Disusun oleh :
KELOMPOK 3
A. Latar Belakang
Sosial budaya dapat dilihat sebagai pola dalam suatu wilayah lokal, seringkali
dipandang secara birokratis dan sesuatu yang terorganisir, berkembang, berbudaya
termasuk teori pemikiran sistem kepercayaan dan aktivitas sehari-hari, hal ini dapat
diterapkan dalam praktek keseharian. Terkadang sosial budaya digambarkan menjadi
suatu yang tidak dapat ditangkap oleh akal sehat atau sesuatu diluar kemampuan panca
indra (Cicourel, 2013).
Perilaku sosial atau tingkah laku manusia (behavior) semata-mata dipahami sebagai
sesuatu yang ditentukan oleh sesuatu rangsangan (stimulus) yang datang dari luar
dirinya. Indifidu sebagai aktor tidak hanya sekedar penanggap pasif terhadap stimulus
tetapi menginterpretasikan stimulus yang diterima itu. Masyarakat dipandang sebagai
aktor kreatif dari realitas sosial, sehingga perubahan sosialpun dapat terjadi dan akan
berdampak pada aspek lain khususnya interaksi sosial pada masyarakat (Rofiq A., 2008).
Interaksi sosial diatas yang diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial timbal balik
yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orangorang secara perorangan, antara
kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang dengan kelompok manusia dalam
rangka mencapai tujuan tertentu. Interaksi tersebut terjadi karena adanya saling mengerti
maksud dan tujuan masing-masing pihak dalam hubungan sosial. Rasa saling mengerti
dapat menjadikan interaksi yang dinamis antara satu pihak dengan pihak yang lain,
sehingga tujuan dari suatu program masyarakat akan dapat meningkatkan kualitas hidup
masyarakat itu sendiri (Pribadi, 2004).
Perkembangan dari suatu hubungan sosial dapat pula diterangkan melalui tujuan-
tujuan dari manusia yang melakukan hubungan sosial itu dimana ketika ia mangambil
manfaat dari tindakan memberikan perbedaan yang menjadikan manfaat dari tindakan
tersebut menjadi lebih dapat dimanfaatkan untuk menjadi solusi dari permasalahan
sosial. Masyarakat yang menjadikan suatu aturan budaya sebagai solusi terbaik tanpa
berfikir jernih dalam menyelesaikan permasalahan tidak akan bertahan lama dalam
melakukan aktivitas sosial (Darwis, 2003).
Kebudayaan memiliki unsur yang sama dalam setiap kebudayaan di dunia. Baik
kebudayaan kecil bersahaja dan terisolasi maupun yang besar, kompleks dan dengan
jaringan hubungan yang luas. Kebudayaan sangat mudah berganti dan dipengaruhi oleh
kebudayaan lain, sehingga akan menimbulkan berbagai masalah yang besar. Dalam suatu
kebudayaan terdapat sifat sosialis masyarakat yang didalamnya terdapat suatu ikatan
sosial tertentu yang akan menciptakan kehidupan bersama (Sulismadi & Sofwani, 2011).
Salah satu perilaku kesehatan masyarakat yang perlu menjadi pertimbangan adalah
mengambil keputusan dalam hal masalah kesehatan. Membuat keputusan adalah suatu
usaha yang melibatkan aktivitas berpikir apabila membuat pilihan antara beberapa
alternatif yang ada supaya pilihan yang dibuat menjadi pilihan terbaik. Membuat
keputusan adalah proses membuat pilihan antara dua atau lebih alternatif yang saling
bertentangan yang mana akan menyulitkan orang yang membuat keputusan. Sehubungan
dengan itu pembuat keputusan perlu berpikir berdasarkan beberapa ciri-ciri atau kriteria
tertentu (Makhsin et al. 2006).
A. Pengertian Kesehatan
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan
kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk
kehamilan dan persalinan. Pendidikan kesehatan adalah proses membantu sesorang,
dengan bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk membuat
keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang mempengaruhi kesehatan
pribadinya dan orang lain. Definisi yang bahkan lebih sederhana diajukan oleh Larry
Green dan para koleganya yang menulis bahwa pendidikan kesehatan adalah
kombinasi pengalaman belajar yang dirancang untuk mempermudah adaptasi
sukarela terhadap perilaku yang kondusif bagi kesehatan. Data terakhir menunjukkan
bahwa saat ini lebih dari 80 persen rakyat Indonesia tidak mampu mendapat jaminan
kesehatan dari lembaga atau perusahaan di bidang pemeliharaan kesehatan, seperti
Akses, Taspen, dan Jamsostek. Golongan masyarakat yang dianggap 'teranaktirikan'
dalam hal jaminan kesehatan adalah mereka dari golongan masyarakat kecil dan
pedagang. Dalam pelayanan kesehatan, masalah ini menjadi lebih pelik, berhubung
dalam manajemen pelayanan kesehatan tidak saja terkait beberapa kelompok
manusia, tetapi juga sifat yang khusus dari pelayanan kesehatan itu sendiri. UU
No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara
sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu
kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya
kesehatan jiwa merupakanbagian integral kesehatan.
