Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu penyakit yang sering dijumpai pada anak-anak yaitu

penyakit asma. Kejadian asma meningkat di hampir seluruh dunia, baik

Negara maju maupun Negara berkembang termasuk Indonesia.

Peningkatan ini diduga berhubungan dengan meningkatnya industri

sehingga tingkat polusi cukup tinggi. Walaupun berdasarkan pengalaman

klinis dan berbagai penelitian asma merupakan penyakit yang sering

ditemukan pada anak, tetapi gambaran klinis asma pada anak sangat

bervariasi, bahkan berat-ringannya serangan dan sering-jarangnya

serangan berubah-ubah dari waktu ke waktu. Akibatnya kelainan ini

kadang kala tidak terdiagnosis atau salah diagnosis sehingga menyebabkan

pengobatan tidak adekuat.

Penyakit asma merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan

dan diperkirakan 4–5% populasi penduduk di Amerika Serikat terjangkit

oleh penyakit ini. Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama

dijumpai pada usia dini. Sekitar separuh kasus timbul sebelum usia 10

tahun dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Pada usia

kanak-kanak terdapat predisposisi laki-laki : perempuan = 2 : 1 yang

kemudian menjadi sama pada usia 30 tahun.

1
Beberapa anak menderita asma sampai mereka usia dewasa; namun

dapat disembuhkan. Kebanyakan anak-anak pernah menderita asma. Para

Dokter tidak yakin akan hal ini, meskipun hal itu adalah teori. Lebih dari 6

% anak-anak terdiagnosa menderita asma, 75 % meningkat pada akhir-

akhir ini. Meningkat tajam sampai 40 % di antara populasi anak di kota.

Karena banyaknya kasus asma yang menyerang anak terutama di Negara

kita Indonesia maka kami dari kelompok mencoba membahas mengenai

asma yang terjadi pada anak ini, sehingga orang tua dapat mengetahui

bagaimana pencegahan dan penatalaksanaan bagi anak yang terserang

asma.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang

kami dapat yaitu:

1. Bagaimana Konsep Medis Penyakit Asma?

2. Bagaimana Konsep Keperawatan Penyakit Asma?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui konsep medis penyakit asma.

2. Untuk mengetahui konsep keperawatan penyakit asma.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP MEDIS

1. Definisi Asma

Penyakit asma berasal dari kata asthma yang di ambil dari bahasa

Yunani yang mengandung arti “sulit bernapas”. Secara umum,

penyakit asma merupakan suatu jenis penyakit gangguan pernapasan,

khususnya pada paru-paru. Asma biasanya dikenal luas sebagai

“penyakit sesak napas”. Sesak napas terjadi karena penyempitan

saluran pernapasan akibat adanya aktivitas berlebihan terhadap

rangsangan tertentu.

Asma merupakan bentuk inflamasi kronis yang terjadi pada

saluran jalan nafas dengan memperlihatkan berbagai inflamasi sel

dengan gejala hiperaktivitas bronkus dalam berbagai tingkatan,

obstruksi jalan nafas, dan gejala pernafasan yang lain (mengi dan

sesak). (Arief Mansjoer, dkk.2001). Sedangkan menurut Sylvia

A,Price (1995) Astma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh

hipersensitifitas cabang-cabang trakhea bronkhial terhadap berbagai

jenis rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan

seluruh nafas secara periodik dan reversibel akibat bronkhospasme.

(Riyadi, 2011)

3
Klasifikasi asma di Amerika Serikat (menurut National Heart Lung

and Blood Institute of the National Institutes of Health) didasarkan

pada beratnya gejala klinis (intermiten ringan, persisten ringan,

persisten sedang, dan persisten berat). (Brashers, Aplikasi Klinis

Patofisiologi Pemeriksaan dan Manajemen (Edisi 2), 2007)

Tabel 5-1 Klasifikasi Asma

Kategori Gejala Gejala Obat Harian untuk Obat untuk

Penyakit Noktural Kontrol Jangka-panjang Penyembuhan Cepat

Gejala terus menerus Sering Pengobatan dua kali ᵦ2- agonis inhalasi

Aktivitas fisik terbatas sehari kerja pendek.

Sering Obat anti-inflamasi

eksaserbasi/memburuk (glukokortikoid inhalasi Penggunaan harian

dosis tinggi). atau penggunaan yang

Dan semakin sering

Bronkodilator kerja menunjukkan

panjang (ᵦ2- agonis perlunya terapi

inhalasi atau oral atau tambahan jangka

teofilin). panjang.

Dan

Glukokortikoid oral.

TAHAP 3 Gejala harian Lebih Pengobatan sekali atau ᵦ2- agonis inhalasi

Persisten Penggunaan harian ᵦ2- sering dari dua kali sehari kerja pendek.

4
sedang agonis inhalasi kerja sekali Obat anti-inflamasi

pendek. seminggu (glukokortikoid inhalasi Penggunaan harian

Eksaserbasi dosis sedang) atau penggunaan yang

memengaruhi Dan/atau semakin sering

aktivitas. Glukokortikoid inhalasi menunjukkan

Eksaserbasi minimal dosis sedang ditambah perlunya terapi

dua kali seminggu dan bronkodilator kerja tambahan jangka

dapat berlangsung panjang. panjang.

selama beberapa hari.

TAHAP 2 Gejala lebih sering Lebih Pengobatan sekali sehari ᵦ2- agonis inhalasi

Persisten dari dua kali seminggu sering dari Obat anti-inflamasi kerja pendek.

ringan tetapi kurang dari sekali (glukokortikoid inhalasi

sekali sehari. seminggu dosis rendah, kromolin, Penggunaan harian

Eksaserbasi dapat atau nedokromil) atau penggunaan yang

memengaruhi Atau semakin sering

aktivitas. Teofilin lepas lambat menunjukkan

Catatan: Modifier perlunya terapi

leukotrien dapat tambahan jangka

dipertimbangkan untuk panjang.

pasien yang minimal

berumur 12 tahun.

TAHAP 1 Gejala tidak lebih Tidak lebih Tidak perlu pengobatan ᵦ2- agonis inhalasi

Intermiten sering dari dua kali sering dari harian kerja pendek.

5
ringan seminggu. dua kali

Tidak bergejala dan sebulan Penggunaan lebih dari

dengan PEFR normal dua kali seminggu

di antara eksaserbasi. menunjukkan

Eksaserbasi pendek perlunya memulai

(beberapa jam sampai terapi jangka panjang.

beberapa hari).

