Anda di halaman 1dari 15

BAB II

PEMBAHASAN

A. Makna Kejujuran

Kata jujur sudah tidak asing lagi bagi kita, karena hampir setiap hari mendengar
kata jujur. Namun belum tentu tahu makna jujur dan tentunya sudah banyak yang tahu
atau mengerti tentang makna jujur, ada juga di kalangan masyarakat kalau ditanya tentang
jujur, ia tahu tetapi tidak bisa mengartikan jujur dengan merangkai kata-kata untuk
menjadi kalimat yang mendefinisikan tentang jujur.

Jujur adalah sebuah kata yang telah dikenal oleh hampir semua orang. Bagi yang
telah mengenal kata jujur mungkin sudah tahu apa itu arti atau makna dari kata jujur
tersebut. Namun masih banyak yang tidak tahu sama sekali dan ada juga hanya tahu
maknanya secara samar-samar. Jujur itu merupakan sifat yang tertanam dalam diri
manusia antara menyampaikan dengan kenyataan itu sama tanpa ada tambahan atau
kurang satu patah kata pun. Maka jika apapun yang terjadi seseorang tersebut telah
mengakuinya, entah itu membuat orang lain senang atau justru membuat orang lain
tersakiti.

Jika tidak sama antara penyampaian dan kenyataan maka dapat dikatakan berdusta
atau bohong. Sebenarnya jika tidak jujur, sama saja tidak percaya dengan kemampuan
diri sendiri atau boleh di bilang tidak ada rasa kepercayaan diri, dan telah membohongi
diri sendiri dan juga orang lain yang bersangkutan. Hal itu tidak baik untuk kebiasaan
sehari hari jika tidak ada rasa kejujuran, dan hidup ini akan selalu menggantungkan
kepada orang lain untuk menjalani kehidupan sehari-hari.

B. Pengertian Sifat Jujur


Dalam bahasa Arab, kata jujur sama maknanya dengan “ash-shidqu” atau
“shiddiq” yang berarti nyata, benar, atau berkata benar. Lawan kata ini adalah dusta, atau
dalam bahasa Arab ”al-kadzibu”. Secara istilah, jujur atau ash-shidqu bermakna:

1. kesesuaian antara ucapan dan perbuatan;

2. kesesuaian antara informasi dan kenyataan;

3. ketegasan dan kemantapan hati; dan


4. sesuatu yang baik yang tidak dicampuri dengan kedustaan.

Jujur adalah sikap atau sifat seseorang yang menyatakan sesuatu dengan
sesungguhnya dan apa adanya, tidak ditambahi ataupun dikurangi. Sifat jujur harus
dimiliki oleh setiap manusia, karna sifat ini merupakan prinsip dasar dari cerminan ahlak
seseorang. Bahkan jujur dapat menjadi kepribadian sesorang atau bangsa, sehingga
kejujuran bernilai tinggi dalam kehidupan manusia.

Sikap jujur, merupakan salah satu fadhilah yang menentukan status dan kemajuan
perseorangan dan masyarakat. Menegakkan prinsip kejujuran adalah salah satu sendi
kemaslahatan dalam hubungan antara manusia dengan manusia dan antara satu golongan
dengan golongan yang lain.

Dampak dari sifat jujur adalah menimbulkan rasa berani, karena tidak ada orang
yang merasa tertipu dengan sifat yang diberikan kepada orang lain dan bahkan orang
merasa senang dan percaya terhadap pribadi orang yang jujur. Pepatah ada mengatakan
“berani karena benar, takut karena salah”.

Sifat Jujur tidak dapat dimiliki dan dilaksanakan dengan baik dan sempurna oleh
orang yang tidak kukuh imannya. Orang beriman dan takwa, karena dorongan iman dan
taqwanya itu merasa diri wajib selalu berbuat dan bersikap benar serta jujur. Orang yang
mempunyai sifat jujur akan dikagumi dan dihormati banyak orang. Karena orang yang
jujur selalu dipercaya orang untuk mengerjakan suatu yang penting. Hal ini disebabkan
orang yang memberi kepercayaan tersebut akan merasa aman dan tenang.

Jujur adalah sikap yang tidak mudah untuk dilakukan jika hati tidak benar-benar
bersih. Namun sayangnya sifat yang luhur ini belakangan sangat jarang kita temui,
kejujuran sekarang ini menjadi barang langka. Saat ini kita membutuhkan teladan yang
jujur, teladan yang bisa diberi amanah umat dan menjalankan amanah yang diberikan
dengan jujur dan sebaik-baiknya. Dan teladan yang paling baik, yang patut dicontoh
kejujurannya adalah manusia paling utama yaitu Rasulullah saw. Kejujuran adalah
perhiasan Rasulullah saw, dan orang-orang yang berilmu.
C. Ciri-Ciri Orang Jujur

Imam Husein as berkata:


"Manusia yang jujur hidup dengan tenang dan tanpa ketakutan, sementara manusia
yang berkhianat senantiasa merasa takut." (Majma' az-Zawaid, jilid 9, hal 186). Manusia
pengkhianat dalam perbuatannya tidak pernah menjadikan keridhaan Allah sebagai
tujuannya. Hal itu dikarenakan seorang pengkhianat tidak pernah mempercayai orang
lain. Bahkan lebih dari itu, ia sendiri takut akan dirinya. Sesuai dengan peribahasa
"Seorang pengkhianat adalah penakut". Orang yang seperti ini senantiasa khawatir
pengkhianatannya terbongkar.
Sebaliknya, manusia yang jujur senantiasa berusaha mencari keridhaan Allah dan
berjalan di jalan kebenaran. Orang seperti ini selalu merasa tenang dan percaya diri.
Karena ia telah melakuan kewajibannya di hadapan Allah. Ia merasa gembira ketika
orang lain mengetahui perbuatannya atau saat rahasia perbuatan baiknya diketahui orang
lain. Tidak ada rasa takut dan khawatir, karena bila diketahui orang lain maka itu
dianggapnya sebagai upaya mendorong orang lain juga melakukan kebaikan.

D. Pembagian Sifat Jujur

Para Ulama berkata, “Langkah awal kejujuran itu adalah menjauhi dusta di semua
ucapan. Kejujuran menjadi pintu masuk dalam perbuatan, niat, kenyataan hidup, dan di
semua lini kedudukan.” Jujur bukan hanya dalam perkataan, namun kejujuran juga dinilai
mulai dari niat seseorang, perbuatan, bahkan pikiran seseorang.
Imam Al-Ghazali menyebut ada Lima Bentuk Kejujuran. Yaitu :
1. Jujur dalam ucapan
Tiap kata yang meluncur dari bibir dan lisan seseorang wajib memuat dan
mengandung kebenaran. Bukan gunjingan, gosip, dan fitnah. Jujur dalam perkataan
adalah bentuk kemasyhuran. Setiap hamba berkewajiban menjaga lisannya, yakni
berbicara jujur dan dianjurkan menghindari kata-kata sindiran karna hal itu sepadan
dengan kebohongan, kecuali jika sangat dibutuhkan dan demi kemaslahatan pada
saat-saat tertentu.
Jujur dalam perkataan hanya boleh dilanggar dalam 3 hal, yakni ketika Istri
memuji suaminya atau sebaliknya, ketika mengatakan orang yang dicari tidak ada
ketika orang tersebut hendak dihakimi namun tidak bersalah, dan ketika menyalahi
kejujuran untuk mendamaikan orang yang sedang berselisih hingga damai kembali.
Rasulullah Shallallahu'Alaihi Wasallam bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari-
Muslim).
2. Jujur dalam berniat
Tanda niat yang benar, salah satu tandanya, berbanding lurus dengan
perbuatan di lapangan kehidupan. Niat saja belum cukup jika tidak diiringi dengan
kemauan dan kejujuran bahwa dirinya akan berupaya sekuat tenaga mewujudkan
niatnya tersebut.
Allah Swt. Mengingatkan orang-orang yang berjihad di jalan-Nya bahwa jika
mereka berniat mendapatkan Ridha-Nya, mengorbankan harta dan jiwanya demi
tegaknya Agama Islam berarti dia telah mempersembahkan yang terbaik bagi agama,
dunia, dan akhirat mereka.
Misalnya jika seseorang telah berniat dan berikrar bahwa ia senantiasa
menyembah kepada Allah SWT., namun ternyata ia jarang mengingat Allah karna
kepentingan Duniawinya maka dikatakan orang tersebut tidak jujur dalam niatnya.
3. Jujur dalam kemauan dan merealisasikannnya
Jujur dalam kemauan merupakan usaha agar terhindar dari kesalahan-
kesalahan dalam menyampaikan kebenaran. Berpikir masak-masak sebelum
bertindak, menimbang baik-buruk dengan ‘kacamata’ Allah adalah tanda jujur dalam
kemauan ini.
Pada saat seseorang telah jujur dalam kemauan, tidak ada hal yang ingin ia gapai
selain melakukan perkara yang dibenarkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Kemauan atau tekad yang dimaksudkan adalah seperti perkataan seseorang,
“jika Allah memberiku harta, aku akan menginfakkan semuanya”. Keinginan seperti
ini adakalanya benar-benar jujur dan ada kalanya pula masih diselimuti kebimbangan.
Kejujuran dalam merealisasikan keinginan, seperti apabila seseorang bertekad dengan
jujur untuk bersedekah. Tekad tersebut bisa terlaksana juga bisa tidak karna tiba-tiba
ia memiliki kebutuhan mendesak, sehingga tekadnya hilang. Atau lebih
mengedepankan kepentingan nafsunya. Berkaitan dengan hal ini Allah Swt.
Berfirman:
”Di antara orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka
janjikan kepada Allah Swt. Dan diantara itu ada yang gugur, dan ada pula yang
menunggu-nunggu dan mereka tidak sedikitpun mengubah (janjinya).” (Al-Ahzab
33/23).
4. Jujur dalam menepati janji
Janji adalah hutang, demikian kalimat yang sering terngiang. Karena hutang,
maka wajib untuk dibayar sesuai dengan nilainya. Menepati janji bukan sembarang
sikap. Menepati janji berarti mempertaruhkan harkat dan martabat dirinya di hadapan
orang lain demi memberi keyakinan pada orang tersebut bahwa ia sanggup untuk
membayarnya. Dengan sikap jujur, janji akan tertunai dan amanah akan dijalankan.
5. Jujur dalam perbuatan
Sebagaimana Al-Ghazali menyatakan makna jujur dalam niat dan perkataan,
pada traktak bentuk kejujuran yang kelima ini, Al-Ghazali menggaris bawahi agar kita
melengkapi diri dengan jujur dalam perbuatan.
Ucapan yang baik dan niat tulus akan menjadi semakin indah jika ada wujud amal
dalam kenyataan. Jujur dalam perbuatan artinya memperlihatkan sesuatu apa-adanya.
Tidak berbasa-basi. Tidak membuat-buat. Tidak menambah dan mengurangi. Apa
yang ia yakini sebagai kejujuran dan kebenaran, ia jalan dengan keyakinan kuat
bahwa Allah Subhannahu wa Ta'ala bersama orang-orang yang benar-benar sebenar-
benarnya.
E. Pentingnya Perilaku Jujur

