Anda di halaman 1dari 11

A.

Pengertian Sifat Jujur

Dalam bahasa Arab, kata jujur sama maknanya dengan “ash-shidqu” atau “shiddiq”
yang berarti nyata, benar, atau berkata benar. Lawan kata ini adalah dusta, atau dalam
bahasa Arab ”al-kadzibu”. Secara istilah, jujur atau ash-shidqu bermakna :

(1) kesesuaian antara ucapan dan perbuatan;


(2) kesesuaian antara informasi dan kenyataan;
(3) ketegasan dan kemantapan hati; dan
(4) sesuatu yang baik yang tidak dicampuri dengan kedustaan.

Jujur adalah sikap atau sifat seseorang yang menyatakan sesuatu dengan
sesungguhnya dan apa adanya, tidak ditambahi ataupun dikurangi. Sifat jujur harus dimiliki
oleh setiap manusia, karna sifat ini merupakan prinsip dasar dari cerminan ahlak
seseorang. Bahkan jujur dapat menjadi kepribadian sesorang atau bangsa, sehingga
kejujuran bernilai tinggi dalam kehidupan manusia.
Sikap jujur, merupakan salah satu fadhilah yang menentukan status dan kemajuan
perseorangan dan masyarakat. Menegakkan prinsip kejujuran adalah salah satu sendi
kemaslahatan dalam hubungan antara manusia dengan manusia dan antara satu golongan
dengan golongan yang lain.
Dampak dari sifat jujur adalah menimbulkan rasa berani, karena tidak ada orang yang
merasa tertipu dengan sifat yang diberikan kepada orang lain dan bahkan orang merasa
senang dan percaya terhadap pribadi orang yang jujur. Pepatah ada mengatakan “berani
karena benar, takut karena salah”.
Sifat Jujur tidak dapat dimiliki dan dilaksanakan dengan baik dan sempurna oleh
orang yang tidak kukuh imannya. Orang beriman dan takwa, karena dorongan iman dan
taqwanya itu merasa diri wajib selalu berbuat dan bersikap benar serta jujur. Orang yang
mempunyai sifat jujur akan dikagumi dan dihormati banyak orang. Karena orang yang jujur
selalu dipercaya orang untuk mengerjakan suatu yang penting. Hal ini disebabkan orang
yang memberi kepercayaan tersebut akan merasa aman dan tenang.
Jujur adalah sikap yang tidak mudah untuk dilakukan jika hati tidak benar-benar
bersih. Namun sayangnya sifat yang luhur ini belakangan sangat jarang kita temui,
kejujuran sekarang ini menjadi barang langka. Saat ini kita membutuhkan teladan yang
jujur, teladan yang bisa diberi amanah umat dan menjalankan amanah yang diberikan
dengan jujur dan sebaik-baiknya. Dan teladan yang paling baik, yang patut dicontoh
kejujurannya adalah manusia paling utama yaitu Rasulullah saw. Kejujuran adalah
perhiasan Rasulullah saw. dan orang-orang yang berilmu.
B. Pembagian Sifat Jujur
Kejujuran menjadi buah bibir banyak orang. kejujuran hadir dengan gaung yang
membahana. Kita seakan baru mengenal kata dan sifat mulia, “jujur”. Entah karena
seringnya ber dusta dan kebohongan oleh perilaku kita sendiri ataukah karena seringnya
kita dibohongi sehingga kita menjadi heboh dengan “kejujuran.” Padahal, melakukan dan
mengucapkan kebenaran telah diajarakan dalam Al-qur'an. Melaksanakan dan melafalkan
dengan penuh kejujuran telah diungkap oleh Rasulullah Shallallahu'Alaihi Wasallam.
Padahal, mengamalkan dan melontarkan kebenaran telah disinggung oleh para Ulama".
Para Ulama berkata, “Langkah awal kejujuran itu adalah menjauhi dusta di semua
ucapan. Kejujuran menjadi pintu masuk dalam perbuatan, niat, kenyataan hidup, dan di
semua lini kedudukan.”
Jujur bukan hanya dalam perkataan, namun kejujuran juga dinilai mulai dari niat
seseorang, perbuatan, bahkan pikiran seseorang.
Imam Al-Ghazali menyebut ada Lima Bentuk Kejujuran. Yaitu :