Intensitas eksaserbasi

bervariasi.

2. Anatomi Fisiologi menurut (Pearce, 2009)

Sistem pernafasan terdiri dari komponen berupa saluran pernafasan

yang dimulai dari hidung, pharing, laring, trakea, bronkus, bronkiolus,

alveolus. Saluran pernafasan bagian atas dimulai dari hidung sampai

trakea dan bagian bawah dari bronkus sampai alveolus. Fungsi utama

sistem pernafasan adalah menyediakan oksigen untuk metabolisme

jaringan tubuh dan mengeluarkan karbondioksida sebagai sisa

metabolisme jaringan. Sedangkan fungsi tambahan sistem pernafasan

adalah mempertahankan keseimbangan asam basa dalam tubuh,

menghasilkan suara, memfasilitasi rasa kecap, mempertahankan kadar

cairan dalam tubuh serta mempertahankan keseimbangan panas tubuh.

6
Tercapainya fungsi utama pernafasan didasarkan pada empat

proses yaitu: ventilasi (keluar masuknya udara pernafasan), difusi

(pertukaran gas di paru-paru), transportasi (pengangkutan gas melalui

sirkulasi) dan perfusi (pertukaran gas di jaringan).Adapun kondisi

yang mendukung dari proses pernafasan adalah tekanan oksigen atau

udara atmosfer harus cukup, kondisi jalan nafas dalam keadaan

normal, kondisi otot pernafasan dan tulang iga harus baik, ekspansi

dan rekoil paru, fungsi sirkulasi (jantung), kondisi pusat pernafasan

dan hemoglobin sebagai pengikat oksigen.

Berikut ini dijelaskan lebih rinci mengenai anatomi dan

fisiologi dari organ-organ pernafasan:

a. Hidung

merupakan saluran pernafasan teratas. Ditempat ini udara

pernafasan mengalami proses yaitu penyaringan (filtrasi),

penghangatan dan pelembaban (humidifikasi). Ketiga proses ini

merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari

epitel thoraks bertingkat, bersilia dan bersel goblet. Bagian

belakang hidung berhubungan dengan pharing disebut

nasopharing.

7
b. Pharing

Berada di belakang mulut dan rongga nasal. Dibagi dalam tiga

bagian yaitu nasopharing, oropharing, dan laringopharing. Pharing

merupakan saluran penghubung antara saluran pernafasan dan

saluran pencernaan. Bila makanan masuk melalui oropharing,

epiglotis akan menutup secara otomatis sehingga aspirasi tidak

terjadi.

c. Laring

Berada di atas trakea di bawah pharing. Sering kali disebut

sebagai kotak suara karena udara yang melewati daerah itu akan

membentuk bunyi. Laring ditunjang oleh tulang-tulang rawan,

diantaranya yang terpenting adalah tulang rawan tiroid (Adam

Apple) yang khas pada pria, namun kurang jelas pada wanita. Di

bawahnya terdapat tulang rawan krikoid yang berhubungan dengan

trakea.

d. Trakea

Terletak di bagian depan esophagus, dan mulai bagian

bawah krikoid kartilago laring dan berakhir setinggi vertebra

torakal 4 atau 5. Trakea bercabang menjadi bronkus kanan dan kiri.

Tempat percabangannya disebut karina yang terdiri dari 6 – 10

cincin kartilago.

8
e. Bronkus

Dimulai dari karina, dilapisi oleh silia yang berfungsi

menangkap partikel-partikel dan mendorong sekret ke atas untuk

selanjutnya dikeluarkan melalui batuk atau ditelan. Bronkus kanan

lebih gemuk dan pendek serta lebih vertikal dibanding dengan

bronkus kiri.

f. Bronkiolus

Merupakan cabang dari bronkus yang dibagi ke dalam

saluran-saluran kecil yaitu bronkiolus terminal dan bronkiolus

respirasi. Keduanya berdiameter ≤ 1 mm. Bronkiolus terminalis

dilapisi silia dan tidak terjadi difusi di tempat ini. Sebagian kecil

hanya terjadi pada bronkiolus respirasi.

g. Alveolus

Duktus alveolus menyerupai buah anggur dan merupakan

cabang dari bronkiolus respirasi. Sakus alveolus mengandung

alveolus yang merupakan unit fungsional paru sebagai tempat

pertukaran gas. Diperkirakan paru-paru mengandung ± 300 juta

alveolus (luas permukaan ± 100 m2) yang dikelilingi oleh kapiler

darah.

Dinding alveolus menghasilkan surfaktan (terbuat dari lesitin)

sejenis fosfolipid yang sangat penting dalam mempertahankan

ekspansi dan rekoil paru. Surfaktan ini berfungsi menurunkan

9
ketegangan permukaan dinding alveoli. Tanpa surfaktan yang

adekuat maka alveolus akan mengalami kolaps.

h. Paru-paru

Paru merupakan jaringan elastis yang dibungkus (dilapisi)

oleh pleura. Pleura terdiri dari pleura viseral yang langsung

membungkus/ melapisi paru dan pleura parietal pada bagian

luarnya. Pleura menghasilkan cairan jernih (serosa) yang berfungsi

sebagai lubrikasi. Banyaknya cairan ini lebih kurang 10 – 15 cc.

Lubrikasi dimaksudkan untuk mencegah iritasi selama respirasi.

Peredaran darah ke paru-paru melalui dua pembuluh darah yaitu

arteri pulmonalis dan arteri bronkialis.

3. Jenis-jenis Asma menurut (Mumpuni & Wulandari, 2013)

Jenis asma ada bermacam-macam, meskipun banyak orang yang

sering menganggapnya sama. Secara umum, jenis asma dapat

dibedakan menjadi 9 jenis, yaitu:

a. Asma akibat alergi

Inilah jenis asma yang paling banyak ditemukan, terutama

di negara tropis seperti Indonesia. Anak-anak sangat rentan dengan

asma jenis ini , karena aktivitasnya yang dinamis. Mereka sering

bermain di luar rumah sehingga sering terpapar debu, binatang-

binatang kecil, asap, polusi udara, bau kotoran sampah, bau-bauan

yang menyengat, dan berbagai hal lainnya.

10
b. Asma karena non-alergi

Asma ini biasanya terjadi pada usia yang sudah lebih

dewasa dan disebabkan oleh infeksi pada saluran pernapasan

bawah dan atas. Infeksi ini menyebabkan peradangan sehingga

terjadi penyumbatan saluran udara.

c. Asma nokturnal (asma karena batuk kering)

Batuk kering sangat menyiksa dan menyakitkan di dada.