B. Kebudayaan dan Pengobatan Tradisional
Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena
ada faktor– faktor lain diluar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama
faktor sosial budaya. Kedua pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang
satu hanya dapat dipahami dalam konteks pengertian yang lain. Banyak ahli filsafat,
biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan
telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau dari
masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang
berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan
lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosio budaya. Definisi sakit:
seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis), atau
gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya terganggu.
Walaupun seseorang sakit (istilah sehari -hari) seperti masuk angin, pilek, tetapi bila
ia tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia di anggap tidak sakit.2
[2] Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan resultante dari
berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia,
social budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya. Derajat
kesehatan masyarakat yang disebut sebagai psycho socio somatic health well being ,
merupakan resultante dari 4 faktor yaitu:
1. Environment atau lingkungan.
2. Behaviour atau perilaku, Antara yang pertama dan kedua dihubungkan dengan
ecological balance.
3. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk, dan
sebagainya.
4. Health care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif, promotif,
kuratif, dan rehabilitatif.
Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor
yang paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat
kesehatan masyarakat. Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangat
dipengaruhi oleh faktor -faktor seperti kelas social, perbedaan suku bangsa dan
budaya. Maka ancaman kesehatan yang sama (yang ditentukan secara klinis),
bergantung dari variable-variabel tersebut dapat menimbulkan reaksi yang berbeda di
kalangan pasien.
BAB III
STUDY KASUS
Menurut Sarwono (2004, dalam Julianto, 2009) mengemukakan bahwa keputusan untuk
menggunakan pelayanan kesehatan itu ada tiga komponen, yaitu
PEMBAHASAN
Dari tiga komponen teori diatas dapat disimpulkan bahwa keputusan masyarakat
dalam memilih pelayanan kesehatan seharusnya dilakukan dengan pertimbangan yang
matang.
Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Juliwanto (2008), ditemukan 21,8 % dari
sampel yang berjumlah 87 Ibu bersalin masih menggunakan dukun bayi. Pemanfaatan
pertolongan persalinan oleh tenaga profesional di masyarakat masih sangat rendah. Hal
ini disebabkan oleh faktor ibu seperti sikap terhadap pengambilan keputusan untuk
memanfaatkan tenaga ahli dalam pertolongan persalinan dan pengaruhnya tidak lepas
dari sosial budaya yang mendorong masyarakat untuk memilih tenaga kesehatan
walaupun tenaga kesehatan tersebut tidak memiliki jaminan keselamatan.
Sedangkan dari penelitian yang telah dilakukan oleh Gotsadze, et al. (2005),
didapatkan data hasil penelitian yaitu 67.5 % dari 2500 kepala keluarga yang enggan
untuk menggunakan fasilitas kesehatan. Masyarakat menganggap bahwa menggunakan
pelayanan kesehatan menjadi sebuah beban pada masyarakat. Masyarakat yang kurang
mampu lebih cenderung untuk mencari solusi kesehatan dengan memanfaatkan fasilitas
kesehatan daripada masyarakat yang memang memiliki tingkat ekonomi yang lebih
tinggi.
Dari studi pendahuluaan yang telah dilakukan peneliti pada bulan Juli 2014 di Dusun
Wonosari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang, peneliti telah melakukan survei
dan wawancara secara langsung kepada beberapa warga dusun dan didapatkan data hasil
dari 15 warga dimana 1 warga mengalami keterbatasan transportasi, 2 warga masih
menggunakan dukun karena kepercayaan, 5 warga terhambat masalah ekonomi dan 5
warga menggunakan fasilitas kesehatan yang telah disediakan pemerintah tetapi jika
sudah putus asa warga seterusnya mengandalkan jasa dukun.
Dusun Wonosari adalah salah satu dusun yang terdapat pada Kecamatan Wonosari,
Kabupaten Malang. Wilayah Desa Wonosari sering juga disebut Desa Gunung Kawi oleh
Masyarakat di luar Desa Wonosari maupun warga Desa Wonosari Sendiri. Pada tahun
2014 Desa Wonosari telah dijadikan daerah wisata Gunung Kawi. Hal ini memicu
pembangunan desa khususnya dalam bidang kesehatan, yaitu pembangunan fasilitas
kesehatan pemerintah seperti Rumah Sakit maupun Puskesmas.
