Anda di halaman 1dari 74

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL

BEDAH I
“Askep pada sistem pernapasan dengan kasus kanker paru”

DOSEN PEMBIMBING

Dr. Muriyati, S.Kep, M.Kes

Nursyamsi, S.Kep, Ns

DISUSUN OLEH

Kelompok 7

1. Reski Nurul Afifah (A.18.10.052)


2. Musdalifah Nasrun (A.18.10.042)
3. Trisnawati (A.18.10.062)

PRODI S1 KEPERAWATAN

STIKES PANRITA HUSADA BULUKUMBA

2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas

rahmat-Nya maka kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul

“Askep pada sistem pernapasan dengan kasus kanker paru” tepat pada

waktunya. Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak

kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi,

mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan saran

dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan

pembuatan makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini kami menyampaikan ucapan

terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan

makalah ini, khususnya kepada:

1.Ibu Dr. Muriyati, S.Kep, M.Kes dan Ibu Nursyamsi, S.Kep, Ns selaku

dosen pembimbing kami.

2.Orangtua dan teman-teman anggota kelompok.

3.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah

memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca, Sekian penulis

sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu, semoga

Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita, Amin.

Bulukumba, Desember 2019

Penyusun
Kelompok 7

i
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL

KATA PENGANTAR .........................................................................................i

DAFTAR ISI…....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang....................................................................................1

B. Rumusan Masalah................................................................................2

C. Tujuan Penulisan..................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. KONSEP MEDIS

1.) Definisi Penyakit Kanker Paru .....................................................3

2.) Anatomi Fisiologi Paru..................................................................4

3.) Klasifikasi Penyakit Kanker Paru .................................................8

4.) Etiologi..........................................................................................13

5.) Faktor Risiko.................................................................................14

6.) Manifestasi klinik (Tanda dan gejala) ..........................................16

7.) Patofisiologi ..................................................................................18

8.) Pemeriksaan Diagnostik menurut (Paramita, 2011)......................20

9.) Pemeriksaan Diagnostik menurut (Doenges, Moorhouse, &

Geissler, 1999)...............................................................................21

ii
10.) Penatalaksanaan Medis menurut (Paramita, 2011) ....................22

11.) Penatalaksanaan Medis menurut (Somantri, 2009)....................24

12.) Komplikasi ................................................................................27

B. KONSEP KEPERAWATAN

1.) Pengkajian ....................................................................................28

2.) Diagnosa Keperawatan ................................................................39

3.) Intervensi Keperawatan...............................................................44

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan........................................................................................68

B. Saran..................................................................................................68

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker paru merupakan penyebab kematian tertinggi di dunia,

dengan prognosis yang sering kali buruk. Kanker paru biasanya tidak

dapat diobati dan penyembuhan hanya mungkin dilakukan dengan jalan

pembedahan, di mana sekitar 13% dari klien yang menjalani pembedahan

mampu bertahan selama 5 tahun. Metastasis penyakit biasanya muncul dan

hanya 16 % klien yang penyebaran penyakitnya dapat dilokalisasi pada

saat diagnosis. Dikarenakan terjadinya metastasis, penatalaksanaan kanker

paru sering kali hanya berupa tindakan paliatif (mengatasi gejala)

dibandingkan dengan kuratif (penyembuhan). Diperkirakan 85% dari

kanker paru terjadi akibat merokok. Oleh karena itu, pencegahan yang

paling baik adalah “Jangan memulai untuk merokok”.

Sebetulnya suatu proses kanker di paru dapat berasal dari saluran

pernapasan itu sendiri dari jaringan ikat di luar saluran pernapasan. Dari

saluran pernapasan, sel kanker dapat berasal dari sel bronkus, alveolus,

atau dari sel-sel yang memproduksi mukus yang mengalami degenerasi

maligna. Karena pertumbuhan suatu proses keganasan selalu cepat dan

bersifat invasif, proses kanker tersebut selalu sudah mengenai jaringan

saluran pernapasan, sel-sel penghasil mukus, maupun jaringan ikat. Karena

itu, dalam praktek kedokteran sehari-hari tidak dibedakan antara kanker

1
bronkus dan kanker paru. Kedua istilah ini lalu dianggap sebagai sinonim

belaka.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang

kami dapat yaitu:

1. Bagaimana Konsep Medis Penyakit kanker Paru?

2. Bagaimana Konsep Keperawatan Penyakit kanker Paru?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui konsep medis penyakit kanker Paru.

