Anda di halaman 1dari 30

Dosen : Hamdana,S.Kep,Ns,M.

Kes

MAKALAH TENTANG

ANALISIS RESIKO DAN STRES PADA BENCANA

Oleh :

Kelompok IV

1. Andi mustika A.18.10.069


2. Ardian safitri A. 18.10.070
3. Asra puspita ningsih A.18.10.071
4. Indri safitri A.18.10.073
5. JulianiA.18.10.074
6. Suryanida A.18.10.079

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN DOMISILI SELAYAR

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATANSTIKES PANRITA HUSADA


BULUKUMBA

TAHUN 2021/2022

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
yang telah memberikan kemudahan kepada tim penulis sehingga materi
pembelajaran keperawatan bencana. Buku Materi Pembelajaran keperawatan
Bencana ini merupakan alternatif bahan pengajaran atau rujukan bagi para dosen
dalam upaya pembekalan kepada mahasiswa Prodi S1 Keperawatan Stikes
Panrita Husada Bulukumba Indonesia yang merupakan aset dalam pelaksanaan
Kegiatan Belajar Mengajar Mata Kuliah keperawatan Bencana .Kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan Makalah ini kami disampaikan
penghargaan dan terimakasih.
Kritik dan saran untuk perbaikan modul ini sangat diharapkan bagi
segenap pembaca. Semoga bermanfaat.

Selayar, 19 september 2021

TIM Penyusun

DAFTAR ISI
2
DAFTAR ISI...................................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................2
B. Rumusan Permasalahan........................................................................3
C. Tujuan...................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Defenisi analisis resiko bencana.......................................................5
B. Hazard/ Ancaman..............................................................................5
C. Vulnerability/ Kerentanan....................................................................6
D. Capability/ Kemampuan.......................................................................7
E. Risiko/ Risk..........................................................................................7
F. Analisis Resiko Bencana......................................................................8
G. Reaksi stress pada bencana...................................................................9
H. Penanganan terhadap reaksi stress........................................................10
I. Respon psikologis pada bencana...........................................................11
J. Dampak psikologis pasca bencana........................................................13
K. Prinsip dasar penanganan masalah psikologis......................................14
L. Upaya penanganan Kesehatan mental...................................................16
M. Analisa PI ( C) OT...............................................................................17

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..........................................................................................26
B. Saran ...................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................28

BAB I
PENDAHULUAN
3
Bencana dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Berbagai hal dapat menjadi
penyebab bencana seperti kondisi alam, atau perbuatan manusia. Bencana yang terjadi
akan mengakibatkan kerugian material, kecacatan bahkan kehilangan nyawa. Oleh karena
itu, untuk mencegah timbulnya bencana ataupun dampak buruk akibat terjadinya bencana,
diperlukan pemahaman tentang manajemen bencana.Pokok bahasan yang akan kita
diskusikan didalamnya meliputi konsep dasar manajemen, analisis risiko bencana dan
dampak psikologis bencana (AFFELTRNGER, 2015).

Setelah Anda mempelajari materi dengan sungguh-sungguh, di akhir proses pembelajaran,


secara khusus Anda diharapkan akan mampu menjelaskan:

 Analisis risiko bencana

 Dampak psikologis bencana

Agar Anda dapat memahami modul ini dengan mudah, maka modul ini dibagi menjadi
tiga (3) topik, yaitu:

1. Analisis risiko bencana ( Anxaman/ Hazard, Kerentanan / Vulnerability, kemampuan/


Capability, Risiko/ Risk Analisis Risisko Bencana).

2. Reaksi Stres pada Bencana, meliputi: Penanganan terhadap Reaksi Stres, Respon
Psikologis pada Bencana, Dampak Psikologis Pasca Bencana, Prinsip Dasar
Penanganan Masalah Psikologis, Upaya Penanganan Kesehatan Mental

1. Latar belakang
Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis,

4
hidrologis, serta demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang
disebabkan faktor alam, non alam atau ulah tangan manusia yang menyebabkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, serta
dampak psikologis yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan
nasional. Letak geografis Indonesia yang berada antara lempeng Euronesia dan
lempeng Euroasia menjadikan sebgian besar wilayah Indonesia rawan terhadap
bencana alam. Kondisi ini merupakan ancaman yang sulit diprediksi dengan
perhitungan kapan, dimana, bencana apa yang terjadi, berapa kekuatan, bahkan kita
tidak dapat memperkirakan estimasi korban jiwa maupun harta benda. Penilaian
resiko merupakan salah satu unsur dalam Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
(SPIP), selain unsur lingkungan, pengendalian, kegiatan pengendalian, informasi, dan
komunikasi, serta pemantauan pengendalian intern. Resiko mengacu pada
ketidakpastian. Ketidakpastian diartikan sebagai kurangnya pengetahuan dalam
menjelaskan sesuatu atau hasilnya di masa depan dengan banyak kemungkinan hasil.
Sedangakan resiko adalah ketidakpastian yang kemungkinan hasilnya akan berakibat
tidak diinginkan atau mendatangkan kerugian yang signifikan. Meskipun berkonotasi
negatif, resiko bukan merupakan sesuatu yang harus dihindari melainkan harus
dikelola melalui suatu mekanisme yang dinamakan pengelolaan (manajemen) resiko.
Berdasarkan hasil analisis resiko, selanjutnya dilakukan respon atas resiko dengan
membangun kegiatan pengendalian yang tepat. Kegiatan pengendalian dilakukan
dengan maksud untuk memastikan bahwa respon resiko yang dilakukan sudah
efektif. Ruang lingkup analisis resiko ini mencakup langkah – langkah yang harus
ditempuh dalam pelaksanaan analisis resiko, yang terdiri dari menganalisis resiko –
resiko yang teridentifikasi pada tahap sebelumnya, berdasarkan ukuran kemungkinan
(likehood) dan konsekuensinya (consequences), serta mengevaluasi resiko dengan
mempertimbangkan kriteria resiko, untuk menentukan apakah suatu resiko berada
pada tingkat yang dapat diterima oleh instansi pemerintah atau memerlukan
penanganan lebih lanjut. Namun dalam analisis resiko terlebih dahulu perlu dilakukan
identifikasi resiko, kemudian dilakukan analisis dan evaluasi resiko yang terkait
dengan penetapan tujuan dan sasaran. Manajemen risiko bencana dilakukan dalam
suatu spektrum yang terdiri dari : pencegahan, penjinakan/mitigasi, dan kesiap-
siagaan, kejadian bencana, penanganan darurat, rehabilitasi dan rekontruksi
(AFFELTRNGER, 2015). Manajemen risiko bencana adalah proses dinamis upaya-