Sifat jujur merupakan tanda keislaman seseorang dan juga tanda


kesempurnaan bagi si pemilik sifat tersebut. Pemilik kejujuran memiliki kedudukan yang
tinggi di dunia dan akhirat. Dengan kejujurannya, seorang hamba akan mencapai
derajat orang-orang yang mulia dan selamat dari segala keburukan.

Syari’at Islam mengajarkan kepada umatnya untuk berbuat jujur dalam segala
keadaan, walaupun secara lahir kejujuran tersebut akan merugikan diri sendiri. Allah SWT
telah berfirman dalam Surat An-Nisaa Ayat 135 yang berbunyi:

َۚ ِ‫علَ َّٰ َٰٓى أَنفُ ِس ُك ۡم أ َ ِو ۡٱل َّٰ َو ِلدَ ۡي ِن َو ۡٱۡل َ ۡق َرب‬


َّ َ‫ينَ إِن يَ ُك ۡن َغنِيًّا أَ ۡو فَ ِق ٗيرا ف‬
ُ‫ٱّلِل‬ ُ ‫۞ َّٰ َٰٓيَأ َ ُّي َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُواْ ُكونُواْ قَ َّٰ َّو ِمينَ بِ ۡٱل ِق ۡس ِط‬
َ ‫ش َهدَآَٰ َء ِ َّّلِلِ َولَ ۡو‬
١٣٥ ‫ٱّلِلَ َكانَ ِب َما تَعۡ َملُونَ َخ ِب ٗيرا‬ َّ ‫أ َ ۡولَ َّٰى ِب ِه َم ۖا فَ ََل تَتَّ ِبعُواْ ۡٱل َه َو َّٰ َٰٓى أَن ت َعۡ ِدلُو َۚاْ َو ِإن ت َۡل َُٰٓۥواْ أ َ ۡو تُعۡ ِرضُواْ فَإِ َّن‬

Artinya : “ Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-
benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau
ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu
kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang
dari kebenaran. Dan jika kamu memutar-balikan ( kata-kata) atau enggan menjadi saksi,
maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (
Q.S. An- Nisaa’ : 135 ).

Allah selalu memerintahkan kita untuk berlaku benar baik dalam perbuatan
maupun ucapan, sebagaimana firman-Nya :

َّ ْ‫َّٰ َٰٓيَأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُواْ ٱتَّقُوا‬


َّ َّٰ ‫ٱّلِلَ َو ُكونُواْ َم َع ٱل‬
, ١١٩ َ‫ص ِدقِين‬

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu
bersama orang-orang yang benar” ( Q.S. At-Taubah : 119).

Kejujuran itu ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan, sebagai sesorang yang
melakukan suatu perbuatan, tentu sesuai dengan yan,g ada pada batinnya. Ketika berani
mengatakan “tidak” untuk korupsi, maka ia harus berusaha menjauhi korupsi, bukan
malah hanya mengatakan tetapi ia sendiri melakukan korupsi. Kejujuran merupakan ciri-
ciri orang beriman sedangkan lawannya dusta merupakan sifat orang yang munafik.
Sebagaimana sabda Rasulullah Saw, Artinya : “Dari Abu Hurairah ra. Dari Nabi
Muhammad saw. Bersabda “Tanda orang munafik itu ada 3, yaitu : Apabila berbicara
dusta, apabila berjanji mengingkari, dan apabila dipercaya khianat.” (HR. Bukhari
Muslim).