Penderitanya sering terbangun dari tidur karena jenis penyakit ini.

Penderitanya biasanya menjadi lemas dan lesu di pagi hari karena

kurang tidur.

d. Asma pada anak

Asma pada anak ini umumnya terjadi karena alergi-alergi

yang sudah dikemukakan di atas. Memang ada beberapa kasus

anak menjadi asma karena radang tenggorokan atau kasus iritasi

lainnya, namun jumlah terbanyak disebabkan karena alergi.

e. Asma pada orang dewasa

Asma pada orang dewasa bisa terjadi karena berbagai hal,

seperti alergi, non-alergi, nokturnal, iritasi, kecemasan, beban

kerja, dan lain-lain. Oleh karena itu, penderita harus lebih sadar

akan kondisi dirinya. Penderita harus mewaspadai gejala-gejala

yang mungkin muncul dan mempersiapkan diri untuk mencegah

jangan sampai terjadi serangan akut.

11
f. Asma batuk

Ini merupakan jenis asma yang menyulitkan bagi

penderitanya. Batuk yang menyertainya sering mengaburkan asma

yang terjadi. Oleh karena itu, jika terjadi batuk yang disertai sesak

nafas, sebaiknya segera kedokter dan jalani pemeriksaan lengkap

untuk menentukan jenis pengobatan yang paling sesuai.

g. Asma akibat pekerjaan

Asma ini terjadi karena terpapar zat-zat tertentu

dilingkungan tempat kerja. Contohnya, seorang pengajar yang

menggunakan kapur tulis dalam kesehariannya dapat mengalami

asma, karena menghirup butira-butirannya dan masuk ke saluran

pernapasan.

h. Asma musiman

Asma musiman ini adalah asma yang terjadi pada banyak

orang saat musim-musim tertentu. Misalnya, pada saat musim

kemarau, banyak sekali tanah-tanah kering dan berdebu, lalu debu

tersebut berterbangan dibawah angin dan masuk ke saluran

pernapasan. Ini bisa diperparah dengan kondisi tidak fit tiap orang.

i. Asma campuran

Asma ini bisa terjadi karena faktor-faktor ekstrinsik (dari

luar tubuh) seperti debu, kapur, asap, dan lain-lain yang ditambah

dengan kondisi penderita yang rentan terkena asma, seperti

12
orangtua pengidap asma, kondisi tubuh tidak fit, stres, dan lain-

lain.

4. Etiologi

Penyebab mendasar asma tidak sepenuhnya dipahami. Faktor

risiko terkuat terjadinya asma adalah kombinasi predisposisi genetik

dengan paparan lingkungan terhadap zat dan partikel yang dihirup

yang dapat memicu reaksi alergi atau menganggu saluran napas,

seperti :

a. Alergen dalam ruangan (misalnya tungau debu rumah di tempat

tidur, karpet dan perabotan boneka, polusi dan bulu binatang

peliharaan )

b. Alergen luar ruangan (seperti serbuk sari dan jamur )

c. Asap tembakau

d. Iritasi kimia di tempat kerja

e. Polusi udara

Pemicu lainnya bisa termasuk udara dingin, rangsangan emosional

ekstrem, seperti kemarahan atau ketakutan, dan latihan fisik. Bahkan,

obat tertentu dapat memicu asma, misalnya aspirin dan obat anti-

inflamasi non-steroid lainnya, dan beta-blocker (yang digunakan

untuk mengobati tekanan darah tinggi, kondisi jantung dan migrain)

(WHO,2014 dalam (Puspasari, 2019)).

13
5. Manifestasi Klinik (Tanda dan Gejala)

Umumnya ada sembilan tanda dan gejala yang paling mudah

dikenali oleh setiap orang, yaitu :

a. Kesulitan bernapas dan sering terlihat terengah-engah bila

melakukan aktivitas yang sedikit berat.

b. Sering batuk, baik disertai dahak maupun tidak. Batuk adalah

pertanda ada yang tidak beres dengan saluran pernapasan.

c. Mengi atau “ngiiik....ngiiik....ngiiiiiikk” pada suara napas

penderita asma secara terus-menerus.

d. Dada terasa sesak karena adanya penyempitan saluran

pernapasan akibat rangsangan tertentu. Akibatnya, untuk

memompa oksigen ke seluruh tubuh harus ekstra keras

(memaksa) sehingga dada menjadi sesak.

e. Perasaan selalu merasa lesu dan lelah. Ini akibat kurangnya

pasokan oksigen ke seluruh tubuh.

f. Susah tidur karena sering batuk atau terbangun akibat dada

sesak.

g. Tidak mampu menjalankan aktivitas fisik yang lama tanpa

mengalami masalah pernapasan.

h. Paru-paru tidak berfungsi secara normal.

i. Lebih sensitif terhadap alergi.

14
Apabila kita terkena salah satu gejala dari tanda-tanda di atas,

maka perlu diwaspadai bahwa kita mungkin menderita asma dan

sewaktu-waktu dapat mengalami serangan jantung. (Mumpuni &

Wulandari, 2013)

6. Patofisiologi menurut (Asih & Effendy, 2003)

Serangan awal asma dapat terjadi pada masa kanak-kanak atau

dewasa. Episode asma akut, yang disebut sebagai serangan asma dapat

dicetuskan oleh stres, olahraga berat, infeksi, atau pemajanan terhadap

alergen atau iritan lain seperti debu dan sebagaianya (Kotak Displai 4-

1). Banyak klien asma dalam keluarganya mempunyai riwayat alergi

dispnea adalah gejala utama asma, tetapi hiperventilasi, sakit kepala,

kebas, dan mual juga dapat terjadi.

Tabel 4-1. Kemungkinan varian dari PPOK

Entitas penyakit Penyakit Obstruktif yang Berkaitan

yang menonjol Asma Bronkhitis Emfisema

Kronis

Asma Asma murni Asma dengan Asma dengan

bronkhitis emfisema

Brokhitis Kronis Brokhitis dengan Bronkhitis murni Bronkhitis kronis

asma dengan emfisema

Emfisema Emfisema dengan Emfisema dengan Emfisema murni

asma bronkhitis kronis

15
Serangan asmatik terjadi akibat beberapa perubahan fisiologi

termasuk perubahan dalam respon imunologi, resistensi jalan udara

yang meningkat, komplians paru meningkat, fungsi mukosiliaris yang

mengalami kerusakan, dan pertukaran oksigen-karbon dioksida yang

berubah.