5
upaya penanggulangan bencana yang dilakukan secara menerus, baik melalui
mekanisme eksternal maupun internal. Mekanisme eksternal merupakan mekanisme
penanggulangan yang lebih memobilisasi unsur di luar masyarakat. Penanggulangan
bencana dengan mekanisme internal merupakan mekanisme yang menjadikan
masyarakat sebagai pelaku utama dan sentral. Mekanisme eksternal dilandasi oleh
pemikiran bahwa masyarakat korban masih dapat diberdayakan dan memiliki
keberdayaan. Dari sisi pendekatan cara penanganan bencana dapat dikenal dengan
pendekatan akibat dan pendakatan “sebab”. Penganan bencana dengan pendakatan
“akibat” terutama dilakukan dengan tindakan-tindakan gawat darurat. Upaya ini
cenderung tidak akan menyelesaikan masalah. Oleh karenanya, kita perlu
mempertimbangkan untuk segera melakukan penanganan bencana dengan
pendekatan “sebab”, dengan melakukan pengurangan kerentanan. Karena kerentanan
komunitas sebagai sasarannya, maka manajemen risiko bencana berbasis komunitas
merupakan pilihan yang paling tepat. Pembangunan kemampuan penanganan
bencana ditekankan pada peningkatan kemampuan masyarakat, khususnya
masyarakat pada kawasan rawan bencana, agar secara dini mampu menekan resiko
ancaman tersebut. Umumnya berpangkal pada tindakan penumbuhan kemampuan
masyarakat dalam menangani dan menekan akibat bencana. Untuk mencapai kondisi
tersebut, lazimnya diperlukan langkah-langkah pelaksanaan kegiatan-kegiatan secara
partisipatoris, bersama, oleh dan untuk masyarakat, yaitu: pengenalan jenis bencana,
pemetaan daerah rawan bencana, zonasi daerah bahaya dan prakiraan resiko,
pengenalan sosial budaya masyarakat daerah bahaya, penyusunan prosedur dan tata
cara penanganan bencana, pemasyarakatan kesiagaan dan peningkatan kemampuan,
mitigasi fisik, pengembangan teknologi bencana alam (BNPB, 2015).

2. Rumusan masalah
1. Apa itu analisis resiko bencana ?
2. Apa itu hazard/ Ancaman ?
3. Apa itu vulnerability / Kerentatanan dan macam-macam kerentanan ?
4. Dampak analisis resiko bencana ?
5. Reaksi stress pada bencana ?
6. Penanganan terhadap reaksi stress ?
7. Repon psikologis pada bencana ?

6
8. Dampak psikologis pasca bencana ?
9. Prinsip dasar penanganan masalah psikologis ?
10. Upaya kesehatan mental ?

3. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengatahui definisi dari analisis risiko bencana dan definsi
hazard/ ancaman
2. Mahasiswa dapat mengatahui dan paham tentang Dampak analisis resiko bencana
3. Mahasiswa dapat mengatahui Reaksi stress pada bencana dan mengatahui
Penanganan terhadap reaksi stress
4. Mahasiswa dapat memahami respon spikologis dan dampak psikologis pada
bencana
5. Mahasiswa dapat mengatahui prinsip dasar penaganan masalah psikologis dan
upaya kesehatan mental.

BAB II

7
TINJAUN MATERI

A. Analisis Resiko Bencana

Bila bencana terjadi di suatu wilayah tertentu, maka banyak dampak buruk
yang dapat dialami oleh masyarakat. Untuk mengurangi dampak bencana, kita harus
dapat menilai risiko bencana sebagai tindakan antisipasi sebelum terjadi bencana.
Risiko bencana yang terjadi pada tiap daerah berbeda, tergantung penyebab dan
kerentanan serta kemampuan masyarakat di daerah tersebut. Di bawah ini akan
dipaparkan berbagai hal terkait dengan risiko bencana. Mari kita simak bersama-
sama (ISDR, 2016).