2. Untuk mengetahui konsep keperawatan penyakit kanker Paru.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP MEDIS

1. Definisi Penyakit Kanker Paru

Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru,

mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer). Dalam

pengertian klinik yang dimaksud dengan kanker paru primer adalah

tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus (karsinoma

bronkus/bronchogenic carcinoma) (Kemenkes RI, 2017). Kanker paru

atau disebut karsinoma bronkogenik merupakan tumor ganas primer

sistem pernapasan bagian bawah yang bersifat epithelial dan berasal

dari mukosa percabangan bronkus (Nurarif & Kusuma, 2015). Kanker

paru adalah keganasan yang berasal dari luar paru maupun yang

berasal dari paru sendiri (primer), dimana kelainan dapat disebabkan

oleh kumpulan perubahan genetika pada sel epitel saluran nafas yang

3
dapat mengakibatkan proliferasi sel yang tidak dapat dikendalikan.

(Purba & Wibisono,2015).

2. Anatomi Fisiologi Paru

a. Anatomi Paru

Paru merupakan organ yang elastis dan terletak di dalam

rongga dada bagian atas, bagian samping dibatasi oleh otot dan

rusuk dan bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot

kuat. Paru terdiri dari dua bagian yang dipisahkan oleh

mediastinum yang berisi jantung dan pembuluh darah. Paru

kanan mempunyai tiga lobus yang dipisahkan oleh fissura

obliqus dan horizontal, sedangkan paru kiri hanya mempunyai

dua lobus yang dipisahkan oleh fissura obliqus. Setiap lobus

paru memiliki bronkus lobusnya masing-masing. Paru kanan

mempunyai sepuluh segmen paru, sedangkan paru kiri

mempunyai sembilan segmen (Syaifuddin, 2011).

4
Paru diselubungi oleh lapisan yang mengandung kolagen dan

jaringan elastis, dikenal sebagai pleura visceralis. Sedangkan lapisan

yang menyelubungi rongga dada dikenal sebagai pleura parietalis. Di

antara kedua pleura terdapat cairan pleura yang berfungsi untuk

memudahkan kedua permukaan pleura bergerak selama bernafas dan

untuk mencegah pemisahan thoraks dan paru. Tekanan dalam rongga

pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer, sehingga mencegah terjadinya

kolaps paru. Selain itu rongga pleura juga berfungsi menyelubungi

struktur yang melewati hilus keluar masuk dari paru. Paru dipersarafi

oleh pleksus pulmonalis yang terletak di pangkal tiap paru. Pleksus

pulmonalis terdiri dari serabut simpatis (dari truncus simpaticus) dan

serabut parasimpatis (dari arteri vagus). Serabut eferen dari pleksus ini

mempersarafi otot-otot bronkus dan serabut aferen diterima dari

membran mukosa bronkioli dan alveoli (Sari & Purwoko, 2015).

b. Fisiologi Paru

Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis.

Dalam keadaan normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-

paru dan dinding dada sehingga paru-paru dengan mudah bergeser

pada dinding dada. Tekanan pada ruangan antara paru-paru dan

dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer. Kebutuhan

oksigen dan karbon dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat

aktivitas dan metabolisme seseorang tapi pernafasan harus tetap

dapat memelihara kandungan oksigen dan karbon dioksida

tersebut. Fungsi utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas

5
antara darah dan atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan

untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan mengeluarkan

karbon dioksida (Guyton,2007).