1. Jujur dalam ucapan


Tiap kata yang meluncur dari bibir dan lisan seseorang wajib memuat dan mengandung
kebenaran. Bukan gunjingan, gosip, dan fitnah. Jujur dalam perkataan adalah bentuk
kejmasyhur. Setiap hamba berkewajiban menjaga lisannya, yakni berbicara jujur dan
dianjurkan menghindari kata-kata sindiran karna hal itu sepadan dengan kebohongan,
kecuali jika sangat dibutuhkan dan demi kemaslahatan pada saat-saat tertentu.
Jujur dalam perkataan hanya boleh dilanggar dalam 3 hal, yakni ketika Istri memuji
suaminya atau sebaliknya, ketika mengatakan orang yang dicari tidak ada ketika orang
tersebut hendak dihakimi namun tidak bersalah, dan ketika menyalahi kejujuran untuk
mendamaikan orang yang sedang berselisih hingga damai kembali.
Rasulullah Shallallahu'Alaihi Wasallam bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah
dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari-Muslim)

2. Jujur dalam berniat


Tanda niat yang benar, salah satu tandanya, berbanding lurus dengan perbuatan di
lapangan kehidupan. Niat saja belum cukup jika tidak diiringi dengan kemauan dan
kejujuran bahwa dirinya akan berupaya sekuat tenaga mewujudkan niatnya tersebut.
Allah Swt. Mengingatkan orang-orang yang berjihad di jalan-Nya bahwa jika mereka berniat
mendapatkan Ridha-Nya, mengorbankan harta dan jiwanya demi tegaknya Agama Islam
berarti dia telah mempersembahkan yang terbaik bagi agama, dunia, dan akhirat mereka.
Misalnya jika seseorang telah berniat dan berikrar bahwa ia senantiasa menyembah kepada
Allah SWT., namun ternyata ia jarang mengingat Allah karna kepentingan Duniawinya maka
dikatakan orang tersebut tidak jujur dalam niatnya.

3. Jujur dalam kemauan dan merealisasikannnya


Jujur dalam kemauan merupakan usaha agar terhindar dari kesalahan-kesalahan dalam
menyampaikan kebenaran. Berpikir masak-masak sebelum bertindak, menimbang baik-
buruk dengan ‘kacamata’ Allah adalah tanda jujur dalam kemauan ini.
Pada saat seseorang telah jujur dalam kemauan, tidak ada hal yang ingin ia gapai selain
melakukan perkara yang dibenarkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Kemauan atau tekad yang dimaksudkan adalah seperti perkataan seseorang, “jika Allah
memberiku harta, aku akan menginfakkan semuanya”. Keinginan seperti ini adakalanya
benar-benar jujur dan ada kalanya pula masih diselimuti kebimbangan. Kejujuran dalam
merealisasikan keinginan, seperti apabila seseorang bertekad dengan jujur untuk
bersedekah. Tekad tersebut bisa terlaksana juga bisa tidak karna tiba-tiba ia memiliki
kebutuhan mendesak, sehingga tekadnya hilang. Atau lebih mengedepankan kepentingan
nafsunya. Berkaitan dengan hal ini Allah Swt. Berfirman:
”Di antara orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka
janjikan kepada Allah Swt. Dan diantara itu ada yang gugur, dan ada pula yang menunggu-
nunggu dan mereka tidak sedikitpun mengubah (janjinya).” (Al-Ahzab 33/23.

4. Jujur dalam menepati janji


Janji adalah hutang, demikian kalimat yang sering terngiang. Karena hutang, maka wajib
untuk dibayar sesuai dengan nilainya. Menepati janji bukan sembarang sikap. Menepati
janji berarti mempertaruhkan harkat dan martabat dirinya di hadapan orang lain demi
memberi keyakinan pada orang tersebut bahwa ia sanggup untuk membayarnya. Dengan
sikap jujur, janji akan tertunai dan amanah akan dijalankan.