B. Hazard/Ancaman
Berbagai sumber mendefinisikan pengertian Hazard, antara lain :

a. Suatu kondisi, secara alamiah maupun karena ulah manusia, yang berpotensi
menimbulkan kerusakan atau kerugian dan kehilangan jiwa manusia. (BNPB,
2015)
b. Bahaya berpotensi menimbulkan bencana, tetapi tidak semua bahaya selalu
menjadi bencana.
c. Sumber bahaya, suatu peristiwa yang hebat, atau kemungkinan menimbulkan
kerugian atau korban manusia. (DIRJEN YANMEDIK, 2014).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Hazard adalah
sesuai yang dapat menjadi ancaman bagi manusia saat terjadi bencana. Hazards
dapat mengganggu kehidupan manusia khususnya penduduk yang mudah
terserang bencana dan bahaya tersebut dapat menyebabkan bahaya bagi harta
benda seseorang kehidupan dan juga kesehatan. Hazard menjadi penyebab
terjadinya bencana. Namun bukan berarti jika ada hazard maka akan terjadi
bencana. Contohnya, jika badai angin ataupun angin topan dengan kekuatan
yang sama melanda wilayah yang tidak ada penghuninya, hal itu tidak dapat
dianggap sebagai bencana karena tidak berdampak pada nyawa atau kehidupan
penduduk. Oleh karena itu, terjadinya bencana harus dipikirkan hubungan
antara hazard dengan tempat terjadinya hazard dan tempat hidup orang-orang.
Lalu, yang menjadi permasalahannya di sini adalah tempat hidup dan
kerentanan (vulnerability) masyarakat.
8
Hazard Kerentanan Masyarakat

Bencana

Fenomena alam
ulahPeristiwa

Faktor alami Faktor


sosial

Gambar 4.8. Hazard dan Kerentanan

C. Vulnerability/Kerentanan

Kerentanan didefinisikan sebagai sekumpulan kondisi dan atau suatu akibat


keadaan (faktor fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan) yang berpengaruh buruk
terhadap upayaupaya pencegahan dan penanggulangan bencana. Kerentanan
(vulnerability) adalah keadaan atau sifat/perilaku manusia atau masyarakat yang
menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman (BNPB, 2015).
Kerentanan ini dapat berupa :
a. Kerentanan Fisik

Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat berupa daya tahan
menghadapi bahaya tertentu, misalnya: kekuatan struktur bangunan rumah,
jalan,jembatan bagi masyarakat yang berada di daerah rawan gempa, adanya
tanggul pengaman banjir bagi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai
dan sebagainya.

b. Kerentanan Ekonomi

Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat

9
menentukan tingkat kerenta nan terhadap ancaman bahaya. Pada umumnya
masyarakat atau daerah yang miskin atau kurang mampu lebih rentan
terhadap bahaya, karena tidak mempunyai.

c. Kerentanan Sosial

Kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan


terhadap ancaman bahaya, kondisi demografi (jenis kelamin, usia, kesehatan,
gizi, perilaku masyarakat, pendidikan) kekurangan pengetahuan tentang
risiko bahaya dan bencana akan mempertinggi tingkat kerentanan, demikian
pula tingkat kesehatan masyarakat yang rendah juga mengakibatkan rentan
terhadap ancaman bencana

d. Kerentanan Lingkungan

Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi kerentanan.


Masyarakat yang tinggal di daerah yang kering dan sulit air akan selalu terancam
bahaya kekeringan, Penduduk yang tinggal di lereng bukit atau pegunungan
rentan terhadap ancaman bencana tanah longsor dan sebagainya. Kerentanan
masyarakat berkaitan dengan seberapa besar kemampuan (capacity) kekuatan
tingkat persiapan masyarakat terhadap kejadian yang menjadi penyebab bencana.

D. Capability/ kemampuan

Kemampuan adalah kekuatan dan potensi yang dimiliki oleh perorangan,


keluarga dan masyarakat yang membuat mereka mampu mencegah, mengurangi,
siap-siaga, menanggapi dengan cepat atau segera pulih dari suatu kedaruratan dan
bencana.Kemampuan adalah kondisi masyarakat yang memiliki kekuatan dan
kemampuan dalam mengkaji dan menilai ancaman serta bagaimana masyarakat
dapat mengelola lingkungan dan sumberdaya yang ada, dimana dalam kondisi ini
masyarakat sebagai penerima manfaat dan penerima risiko bencana menjadi bagian
penting dan sebagai aktor kunci dalam pengelolaan lingkungan untuk mengurangi
risiko bencana dan ini menjadi suatu kajian dalam melakukan manajemen bencana
berbasis masyarakat (Comunity Base Disaster Risk Management).

10
E. Risiko (Risk)

Risiko (risk) adalah probabilitas timbulnya konsekuensi yang merusak atau


kerugian yang sudah diperkirakan (hilangnya nyawa, cederanya orang-orang,
terganggunya harta benda, penghidupan dan aktivitas ekonomi, atau rusaknya
lingkungan) yang diakibatkan oleh adanya interaksi antara bahaya yang ditimbulkan
alam atau diakibatkan manusia serta kondisi yang rentan (ISDR, 2016).

Risiko adalah besarnya kerugian atau kemungkinan terjadi korban manusia,


kerusakan dan kerugian ekonomi yg disebabkan oleh bahaya tertentu di suatu
daerah pada suatu waktu tertentu. Resiko biasanya dihitung secara matematis,
merupakan probabilitas dari dampak atau konsekwensi suatu bahaya
(AFFELTRNGER, 2015). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa risiko adalah
kemungkinan kerugian yang dapat diperkirakan akibat kerusakan alam, kesalahan
manusia serta kondisi rentang.

