersebut tidak memiliki jaminan keselamatan.

Sedangkan dari penelitian yang telah dilakukan oleh Gotsadze, et al. (2005),
didapatkan data hasil penelitian yaitu 67.5 % dari 2500 kepala keluarga yang enggan
untuk menggunakan fasilitas kesehatan. Masyarakat menganggap bahwa menggunakan
pelayanan kesehatan menjadi sebuah beban pada masyarakat. Masyarakat yang kurang
mampu lebih cenderung untuk mencari solusi kesehatan dengan memanfaatkan fasilitas
kesehatan daripada masyarakat yang memang memiliki tingkat ekonomi yang lebih
tinggi.

Pembangunan kesehatan pada hakekat nya diarahkan untuk mempertinggi


derajat kesehatan, dengan prioritas utama. Berkaitan dengan itu perlu terus ditingkatkan
berbagai upaya terutama untuk mendekatkan pelayanan kesehatan pada masyarakat
dengan mutu yang lebih baik serta dengan memperluas cakupan pelayana kesehatan. Hal
ini dilakukan agar masyarakat lebih terdorong untuk menggunakan pelayanan kesehatan
yang telah disediakan oleh pemerintah pusat sehingga angka morbiditas dan mortalitas
yang semakin meningkat dapat dicegah (Pasaribu, 2005).

Perlu dilakukan penyuluhan kepada masyarakat mengenai persalinan yang aman,


risiko persalinan pada dukun bayi serta pentingnya pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan seperti bidan, mengadakan pendekatan budaya dan adat istiadat setempat
dalam penempatan bidan-bidan agar mudah diterima dan dimanfaatkan oleh masyarakat.
Selain itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan variabel-variabel
lainnya (Amilda & Palarto 2010).

Dari studi pendahuluaan yang telah dilakukan peneliti pada bulan Juli 2014 di Dusun
Wonosari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang, peneliti telah melakukan survei
dan wawancara secara langsung kepada beberapa warga dusun dan didapatkan data hasil
dari 15 warga dimana 1 warga mengalami keterbatasan transportasi, 2 warga masih
menggunakan dukun karena kepercayaan, 5 warga terhambat masalah ekonomi dan 5
warga menggunakan fasilitas kesehatan yang telah disediakan pemerintah tetapi jika
sudah putus asa warga seterusnya mengandalkan jasa dukun.

Dusun Wonosari adalah salah satu dusun yang terdapat pada Kecamatan Wonosari,
Kabupaten Malang. Wilayah Desa Wonosari sering juga disebut Desa Gunung Kawi oleh
Masyarakat di luar Desa Wonosari maupun warga Desa Wonosari Sendiri. Pada tahun
2014 Desa Wonosari telah dijadikan daerah wisata Gunung Kawi. Hal ini memicu
pembangunan desa khususnya dalam bidang kesehatan, yaitu pembangunan fasilitas
kesehatan pemerintah seperti Rumah Sakit maupun Puskesmas.

Pembangunan fasilitas kesehatan ini diharapkan akan menjadi solusi dari masalah
kesehatan yang ada pada masyarat Desa Wonosari, tetapi walaupun pembangunan
fasilitas kesehatan telah terlaksana, masih banyak masyarakat Desa Wonosari yang
masih memanfaatkan dukun desa. Hal ini dipicu oleh sosial budaya yang berada pada
wilayah Desa Wonosari yang masih kental akan kepercayaan nenek moyang, khususnya
pada wilayah Dusun Wonosari.

Sosial budaya terkait masalah kesehatan di daerah Dusun Wonosari masih kental. Hal
ini terlihat dari fasilitas kesehatan tradisional yang masih terdapat di wilayah Dusun
Wonosari. Seperti yang tertera pada hasil wawancara diatas, sebagian masyarakat Dusun
Wonosari juga masih memilih dukun desa sebagai fasilitas kesehatan yang layak untuk
dimanfaatkan.

Dari data yang telah didapatkan dan dari hasil studi pendahuluan diatas, dapat
disimpulkan bahwa pentingnya pelayanan kesehatan yang tepat untuk kesehatan
masyarakan dan menyadari pentingnya hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang hubungan sosial budaya terhadap pengambilan keputusan
masyarakat dalam memilih pelayanan kesehatan di Dusun Wonosari, Kecamatan
Wonosari, Kabupaten Malang.

Penelitian-penelitian yang berhubungan dengan permasalahan ini antara lain:

1. Nur Latifah Amilda & Budi Palarto (2010)

Nur Latifah Amilda dan Budi Palarto (2010) meneliti tentang faktorfaktor yang
berhubungan dengan pemilihan pertolongan persalinan oleh dukun bayi di Desa
Banjar Sari, Kecamatan Gerabag, Kabupaten Magelang. Dalam penelitian ini, metode
yang digunakan adalah kwantitatif, yang dengan desain Cross Sectional. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara menggunakan kuesioner.
Perbedaan pada penelitian ini adalah variabel dan pada sampelnya. variabel pada
penelitian yang dilakukan oleh Nur Latifah Amilda dan Budi Palarto hanya
menggunakan satu variabel dan sampelnya pada ibu-ibu yang melahirkan baik yang
masih hidup ataupun yang sudah mati. Sedangkan dalam penelitian ini menggunakan
dua variabel dan sampelnya adalah masyarakat yang masih menetap di Dusun
Wonosari.