Asma imunologis adalah akibat dari reaksi antigen-antibodi yang

melepaskan mediator kimiawi, dimana mediator tersebut menyebabkan

3 reaksi utama; (1) konstriksi otot polos baik pada jalan napas yang

kecil maupun yang besar, yang mengakibatkan spasme bronkus; (2)

peningkatan permeabilitas yang meengakibatkan edema mukosa yang

lebih jauh lagi menyempitkan jalan udara; (3) peningkatan sekresi

kelenjar mukosa dan menigkatkan pembentukan lendir. Sebagai akibat,

individu dengan serangan asma berjuang untuk bernapas melalui jalan

napas yang telah menyempit dan dalam keadaan spasme.

7. Pemeriksaan Diagnostik menurut (Puspasari, 2019)

a. Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate

meter.

b. Uji revisibilitas (dengan bronkodilator).

c. Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada atau tidaknya

hiperaktivitas bronkus.

d. Uji alergi (skin prick test) untuk menilai ada atau tidaknya alergi.

e. Foto toraks untuk menyingkirkan penyakit selain asma.

16
8. Penatalaksanaan Medis menurut (Puspasari, 2019)

a. Obat pengontrol asma jangka panjang, umunya dikonsumsi setiap

hari. Jenis pengobatan control jangka panjang meliputi:

1.) Inhalasi kortikosteroid. Obat anti inflamasi ini meliputi

fluticasone ( Flonase, flovent HFA), budesonide (Pulmicort

Flexhaler, Rhinocort), flunisolide (Aerospan HFA), ciclesonide

(Alvesco, Omnaris, Zetonna), beklometa-son (Qnasl, Qvar),

mometasone (Asmanex) dan fluticasone furoate (Arnuity

Ellipta). Tidak seperti kortikosteroid oral, obat kortikosteroid

ini memiliki risiko efek samping yang relative rendah dan

umumnya aman untuk penggunaan jangka panjang.

2.) Leukotrien modifier. Obat oral ini membantu meringankan

gejala asma hingga 24 jam. Yang termasuk obat jenis ini antara

lain montelukast (singulair), zafirlukast (Accolate) dan zileuton

(Zyflo). Dalam kasus yang jarang terjadi, obat-obatan ini

dikaitkan dengan reaksi psikologis, seperti agitasi, agresi,

halusinasi, depresi, dan pemikiran bunuh diri.

3.) Agonis beta long acting. Obat inhalasi meliputi salmeterol

(Serevent) dan formoterol (Foradil, Perforomist) yang

berfungsi membuka saluran udara.

4.) Inhaler kombinasi. Obat-obatan ini mengandung agonis beta

long acting bersamaan dengan kortikosteroid. Yang termasuk

jenis ini antara lain fluticasone-salmeterol (Advair Diskus),

17
budesonide-formoterol (Symbicort) dan formoterol-

mometasone (Dulera)

5.) Teofilin (Theo-24, Elixophyllin) adalah terapi oral rutin yang

membantu dilatasi bronkus (bronkodilator) dengan merelaksasi

otot-otot di sekitar saluran udara.

b. Obat emergency digunakan sesuai kebutuhan untuk pemulihan

gejala jangka pendek yang cepat selama serangan asma. Jenis obat

ini meliputi:

1.) Bronkodilator kerja cepat (short acting), bertindak dalam

beberapa menit untuk segera mengurangi gejala selama

serangan asma. Obat yang termasuk golongan ini antara lain

albuterol (ProAir HFA, Ventolin HFA, lain-lainnya) dan

levalbuterol (Xopenex). Obat ini digunakan dengan inhaler

genggam atau nebulizer portable.

Nebulizer adalah alat untuk mengubah obat dalam bentuk

cairan menjadi uap yang dihirup. Pengobatan yang

memanfaatkan nebulizer biasanya diberikan pada penderita

gangguan pernapasan, seperti asma dan penyakit paru

obstruktif kronis (PPOK) saat gejala sesak napas sedang

muncul. Fungsi nebulizer adalah untuk melegakan saluran

napas yang menyempit.

2.) Ipratropium (Atrovent). Seperti bronkodilator lainnya,

ipratropium bekerja cepat untuk segera merelaksasikan saluran

18
nafas. Ipratropium banyak digunakan untuk emfisema dan

bronchitis kronis, tapi kadang digunakan untuk mengobati

asma.

3.) Kortikosteroid oral dan intravena. Obat-obat ini meredakan

peradangan saluran napas yang disebabkan oleh asma berat.

Yang termasuk dalam obat ini antara lain prednison.

B. KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Secara umum, untuk menegakkan diagnosis asma, dibutuhkan

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang (Depkes

RI,2009 dalam (Puspasari, 2019)).

a. Anamnesis

Tanyakan kepada klien :

1.) Apakah terdapat batuk yang berulang terutama pada malam

hari menjelang dini hari?

2.) Apakah klien mengalami mengi atau dada terasa berat atau

batuk setelah terpajang alergen atau polutan (pencetus)?

3.) Apakah pada waktu klien mengalami selesma (common cold),

klien merasakan sesak di dada? Apakah selesmanya menjadi

berkepanjangan (selama 10 hari atau lebih)?

4.) Apakah ada mengi atau rasa berat di dada atau batuk setelah

melakukan aktivitas atau olah raga?

19
5.) Apakah gejala-gejala yang telah disebutkan sebelumnya

berkurang atau hilang setelah dilakukan pemberian

(bronkodilator)?

6.) Apakah terjadi batuk, mengi, sesak di dada ketika ada

perubahan musim/ cuaca/ suhu yang ekstrem (perubahan yang

tiba-tiba)?

7.) Apakah terdapat alergi lain yang diderita?

8.) Apakah di dalam keluarga, terdapat anggota yang memiliki

asma atau alergi?

b. Dasar data pengkajian pasien menurut (Doenges, Moorhouse, &

Geissler, 1999)

1.) Aktivitas / Istirahat

Gejala:

Keletihan, kelelahan, malaise.

Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena

sulit bernapas.

Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk

tinggi.

Dispnea pada saat istirahat/responds terhadap aktivitas/latihan.

Tanda :

Keletihan

Gelisah, insomnia.

2.) Sirkulasi

20
Gejala :

Pembengkakan pada ekstremitas bawah.

Tanda :

Peningkatan TD

Peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, disritmia.

Pucat dapat menunjukkan anemia.

3.) Integritas Ego

Gejala :

Perubahan pola hidup

Tanda :

Ansietas, ketakutan, peka rangsang.