F. Analisis Risiko Bencana

Dampak bencana dipengaruhi oleh beberapa faktor sehingga setiap daerah


memiliki risiko bencana yang berbeda. Dalam kajian risiko bencana ada faktor
kerentanan (vulnerability) rendahnya daya tangkal masyarakat dalam menerima
ancaman, yang mempengaruhi tingkat risiko bencana. Besarnya risiko dapat
dikurangi oleh adanya kemampuan masyarakat.

Ancaman

11
Kekuatan Kerentanan

Dampak bencana

Sumber: (ISDR, 2016)

Gambar 4.9. Faktor yang Mempengaruhi Dampak Bencana

Mari kita perhatikan gambar diatas. Tiga gambar lingkaran yang saling bersentuhan
menunjukkan faktor risiko bencana. Bila satu lingkaran, misalnya lingkaran ‘ancaman’
diperbesar gambarnya, maka daerah pertemuan tiga lingkaran yang menggambarkan dampak
bencana, akan semakin luas. Artinya, semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah, maka
semakin tinggi risiko daerah tersebut terkena bencana.
G. Reaksi Stres Pada Bencana

Untuk membantu orang yang selamat kita harus menyadaribahwa kebanyakan


reaksi stres terhadap bencana adalah normal. Reaksi stres yang ringan sampai
sedang dalam situasi darurat dan fase awal dari bencana prevalensinya tinggi
karena orang-orang yang selamat (keluarganya, komunitasnya, dan anggota
penyelamat) betul-betul memahami bahaya yang dahsyat yang berhubungan

12
dengan peristiwa bencana. Hasil studi kasus yang dikumpulkan oleh dokter
kesehatan mental yang telah bergulat dalam banyak kegiatan bencana melaporkan
bahwa reaksi biopsikososial setelah bencana yang terjadi pada individu dan
komunitas berbentuk pola yang dapat diramalkan secara relatifantara 18 sampai
dengan 36 bulan sejak terjadinya bencana.
Dalam keadaan biasa, reaksi stres pada bencana dapat dikatakan
diklasifikasikan ke dalam empat dimensi yaitu dimensi mental/perasaan, fisik,
pemikiran, dan perilaku.Berikut di bawah ini adalah uraiannya. Mari kita simak.
(BNPB, 2015).
1. Reaksi Stres Emosional

Reaksi stress pada bencana yang dapat dilihat dari aspek emosional meliputi:
lumpuh mental, gangguan tidur, ingat kembali rasa ketakutan, ketakutan merasa
sendiri, merasa asing, gelisah depresi, marah, rasa berdosa karena bertahan
hidup.
2. Reaksi StresFisik

Reaksi stress fisik pada bencana ditunjukan dengan keluhan seperti: sakit kepala,
lemas di kaki – tangan, merasa lelah, tenggorokan serak, nyeri otot, nyeri dada,
mual, diare, kurang nafsu makan, gangguan pernafasan, menggigil, kepala terasa
panas, kedinginan, gemetar, pusing serasa berputar, kesemutan, alergi, influenza.
Ini menunjukkan berbagai macamreaksi stress fisik. Dari gejala-gejala di atas
ini, dapat dipahami bahwa reaksi-reaksi tersebut dapat menyebar ke seluruh
tubuh.

3. Reaksi Stres Kognitif

Reaksi stress kognitif pada bencana antara lain: susah berkonsentrasi, daya
pikirnya lumpuh, kacau, apatis, kehilangan ingatan jangka pendek, kemampuan
mengambil keputusan dan pertimbangan menurun, tidak dapat menentukan
pilihan dan urutan prioritas.

4. Reaksi Stres Perilaku

Reaksi stress perilaku pada bencana adalah kemarahan meledak, tingkah

13
laku yang berlebihan/kekerasan, menarik diri dari pergaulan sosial (menyendiri),
frekuensi minum minuman keras dan rokok meningkat, berperilaku seperti anak
kecil, berkelahi, bermasalah dengan anggota keluarga, terisolasi dari
masyarakat/komunitas, anoreksia (mnolak makan dan bulimia (makan
berlebihan). Ini menunjukkan berbagai macam reaksi stres perilaku. Begitu
banyaknya reaksi stress pada bencana, maka kita sebagai perawat harus dapat
membantu mengatasi masalah para korban bencana. Berikut adalah uraian
tentang penanganan terhadap reaksi stress.

H. Penanganan Terhadap Reaksi Stres

Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk mengatasi masalah stress pada
bencana (ISDR, 2016) yaitu:

1. Menceritakan pengalaman bencana diri sendiri dan mendengarkan pengalaman


orang lain

2. Mencurahkan perasaan jangan memendamnya

3. Bernafas dalam rileks, kontak fisik

4. Lakukan olahraga dan mengendorkan ketegangan

5. Mencari kesenangan/hobi

6. Jangan menghibur hati dengan minuman keras

7. Gizi seimbang

8. Membuat perencanaan dan tidak memaksakan diri

9. Tidak menyalahkan diri sendiri

10. Tidak menanggung kesedihan sendirian

11. Meminta pertolongan.

I. Respon Psikologis Pada Bencana


14
Setiap orang pada siklus bencana memberikan respon psikologis yang
beragam. Adapun fase- fase respon psikologis individu dan masyarakat terkait
bencana akan kita pelajari sekarang. Mari kita simak bersama-sama gambar di
bawah ini.