Allah Swt. Menegaskan bahwa tidak ada yang bermanfaat bagi seorang hamba
dan yang mampu menyelamatkannya dari azab, kecuali kejujurannya (kebenarannya).

ُ‫ٱّلِلُ َع ۡن ُه ۡم َو َرضُواْ َع ۡن َۚه‬


َّ ‫ي‬ ِ ‫ت ت َۡج ِري ِمن ت َۡح ِت َها ۡٱۡل َ ۡن َّٰ َه ُر َّٰ َخ ِل ِدينَ ِفي َها َٰٓ أَ َبدٗ ۖا َّر‬ٞ َّ‫ص ۡدقُ ُه َۡۚم لَ ُه ۡم َج َّٰن‬
َ ‫ض‬ َّ َّٰ ‫ٱّلِل ُ َّٰ َهذَا َي ۡو ُم َينفَ ُع ٱل‬
ِ َ‫ص ِدقِين‬ َّ ‫قَا َل‬
١١٩ ‫َّٰذَلِكَ ۡٱلفَ ۡو ُز ۡٱلعَ ِظي ُم‬

Artinya : “Allah berfirman: "Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-
orang yang benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang dibawahnya mengalir
sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha terhadap-Nya.
Itulah keberuntungan yang paling besar" ( Q.S al-Maidah : 119 ).

F. Kapan Memulai Sikap Jujur

Memulai sikap jujur tentunya dari diri sendiri sebelum mengajak orang lain untuk
bersikap jujur. Dengan kesadaran dari hati, pasti sikap jujur akan tertanam dalam diri
secara cepat, yang didasari niat yang ikhlas karena Allah SWT. Untuk diri kita sendiri
bisa berubah menjadi lebih baik.
Sikap jujur seharusnya dimulai sejak kanak-kanak karena dengan semenjak
kanak-kanak sikap jujur tersebut akan selalu melekat pada diri seseorang tersebut, karena
pada dasarnya sekap jujur itu tumbuh dengan membiasakan diri yang dibekali rasa
percaya diri dan tanpa ada keraguan sedikit pun dari dalam diri.

Sikap kejujuran harus dikembangkan sejak dini. Anak-anak kita sejak kecil harus
kita didik untuk jujur dan bertanggung jawab kepada dirinya sendiri. Orang tua harus
menjadi teladan bagi anak-anaknya. Orang tua tidak boleh menyogok guru agar anaknya
yang tidak naik kelas bisa naik kelas. Saya yakin bahwa tidak sedikit orang tua yang
melakukan itu, menyogok guru agar anak-anaknya bisa naik kelas. Tindakan seperti itu
memberikan contoh kepada anak bahwa uang dapat menyelesaikan segalanya. Sebuah
tindakan yang sangat tidak terpuji yang dilakukan oleh orang tua dan langsung diserap
ilmunya oleh anak-anak. Sangat disayangkan karena ilmu yang diserap itu adalah ilmu
sogok-menyogok, ilmu korupsi, buah dari sebuah ketidakjujuran.

Namun jika sejak kanak-kanak ataupun anak-anak bahkan sejak tadi belum ada
sikap jujur maka, sesegeralah memulai sikap dari sekarang atau detik ini juga. Namun
bila tidak bisa sekarang dengan sekejap mata, maka lakukan dengan secara perlahan-
lahan, dikit demi sedikit dan diterapkan sehari-hari. Dengan begitu sikap jujur dalam diri
akan tumbuh dengan secara perlahan dan bisa kemungkinan bisa menjadi kebiasaan yang
tidak mudah untuk hilang dari dalam diri.

G. Cara Membiasakan dan Menanamkan Diri Agar Selalu Jujur

Menerapakan sikap jujur memang sulit tetapi itu telah menjadi tuntutan hidup,
agar selalu berada dijalan yang benar, yaitu jalan yang diridhoi Allah SWT. Adapun
beberapa cara agar selalu bersikap jujur. “Carilah teman yang jujur dan hindari teman
yang buruk. Carilah lingkungan yang jujur dan hindari lingkungan yang buruk. Ingat
selalu dampak buruk dari ketidakjujuran.”