4.) Makanan/cairan

Gejala:

Napsu makan buruk/anoreksia (emfisema).

Ketidakmampuan untuk makan karena distres pernapasan.

Tanda:

Turgor kulit buruk

Palpitasi abdominal dapat menyatakan hepatomegali

(bronkitis).

Berkeringat.

5.) Hygiene

Gejala :

21
Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan

melakukan aktivitas sehari-hari.

Tanda:

Kebersihan buruk, bau badan.

6.) Pernapasan

Gejala :

Napas pendek (timbulnya tersembunyi dengan dispnea sebagai

gejala menonjol pada emfisema)

Khasusnya pada kerja; cuaca atau episode berulangnya sulit

napas (asma); rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk

bernapas (asma).

“Lapar udara” kronis.

Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama

pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap

tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, putih, atau

kuning) dapat banyak sekali (bronkitis kronis).

Episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada

tahap dini meskipun dapat menjadi produktif (emifisema).

Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan

pernapasan dalam jangka panjang (mis.rokok sigaret) atau

debu/asap (mis., asbes, debu batubara, rami katun, serbuk

bergaji).

22
Faktor keluarga dan keturunan, mis., degisiensi alfa-antitripsin

(emfisema).

Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.

Tanda:

Pernapasan: Biasanya cepat, dapat lambat; fase eksipirasi

memanjang dengan mendengkur, napas bibir (emfisema).

Lebih memilih posisi tiga titik (“tripot”) untuk bernapas

(khusunya dengan eksaserbasi akut bronkitis kronis).

Penggunaan otot bantu pernapasan, mis., meninggikan bahu,

retraksi fosa supraklafikula, melebarkan hidung.

Dada: Dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter

AP (bentu-barrel); gerakan diafragma minimal.

Bunyi napas: Mungkin redup dengan eksipirasi mengi

(emfisema); menyebar, lembut atau krekels lembab kasar

(bronkitis); ronki, mengi sepanjang area paru pada eksipirasi

dan kemungkinan selama insipirasi berlanjut sampai penurunan

atau tak adanya bunyi napas (asma).

Perkusi: Hiperesonan pada area paru (mis., jebakan udara

dengan emfisema); bunyi pekak pada area paru (mis.,

konsolidasi, cairan, mukosa).

23
Kesulitan bicara atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus.

Warna: pucat dengan sinosis bibir dan dasar kuku; abu-abu

keseluruhan; warna merah (bronkitis) kronis ”biru

menggembung”). Pasien dengan emfisema sedang sering

disebut “pink puffer” karena warna kulit normal meskipun

pertukaran gas tak normal dan frekuensi pernapasan cepat.

Tubuh pada jari-jari (emfisema).

7.) Keamanan

Gejala:

Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor

lingkungan>

Adanya/berulangnya infeksi.

Kemerahan/berkeringat (asma).

8.) Seksualitas

Gejala:

Penurunan libido.

9.) Interaksi Sosial

Gejala:

Hubungan ketergantungan.

Kurang sistem pendukung.

Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang terdekat.

Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik.

24
Tanda:

Ketidak mampuan untuk membuat/mempertahankan suara

karena distres pernapasan.

Keterbatasan mobilitas fisik.

Kelainan hubungan dengan anggota keluarga yang lain.

10.) Penyuluhan/Pembelajaran

Gejala:

Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan.

Kesulitan menghentikan merokok.

Penggunaan alkohol secara teratur.

Kegagalan untuk membaik.

Rencana Pemulangan :

Bantuan dalam berbelanja, transportasi, kebutuhan perawatan

diri, perawatan rumah/ mempertahankan tugas rumah.

Perubahan pengobatan/program terapeutik.

c. Pemeriksaan Fisik menurut (Puspasari, 2019)

Perhatikan tanda-tanda asma yang paling sering muncul, seperti

mengi. Pada asma yang sangat berat, mengi tidak terdengar; klien

dalam keadaan sianosis; dan kondisi kesadaran menurun. Pada

pemeriksaan fisik, dapat ditemukan :

1.) Inspeksi: klien terlihat gelisah, sesak (napas cuping hidung,

napas cepat, retraksi sela iga, retraksi epigastrium, retraksi

suprasternal), sianosis.

25
2.) Palpasi: biasanya tidak terdapat kelainan yang nyata (pada

serangan berat, dapat terjadi pulsus paradoksus).

3.) Perkusi: biasanya tidak terdapat kelainan yang nyata.

4.) Auskultasi : ekspirasi memanjang, mengi (wheezing), ronchi.

2. Diagnosis Keperawatan menurut (PPNI, Standar Diagnosis

Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan III, 2017)

a. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif

1.) Definisi

Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan

napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.

2.) Penyebab

Fisiologis

a.) Spasme jalan napas

b.) Adanya jalan napas buatan

c.) Sekresi yang tertahan

Situasional

a.) Merokok aktif

b.) Merokok pasif

c.) Terpajan polutan

3.) Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif (tidak tersedia)

Objektif

a.) Batuk tidak efektif atau tidak mampu batuk

26
b.) Sputum berlebih/obstruksi di jalan napas/mekonium di

jalan napas (pada neonatus)

c.) Mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering.

4.) Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

a.) Dispnea

b.) Sulit bicara

c.) Otropnea

Objektif

a.) Gelisah

b.) Sianosis

c.) Bunyi napas menurun

d.) Frekuensi napas berubah

e.) Pola napas berubah

b. Gangguan Pertukaran Gas

1.) Definisi

Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau eleminasi

karbondioksida pada membran alveolus-kapiler

2.) Penyebab

Perubahan membran alveolus-kapiler

3.) Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

27
Dispnea

Objektif

a.) PCO2 meningkat atau menurun

b.) PO2 menurun

c.) Takikardia

d.) pH arteri meningkat/menurun

e.) Bunyi napas tambahan

4.) Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

a.) Pusing

b.) Penglihatan kabur

Objektif

a.) Sianosis

b.) Diaforesis

c.) Gelisah

d.) Napas cuping hidung

e.) Pola napas abnormal (cepat/lambat, regular atau ireguler,

dalam/dangkal)

f.) Warna kulit abnormal ( mis. Pucat, kebiruan)

g.) Kesadaran menurun

c. Pola Napas Tidak Efektif

1.) Definisi

28
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi

adekuat.