Gambar 4.10. Respon Psikologis Bencana (BNPB, 2015)

Gambar 4.10 di atas memperlihatkan berbagai respon psikologis terkait bencana dari
fase sebelum bencana sampai dengan setelah bencana. Respon psikologis individu dan
masyarakat terkait bencana melewati fase predisaster, impact/inventory, Heroik,
Honeymoon, disillusionment dan reconstruction (DIRJEN YANMEDIK, 2014). Mari kita
ikuti penjelasan di bawah ini.

1. Respon psikologis individu dan masyarakat terkait bencana melewati fase-fase


sebagai berikut :
2. Predisaster; saat ini situasi normal, belum terjadi bencana. Dengan atau tanpa
peringatan dini, bisa ada persiapan menghadapi bencana yang akan terjadai.
3. Impact/inventory; saat ini dimulai ketika bencana terjadi. Ada bantuan dari orang
lain untuk menolong dirinya sehingga individu merasa diperhatikan dan ada
semangat menata kembali kehidupannya. Sementara itu, di sisi lain, mereka merasa
tertekan atau bingung atas kejadian bencana ini. Tapi kemudian dengan cepat akan
pulih dan berfokus pada perlindungan untuk dirinya dan orang-orang terdekatnya.
Emosi yang muncul berupa ketakutan, tidak berdaya, kehilangan, dislokasi dan
kemudian merasa bertanggung jawab untuk melakukan sesuatu
15
yang lebih (fase inventory). Kemudian setelah bencana terjadi, muncul gambaran
awal kondisi individu dan masyarakat.
4. Heroik; pada fase pertama dan berikutnya, orang merasa terpanggil untuk
melakukan aksi heroik seperti menyelamatkan nyawa dan harta orang lain.
Altruisme (perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memperhatikan diri
sendiri) menonjol. Bersedia membantu orang lain untuk bertahan dan pulih.
5. Honeymoon;biasanya 1 mingggu – 6 bulan setelah bencana. Untuk yang terkena
langsung biasanya ada strong sense akan bahaya lain, situasi katastropik.
Komunitas biasanya ada kohesi dan kerjasama untuk pulih. Bantuan biasanya sudah
berjalan lancar, ada harapan yang tinggi untuk cepat pulih. Emosi yang muncul
biasanya rasa syukur dan harapan-harapan.
6. Disillusionment; biasanya dialami selama 2 bulan – 2 tahun setelah bencana terjadi.
Realita pemulihan sudah ditetapkan. Orang-orang akan merasa kecewa, frustasi,
marah, benci dan kesal jika terjadi kemunduran dan janji bantuan tidak terpenuhi,
terlalu sedikit atau terlambat. Lembaga bantuan dan relawan mulai hilang,
kelompok masyarakat lokal mulai melemah. Mereka yang paling terkena
dampaknya akan sadar bahwa banyak hal yang harus dilakukan sendiri dan
kehidupan mereka tidak selalu sama. Perasaan kebersamaan akan mulai hilang
karena mulai fokus pada membangun kembali kehidupannya sendiri dan mengatasi
masalah individual. Emosi yang muncul berupa keraguan, kehilangan, kesedihan
dan isolasi.
7. Reconstruction; biasanya berlangsung selama bertahun-tahun setelah bencana.
Mereka yang bertahan mempunyai fokus perhatian pada membangun kembali
rumahnya, bisnis, ladang dan kehidupannya. Muncul bangunan-bangunan baru,
perkembangan program-program baru, dan rencana meningkatkan kepercayaan dan
kebanggan masyarakat dan kemampuan individu untuk membangun kembali.
Namun proses ini ada pasang surutnya, misal ada peristiwa- peristiwa lain yang
memicu reaksi emosional atau kemajuan yang tertunda.
Nah, bisa kita pahami bagaimana respon psikologik individu dan masyarakat
menghadapi bencana? Setiap individu memberikan respon yang berbeda
mengahadapi bencana, sehingga dampak psikologis akibat bencana dapat kita
kategorikan menjadi tiga, yaitu: distress psikologi ringan, distress psikologi sedang
dan distress psikologi berat. Mari kita ikuti uraian di bawah ini.
16
J. Dampak Psikologis Pasca Bencana

Dampak psikologis pasca bencana (BNPB, 2015), dikategorikan menjadi :

a. Distres Psikologis Ringan

Individu dikatakan mengalami distress psikologis ringan bila setelah


bencana merasa cemas, panik dan terlalu waspada. Pada situasi ini terjadi
natural recovery (pemulihan alami) dalam hitungan hari/minggu. Orang orang
dengan kondisi distress psikologis ringan tidak butuh intervensi spesifik. Hal
ini akan tampak pada sebagian besar survivor/korban yang selamat.
b. Distres Psikologis Sedang

Bila individu merasa cemas menyeluruh, menarik diri dan mengalami


gangguan emosi maka kita kategorikan mengalami distress psikologis sedang.
Pada kondisi ini natural recovery membutuhkan waktu yang relatif lebih lama,
bahkan dapat berkembang menjadi gangguan mental dan tingkah laku yang
berat. Orang dengan kondisi distress psikologis sedang membutuhkan
dukungan psikososial untuk natural recovery.
c. Gangguan Tingkah Laku dan Mental yang Berat