5. Jujur dalam perbuatan


Sebagaimana Al-Ghazali menyatakan makna jujur dalam niat dan perkataan, pada traktak
bentuk kejujuran yang kelima ini, Ghazali menggaris bawahi agar kita melengkapi diri
dengan jujur dalam perbuatan. Ucapan yang baik dan niat tulus akan menjadi semakin
indah jika ada wujud amal dalam kenyataan. Jujur dalam perbuatan artinya
memperlihatkan sesuatu apa-adanya. Tidak berbasa-basi. Tidak membuat-buat. Tidak
menambah dan mengurangi. Apa yang ia yakini sebagai kejujuran dan kebenaran, ia jalan
dengan keyakinan kuat bahwa Allah Subhannahu wa Ta'ala bersama orang-orang yang
benar-benar sebenar-benarnya.

C. Ayat-Ayat Al-Qur’an dan Hadis tentang perilaku jujur


Perilaku jujur bukan hanya diatur oleh aturan duniawi, namun di dalam Al-Qur’an Allah
Swt. Sudah secara khusus berfirman tentang kewajiban untuk berperilaku jujur. Nabi
Muhammad SAW. Juga mengungapkan perilaku jujur dalam Ucapan-ucapan dan
perbuatannya dalam bentuk Hadis. Diantaranya ebagai berikut :

D. Manfaat Perilaku Jujur


Sikap dan perilaku jujur membawa banyak manfaat bagi orang yan melaksanakannya,
diantaranya yaitu:
1. Perasaan enak dan hati tenang, jujur akan membuat pelakunya menjadi tenang karena ia
tidak takut akan diketahui kebohongannya. Baginda Rasul SAW bersabda, ‘’Tinggalkanlah
apa yang meragukanmu menuju perkara yang tidak meragukanmu, sesungguhnya jujur
adalah ketenangan sedangkan dusta adalah keraguan.’’ (HR Turmudzi dari riwayat Hasan
bin Ali).

2. Mendapat pahala seperti pahala orang syahid di jalan Allah SWT. Rasulullah SAW
bersabda, ‘’Barang siapa meminta mati syahid dengan jujur, maka Allah akan
mengantarkannya ke dalam golongan orang-orang syahid, walaupun ia mati di atas
kasurnya.’’ (HR Muslim) .
3. Selamat dari bahaya. Orang yang jujur walaupun pertama-tama ia merasa berat akan
tetapi pada akhirnya ia akan selamat dari berbagai bahaya. Rasulullah SAW telah bersabda,
‘’Berperangailah selalu dengan kejujuran! Jika engkau melihatnya jujur itu mencelakakan
maka pada hakikatnya ia merupakan keselamatan.’’ (HR Ibnu Abi Ad-Dunya dari riwayat
Manshur bin Mu’tamir).

4. Dijamin masuk surga, sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad SAW, ‘’Berikanlah


kepadaku enam perkara niscaya aku akan jamin engkau masuk surga: jujurlah jika engkau
bicara, tepatilah jika engkau berjanji, tunaikanlah jika engkau diberi amanat, jagalah
kemaluanmu, tundukkan pandanganmu, dan jagalah tanganmu.’’ (HR Ahmad dari riwayat
‘Ubadah bin Ash-Shamit).

5. Dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah SAW bersabda, ‘’Jika engkau ingin dicintai
oleh Allah dan Rasul-Nya, maka tunaikanlah jika engkau diberi amanah, jujurlah jika
engkau bicara, dan berbuat baiklah terhadap orang sekelilingmu.’’ (HR Ath-Thabrani).
Demikianlah, jujur penting sekali, terutama di masa ketika segala aspek kehidupan
dipenuhi kepalsuan dan dusta. Di manapun berada, kejujuran harus di atas segalanya. Jujur
adalah simbol profesionalisme kerja dan inti dari kebaikan hati nurani seseorang.

6. Dampak sikap jujur dalam keluarga tentunya membuat anggota keluarga tersebut
menjadi nyaman, karena antar keluarga dapat berinteraksi tanpa beban dan saling
membantu apabila ada maslah dalam satu pihak keluarga.

7. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari tak merasa di bebani. Maksudnya bila kita jujur
tentunya tidak ada kebohongan yang harus di tutup-tutupi. Dalam hal lisan secara otomatis
dapat berbicara tanpa ada larangan atau pantangan yang harus dibicarakan dan bisa
mengungkapkan kata-kata secara leluasa dan mencritakan segala yang terjadi. Sedangkan
dalam hal perbuatan tidak ada yang harus disembunyi-sembunyikan. Secara leluasa dapat
bebas melakukan sesuatu tanpa takut ketahuan oleh siapapun.