Udara masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa

yang menyempit (bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di

kedua belah paru-paru utama (trachea). Pipa tersebut berakhir di

gelembung-gelembung paru-paru (alveoli) yang merupakan

kantong udara terakhir dimana oksigen dan karbondioksida

dipindahkan dari tempat dimana darah mengalir. Ada lebih dari

300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia bersifat elastis

(Syafrullah,2015).

Pernapasan dapat berarti pengangkutan oksigen (O2) ke

sel dan pengangkutan CO2 dari sel kembali ke atmosfer. Proses

ini terdiri dari 4 tahap yaitu (Guyton, 2007):

1.) Pertukaran udara paru: yang berarti masuk dan keluarnya udara

ke dan dari alveoli. Alveoli yang sudah mengembang tidak dapat

mengempis penuh, karena masih adanya udara yang tersisa

didalam alveoli yang tidak dapat dikeluarkan walaupun dengan

ekspirasi kuat. Volume udara yang tersisa ini disebut volume

residu.

2.) Difusi O2 dan CO2 antara alveoli dan darah

3.) Pengangkutan O2 dan CO2 dalam darah dan cairan tubuh

menuju ke dan dari sel-sel.

6
4.) Regulasi pertukaran udara dan aspek-aspek lain pernapasan.

Menurut Guyton (2007) volume paru terbagi menjadi 4 bagian,

yaitu:

1.) Volume Tidal adalah volume udara yang diinspirasi atau

diekspirasi pada setiap kali pernafasan normal. Besarnya ± 500

ml pada rata-rata orang dewasa.

2.) Volume Cadangan Inspirasi adalah volume udara ekstra

yang diinspirasi setelah volume tidal, dan biasanya

mencapai ± 3000ml.

3.) Volume Cadangan Eskpirasi adalah jumlah udara yang

masih dapat dikeluarkan dengan ekspirasi maksimum pada

akhir ekspirasi normal, pada keadaan normal besarnya ± 1100

ml.

4.) Volume Residu, yaitu volume udara yang masih tetap berada

dalam paru-paru setelah ekspirasi kuat. Besarnya ± 1200ml.

Kapasitas paru merupakan gabungan dari beberapa volume

paru dan dibagi menjadi empat bagian, yaitu (Guyton,2007):

1.) Kapasitas Inspirasi sama dengan volume tidal + volume

cadangan inspirasi. Besarnya ±3500 ml, dan merupakan jumlah

udara yang dapat dihirup seseorang mulai pada tingkat ekspirasi

normal dan mengembangkan paru sampai jumlah maksimum.

7
2.) Kapasitas Residu Fungsional sama dengan volume cadangan

inspirasi + volume residu.Besarnya ± 2300 ml, dan merupakan

besarnya udara yang tersisa dalam paru pada akhir eskpirasi

normal.

3.) Kapasitas Vital sama dengan volume cadangan inspirasi +

volume tidal + volume cadangan ekspirasi. Besarnya ± 4600 ml,

dan merupakan jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan

dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimal

dan kemudian mengeluarkannya sebanyak-banyaknya.

4.) Kapasitas Paru Total sama dengan kapasitas vital+volume

residu.Besarnya ±5800ml, adalah volume maksimal dimana paru

dikembangkan sebesar mungkin dengan inspirasi paksa.

3. Klasifikasi Penyakit Kanker Paru

Ada dua jenis utama kanker paru di kategorikan berdasarkan

ukuran serta adanya sel ganas yang terlihat yaitu kanker paru

karsinoma bukan sel kecil/NSCLC (Non Small Cell Lung Cancer)

dan kanker paru karsinoma sel kecil/SCLC (Small Cell Lung

Cancer. Beberapa jenis kanker paru adalah (Purba &

Wibisono,2015):

a. Karsinoma selskuamosa

Merupakan tipe histologik kanker paru yang paling sering

ditemukan, berasal dari permukaan epitel bronkus. Karsinoma

8
sel skuamosa biasanya terletak sentral di sekitar hilus dan

menonjol ke dalam bronki besar. Diameter tumor jarang

melampaui beberapa sentimeter dan cenderung menyebar secara

langsung ke kelenjar getah bening, dinding dada, dan

mediastinum.

b. Adeno karsinoma

Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian perifer segmen

bronkus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan

parut lokal pada paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi

seringkali meluas ke pembuluh darah dan limfe pada stadium

dini dan sering bermetastasis jauh sebelum lesi primer

menyebabkan gejala-gejala. Karsinoma bronco alveolus

dimasukkan sebagai subtipe adenokarsinoma dalam klasifikasi

terbaru tumor paru dari WHO.

c. Karsinoma sel besar

Sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk

dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam.

Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh

cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat

yang jauh.

d. Karsinoma sel kecil

Umumnya tampak sebagai massa abu-abu pucat yang terletak

di sentral dengan perluasan ke dalam parenkim paru dan

9
keterlibatan dini kelenjar getah bening hilus dan mediastinum.

Gambaran lain pada karsinoma sel kecil, yang paling jelas pada

pemeriksaan sitologik adalah berlipatnya nukleus akibat letak sel

tumor dengan sedikit sitoplasma yang saling berdekatan.

Tabel 1.1 TNM Klasifikasi Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil

Tumor Primer (T)

TX Tumor primer tidak dapat dinilai, atau tumor dibuktikan dengan

adanya sel-sel ganas dalam sputum atau bronkial tetapi tidak di

visualisasikan dengan bronkoskopi

T0 Tidak terdapat tumor primer

Tis Karsinoma in situ

T1 Tumor ≤ 3cm , di kelilingi oleh paru-paru atau pleura visceral, tidak

ada bukti bronkoskopi invasi lebih proksimal dari bronkus lobus

(tidak dibronkus utama), penyebaran tumor dangkal di saluran udara

yang utama (terbatas pada dinding bronkus)

T1a Tumor ≤ 2cm dalam dimensi terbesar

T1b Tumor > 2cm tetapi ≤ 3cm dalam dimensi terbesar.

T2 Tumor>3cmtetapi≤7cmatautumordengansalahsatudariberikut

: Menyerang pleura visceral, Terutama melibatkan bronkus ≥ 2cm

distal karina, Terkait dengan atelektasis/pneumonitis obstruktif

memperluas ke daerah hilus tetapi tidak melibatkan seluruh paru-

10
paru

T2a Tumor > 3cm tetapi ≤ 5cm dalam dimensi terbesar

T2b Tumor > 5cm tetapi ≤ 7cm dalam dimensi terbesar

T3 Tumor > 7cm atau yang langsung menyerang salah satu dari berikut:

a) Dinding dada (termasuk tumor sulkus superior), diafragma, saraf

phrenikus, pleura mediastinal, atau parietal pericardium atau tumor

di bronkus utama < 2cm distal karina tetapi tanpa keterlibatan karina

Atau b) atelektasis terkait/pneumonitis obstruktif seluruh paru-paru

atau nodul

T4 tumor terpisah di lobus yang sama

Tumor dari berbagai ukuran yang menyerang salah satu dari berikut:

mediastinum, jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus,

vertebral, atau karina; tonjolan kecil tumor terpisah dalam lobus

ipsilateral yang berbeda

Kelenjar getah bening (N)/Nodus Limfe

NX Kelenjar getah bening tidak dapat di nilai

N0 Tidak ada metastasis

N1 Metastasis di peribronkial ipsilateral dan/atau kelenjar getah bening

hilus ipsilateral dan nodul intrapulmo, termasuk keterlibatan secara

Langsung

N2 Metastasis di mediastinum dan/atau subkranial kelenjar getah bening

11
Ipsilateral

N3 Metastasis di mediastinum kontralateral, hilus kontralateral,

ipsilateral atau kontralateral sisi tidak sama panjang, atau kelenjar

getah bening supraklavikula

Metastase (M)

M0 Tidak diketahui adanya metastasis jauh

M1 Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu misalnya otak

Derajat (stadium Klinis Berdasarkan Klasifikasi TNM

Penentuan stadium kanker paru dapat dilakukan berdasarkan sistem

TNM (T = Tumor Primer, N=Nodus Limfe, M= Metastasis), sesuai

dengan klasifikasi dari American Joint Committee on Cancer pada

tahun 1987. Untuk menggunakan sistem tersebut terdapat beberapa

peraturan pengklasifikasian, yaitu sebagai berikut.