Situasi ini terjadi bila individu mengalami gangguan mental karena trauma
atau stress seperti PTSD (Post Traumatic Sindrome Disorder), depresi, cemas
menyeluruh, fobia, dan gangguan disosiasi. Gangguan tingkah laku dan mental
yang berat ini jika tidak dilakukan intervensi sistemik akan mudah menyebar.
Keadaan ini membutuhkan dukungan mental dan penanganan oleh mental
health professional.
Para peserta didik, uraian diatas memberikan kita gambaran bahwa respon
psikologis pasca bencana bisa terjadi pada siapa saja, dari intensitas ringan
sampai berat. Kita sebagai perawat, merupakan kelompok terbesar dari tenaga
kesehatan berkomitmen,sering bekerja dalam situasi sulitdengan sumber daya
terbatas, memainkan peran penting ketika bencana terjadi, menjabat sebagai
responden pertama, petugas triase dan penyedia layanan, koordinator perawatan
dan jasa, penyedia informasi atau pendidikan, dan konselor. Namun, sistem
kesehatan dan pelayanan kesehatan pada situasi bencana hanya berhasil bila

17
perawat memiliki kompetensi atau kemampuan untuk secara cepat dan efektif
merespon bencana.

K. Prinsip Dasar Penanganan Masalah Psikologis

Dibawah ini adalah uraian tentang prinsip dasar penanganan menghadapi


respon psikologis pasca bencana. Menurut WHO, ada beberapa hal yang harus kita
pahami dan kita persiapkan terlebih dahulu sebelum menangani masalah psikologis
pasca bencana (ISDR, 2016), yaitu:
a. Lakukan persiapan sebelum emergency, meliputi: penetapan sistem
koordinasi, penyusunan rencana darurat dan pelatihan-pelatihan.
b. Lakukan Assessment: penilaian kualitatif dan kuantitatif terhadap
kebutuhan psikososial dan kesehatan mental
c. Upayakan kolaboratif dengan tim kesehatan lain

d. Integrasikan dalam primary health care

e. Berikan akses pelayanan untuk semua

f. Siapkan pelatihan dan pengawasan (jika tidak terjaga akan menimbulkan


masalah baru)

g. Rumuskan perspektif jangka panjang penanganan

h. Tetapkan indikator pantauan (monitoring indicator)

L. Upaya Penanganan Kesehatan Mental

Setelah kita pahami dan lakukan prinsip-prinsip penanganannya, sekarang kita


siapkan upaya penanganannya. Dalam menangani dampak bencana terhadap aspek
kesehatan mental diperlukan dua intervensi utama (AFFELTRNGER, 2015), yaitu :
1. Intervensi Sosial

Tersedianya akses terhadap informasi yang bisa dipercaya dan terus menerus
mengenai bencana dan upaya-upaya yang berkaitan, memelihara budaya dan
acara-acara keagamaan seperti upacara pemakaman, tersedianya akses sekolah
dan aktivitas rekreasi normal untuk anak-anak dan remaja, partisipasi dalam
komunitas untuk orang dewasa dan remaja, keterlibatan jaringan sosial untuk
18
orang yg terisolasi seperti anak yatim piatu, bersatunya kembali keluarga yang
terpisah, shelter dan organisasi komunitas untuk yang tidak punya tempat tinggal,
keterlibatan komunitas dalam kegiatan keagamaan dan fasilitas masyarakat
lainnya.

2. Intervensi Psikologis dan Psikiatrik

Terpenuhinya akses untuk pertolongan pertama psikologis pada pelayanan


kesehatan dan di komunitas untuk orang-orang yang mengalami distress mental
akut, tersedianya pelayanan untuk keluhan psikiatrik di sistem pelayanan
kesehatan primer, penanganan yang berkelanjutan untuk individu dengan
gangguan psikiatrik yang sudah ada sebelumnya, pemberhentian medikasi tiba-
tiba harus dihindari, perlu dibuat perencanaan untuk intervensi psikologis
berbasis komunitas pasca bencana.
ANALISA PI (C)OT

1. Population

Jurnal 1

korban bencana tsunami di anyer terutama pada pada masyarakat rentan yaitu anak-anak,
perempuan dan Lansia

jurnal 2

5 partisipan

Jurnal 3

Korban bencana alam


2. Intervensi

Jurnal 1

memberikan dukungan psikososial

Jurnal 2

Terapi zikir yang merupakan upaya perlakuan yang mencakup aktivitas mengingat,
meyebut nama,dan keagunan Allah SWT secara berulang,yang disertai
kesadaran akan Allah SWT dengan tujuan untuk menyembuhkan keadaan
patologis
19
Jurnal 3

Dengan memerikan konselin traumatik


3. Comparison intervension

Jurnal 1

Tidak ada

Jurnal 2

Tidak ada perbandingan intervensi namun ada perbedaan signifikan yaitu perbedaan
tingkat PTSD antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen

Jurnal 3

Tidak ada
4. Out come

Jurnal 1

Keuntungannya adalah memberikan dukungan dan pendampingan kepada anak-anak yang


menjadi korban dalam mereduksi stress dan trauma akibat bencana sehingga bisa kembali
tersenyum seperti sedia kala.