8. Timbul rasa percaya diri pada diri sendiri. Merasa optimis mampu melakukan
sesuatunya tanpa ada rasa ragu dalam benak dengan dasar-dasar yang kuat walaupun hasil
yang tidak memuaskan. Segala apapun, apabila dilakukan dengan rasa percaya diri akan
terasa senang karena dapat sebagai ukuran kemampuaannya. Tentunya dimasa yang akan
datang akan sangat mempengaruhi dalam kehidupan di dalam banyak hal, mulai dari
pekerjaan, hubungan keluarga, hubungan masyarakat, hubungan pertemanan dan banyak
lagi.

9. Bersikap jujur dalam kehidupan masyarakat tentunya akan banyak membawa dampak
positif. Misal saja jika kita jujur dalam hal pemilu pasti akan tidak ada lagi yang suap
menyuap. Fakta dalam masyarakat kalau ada pemilihan pemimpin baru, entah itu Presiden
atau Gubernur atau Bupati hingga sampai pemilihan ketua RTpun banyak yang melakukan
suap agar memenangkan dalam pemilihan. Bahkan yang menerima itu termasuk sama
dengan yang menyuap. Karena dengan menerima suap tadi, maka dengan terpaksa harus
memilih yang sudah diperintahkan orang yang meyuap, dan bukan dari hati nurani sendiri.

10. Bagi seorang pelajar tentunya mempunyai angan-angan untuk mendapatkan sebuah
pekerjaan yang enak tetepi dapat menghasilkan uang banyak. Nah, dengan mempunyai
perilaku yang jujur tentunya akan mempermudah untuk mendapatkan dan lebih-lebih
menciptakan sebuah pekerjaan yang di inginkan. Hal ini dikarenakan seseorang yang
mempunyai sikap jujur maka ia akan mudah mengerti jika diberikan sebuah persoalan-
persolan yang ditugaskannya kepada seseorang tersebut. Kemungkinan besar akan
mempermudah menyelesaikan tugas-tugasnya dan cepat tanggap dengan segala masalah-
masalah yang menghadang.

E. Pesan-Pesan Teladan Nabi Muhammad SAW Melalui Perilaku Jujur


Seperti dikatakan pada awal pembahasan, bahwa Nabi Muhammad SAW telah
mencontohkan perilaku Jujur dalam kehidupan sehari-hari melalui kisah-kisah teladan
yang memberikan pesan-pesan mulia bagi umatnya. Berikut beberapa kisah-kisah teladan
tentang perilaku jujur:
1. Kisah Teladan kejujuran Nabi Muhammad SAW

Pada masa sebelum kenabian Rasulullah Muhammad SAW, terjadi banjir di Makkah
yang mengakibatkan Baitullah Ka'bah rusak total. Penduduk Quraisy di Makkah sepakat
untuk merenovasi Ka'bah bersama-sama. Ketika renovasi sampai ke tahap akhir, terjadi
perselisihan dalam menentukan siapa yang akan meletakkan Hajar Aswad di tempatnya.
Setiap kabilah yang terlibat masing-masing merasa bahwa golongan mereka paling pantas
dan paling terhormat untuk melakukan tugas tersebut. Perselisihan nyaris berlanjut ke
arah baku hantam antar kabilah. Untunglah ada seorang tua yang bijak yang mengusulkan
agar masalah tersebut diselesaikan oleh orang yang muncul pertama kali di pintu masjid.
Mereka pun akhirnya sepakat. Dengan berdebar-debar mereka pun menunggu.

Tak lama kemudian muncullah Muhammad di pintu itu. Setiap orang yang di tempat itu pun
akhirnya bernapas lega karena Muhammad terkenal dengan panggilan Al-Amin karena ia
selalu berkata jujur dan menjaga amanah dengan baik. Dan memang setelah itu Muhammad
membuat keputusan yang sangat adil yang mencakup setiap keinginan para kabilah. Sifat
jujur yang dimiliki Muhammad (sebelum kenabian) membuat ia disenangi oleh kaumnya
dan dipercaya dalam setiap urusan. Hal yang sama juga terjadi setelah kenabian.
2. Kisah Teladan Tsabit Bin Ibrahim

Suatu hari, Tsabit bin Ibrahim sedang berjalan di pinggiran kota Kufah. Tiba-tiba ia melihat
sebuah apel jatuh keluar pagar sebuah kebun buah-buahan. Melihat apel yang merah
ranum itu tergeletak di tanah membuat air liur Tsabit terbit, apalagi di hari yang panas
menyengat dan tengah kehausan. Maka tanpa berpikir panjang buah apel itu dipungut dan
dimakannya. Rasanya begitu lezat! Akan tetapi baru sertengahnya dimakan dia teringat
bahwa buah itu bukan miliknya dan dia belum mendapat izin dari pemiliknya.