1.) Klasifikasi hanya berlaku untuk karsinoma

2.) Harus ada bukti histologi untuk bisa mengklasifikasikan kasus ke

dalam tipe histologinya. Tiap keadaan yang belum dikonfirmasikan

harus dilaporkan terpisah.

3.) Hasil yang berasal dari eksplorasi bedah sebelum pengobatan

definitif dapat dimasukkan untuk penderajatan klinis.

12
Stadium

1.) Stadium Occult : Tx M0, yaitu suatu karsinoma occult di mana

sekret bronkopulmoner mengandung sel-sel ganas tetapi tidak ada

bukti/data adanya tumor primer, pembesaran/metastasis ke kelenjar

regional atau metastasis jauh.

2.) Stadium I : Tis N0 M0, Karsinoma in situ; T1 N0 M0; T1 N1 M0;

T2 N0 M0.

3.) Stadium II : T1 N1 M0; T2 N1 M0.

4.) Stadium III-a : T3 N0 M0; T3 N1 M0; T1-3 N2 M0.

5.) Stadium III-b : Banyak T N3 M0; T3 Banyak N M0; Banyak T dan

N M1.

6.) Stadium IV : Banyak T Banyak N M1.

4. Etiologi

Rokok adalah penyebab terbesar kanker paru-paru, baik pada

perokok aktif maupun pada orang yang terpapar asap rokok.

Namun, kanker paru-paru juga terjadi pada orang yang tidak pernah

merokok dan pada mereka yang tidak pernah terkena asap rokok

berkepanjangan. Dalam kasus ini, tidak ada penyebab kanker paru

yang jelas.

Merokok menyebabkan kanker paru-paru dengan merusak sel-

sel yang melapisi paru-paru. Saat seseorang menghirup asap rokok

yang bersifat karsinogenik, akan terjadi perubahan struktur sel pada

paru-paru dan jalan napas. Pada awalnya, tubuh mungkin dapat

13
memperbaiki kerusakan ini. Akan tetapi, dengan paparan berulang, sel-

sel normal yang melapisi paru-paru semakin rusak. Seiring waktu,

kerusakan menyebabkan sel melakukan metaplasia dan akhirnya

menimbulkan kanker.

5. Faktor Risiko

Mayoritas penyakit kanker paru disebabkan oleh karsinogen dan

zat promotor tumor yang masuk ke dalam tubuh melalui kebiasaan

merokok. Secara keseluruhan, risiko relatif terjadinya kanker paru

meningkat sekitar 13 kali lipat oleh kebiasaan merokok yang aktif dan

sekitar 1,5 kali lipat oleh pajanan pasif asap rokok dalam waktu yang

lama. Beberapa zat karsinogen tersebut antara lain sebagai berikut:

a. Rokok tembakau, yaitu kandungan “tar” suatu persenyawaan

hidrokarbon aromatik polisiklik (risiko meningkat 60-70 kali lipat

untuk seseorang yang merokok dua bungkus sehari selama 20 tahun di

bandingkan individu bukan perokok). Dalam hal ini, seseorang yang

mulai merokok pada usia yang lebih muda akan lebih berisiko untuk

menderita kanker paru. Faktor lain yang berhubungan adalah jenis

rokok yang diisap (kandungan tar, filter versus nonfilter).

b. Perokok pasif, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada

orang-orang yang tidak merokok, tetapi mengisap asap rokok dari

orang lain, risiko menderita kanker paru meningkat dua kali.