2. Samuel Pasaribu (2005)


Samuel Pasaribu (2005) meneliti tentang pengaruh faktor sosial budaya dan sosial
ekonomi terhadap pemeriksaan kehamilan di Desa Bandar Sakti Puskesmas Rantau
Laban Kota Tebing Tinggi. Jenis Penelitian ini adalah penelitian survey analytic
dengan pendekatan kwantitatif. Jumlah sampel yang diwawancarai sebanyak 33
responden. Perbedaan ada pada variabel dependen. Penelitian Samuel Pasaribu
menggunakan variabel dependen yaitu pemeriksaan kehamilan, sedangkan pada
penelitian ini mengunakan variabel dependen yaitu pemilihan pelayanan kesehatan.

3. Nurmalia Safitri (2012)

Rr. Nurmalia Safitri (2012). Penelitian yang dilakukan tentang faktorfaktor yang
berhubungan dengan niat untuk memilih pelayanan rawat inap di Ruham Sakit Bogor
Medical Center. Penelitian ini menggunakan analisis bivarian dengan uji chi square
dan pendekatan kwantitatif. Perbedaan pada penelitian ini adalah variabel dan pada
sampelnya. Penelitian Rr. Nurmalia

4. Safitri menggunakan satu variabel dan sampel diambil dari pasien rumah sakit.
Sedangkan pada penelitian ini mengguanakan dua variabel dan sampel diambil dari
warga Dusun Wonosari.
BAB V
KESIMPULAN SARAN

Kebijakan peningkatan peran pengobatan tradisional dalam system pelayanan


kesehatan,yaitu:

1. Pengobatan tradisional perlu dikembangkan dalam rangka peningkatan peran serta


masyarakat dalam pelayanan kesehatan primer.
2. Pengobatan tradisional perlu dipelihara dan dikembangkan sebagai warisan budaya
bangsa, namun perlu membatasi praktek-praktek yang membahayakan kesehatan.
3. Dalam rangka peningkatan peran pengobatan tradisional, perlu dilakukan penelitian,
pengujian dan pengembangan obat-obatan dan car-cara pengobatan tradisional.
4. Pengobatan tradisional sebagai upaya kesehatan nonformal tidak memerlukan izin,
namun perlu pendataan untuk kemungkinan pembinaan dan pengawasannya. Masalah
pendaftaran masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
5. Pengobatan tradisional yang berlandaskan pada cara-cara organobiologik, setelah diteliti,
diuji dan diseleksi dapat diusahakan untuk menjadi bagian program pelayanan kesehatan
primer. Contoh : dukun bayi, tukang gigi, dukun patah tulang. Sedangkan cara-cara
psikologik dan supranatural perlu diteliti lebih lanjut, sebelum dapat dimanfaatkan dalam
program.
6. Pengobatan tradisional tertentu yang mempunyai keahlian khusus dan menjadi tokoh
masyarakat dapat dilibatkan dalam upaya kesehatan masyarakat, khususnya sebagai
komunikator antara pemerintah dan masyarakat.
Untuk menyimpulkan pandangan-pandangan mengenai pengobatan tradisional, kami
yakin bahwa jika di nilai dari banyak fungsi yang di harapkan dapat memenuhi oleh
pengobatan dan keterbatasan-keterbatasan yang ada pada penelitian medis yang sistematik
dalam masyarakat-masyarakat tersebut, maka system-sistem medis tradisional, yang di lihat
sebagai sarana adaptif, telah berhasil dengan baik. Mereka telah muncul sejak ribuan tahun
yang lalu, telah memberikan harapan dan penyembuhan kepada yang sakit, mereka
menangani juga penyakit-penyakit sosial, dan mereka telah memberikan sumbangan terhadap
penambahan populasi dunia secara lambat.

Kami juga percaya bahwa beda dengan pengobatan ilmiah ,baik dari aspek-aspek
preventif dan klinisnya, serta semua kekurangan dalm perawatan kesehatannya maka
pengobatan tradisional adalah cara kurang memuaskan dalam memenuhi kebutuhan
kesehatan dari penduduk masa kini. Hal ini bukanlah merupakan penilaian kami saja
melainkan keputusan para penilai utama, konsumen-konsumen tradisional yang semakin
meningkat dalam memilih antara pengobatanya sendiri dengan pengobatanya ilmiah lain.
BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

Uciha Itachi , 2013 Pengaruh Nilai Sosial Budaya Terhadap Keshatan, 2012
http://macrofag.blogspot.com/

Robertha Natalia Gracia, 2010 Hubungan Aspek Sosial Terhadap Pembangunan Kesehatan,
http://roberthanatalia.blogspot.com/

Supardi, S., Feby Nurhadiyanto Arief, Sabarijah WittoEng. 2003. Penggunaan Obat
Tradisional Buatan Pabrik dalam Pengobatan Sendiri di Indonesia. Jurnal bahan alam
Indonesia, Volume 2 Nomor4.

Supardi, S., Mulyono Notosiswoyo, Nani Sukasediati, Winarsih, Sarjaini Jamal, M.J Herman.
1997. Laporan Penelitian Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Obat dan Obat
Tradisional Dalam Pengobatan Sendiri di Pedesaan. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Farmasi Badan Litbangkes.

Supardi, S., Feby Nurhadiyanto Arief, Sabarijah WittoEng. 2003. Penggunaan Obat
Tradisional Buatan Pabrik dalam Pengobatan Sendiri di Indonesia. Jurnal bahan alam
Indonesia, Volume 2. Sugeng, Dwi. (2007). Pengobatan Alternatif. Yogyakarta: PT. Media
Abadi.

Anda mungkin juga menyukai