Tsabit segera pergi ke kebun itu. Ia menemui seseorang di sana. Tsabit berkata, "Aku telah
makan setengah dari buah apel ini. Aku berharap anda menghalalkannya". Orang itu
menjawab, "Aku bukan pemilik. Aku hanya tukang kebun di sini". Dengan nada menyesal
Tsabit bertanya, "Di mana rumah pemiliknya? Aku akan datang menemuinya dan minta
agar dihalalkan apel yang telah kumakan ini". Tukang kebun itu berkata, "Apabila engkau
ingin pergi ke sana maka engkau harus menempuh perjalanan sehari semalam". "Tidak
mengapa. Walaupun jauh aku akan tetap ke sana. Aku telah memakan apel yang tidak halal
bagiku karena tanpa seizin pemiliknya. Padahal Rasulullah penah bersabda : 'Siapa yang
tubuhnya tumbuh dari yang haram, maka ia layak menjadi umpan api neraka', " jawab
Tsabit yang tekadnya sudah kuat.

Kemudian Tsabit pergi ke rumah pemilik kebun. Setiba di sana dia langsung mengetuk
pintu dan akhirnya ia berhasil bertemu langsung dengan sang pemilik kebun yang umurnya
sudah tua. Setelah memberi salam dengan sopan Tsabit berkata, "Wahai tuan yang
pemurah, saya sudah terlanjur makan setengah dari buah apel tuan yang jatuh keluar
kebun tuan. Karena itu, maukah tuan menghalalkan yang sudah kumakan itu ?". lelaki tua
yang ada di hadapan Tsabit mengamatinya dengan cermat. Lalu dia berkata, "Tidak, aku
tidak bisa menghalalkannya, kecuali dengan satu syarat !". Tsabit merasa khawatir tidak
dapat memenuhi syarat itu, maka ia segera bertanya, "Apa syarat itu tuan ?". orang itu
menjawab, "Engkau harus mau menikahi puteriku !". Tsabit tidak memahami maksud lelaki
itu, dia berkata, "Apakah karena hanya makan setengah buah apelmu yang keluar dari
kebunmu, aku harus menikahi puterimu ?". Pemilik kebun itu tidak menggubris pertanyaan
Tsabit, ia malah menambahkan, katanya, "Sebelum pernikahan dimulai engkau harus tahu
dulu kekurangan-kekurangan puteriku. Dia seorang yang buta, bisu dan tuli. Lebih dari itu
ia adalah seorang yang lumpuh!".

Tsabit amat terkejut dengan keterangan si pemilik kebun. Dia berpikir dalam hatinya,
apakah perempuan seperti itu patut dia persunting gara-gara setengah buah apel yang
tidak dihalalkan kepadanya? Kemudian si pemilik kebun berkata, "Selain syarat itu, aku
tidak bisa menghalalkan apa yang telah kau makan". Namun Tsabit kemudian menjawab
dengan mantap, "Aku akan menerima pinangan dan pernikahan tersebut. Aku telah
bertekad untuk bertransaksi dengan Allah. Untuk itu aku akan memenuhi kewajiban-
kewajiban dan hak-hakku kepada-Nya karena aku amat berharap Allah selalu meridhaiku
dan mudah-mudahan aku dapat meningkatkan kebaikan-kebaikanku di sisi Allah Ta'ala".