2.) Penyebab

a.) Hambatan upaya napas (mis. Nyeri saat bernapas,

kelemahan otot pernapasan)

b.) Penurunan energi

3.) Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

Dispnea

Objektif

a.) Penggunaan otot bantu pernapasan

b.) Fase ekspirasi memanjang

c.) Pola napas abnormal ( mis. Takipnea, bradipnea,

hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes)

4.) Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

Ortopnea

Objektif

a.) Pernapasan pursed-lip

b.) Pernapasan cuping hidung

c.) Diameter thorax anterior-posterior meningkat

d.) Ventilasi semenit menurun

e.) Kapasitas vital menurun

29
f.) Tekanan expirasi menurun

g.) Tekanan inspirasi menurun

h.) Ekskursi dada berubah

DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN SECARA UMUM:

a. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif

b. Gangguan Pertukaran Gas

c. Pola Napas Tidak Efektif

d. Risiko Defisit Nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis

(keengganan untuk makan).

3. Intervensi Keperawatan menurut (PPNI, Standar Intervensi

Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan II, 2018) dan Luaran menurut

(PPNI, Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan II, 2019)

Diagnosa Tujuan /Luaran Intervensi

Bersihan Jalan Setelah dilakukan 1. Latihan Batuk Efektif

Napas Tidak tindakan Definisi :

Efektif keperawatan Melatih pasien yang tidak memiliki

selama ....... kemampuan batuk secara efektif untuk

(waktunya,contoh membersihkan laring, trakea dan bronkiolus

1x 24 jam atau 8 dari sekret atau benda asing di jalan napas.

jam) meningkat Tindakan :

30
dengan kriteria a. Observasi :

hasil : 1.) Identifikasi kemampuan batuk.

1. Batuk 2.) Monitor adanya retensi sputum

efektif 3.) Monitor tanda dan gejala infeksi saluran

meningkat napas

(5) 4.) Monitor input dan output cairan (mis.

2. Produksi Jumlah dan karakteristik).

sputum b. Terapeutik:

menurun 1.) Atur posisi semi-fowler atau fowler.

(5) 2.) Pasang perlak dan bengkok di pangkuan

3. Mengi pasien

menurun 3.) Buang sekret pada tempat sputum.

(5) c. Edukasi:

4. Wheezing 1.) Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif.

menurun 2.) Anjurkan tarik napas dalam melalui

(5) hidung selama 4 detik, ditahan selama 2

5. Mekonium detik, kemudian keluarkan dari mulut

(pada dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama

neonatus) 8 detik.

menurun 3.) Anjurkan mengulangi tarik napas dalam

(5) hingga 3 kali.

6. Dispnea 4.) Anjurkan batuk dengan kuat langsung

menurun setelah tarik napas dalam yang ke-3.

31
(5) d. Kolaborasi :

7. Ortopnea 1.) Kolaborasi pemberian mukolitik atau

menurun ekspektoran, jika perlu.

(5) 2. Manajemen jalan napas

8. Sulit bicara Definisi :

menurun Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan

(5) jalan napas.

9. Sianosis Tindakan :

menurun a. Observasi :

(5) 1.) Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,

10. Gelisah usaha napas)

menurun 2.) Monitor bunyi napas tambahan

(5) (mis.gurgling, mengi, wheezing, ronkhi

11. Frekuensi kering).

napas 3.) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

membaik b. Terapeutik :

(5) 1.) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan

12. Pola napas head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika

membaik curiga trauma servikal)

(5) 2.) Posisikan semi-fowler atau fowler

3.) Berikan minum hangat

4.) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu

5.) Lakukan penghisapan lendir kurang dari

32
15 detik

6.) Lakukan hiperoksigenasi sebelum

penghisapan endotrakeal

7.) Keluarkan sumbatan benda padat dengan

forsep McGill

8.) Berikan oksigen, jika perlu

c. Edukasi :

1.) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika

tidak kontraindikasi

2.) Ajarkan teknik batuk efektif.

d. Kolaborasi :

1.) Kolaborasi pemberian bronkodilator,

ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

3. Pemantauan Respirasi

Definisi :

Mengumpulkan dan menganalisis data untuk

memastikan kepatenan jalan napas dan

keefektifan pertukaran gas.

Tindakan :

a. Observasi :

1.) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan

upaya napas.

33
2.) Monitor pola napas (seperti bradipnea,

takipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-

stokes, biot ataksik).

3.) Monitor kemampuan batuk efektif

4.) Monitor adanya produksi sputum

5.) Monitor adanya sumbatan jalan napas

6.) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

7.) Auskultasi bunyi napas

8.) Monitor saturasi oksigen

9.) Monitor nilai AGD

10.) Monitor hasil x-ray toraks

b. Terapeutik :

1.) Atur interval pemantauan respirasi sesuai

kondisi pasien.

2.) Dokumentasikan hasil pemantauan.

c. Edukasi :

1.) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

2.) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

4. Manajemen asma

Definisi :

Mengidentifikasi dan mengelola obstruksi

aliran udara yang akibat reaksi alergi atau

hipersensitivitas jalan napas yang

34
menyebabkan bronkospasme.

Tindakan :

a. Observasi :

1.) Monitor frekuensi dan kedalaman napas

2.) Monitor tanda dan gejala hipoksia (mis.

Gelisah, agitasi, penurunan kesadaran)

3.) Monitor bunyi napas tambahan (mis.

Wheezing, mengi)

4.) Monitor saturasi oksigen

b. Terapeutik :

1.) Berikan posisi semi fowler 30-45’

2.) Pasang oksimetri nadi

3.) Lakukan penghisapan lendir, jika perlu

4.) Berikan oksigenasi 6-15 L via sungkup

untuk mempertahankan SpO2 >90%

5.) Pasang jalur intravena untuk pemberian

obat dan hidrasi

6.) Ambil sampel darah untuk pemeriksaan

hitung darah lengkap dan AGD

c. Edukasi :

1.) Anjurkan meminimalkan ansietas yang

dapat meningkatkan kebutuhan oksigen

2.) Anjurkan bernapas lambat dan dalam

35
3.) Ajarkan teknik pursued-lip breathing

4.) Ajarkan mengidentifikasi dan menghindari

pemicu (mis. Debu, bulu hewan, serbuk

bunga, asap rokok, polutan udara, suhu

lingkungan ekstrem, alergi makanan)

d. Kolaborasi :

1.) Kolaborasi pemberian bronkodilator sesuai

indikasi (mis. Albuterol, metaproterenol)

2.) Kolaborasi pemberian obat tambahan jika

tidak responsif dengan bronkodilator (mis.

Prednisolone, methylprednisole,

aminophylline.