Manfaatnya membentuk sikap positif dan memunculkan energy positifi dari diri anak,
sehingga dapat menghilangkan rasa takutnya tersebut akan bencana yang akan datang

Jurnal 2

Keuntugan penerapan terapi zikir adalah mampu menenangkan jiwa mereka saat
menjalani rehabilitasi dari ketidaktenangan dan ketakutan akan masa depan dan
tidak diterima oleh lingkungan sosialnya suatu saat nanti

Manfaatnya adalah sebagai upaya pencegahan maupun penanganan karena mampu


memberikan ketenangan pada jiwa.

Jurnal 3

Keutugan konselin traumatic untuk mereduksi dampak psikologis pada korban


bencana alam.

Manfaatnya memberi makna bagi klien yang mengalami trauma dan memberi
20
makna bagi konselor yang membantu mengatasi trauma kliennya
5. Time

Jurnal 1

Selama proses penelitian berlangsung di anyer

Jurnal 2

Pelatihan zikir diberikan selama 2 kali pertemuan, masing-masing berdurasi 120


menit dan edukasi bencana alam diberikan 1 kali pertemuan berdurasi 90 menit

Jurnal 3

Selama proses penelitian berlangsung


6. Latar belakang

7. Hasil pencarian EBP

Jurnal 1

Literatur-literatur yang digunakan Evidence Based Practice ini di dapatkan dari:


a. Jurnal ilmiah
b. Situs web : google cendekia
c. Tahun : 2019
d. Kata kunci : psychosocial, traumatic counseling, tsunami.

Jurnal 2

Literatur-literatur yang digunakan Evidence Based Practice ini di dapatkan dari:


a. Jurnal ilmiah
b. Situs web : google cendekia
c. Tahun : 2020
d. Kata kunci : Pelatihan zikir; Post Traumatic Stress Disorder (PTSD;Penyintas
tsunami Palu 2018;Intervensi Islam

Jurnal 3

Literatur-literatur yang digunakan Evidence Based Practice ini di dapatkan dari:


a. Jurnal ilmiah
b. Situs web : google cendekia
21
c. Tahun : 2020
d. Kata kunci : Konseling Traumatik, Dampak Psikologis, Bencana Alam, Strategi

Ragkuman research

No J udul Desain Intervensi Hasil Kesimpulan


1. Menjemput Penelitian ini Hasil dari disimpulkan
memberikan
senyuman : menggunakan kegiatan ini bahwa di
dukungan
dukungan metode dapat di jadikan perlukan
psikososial
psikososial eksperimen pendukung penanganan
dan
anak-anak dalam khusus bagi
pendampinga
korban pelaksanaan korban
n kepada
bencana pengabdian di bencana yang
anak-anak
tsunami di lain kesempatan mengalami
yang menjadi
anyer untuk klien trauma dan
korban dalam
yang berbeda di ketakutan
mereduksi
lokasi dan sebagai efek
stress dan
tempat yang psikis setelah
trauma akibat
berbeda juga. terjadi
bencana
bencana,
sehingga bisa
terutama
kembali
pada anak
tersenyum
anak sebagai
seperti sedia
warga rentan.
kala.
2. Efektivitas Penelitian ini Terapi zikir Pelatihan Dapat
Terapi Zikir menggunakan Pelatihan zikir Terapi zikir disimpulkan
terhadap Post metode diberikan selama terdiri dari 16 bahwa

22
Traumatic eksperimen 2 kali pertemuan, sesi yang dibagi pelatihan
Stress dengan masing-masing dalam dua zikir
Disorder membagi berdurasi 120 kali pertemuan, secara nyata
(PTSD) subjek menit dan edukasi yaitu sesi efektif
pada penelitian ke bencana alam perkenalan, menurunkan
Penyintas dalam diberikan 1 problematika PTSD pada
Tsunami Palu kelompok kali pertemuan hidup, edukasi penyintas
eksperimen dan berdurasi 90 menit terkait masalah, tsunami Palu
kelompok sharing 2018
kontrol inspirator,
pentingnya
zikir, refleksi,
edukasi kalimah
toyyibah,
keutamaan
zikir,
mempraktikkan,
serta terminasi.
3. Konseling Penelitian ini Memberikan konselin memberi makna Dapat
traumatik: menggunakan traumatic dimana bagi klien yang disimpulkan
sebuah metode konseling traumatik mengalami bahwa
strategi guna pendekatan adalah upaya konselor trauma dan memeberikan
mereduksi persuasive untuk membantu klien memberi makna konselin
dampak yang mengalami pula bagi traumatic
psikologis trauma melalui proses konselor yang dapat
korban hubungan pribadi membantu membantu
bencana alam sehingga klien dapat mengatasi klien yang
memahami diri trauma mengalami
sehubungan dengan kliennya. trauma
masalah trauma yang melalui
dialaminya dan proses
berusaha untuk hubungan
mengatasinya sebaik pribadi

23
mungkin. Tujuan sehingga
konseling traumatik klien dapat
adalah untuk memahami
mengadakan diri
perubahan perilaku sehubungan
pada klien sehignga dengan
memungkinkan masalah
hidupnya lebih trauma yang
produktif dan dialaminya
memuaskan, lebih dan berusaha
menekankan pada untuk
pulihnya kembali mengatasinya
klien pada keadaan sebaik
sebelum trauma dan mungkin
mampu menyesuaikan
diri dengan keadaan
lingkungan yang baru