Maka pernikahan pun dilaksanakan beberapa hari setelah itu. Ketika bertemu dengan istri
baru itu, Tsabit terkejut. Ternyata ia memperoleh istri yang begitu cantik. Istrinya tidak
buta, tidak bisu, tidak tuli dan tidak lumpuh. Akhirnya ia bertanya, "Ayahmu mengatakan
kepadaku bahwa engkau buta. Mengapa?". Istrinya menjawab, "Ayahku benar, karena aku
tidak pernah melihat apa-apa yang diharamkan Allah". Tsabit bertanya lagi, "Ayahmu juga
mengatakan bahwa engkau tuli. Mengapa ?". Sang istri menjawab, "Ayahku benar, karena
aku tidak pernah mau mendengar berita dan cerita orang yang tidak membuat ridha Allah".
"Ayahku juga mengatakan bahwa aku ini bisu dan lumpuh, bukan?" tanya wanita itu. Tsabit
pun mengangguk. Istri Tsabit berkata, "Aku dikatakan bisu karena dalam banyak hal aku
hanya menggunakan lidahku untuk menyebut asma Allah Ta'ala saja. Aku dikatakan
lumpuh karena tidak pernah pergi ke tempat yang dapat menimbulkan kegusaran Allah".
Tsabit sangat bahagia setelah mendengar semua itu. Nah ketahuilah bahwa di kemudian
harinya, wanita inilah yang melahirkan seorang ahli fiqh Islam yang terkenal yaitu Abu
Hanifah.
Kejujuran yang terpancar dari pribadi Tsabit bin Ibrahim membuat sang pemilik kebun
memandang Tsabit memiliki nilai lebih di hadapannya. Ia merasa bahwa lelaki seperti ini
yang memiliki iman yang kuat jarang sekali dan sedikit jumlahnya. Oleh sebab itu, sang
pemilik berusaha agar Tsabit mau menikahi puterinya yang juga shalehah.

3. Kisah Teladan Imam Syafi'i rahimahullah

Imam Syafi'i rahimahullah adalah salah seorang ahli fiqh di dunia Islam. Ketika ia masih
muda, suatu hari ia akan berangkat meninggalkan kampung halamannya untuk belajar
kepada seorang ulama besar di kota. Ibu Syafi'i kecil memberikan bekal uang sebagai bekal
untuk putranya di kota. Jumlah uang itu cukup banyak ! (Jika dihitung Dengan kurs rupiah
bisa sampai jutaan) Uang tersebut disimpan di saku baju Syafi'i kecil yang sengaja dijahit di
bagian dalam bajunya. Sang ibu pun berpesan agar Syafi'i kecil senantiasa berkata jujur.

Syafi'i kecil berangkat bersama-sama dengan sebuah rombongan kabilah. Tiba-tiba di


tengah jalan, rombongan itu dicegat oleh gerombolan perampok. Semua harta yang dibawa
oleh rombongan kafilah tersebut dirampas habis. Akhirnya tibalah giliran Syafi'i kecil
digeledah. Ternyata perampok itu tidak berhasil menemukan apa-apa. "Hei anak kecil,
kamu bawa harta atau tidak ?" Tanya perampok. "Ya, aku bawa di saku baju di balik
bajuku !" jawab Syafi'i kecil dengan polosnya sambil menyebutkan jumlah uang yang
dibawanya. "Ah, mana mungkin anak kecil seperti kamu membawa uang sebanyak itu !"
tukas si perampok. "Sini biar aku geledah anak ini !" kata pimpinan perampok. Betapa
terkejutnya mereka ketika ternyata apa yang dikatakan Syafi'i kecil itu benar. Uang tersebut
akhirnya dirampas dan para perampok pun pergi.

Di tengah perjalanan, sang pimpinan perampok tampak gundah. Ia jadi tersentuh hatinya
ketika tadi menyaksikan kejujuran Syafi'i kecil. Ia mulai berpikir bahwa sebenarnya yang ia
dan teman-temannya lakukan adalah salah. Tak lama kemudian para perampok pun
kembali ke rombongan kabilah tadi. Setiap orang yang ada di rombongan itu kaget ketika
melihat rombongan perampok itu kembali. (Mereka pikir akan dirampok lagi…….tapi, apa
yang mau dirampok ?) Mereka sangat terkejut ketika menyaksikan bahwa para perampok
itu mengembalikan harta yang mereka rampok tadi. Rupanya pimpinan perampok itu
menjadi insyaf lalu ia mengajak kawan-kawannya untuk insyaf juga. Subhanallah!
Kejujuran yang muncul dari Syafi'i kecil ternyata mampu meluluhkan hati para perampok
yang hatinya kriminal. Padahal bermula dari keimanan Syafi'i kecil kepada Allah.