Pembangunan fasilitas kesehatan ini diharapkan akan menjadi solusi dari masalah
kesehatan yang ada pada masyarat Desa Wonosari, tetapi walaupun pembangunan
fasilitas kesehatan telah terlaksana, masih banyak masyarakat Desa Wonosari yang
masih memanfaatkan dukun desa. Hal ini dipicu oleh sosial budaya yang berada pada
wilayah Desa Wonosari yang masih kental akan kepercayaan nenek moyang, khususnya
pada wilayah Dusun Wonosari.
Sosial budaya terkait masalah kesehatan di daerah Dusun Wonosari masih kental. Hal
ini terlihat dari fasilitas kesehatan tradisional yang masih terdapat di wilayah Dusun
Wonosari. Seperti yang tertera pada hasil wawancara diatas, sebagian masyarakat Dusun
Wonosari juga masih memilih dukun desa sebagai fasilitas kesehatan yang layak untuk
dimanfaatkan.
Dari data yang telah didapatkan dan dari hasil studi pendahuluan diatas, dapat
disimpulkan bahwa pentingnya pelayanan kesehatan yang tepat untuk kesehatan
masyarakan dan menyadari pentingnya hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang hubungan sosial budaya terhadap pengambilan keputusan
masyarakat dalam memilih pelayanan kesehatan di Dusun Wonosari, Kecamatan
Wonosari, Kabupaten Malang.
Nur Latifah Amilda dan Budi Palarto (2010) meneliti tentang faktorfaktor yang
berhubungan dengan pemilihan pertolongan persalinan oleh dukun bayi di Desa
Banjar Sari, Kecamatan Gerabag, Kabupaten Magelang. Dalam penelitian ini, metode
yang digunakan adalah kwantitatif, yang dengan desain Cross Sectional. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara menggunakan kuesioner.
Perbedaan pada penelitian ini adalah variabel dan pada sampelnya. variabel pada
penelitian yang dilakukan oleh Nur Latifah Amilda dan Budi Palarto hanya
menggunakan satu variabel dan sampelnya pada ibu-ibu yang melahirkan baik yang
masih hidup ataupun yang sudah mati. Sedangkan dalam penelitian ini menggunakan
dua variabel dan sampelnya adalah masyarakat yang masih menetap di Dusun
Wonosari.
Rr. Nurmalia Safitri (2012). Penelitian yang dilakukan tentang faktorfaktor yang
berhubungan dengan niat untuk memilih pelayanan rawat inap di Ruham Sakit Bogor
Medical Center. Penelitian ini menggunakan analisis bivarian dengan uji chi square
dan pendekatan kwantitatif. Perbedaan pada penelitian ini adalah variabel dan pada
sampelnya. Penelitian Rr. Nurmalia
4. Safitri menggunakan satu variabel dan sampel diambil dari pasien rumah sakit.
Sedangkan pada penelitian ini mengguanakan dua variabel dan sampel diambil dari
warga Dusun Wonosari.
BAB V
KESIMPULAN SARAN
Kami juga percaya bahwa beda dengan pengobatan ilmiah ,baik dari aspek-aspek
preventif dan klinisnya, serta semua kekurangan dalm perawatan kesehatannya maka
pengobatan tradisional adalah cara kurang memuaskan dalam memenuhi kebutuhan
kesehatan dari penduduk masa kini. Hal ini bukanlah merupakan penilaian kami saja
melainkan keputusan para penilai utama, konsumen-konsumen tradisional yang semakin
meningkat dalam memilih antara pengobatanya sendiri dengan pengobatanya ilmiah lain.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Uciha Itachi , 2013 Pengaruh Nilai Sosial Budaya Terhadap Keshatan, 2012
http://macrofag.blogspot.com/
Robertha Natalia Gracia, 2010 Hubungan Aspek Sosial Terhadap Pembangunan Kesehatan,
http://roberthanatalia.blogspot.com/
Supardi, S., Feby Nurhadiyanto Arief, Sabarijah WittoEng. 2003. Penggunaan Obat
Tradisional Buatan Pabrik dalam Pengobatan Sendiri di Indonesia. Jurnal bahan alam
Indonesia, Volume 2 Nomor4.
Supardi, S., Mulyono Notosiswoyo, Nani Sukasediati, Winarsih, Sarjaini Jamal, M.J Herman.
1997. Laporan Penelitian Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Obat dan Obat
Tradisional Dalam Pengobatan Sendiri di Pedesaan. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Farmasi Badan Litbangkes.
Supardi, S., Feby Nurhadiyanto Arief, Sabarijah WittoEng. 2003. Penggunaan Obat
Tradisional Buatan Pabrik dalam Pengobatan Sendiri di Indonesia. Jurnal bahan alam
Indonesia, Volume 2. Sugeng, Dwi. (2007). Pengobatan Alternatif. Yogyakarta: PT. Media
Abadi.