SELFIANA (A.18.10.056)
KHARUL MUKRIMIN
MITA ANUGERAH
KHAIRUL MUKRIMIN
Perawatan paliatif adalah perawatan yang dilakukan secara aktif pada penderita yang
sedang sekarat atau dalam fase terminal akibat penyakit yang dideritanya. Pasien sudah
tidak memiliki respon terhadap terapi kuratif yang disebabkan oleh keganasan
(Aziz,Witjaksono,&Rasijidi, 2008).
pasien (dewas dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang
mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui identifikasi
dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik
Menurut Andreas Eppink, sosial budaya atau kebudayaan adalah segala sesuatu
atau tata nilai yang berlaku dalam sebuah masyarakat yang menjadi ciri khas dari
kesenian, moral, adat istiadat, hukum, pengetahuan, kepercayaan, dan kemampuan olah
pikir dalam bentuk lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat dan
keseluruhan bersifat kompleks. Dari kedua pengertian tersebut bisa disimpulkan bahwa
sosial budaya memang mengacu pada kehidupan bermasyarakat yang menekankan pada
ekonomi, materi dan sejarah membentuk budaya untuk merespon, dan konsep tentang
kesehatan, sakit dan keputusan untuk melakukan pengobatan. Jadi disini budaya tidak
terbatas pada definisi secara Antropology. Akan tetapi budaya dipahami sebagai cara hidup
termasuk ide mengenai pengobatan, kepercayaan tentang sehat dan sakit, dan Bahasa yang
digunakan untuk menjelaskan tentang proses kematian, serta insitusi dan system pelayanan
kesehatan yang membentuk bagaimana kita berpikir dan merasakan. Jadi budaya
merupakan berbagai hal yang mencakup praktik budaya, arsitektur seperti ruangan pada
termasuk status fisik dan emosional. Hal yang menarik dimana Bahasa membentuk
hubungan serta membedakan hal tentang hidup, mati, dan perawatan. Contoh dimana
kondisi sulit untuk menemani akan kesehatan, sakit, dan kematian. Apakah dapat diterima
bila mengatakan bahwa “dia telah pergi” atau “dia telah mati” pada keluarga. Hal ini
menunjukkan bahwa bahsa yang digunakan untuk mengatakan “mati” dalam konteks social
menjadi hal yang sulit untuk menggambarkannya apa yang akan dinilai. Olehnya,
dalam bidang perawatan medis maupun tentang kematian. Sehingga pendekatan tersebut
memberikan perspesifik bahwa inti dari berbagai krisis komunikasi adalah makna dan
pemaknaan. Dalam memaknai sesuatu makap emaknaan yang beragam terhadap sesuatu
kemungkinan masih seringditemukan dan bertahan dalam suatu budaya. Akan tetapi,
definisi mengenai kematian dan kondisi menjelang akhir hayat juga dapat berubah,
bagaimana definisi kematian dan kondisi menjelang akhir hayat menjadi suatu masalah
tersendiri. Sehingga masalah bukanlah pada orangnya tapi pada bagaimana cara orang
tersebut berbahasa dan menyampaikan pesan yang menjadi masalah. Perbedaan ini menjadi
penting untuk memahami budaya dan dinamika budaya itu sendiri dan hubungan
Memahami budaya terkait dengan komunikasi pada kondisi akhir hayat termasuk
sekaligus perbedaan tentang apa dan siapa kita dalam nilai sosial. Olehnya, pemahaman
Bahasa dalam bentuk tulisan dan lisan merupakan tantangan awal untuk menghasilkan
sebuah pemaknaan, bagaimanama makna tersebut dihasilkan, dan oleh siapa makna
tersebut dihasilkan. Pemahaman peran budaya dalam pelayanan paliatif merupakan hal
sangat mendasar.
kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Karena
itulah penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tetapi
juga membuat mereka mengerti tentang proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana
pengaruh sikap terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota
masyarakat.
tingkat kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor perilaku (behavior cause)
dan faktor di luar perilaku (non-behaviour cause). Perilaku itu sendiri terbentuk dari tiga
faktor, yaitu:
mengalami sakit, ini akan sangat dipengaruhi oleh budaya, tradisi, dan
sebagai penyembuh ketika mereka sakit, dan bayi yang menderita demam atau
diare berarti pertanda bahwa bayi tersebut akan pintar berjalan. Jadi, dapat
berupa kepercayaan gaib. Sehingga usaha yang harus dilakukan untuk mengubah
mencuptakan kebudayaan yang inovatif sesuai dengan norma, berpola, dan benda
perilaku ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah faktor
sosial budaya, bila faktor tersebut telah tertanam dan terinternalisasi dalam
suatu daerah. Sehingga dalam kajian sosial budaya tentang perawatan paliatif
tinggi.
indonesi beberapa tahun yang lalu, cerita kemunculan dukun ponari dengan
jumlah pasien yang berobat kerumah ponari dari hari kehari semakin
terlepas dari peran budaya yang ada di masyarakat kita terhadap hal-hal yang
bersifat mistis. Percaya terhadap kesaktian batu yang dimiliki ponari itu
merupakan sebuah budaya yang mengakar dan bertahan dimasyarakat sebagai
temurun merupakan bagian dari kearifan lokal yang sulit untuk dilepaskan.