4. Kisah Teladan George Washington

Kalian pernah dengar George Washington ? Itulah orang yang mukanya ada di uang dolar
Amerika. Nah pada waktu kecil, George dihadiahi kapak kecil oleh ayahnya. Saking gembira,
George bermain di kebun rumahnya dan berbuat iseng pada pohon-pohon di kebun,
termasuk juga pada pohon kesayangan ayahnya. Tanpa diduga, pohon kesayangan ayah
George roboh. George terkejut dan amat ketakutan. Ia membayangkan bahwa akan betapa
marahnya sang ayah kalau tahu. Ia bingung, lebih baik pura-pura tidak tahu atau jujur saja.
Akhirnya dia berpikir bahwa mau tidak mau ayahnya pasti akan tahu. Akhirnya George
menemui sang ayah dan mengakui kesalahannya. Tahukah kalian apa reaksi sang ayah ? Ia
malah tersenyum dan berkata, "George, ayah lebih baik kehilangan pohon kesayangan
daripada harus mempunyai anak yang tidak jujur." George pun bernagas lega.

Dari kisah ini kita mengetahui bahwa orang yang jujur dianggap sangat berharga sekalipun
dipandang dari kacamata orang tidak beriman. Setiap Orang Suka Orang yang Jujur

5. Kisah Teladan Rasulullah dan kaum Quraisy

Pada saat Rasullullah hijrah bersama Abu Bakar Ash Shiddiq Ra., beliau sengaja
menyuruh Ali bin Abi Thalib ra untuk tetap tinggal di Makkah untuk menyelesaikan
amanah yang belum diselesaikan. Tahukah kalian amanah apakah itu ? Ternyata Rasulullah
selama ini masih dipercaya untuk menjaga barang-barang titipan dari sejumlah penduduk
di Makkah padahal saat itu Rasulullah sangat ditekan dan dimusuhi. Hal ini memang wajar
karena kebanyakan penduduk Mekkah adalah orang-orang yang masih musyrik dan tentu
saja tidak bisa dipercaya.
Sifat jujur yang dimiliki Rasulullah membuat orang Quraisy -mau tidak mau-
mempercayakan barang-barangnya sekalipun mereka tidak suka terhadap ajaran yang
dibawa oleh Muhammad.

6. Kisah Teladan Ammar Bin Yasir Ra.

Ammar bin Yasir Ra. adalah salah seorang shahabat Rasul yang dijamin masuk surga,
beserta ayah dan ibunya. Pada periode makkiyah, Ammar beserta kedua orang tuanya
mengalami penyiksaan yang sangat berat yang dilakukan oleh para musyrikin quraisy.
Ammar sampai harus menyaksikan ayah dan ibunya mati syahid dihadapannya akibat
siksaan yang dilakukan oleh orang-orang musyrik itu. Ammar juga ikut disiksa. Ia disuruh
menyembah kepada berhala-berhala mereka yaitu Latta dan Uzza. Tanpa sadar, Ammar pun
mengikuti apa yang mereka suruh.

Setelah dilepaskan, Ammar pun segera pergi menghadap Rasulullah dan ia menyatakan
penyesalannya karena telah menyembah berhala ketika disiksa. Kemudian turun firman
Allah kepada Rasulullah yang menyatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Ammar bin Yasir
dimaafkan oleh Allah, karena ia melakukan itu karena terpaksa dan hatinya masih tetap
beriman.

Kita mengetahui bahwa Allah mengetahui isi hati kita. Kita juga mengetahui bahwa
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Itulah sebabnya mengapa perbuatan yang
dilakukan Ammar bin Yasir dimaafkan. Dia melakukan maksiat karena terpaksa padahal
hatinya tidak mau. Tapi sekali lagi jangan lupa kalau hal ini hanya terjadi pada keadaan
yang benar-benar darurat. Apalagi saat itu Ammar terancam nyawa dan aqidahnya.
Sekalipun kalau sekiranya ia sampai harus mati, ia tetap mati dalam keadaan syahid seperti
yang dialami oleh kedua ibu bapaknya. Sedangkan orang yang mati syahid itu akan masuk
surga tanpa hisab.