24
Critical analysis

No Judul karya Tujuan Metode (desain, hasil Komentar


. ilmiah, sampel, variable,
penulis dan instrument,
tahun analisis)
1. Menjemput memberikan Penelitian ini Hasil dari Dapat
senyuman : dukungan dan menggunakan kegiatan ini memberikan
dukungan pendampingan metode eksperimen dapat di jadikan dukungan
psikososial kepada anak- pendukung psikososial
anak-anak anak yang dalam bagi anak-anak
korban menjadi pelaksanaan yang
bencana korban dalam pengabdian di mengalami
tsunami di mereduksi lain kesempatan ketakutan dan
anyer stress dan untuk klien trauma untuk
trauma akibat yang berbeda di mengembalikan
bencana lokasi dan senyumannya
sehingga bisa tempat yang dalam
kembali berbeda juga. menghadapi
tersenyum kehidupan yang
seperti sedia ideal
kala kedepannya
2. Efektivitas untuk Metode : Penelitian Pelatihan Therapy zikir
Terapi Zikir menurunkan ini menggunakan Terapi zikir memiliki fungsi
terhadap Post tingkat PTSD metode terdiri dari 16 psikoterapeutik
Traumatic nonrandomized sesi yang dibagi yang dapat
Stress control group dalam dua dijadikan
Disorder pretest-posttest kali pertemuan, penyembuh,
(PTSD) design yaitu sesi penguat
pada Sampel : perkenalan, spiritualitas,
Penyintas Analisis : partial eta problematika serta
25
Tsunami Palu, squared hidup, edukasi meningkatkan
Rannisa uji hipotesis terkait masalah, rasa percaya
Muslaini1 , menggunakan anava sharing diri, dan
Nanum mixed design, inspirator, optimisme.
Sofia2, 2020 dengan nilai pentingnya
signifikansi .046 (P zikir, refleksi,
edukasi kalimah
toyyibah,
keutamaan
zikir,
mempraktikkan,
serta terminasi.
3. Konseling untuk Penelitian ini memberi makna Konselin
traumatik: membahas menggunakan bagi klien yang traumatic dapat
sebuah konseling metode eksperimen mengalami mengadakan
strategi guna traumatik dengan membagi trauma dan perubahan
mereduksi sebagai subjek penelitian ke memberi makna perilaku pada
dampak sebuah dalam pula bagi klien sehignga
psikologis strategi guna kelompok konselor yang memungkinkan
korban mereduksi eksperimen dan membantu hidupnya lebih
bencana alam dampak kelompok kontrol mengatasi produktif dan
psikologis trauma memuaskan,
pada korban kliennya. lebih
bencana alam. menekankan
pada pulihnya
kembali klien
pada keadaan
sebelum trauma
dan mampu
menyesuaikan
diri dengan
keadaan
lingkungan

26
yang baru

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

27
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.Bencana yang diakibatkan
oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non-alam yang antara lain berupa gagal
teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.Bencana karena peristiwa
atau rangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antarkelompok atau antarkomunitas. Kesimpulan yang dapat diambil diantaranya
adalah:

1) Ancaman atau hazard adalah suatu kondisi, secara alamiah maupun karena ulah
manusia, yang berpotensi menimbulkan kerusakan atau kerugian dan kehilangan
jiwa manusia.

2) Kerentanan (Vulnerability) adalah sekumpulan kondisi yang berpengaruh buruk


terhadap upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan bencana sehingga dapat
menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman.

3) Kerentanan ini dapat berupa kerentanan fisik, kerentanan sosial, kerentanan


ekonomi dan kerentanan lingkungan

4) Risiko bencana adalah besarnya kerugian atau kemungkinan terjadi korban


manusia, kerusakan dan kerugian ekonomi yg disebabkan oleh bahaya tertentu di
suatu daerah pada suatu waktu tertentu.

5) Ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan risiko bencana, antara lain
ancaman, kerentanan, kemampuan atau kekuatan.

6) Pertemuan dari faktor-faktor ancaman bencana/bahaya dan kerentanan


masyarakat, akan dapat memposisikan masyarakat dan daerah yang bersangkutan
pada tingkatan risiko yang berbeda, seperti diperlihatkan pada gambar di bawah
ini.

B. Saran

Demikianlah makalah yang telah disusun, lebuh kurangnya mohon dimaafkan.


Jika masih ada kekurangan tolong di koreksi untuk di jadikan bahan kami
kedepannya. Terima kasih

28
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association.(2010). Adult Basic Life Support. http://circ.ahajournals.org

/cgi/content/full/122/18_suppl_3/S685, diakses tanggal 20 April 2010.

American Heart Association.(2010). Pediatric Basic Life Support.


http://circ.ahajournals.org/ cgi/content/full/122/18_suppl_3/S685, diakses tanggal 20
29
April 2010.

http://journal.iaimsinjai.ac.id/index.php/mimbar/article/view/372/294

https://scholar.google.co.id/scholar?
start=40&q=terapi+relaksasi+pasca+bencana&hl=id&as_sdt=0,5#d=gs_qabs&u=%23p
%3DwG81_N2NHO8J

http://repository.uki.ac.id/2714/1/
BUKUMATERIPEMBELAJARANMANAJEMENGAWATDARURAT.pdf

30

Anda mungkin juga menyukai