Teman memang tak selalu di dekat kita. Tetapi teman bisa mempengaruhi sikap
dan kepribadian kita. Seorang teman juga memegang faktor penting dalam menjaga sikap.
Jika teman kita baik, maka secara tidak langsung kita terpengaruh oleh sikapnya yang
baik. Bahkan teman yang baik tersebut akan mendorong kearah perilaku yang baik. Jika
kita berbuat kejelakan dihadapan seorang teman yang baik tentunya kita akan merasa
malu.
Dengan hidup dilingkungan masyarakat yang baik dan kondusif, juga akan
memberikan kita suatu sikap hidup yang menuntut untuk selalu bersikap jujur. Selalu
mengingat dampak yang timbul disetiap perbuatan, tentunya kita akan selalu berhati-hati
dalam bertindak. Disetiap langkah kaki, disetiap gapaian tangan pasti ada resiko yang
menghadang. Entah itu kecil atau besar.

H. Petaka Kebohongan

Betapa berbahayanya sebuah kebohongan, kebohongan akan mengantarkan


pelakunya tidak dipercaya lagi oleh orang lain. Ketika seseorang sudah berani menutupi
kebenaran, bahkan menyelewengkan kebenaran untuk tujuan jahat, ia telah melakukan
kebohongan. Kebohongan yang dilakukannya itu telah membawa kepada apa yang telah
dikhianatinya itu.

َ ُ‫سآَٰ َء ُك ۡم َوأَنفُ َسنَا َوأَنف‬


‫س ُك ۡم ث ُ َّم ن َۡبتَ ِه ۡل‬ ُ ‫فَ َم ۡن َحآَٰجَّكَ فِي ِه ِم ۢن بَعۡ ِد َما َجا َٰٓ َءكَ ِمنَ ۡٱل ِع ۡل ِم فَقُ ۡل تَعَالَ ۡواْ َن ۡد‬
َ ِ‫ع أ َ ۡبنَا َٰٓ َءنَا َوأ َ ۡبنَا َٰٓ َء ُك ۡم َون‬
َ ِ‫سا َٰٓ َءنَا َون‬
٦١ َ‫ٱّلِلِ َعلَى ۡٱل َّٰ َك ِذبِين‬ َّ َ‫َفن َۡجعَل لَّعۡ نَت‬

Artinya : “Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang
meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya): "Marilah kita memanggil anak-anak
kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri
kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat
Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta” (Q.S Ali-Imran : 61).

ِ ‫َو َما َكانَ ِلنَبِي ٍّ أَن يَغُ َۚ َّل َو َمن َي ۡغلُ ۡل يَ ۡأ‬
١٦١ َ‫ت بِ َما َغ َّل يَ ۡو َم ۡٱل ِق َّٰيَ َم َۚ ِة ث ُ َّم ت ُ َوفَّ َّٰى ُك ُّل ن َۡف ٖس َّما َك َسبَ ۡت َوه ُۡم ََل ي ُۡظلَ ُمون‬

Artinya : “Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan
perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari
kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri
akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal,
sedang mereka tidak dianiaya” ( Q.S Ali-Imran : 161 ).

Dalam hadits Rasulullah Saw mengingatkan :

Artinya : “Dari Abu Hurairah ra., dia berkata ; Rasulullah saw., bersabda, “Akan
datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta
dibenarkan, sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya,
sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu,
Ruwaibidhah berbicara.” Beliau menjawab, “Orang bodoh yang turut campur dalam
urusan masyarakat luas.” (HR. Ibnu Majah).

َّ َ‫ َكب َُر َم ۡقتًا ِعند‬٢ َ‫َّٰ َٰٓيَأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُواْ ِل َم تَقُولُونَ َما ََل ت َۡفعَلُون‬
٣ َ‫ٱّلِلِ أَن تَقُولُواْ َما ََل ت َۡفعَلُون‬

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan


sesuatu yang tidak kamu kerjakan. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu
mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan” (Q.S. Ash-Shaff : 2-3).

Syaikh Muhammad al-Ghazali mengatakan, bahwa menjaga amanah ialah


menunaikan dengan baik terhadap hak-hak Allah Swt. Dan hak-hak manusia tanpa
terpengaruh oleh perubahan keadaan, baik susah maupun senang.
I. Manfaat Perilaku Jujur
Sikap dan perilaku jujur membawa banyak manfaat bagi orang yang
melaksanakannya, diantaranya yaitu:
1. Perasaan enak dan hati tenang, jujur akan membuat pelakunya menjadi tenang karena
ia tidak takut akan diketahui kebohongannya. Baginda Rasul SAW bersabda,
‘’Tinggalkanlah apa yang meragukanmu menuju perkara yang tidak meragukanmu,
sesungguhnya jujur adalah ketenangan sedangkan dusta adalah keraguan.’’ (HR
Turmudzi dari riwayat Hasan bin Ali).

2. Mendapat pahala seperti pahala orang syahid di jalan Allah SWT. Rasulullah SAW
bersabda, ‘’Barang siapa meminta mati syahid dengan jujur, maka Allah akan
mengantarkannya ke dalam golongan orang-orang syahid, walaupun ia mati di atas
kasurnya.’’ (HR Muslim).