Gangguan Setelah dilakukan 1. Pemantauan Respirasi

pertukaran gas tindakan Definisi :

keperawatan Mengumpulkan dan menganalisis data untuk

selama ....... memastikan kepatenan jalan napas dan

(waktunya,contoh keefektifan pertukaran gas.

1x 24 jam atau 8 Tindakan :

jam) meningkat a. Observasi :

dengan kriteria 1.) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan

hasil : upaya napas.

1. Tingkat 2.) Monitor pola napas (seperti bradipnea,

kesadaran takipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-

36
meningkat stokes, biot ataksik).

(5) 3.) Monitor kemampuan batuk efektif

2. Dispnea 4.) Monitor adanya produksi sputum

menurun 5.) Monitor adanya sumbatan jalan napas

(5) 6.) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

3. Bunyi 7.) Auskultasi bunyi napas

napas 8.) Monitor saturasi oksigen

tambahan 9.) Monitor nilai AGD

menurun 10.) Monitor hasil x-ray toraks

(5) b. Terapeutik :

4. Takikardia 1.) Atur interval pemantauan respirasi sesuai

menurun kondisi pasien.

(5) 2.) Dokumentasikan hasil pemantauan.

5. Pusing c. Edukasi :

menurun 1.) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

(5) 2.) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

6. Penglihatan 2. Terapi oksigen

kabur Definisi :

menurun Memberikan tambahan oksigen untuk

(5) mencegah dan mengatasi kondisi kekurangan

7. Diaforesis oksigen jaringan.

menurun Tindakan :

(5) a. Observasi :

37
8. Gelisah 1.) Monitor kecepatan aliran oksigen

menurun 2.) Monitor posisi alat terapi oksigen

(5) 3.) Monitor aliran oksigen secara periodik dan

9. Napas pastikan fraksi yang diberikan cukup

cuping 4.) Monitor efektivitas terapi oksigen (mis.

hidung Oksimetri, analisa gas darah), jika perlu

menurun 5.) Monitor kemampuan melepaskan oksigen

(5) saat makan

10. PCO2 6.) Monitor tanda-tanda hipoventilasi

membaik 7.) Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen

(5) dan atelektasis

11. PO2 8.) Monitor tingkat kecemasan akibat terapi

membaik oksigen

(5) 9.) Monitor integritas mukosa hidung akibat

12. pH arteri pemasangan oksigen

membaik b. Terapeutik :

(5) 1.) Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan

13. Sianosis trakea, jika perlu

membaik 2.) Pertahankan kepatenan jalan napas

(5) 3.) Siapkan dan atur peralatan pemberian

14. Pola napas oksigen

membaik 4.) Berikan oksigen tambahan, jika perlu

(5) 5.) Tetap berikan oksigen saat pasien

38
15. Warna kulit ditransportasi

membaik 6.) Gunakan perangkat oksigen yang sesuai

(5) dengan tingkat mobilitas pasien

c. Edukasi :

1.) Ajarkan pasien dan keluarga cara

menggunakan oksigen di rumah.

d. Kolaborasi :

1.) Kolaborasi penentuan dosis oksigen

2.) Kolaborasi penggunaan oksigen saat

aktivitas dan/atau tidur.

3. Pemberian obat inhalasi

Definisi :

Menyiapkan dan memberikan agen

farmakologis berupa spray (semprotan)

aerosol, uap atau bubuk halus untuk

mendapatkan efek lokal dan sistemik.

Tindakan :

a. Observasi :

1.) Identifikasi kemungkinan alergi, interaksi,

dan kontraindikasi obat.

2.) Verifikasi order obat sesuai dengan

indikasi

39
3.) Periksa tanggal kedaluwarsa obat

4.) Monitor tanda vital dan nilai laboratorium

sebelum pemberian obat, jika perlu

5.) Monitor efek terapeutik obat

6.) Monitor efek samping, toksisitas, dan

interaksi obat.

b. Terapeutik :

1.) Lakukan prinsip enam benar (pasien, obat,

dosis, waktu, rute, dokumentasi)

2.) Kocok inhaler selama 2-3 detik sebelum

digunakan

3.) Lepaskan penutup inhaler dan pegang

terbalik

4.) Posisikan inhaler di dalam mulut

mengarah ke tenggorokan dengan bibir

ditutup rapat.

c. Edukasi :

1.) Anjurkan bernapas lambat dan dalam

selama penggunaan nebulizer

2.) Anjurkan menahan napas selama 10 detik

3.) Anjurkan ekspirasi lambat melalui hidung

atau dengan bibir mengkerut.

40
4.) Ajarkan pasien dan keluarga tentang cara

pemberian obat

5.) Jelaskan jenis obat, alasan pemberian,

tindakan yang diharapkan, dan efek

samping obat

6.) Jelaskan faktor yang dapat meningkatkan

dan menurunkan efektifitas obat.

Pola napas Setelah dilakukan 1. Manajemen jalan napas

tidak efektif tindakan Definisi :

keperawatan Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan

selama ....... jalan napas.

(waktunya,contoh Tindakan :

1x 24 jam atau 8 a. Observasi :

jam) membaik 1.) Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,

dengan kriteria usaha napas)

hasil : 2.) Monitor bunyi napas tambahan (mis.

1. Dispnea Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)

menurun 3.) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

(5) b. Terapeutik:

2. Penggunaan 1.) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan

otot bantu head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika

napas curiga trauma servikal)

menurun 2.) Posisikan semi- fowler atau fowler

41
(5) 3.) Berikan minum hangat

3. Pemanjanga 4.) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu

n fase 5.) Lakukan penghisapan lendir kurang dari

ekspirasi 15 detik

menurun 6.) Lakukan hiperoksigenasi sebelum

(5) penghisapan endotrakeal

4. Ortopnea 7.) Keluarkan sumbatan benda padat dengan

menurun forsep McGill

(5) 8.) Berikan oksigen, jika perlu

5. Pernapasan c. Edukasi :

pursed-lip 1.) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika

menurun tidak kontraindikasi

(5) 2.) Ajarkan teknik batuk efektif.

6. Pernapasan d. Kolaborasi :

cuping 1.) Kolaborasi pemberian bronkodilator,

hidung ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

menurun 2. Pemantauan Respirasi

(5) Definisi :

7. Frekuensi Mengumpulkan dan menganalisis data untuk

napas memastikan kepatenan jalan napas dan

membaik keefektifan pertukaran gas.

(5) Tindakan :

8. Kedalaman a. Observasi :

42
napas 1.) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan

membaik upaya napas.