14
c. Polusi udara, banyak sekali polusi udara yang dapat menyebabkan

kanker paru, di antaranya sulfur, emisi kendaraan bermotor, dan

polutan yang berasal dari pabrik. Data menunjukkan bahwa insidensi

kanker paru lebih banyak pada daerah urban sebagai hasil dari

peningkatan polutan dan asap kendaraan bermotor.

d. Asap pabrik/industri/tambang.

e. Debu radioaktif/ledakan nuklir (radon), beberapa zat kimia (seperti

asbes, arsen, krom, nikel, besi, dan uranium).

f. Vitamin A. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara

diet rendah vitamin A dengan timbulnya kanker paru. Hal ini

kemungkinan karena vitamin A berhubungan dengan regulasi dari

diferensiasi sel.

g. Genetik. Pada sel kanker paru didapatkan sejumlah lesi genetik

termasuk aktivasi onkogen dominan dan inaktivasi supresor tumor atau

onkogen resesif.

Meskipun zat karsinogen tersebut ada, kanker paru timbul karena

seringnya terjadi paparan berulang dari substansi yang menyebabkan

iritasi atau radang kronik jaringan. Rokok merupakan faktor risiko

mayor timbulnya kanker paru (80-90%). Faktor risiko perkembangan

kanker paru adalah 10 kali untuk laki-laki perokok dan 5 kali untuk

wanita perokok (Faber, 1992).

15
6. Manifestasi Klinik (Tanda dan Gejala)

Pada kanker paru primer, gejala-gejalanya tak berbeda dengan

gejala TB paru. Hanya saja, kemunduran kondisi penderita berjalan

sangat cepat, misalnya, dalam 1 bulan sejak mulai batuk-batuk, berat

badan dapat turun 5 kg atau lebih. Perjalanan penyakitnya juga sangat

cepat, dalam 1 bulan setelah mulai batuk, sudah dapat timbul nyeri

dada atau sesak. Keadaan umum pada umumnya juga akan mundur

dengan sangat cepat. (perlu diperhatikan bahwa keluhan tak selalu

dimulai dengan batuk, bisa juga dimulai dengan nyeri dada,

kemunduran keadaan umum, penurunan berat badan, dsb. Baru

kemudian, batuk/sesak menyusul). Pada penderita semacam ini,

hendaknya selalu dipikirkan kemungkinan kanker paru dan secepatnya

dilakukan pemeriksaan seperlunya.

Tak lama kemudian, akan timbul pula kelainan-kelainan akibat

metastasis jauh, misalnya fraktur patologis ekstremitas atau benjolan di

pinggang, mata kuning, gangguan fungsi otak, dsb. Salah satu ciri yang

agak khas pada kanker paru (tentunya juga kanker organ-organ lain)

ialah timbulnya rasa nyeri baik di dada maupun pada tempat-tempat

metastasis.

Selanjutnya akan dibicarakan dua buah kanker paru yang

mempunyai ciri khas, yaitu :

16
a. Karsinoma in situ. Pada karsinoma in situ, sama sekali belum ada

metastasis atau pertumbuhan invasif. Proses keganasan masih terbatas

pada mukosa bronkus dan belum menembus membrana basalis.

b. Pancoast’s tumor. Yaitu semua tumor (biasanya kanker) paru yang

berlokasi awal di apeks (kiri atau kanan) yang disertai oleh nyeri bahu

atau lengan ipsilateral. Nyeri bahu dan lengan ini disebabkan oleh

invasi proses maligna tersebut ke jaringan di sekitarnya, yaitu ke

tulang iga, plexus brachialis, kelenjar-kelenjar getah bening, bahkan

dapat pula mengenai truncus sympathicus bagian servicotorakal.

Sehubungan dengan ini semua, tidaklah mengherankan kalau penderita

pancoast’s tumor, kadang-kadang juga mengalami destruksi tulang-

tulang setempat, atrofi otot-otot lengan, edema lengan, serta gangguan

sensoris maupun motoris. (FRASE & PARE, 1994).