3. Selamat dari bahaya. Orang yang jujur walaupun pertama-tama ia merasa berat akan
tetapi pada akhirnya ia akan selamat dari berbagai bahaya. Rasulullah SAW telah
bersabda, ‘’Berperangailah selalu dengan kejujuran! Jika engkau melihatnya jujur itu
mencelakakan maka pada hakikatnya ia merupakan keselamatan.’’ (HR Ibnu Abi Ad-
Dunya dari riwayat Manshur bin Mu’tamir).

4. Dijamin masuk surga, sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad SAW, ‘’Berikanlah


kepadaku enam perkara niscaya aku akan jamin engkau masuk surga: jujurlah jika
engkau bicara, tepatilah jika engkau berjanji, tunaikanlah jika engkau diberi amanat,
jagalah kemaluanmu, tundukkan pandanganmu, dan jagalah tanganmu.’’ (HR Ahmad
dari riwayat ‘Ubadah bin Ash-Shamit).

5. Dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah SAW bersabda, ‘’Jika engkau ingin
dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, maka tunaikanlah jika engkau diberi amanah,
jujurlah jika engkau bicara, dan berbuat baiklah terhadap orang sekelilingmu.’’ (HR
Ath-Thabrani). Demikianlah, jujur penting sekali, terutama di masa ketika segala
aspek kehidupan dipenuhi kepalsuan dan dusta. Di manapun berada, kejujuran harus
di atas segalanya. Jujur adalah simbol profesionalisme kerja dan inti dari kebaikan
hati nurani seseorang.

6. Dampak sikap jujur dalam keluarga tentunya membuat anggota keluarga tersebut
menjadi nyaman, hal ini karena setiap orang tidak perlu merasa harus
menyembunyikan sesuatu jika sedang menghadapi permasalahan. Karena antar
keluarga dapat berinteraksi tanpa beban dan saling membantu apabila ada masalah
dalam satu pihak keluarga.
7. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari tak merasa di bebani. Maksudnya bila kita
jujur tentunya tidak ada kebohongan yang harus di tutup-tutupi. Dalam hal lisan
secara otomatis dapat berbicara tanpa ada larangan atau pantangan yang harus
dibicarakan dan bisa mengungkapkan kata-kata secara leluasa dan mencritakan segala
yang terjadi. Sedangkan dalam hal perbuatan tidak ada yang harus disembunyi-
sembunyikan. Secara leluasa dapat bebas melakukan sesuatu tanpa takut ketahuan
oleh siapapun.

8. Timbul rasa percaya diri pada diri sendiri. Merasa optimis mampu melakukan
sesuatunya tanpa ada rasa ragu dalam benak dengan dasar-dasar yang kuat walaupun
hasil yang tidak memuaskan. Segala apapun, apabila dilakukan dengan rasa percaya
diri akan terasa senang karena dapat sebagai ukuran kemampuaannya. Tentunya
dimasa yang akan datang akan sangat mempengaruhi dalam kehidupan di dalam
banyak hal, mulai dari pekerjaan, hubungan keluarga, hubungan masyarakat,
hubungan pertemanan dan banyak lagi.

9. Bersikap jujur dalam kehidupan masyarakat tentunya akan banyak membawa dampak
positif. Misal saja jika kita jujur dalam hal pemilu pasti akan tidak ada lagi yang suap
menyuap. Fakta dalam masyarakat kalau ada pemilihan pemimpin baru, entah itu
Presiden atau Gubernur atau Bupati hingga sampai pemilihan ketua RT pun banyak
yang melakukan suap agar memenangkan dalam pemilihan. Bahkan yang menerima
itu termasuk sama dengan yang menyuap. Karena dengan menerima suap tadi, maka
dengan terpaksa harus memilih yang sudah diperintahkan orang yang meyuap, dan
bukan dari hati nurani sendiri.

10. Bagi seorang pelajar tentunya mempunyai angan-angan untuk mendapatkan sebuah
pekerjaan yang enak tetepi dapat menghasilkan uang banyak. Nah, dengan
mempunyai perilaku yang jujur tentunya akan mempermudah untuk mendapatkan dan
lebih-lebih menciptakan sebuah pekerjaan yang di inginkan. Hal ini dikarenakan
seseorang yang mempunyai sikap jujur maka ia akan mudah mengerti jika diberikan
sebuah persoalan-persolan yang ditugaskannya kepada seseorang tersebut.
Kemungkinan besar akan mempermudah menyelesaikan tugas-tugasnya dan cepat
tanggap dengan segala masalah-masalah yang menghadang.