7. Kisah Teladan Rasulullah

Ketika Rasulullah SAW dan Abu Bakar Ash Shiddiq sedang hijrah ke Madinah, mereka
bertemu dengan seseorang yang sedang berjalan menuju Mekkah. Pada waktu itu mereka
berdua sedang dikejar-kejar oleh musyrikin Mekkah untuk dibunuh. Untunglah orang yang
di depan mereka tidak mengenal siapa mereka. Orang yang di depan mereka bertanya,
"Kalian berasal dari mana?". "Kami berasal dari air!" jawab Rasulullah. "Oh, sungai Tigris!
Mereka berasal dari Persia" gumam orang itu sambil melanjutkan perjalanan.
Tahukah kalian jawaban Rasulullah tadi dapat diartikan macam-macam. Bisa jadi dari air
itu berarti dari tempat yang banyak airnya, misal : sungai, danau atau mata air. Padahal
maksud Rasulullah adalah ia berasal dari air mani. Bukankah setiap manusia mula-mula
diciptakan dari air mani yang hina. Jadi, Rasulullah menyembunyikan keberadaan dirinya
dan Abu Bakar agar tidak ketahuan dengan cara yang tetap jujur. Coba kalau misalnya orang
tadi bertemu dengan orang ynag mengejar Rasulullah, lalu ditanya, "Apakah kamu bertemu
dengan dua orang yang datang dari Makkah?". Sudah pasti jawaban orang itu : "Tidak!"

8. Kisah Teladan Rasulullah sebagai penunjuk jalan

Masih ketika hijrahnya Rasulullah SAW bersama Abu Bakar. Rasulullah dan Abu Bakar biasa
bertukar tempat untuk duduk di atas unta selama perjalanan. Kali ini giliran Abu Bakar
yang duduk di unta dan Rasulullah yang berjalan menuntun unta.

Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan seseorang. Orang itu bertanya kepada Abu
Bakar, "Siapakah dia?" sambil menunjukkan tangannya ke arah Rasulullah. Abu Bakar
menjawab, "Ia adalah penunjuk jalanku."

Dengan cerdik Abu Bakar memberitahukan identitas Rasulullah sebagai sang penunjuk
jalan. Orang yang bertanya tentu saja berpikir bahwa ia adalah penunjuk jalan biasa karena
saat itu Abu Bakar sedang dalam perjalanan menuju Madinah. Padahal sebenarnya bagi
Abu Bakar, Rasulullah adalah penunjuk jalan yang selama ini telah menunjukinya ke jalan
yang lurus yaitu Islam.

F. Contoh Penerapan Perilaku Jujur Dalam Kehidupan Sehari-Hari

Perilaku jujur bukan hanya dijadikan teori, namun harus dipahami dan diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari kita. Penerapan perilaku jujur dalam kehidupan sehari-hari
baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat misalnya sebagai berikut:
1. Meminta izin atau berpamitan kepada orang tua ketika akan pergi kemanapun,
sehingga orang tua kita akan percaya dan yakin bahwa kita pergi ketujuan yang baik.
2. Tidak meminta sesuatu diluar kesanggupan orang tua kita agar orang tua tidak
terbebani.
3. Mengembalikan uang sisa belanja meskipun kedua orang tua tidak mengetahuinya,
sehingga orang tua akan percaya dan kadang memberi kita uang yang lebih lagi.
4. Melaporkan hasil belajar meskipun dengan nilai yang kurang memuaskan.
5. Tidak memberi atau meminta jawaban kepada teman ketika sedang ulangan atau ujian
sekolah meskipun teman akrab.
6. Mengatakan dengan sejujurnya alasan keterlambatan datang atau ketidakhadiran ke
sekolah, bukan dengan mengarang alasan.
7. Mengembalikan barang-barang yang dipinjam dari teman atau orang lain meskipun
barang tersebut tampak tidak begitu berharga.
8. Memenuhi undangan orang lain ketika tidak ada hal yang menghalangi.
9. Tidak menjanjikan sesuatu yang tidak dapat kita penuhi.
10. Mengembalikan barang temuan kepada pemiliknya atau melalui pihak yang
bertanggung jawab.
11. Membayar sesuatu sesuai dengan harga yang telah disepakati. Misalnya ketika
membayar makanan yang diambil tanpa mengurangi meskpiun si penjual tidak
mengetahui.

Anda mungkin juga menyukai