(5) 2.) Monitor pola napas (seperti bradipnea,

9. Ekskursi takipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-

dada stokes, biot ataksik).

membaik 3.) Monitor kemampuan batuk efektif

(5) 4.) Monitor adanya produksi sputum

10. Tekanan 5.) Monitor adanya sumbatan jalan napas

ekspirasi 6.) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

membaik 7.) Auskultasi bunyi napas

(5) 8.) Monitor saturasi oksigen

11. Tekanan 9.) Monitor nilai AGD

inspirasi 10.) Monitor hasil x-ray toraks

membaik b. Terapeutik :

(5) 1.) Atur interval pemantauan respirasi sesuai

kondisi pasien.

2.) Dokumentasikan hasil pemantauan.

c. Edukasi :

1.) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

2.) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

3. Pengaturan posisi

Definisi :

Menempatkan bagian tubuh untuk

43
meningkatkan kesehatan fisiologis dan/atau

psikologis.

Tindakan :

a. Observasi :

1.) Monitor status oksigenasi sebelum dan

sesudah mengubah posisi

2.) Monitor alat traksi agar selalu tepat

b. Terapeutik :

1.) Tempatkan pada matras/tempat tidur

terapeutik yang tepat

2.) Tempatkan pada posisi terapeutik

3.) Tempatkan objek yang sering digunakan

dalam jangkauan

4.) Tempatkan bel atau lampu panggilan

dalam jangkauan

5.) Sediakan matras yang kokoh/padat

6.) Atur posisi tidur yang disukai, jika tidak

kontraindikasi

7.) Atur posisi untuk mengurangi sesak (mis.

Semi-fowler)

8.) Atur posisi yang meningkatkan drainage

9.) Posisikan pada kesejajaran tubuh yang

tepat

44
10.) Imobilisasi dan topang bagian tubuh

yang cedera dengan tepat

11.) Tinggikan bagian tubuh yang sakit

dengan tepat

12.) Tinggikan anggota gerak 20’ atau lebih

di atas level jantung

13.) Tinggikan tempat tidur bagian kepala

14.) Berikan bantal yang tepat pada leher

15.) Berikan topangan pada area edema

(mis. Bantal dibawah lengan dan skrotum)

16.) Posisikan untuk mempermudah

ventilasi/perfusi (mis. Tengkurap/good

lung down)

17.) Motivasi melakukan ROM aktif atau

pasif

18.) Motivasi terlibat dalam perubahan

posisi, sesuai kebutuhan

19.) Hindari menempatkan pada posisi

yang dapat meningkatkan nyeri

20.) Hindari menempatkan stump amputasi

pada posisi fleksi

21.) Hindari posisi yang menimbulkan

ketegangan pada luka.

45
22.) Minimalkan gesekan dan tarikan saat

mengubah posisi

23.) Ubah posisi setiap 2 jam

24.) Ubah posisi dengan teknik log roll

25.) Pertahankan posisi dan integritas traksi

26.) Jadwalkan secara tertulis untuk

perubahan posisi

c. Edukasi :

1.) Informasikan saat akan dilakukan

perubahan posisi

2.) Ajarkan cara menggunakan postur yang

baik dan mekanika tubuh yang baik selama

melakukan perubahan posisi.

d. Kolaborasi :

1.) Kolaborasi pemberian premedikasi

sebelum mengubah posisi, jika perlu.

46
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyakit asma merupakan suatu jenis penyakit gangguan

pernapasan, khususnya pada paru-paru. Asma biasanya dikenal luas

sebagai “penyakit sesak napas”. Sesak napas terjadi karena penyempitan

saluran pernapasan akibat adanya aktivitas berlebihan terhadap rangsangan

tertentu. Secara umum, jenis asma dapat dibedakan menjadi 9 jenis, yaitu:

asma akibat alergi, asma karena non-alergi, asma nokturnal (asma karena

batuk kering), asma pada anak, asma pada orang dewasa, asma batuk,

asma akibat pekerjaan, asma musiman, asma campuran. Etiologi dari

penyakit asma yaitu, alergen dalam ruangan (misalnya tungau debu rumah

di tempat tidur, karpet dan perabotan boneka, polusi dan bulu binatang

peliharaan ), alergen luar ruangan (seperti serbuk sari dan jamur ), asap

tembakau, iritasi kimia di tempat kerja, polusi udara, dll. Tanda dan gejala

penyakit asma, yaitu : kesulitan bernapas dan sering terlihat terengah-

engah bila melakukan aktivitas yang sedikit berat, sering batuk, baik

disertai dahak maupun tidak, mengi atau “ngiiik....ngiiik....ngiiiiiikk” pada

suara napas penderita asma secara terus-menerus, dll.

47
Konsep keperawatan terdiri dari pengkajian, diagnosa

keperawatan, intervensi keperawatan, dan luaran. Pengkajian secara

umum, untuk menegakkan diagnosis asma, dibutuhkan anamnesis, dasar

data pengkajian pasien, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Diagnosis Keperawatannya yaitu : bersihan jalan napas tidak efektif,

gangguan pertukaran gas, pola napas tidak efektif. Intervensi keperawatan

ada menurut (Doenges, Moorhouse, & Geissler, 1999) dan menurut (PPNI,

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan II, 2018) serta

Luaran menurut (PPNI, Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1

Cetakan II, 2019).

B. Saran

Kami sebagai penulis dapat berharap kepada para pembaca, setelah

membaca makalah ini. Para pembaca apalagi para mahasiswa keperawatan

dapat mengetahui tentang askep penyakit asma sehingga mampu menjadi

bekal ataupun referensi bagi mahasiswa kelak, dan kami sangat

mengharapkam kritik dan saran yang membangun dari teman teman

sekalian.

48
DAFTAR PUSTAKA

Asih, N. G., & Effendy, C. (2003). Keperawatan Medikal Bedah Klien dengan

Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC.

Brashers, V. L. (2007). Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan dan Manajemen

(Edisi 2). Jakarta: EGC.

Mumpuni, Y., & Wulandari, A. (2013). Cara Jitu Mengatasi Asma pada Anak

dan Dewasa. Yogyakarta: ANDI.

Pearce, E. C. (2009). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama.

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan III.

Jakarta Selatan: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan II.

Jakarta Selatan : DPP PPNI.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan II. Jakarta

Selatan: DPP PPNI.

Puspasari, S. F. (2019). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan

Sistem Pernapasan. Yogyakarta: Pustaka Baru press.

Riyadi, S. (2011). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

49
50

Anda mungkin juga menyukai