J. Pesan-Pesan Teladan Nabi Muhammad SAW Melalui Perilaku Jujur

Seperti dikatakan pada awal pembahasan, bahwa Nabi Muhammad SAW telah
mencontohkan perilaku Jujur dalam kehidupan sehari-hari melalui kisah-kisah teladan
yang memberikan pesan-pesan mulia bagi umatnya. Berikut beberapa kisah-kisah teladan
tentang perilaku jujur:
1. Kisah Teladan kejujuran Nabi Muhammad SAW

Pada masa sebelum kenabian Rasulullah Muhammad SAW, terjadi banjir di


Makkah yang mengakibatkan Baitullah Ka'bah rusak total. Penduduk Quraisy di
Makkah sepakat untuk merenovasi Ka'bah bersama-sama. Ketika renovasi sampai ke
tahap akhir, terjadi perselisihan dalam menentukan siapa yang akan meletakkan Hajar
Aswad di tempatnya. Setiap kabilah yang terlibat masing-masing merasa bahwa
golongan mereka paling pantas dan paling terhormat untuk melakukan tugas tersebut.
Perselisihan nyaris berlanjut ke arah baku hantam antar kabilah. Untunglah ada
seorang tua yang bijak yang mengusulkan agar masalah tersebut diselesaikan oleh
orang yang muncul pertama kali di pintu masjid. Mereka pun akhirnya sepakat.
Dengan berdebar-debar mereka pun menunggu.

Tak lama kemudian muncullah Muhammad di pintu itu. Setiap orang yang di
tempat itu pun akhirnya bernapas lega karena Muhammad terkenal dengan panggilan
Al-Amin karena ia selalu berkata jujur dan menjaga amanah dengan baik. Dan
memang setelah itu Muhammad membuat keputusan yang sangat adil yang mencakup
setiap keinginan para kabilah. Sifat jujur yang dimiliki Muhammad (sebelum
kenabian) membuat ia disenangi oleh kaumnya dan dipercaya dalam setiap urusan.
Hal yang sama juga terjadi setelah kenabian.

2. Kisah Teladan Imam Syafi'i rahimahullah

Imam Syafi'i rahimahullah adalah salah seorang ahli fiqih di dunia Islam.
Ketika ia masih muda, suatu hari ia akan berangkat meninggalkan kampung
halamannya untuk belajar kepada seorang ulama besar di kota. Ibu Syafi'i
memberikan bekal uang sebagai bekal untuk putranya di kota. Jumlah uang itu cukup
banyak (Jika dihitung Dengan kurs rupiah bisa sampai jutaan) Uang tersebut disimpan
di saku baju Syafi'i kecil yang sengaja dijahit di bagian dalam bajunya. Sang ibu pun
berpesan agar Syafi'i kecil senantiasa berkata jujur.

Syafi'i kecil berangkat bersama-sama dengan sebuah rombongan kabilah. Tiba-


tiba di tengah jalan, rombongan itu dicegat oleh gerombolan perampok. Semua harta
yang dibawa oleh rombongan kafilah tersebut dirampas habis. Akhirnya tibalah
giliran Syafi'i kecil digeledah. Ternyata perampok itu tidak berhasil menemukan apa-
apa. "Hei anak kecil, kamu bawa harta atau tidak ?" Tanya perampok. "Ya, aku bawa
di saku baju di balik bajuku !" jawab Syafi'i kecil dengan polosnya sambil
menyebutkan jumlah uang yang dibawanya. "Ah, mana mungkin anak kecil seperti
kamu membawa uang sebanyak itu !" tukas si perampok. "Sini biar aku geledah anak
ini !" kata pimpinan perampok. Betapa terkejutnya mereka ketika ternyata apa yang
dikatakan Syafi'i kecil itu benar. Uang tersebut akhirnya dirampas dan para perampok
pun pergi.

Di tengah perjalanan, sang pimpinan perampok tampak gundah. Ia jadi


tersentuh hatinya ketika tadi menyaksikan kejujuran Syafi'i kecil. Ia mulai berpikir
bahwa sebenarnya yang ia dan teman-temannya lakukan adalah salah. Tak lama
kemudian para perampok pun kembali ke rombongan kabilah tadi. Setiap orang yang
ada di rombongan itu kaget ketika melihat rombongan perampok itu kembali. (Mereka
pikir akan dirampok lagi…….tapi, apa yang mau dirampok ?) Mereka sangat terkejut
ketika menyaksikan bahwa para perampok itu mengembalikan harta yang mereka
rampok tadi. Rupanya pimpinan perampok itu menjadi insyaf lalu ia mengajak
kawan-kawannya untuk insyaf juga. Subhanallah! Kejujuran yang muncul dari Syafi'i
kecil ternyata mampu meluluhkan hati para perampok yang hatinya kriminal. Padahal
bermula dari keimanan Syafi'i kecil kepada Allah.

3. Kisah Teladan Ammar Bin Yasir Ra.

Ammar bin Yasir Ra. adalah salah seorang sahabat Rasul yang dijamin masuk
surga, beserta ayah dan ibunya. Pada periode makkiyah, Ammar beserta kedua orang
tuanya mengalami penyiksaan yang sangat berat yang dilakukan oleh para musyrikin
quraisy. Ammar sampai harus menyaksikan ayah dan ibunya mati syahid
dihadapannya akibat siksaan yang dilakukan oleh orang-orang musyrik itu. Ammar
juga ikut disiksa. Ia disuruh menyembah kepada berhala-berhala mereka yaitu Latta
dan Uzza. Tanpa sadar, Ammar pun mengikuti apa yang mereka suruh.

Setelah dilepaskan, Ammar pun segera pergi menghadap Rasulullah dan ia


menyatakan penyesalannya karena telah menyembah berhala ketika disiksa.
Kemudian turun firman Allah kepada Rasulullah yang menyatakan bahwa apa yang
dilakukan oleh Ammar bin Yasir dimaafkan oleh Allah, karena ia melakukan itu
karena terpaksa dan hatinya masih tetap beriman.

Kita mengetahui bahwa Allah mengetahui isi hati kita. Kita juga mengetahui
bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Itulah sebabnya mengapa
perbuatan yang dilakukan Ammar bin Yasir dimaafkan. Dia melakukan maksiat
karena terpaksa padahal hatinya tidak mau. Tapi sekali lagi jangan lupa kalau hal ini
hanya terjadi pada keadaan yang benar-benar darurat. Apalagi saat itu Ammar
terancam nyawa dan aqidahnya. Sekalipun kalau sekiranya ia sampai harus mati, ia
tetap mati dalam keadaan syahid seperti yang dialami oleh kedua ibu bapaknya.
Sedangkan orang yang mati syahid itu akan masuk surga tanpa hisab.

4. Kisah Teladan Rasulullah

Ketika Rasulullah SAW dan Abu Bakar Ash Shiddiq sedang hijrah ke
Madinah, mereka bertemu dengan seseorang yang sedang berjalan menuju Mekkah.
Pada waktu itu mereka berdua sedang dikejar-kejar oleh musyrikin Mekkah untuk
dibunuh. Untunglah orang yang di depan mereka tidak mengenal siapa mereka.
Orang yang di depan mereka bertanya, "Kalian berasal dari mana?". "Kami berasal
dari air!" jawab Rasulullah. "Oh, sungai Tigris! Mereka berasal dari Persia" gumam
orang itu sambil melanjutkan perjalanan.
Tahukah kalian jawaban Rasulullah tadi dapat diartikan macam-macam. Bisa jadi
dari air itu berarti dari tempat yang banyak airnya, misal : sungai, danau atau mata
air. Padahal maksud Rasulullah adalah ia berasal dari air mani. Bukankah setiap
manusia mula-mula diciptakan dari air mani yang hina. Jadi, Rasulullah
menyembunyikan keberadaan dirinya dan Abu Bakar agar tidak ketahuan dengan
cara yang tetap jujur. Coba kalau misalnya orang tadi bertemu dengan orang yang
mengejar Rasulullah, lalu ditanya, "Apakah kamu bertemu dengan dua orang yang
datang dari Makkah?". Sudah pasti jawaban orang itu : "Tidak!".

K. Contoh Penerapan Perilaku Jujur Dalam Kehidupan Sehari-Hari

Perilaku jujur bukan hanya dijadikan teori, namun harus dipahami dan diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari kita. Penerapan perilaku jujur dalam kehidupan sehari-hari
baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat misalnya sebagai berikut:
1. Meminta izin atau berpamitan kepada orang tua ketika akan pergi kemanapun,
sehingga orang tua kita akan percaya dan yakin bahwa kita pergi ketujuan yang baik.
2. Tidak meminta sesuatu diluar kesanggupan orang tua kita agar orang tua tidak
terbebani.
3. Mengembalikan uang sisa belanja meskipun kedua orang tua tidak mengetahuinya,
sehingga orang tua akan percaya dan kadang memberi kita uang yang lebih lagi.
4. Melaporkan hasil belajar meskipun dengan nilai yang kurang memuaskan.
5. Tidak memberi atau meminta jawaban kepada teman ketika sedang ulangan atau ujian
sekolah meskipun teman akrab.
6. Mengatakan dengan sejujurnya alasan keterlambatan datang atau ketidakhadiran ke
sekolah, bukan dengan mengarang alasan.
7. Mengembalikan barang-barang yang dipinjam dari teman atau orang lain meskipun
barang tersebut tampak tidak begitu berharga.
8. Memenuhi undangan orang lain ketika tidak ada hal yang menghalangi.
9. Tidak menjanjikan sesuatu yang tidak dapat kita penuhi.
10. Mengembalikan barang temuan kepada pemiliknya atau melalui pihak yang
bertanggung jawab.
11. Membayar sesuatu sesuai dengan harga yang telah disepakati. Misalnya ketika
membayar makanan yang diambil tanpa mengurangi meskpiun si penjual tidak
mengetahui.

Anda mungkin juga menyukai