Tabel 1.3 Manifestasi klinis Ca Paru sesuai dengan lokasinya

Adenokarsinoma Karsinoma Sel Karsinoma Sel Karsinoma Sel


dan Skuamosa kecil besar
Bronkoalveolar
Tanda 1. Nafas dangkal 1. Batuk 1. SIADH 1. Batuk
dan 2. Batuk 2. Dyspnea 2. Sindromchusing berkepanjangan
Gejala 3. Penurunan 3. Nyeridada 3. Hiperkalsemia 2. Nyeri dadasaat
nafsu makan 4. Atelektasis 4. Batuk menghirup
4. Trosseau 5. Pneumonia 5. Stridor 3. Suaraserak
syndrome postobstruktif 6. Nafasdangkal 4. Sesaknapas
6. Mengi 7. Sesaknafas
7. Hemoptisis 8. Anemia
8. Kelelahan
9. Penurunanberat
badan

17
7. Patofisiologi

Dari etiologi yang menyebabkan Ca paru ada 2 jenis yaitu primer

dan sekunder. Primer yaitu berasal dari merokok, asap pabrik, zat

karsinogen, dll dan sekunder berasal dari metastase organ lain.

Etiologi primer menyerang percabangan segmen/sub bronkus

menyebabkan cilia hilang. Fungsi dari cilia ini adalah menggerakkan

lendir yang akan menangkap kotoran kecil agar keluar dari paru-

paru. Jika silia hilang maka akan terjadi deskuamasi sehingga timbul

pengendapan karsinogen.

Dengan adanya pengendapan karsinogen maka akan

menimbulkan ulserasi bronkus dan menyebabkan metaplasia,

hyperplasia dan displasia yang selanjutnya akan menyebabkan Ca

Paru. Ca paru ada beberapa jenis yaitu karsinoma sel skuamosa,

adenokarsinoma, karsinoma sel bronkoalveolar, dan karsinoma sel

besar.

Setiap lokasi memiliki tanda dan gejala khas masing masing.

Pada karsinoma sel skuamosa, karsinoma bronkus akan menjadi

berkembang sehingga batuk akan lebih sering terjadi yang akan

menimbulkan iritasi, ulserasi, dan pneumonia yang selanjutnya akan

menimbulkan himoptosis. Pada adenokarsinoma akan menyebabkan

meningkatnya produksi mukus yang dapat mengakibatkan

penyumbatan jalan nafas. Sedangkan pada karsinoma sel

bronkoalveolar sel akan membesar dan cepat sekali bermetastase

18
sehingga menimbulkan obstruksi bronkus dengan gejala dispnea

ringan.

Pada karsinoma sel besar akan terjadi penyebaran neoplastik ke

mediastinum sehingga timbul area pleuritik dan menyebabkan nyeri

kronis. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya

menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru

dapat bermetastase ke struktur–struktur terdekat seperti kelenjar

limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka (Nurarif

& Kusuma,2015).

Sedangkan pada Ca paru sekunder, paru-paru menjadi tempat

berakhirnya sel kanker yang ganas. Meskipun stadium penyakitnya

masih awal, seolah-olah pasien menderita penyakit kanker paru

stadium akhir. Di bagian organ paru, sel kanker terus berkembang dan

bisa mematikan sel imunologi. Artinya, sel kanker bersifat imortal dan

bisa menghancurkan sel yang sehat supaya tidak berfungsi. Paru-paru

itu adalah end organ bagi sel kanker atau tempat berakhirnya sel

kanker, yang sebelumnya dapat menyebar di area payudara, ovarium,

usus, dan lain-lain (Stopler,2010).

19
8. Pemeriksaan Diagnostik menurut (Paramita, 2011)

(Rontgen dada yang menunjukkan Ca paru)

a. Sinar-X dada biasanya menunjukkan lesi tingkat atas, tetapi bisa

mendeteksi lesi sampai 2 tahun sebelum gejala terlihat. Uji ini juga

mengindikasi ukuran dan lokasi tumor.

b. Analisis sitologi sputum, yang 75% bisa dipercaya, membutuhkan

spesimen yang dikeluarkan melalui batuk dari paru-paru dan pohon

trakeobronkial, bukan sekresi postnasal atau saliva.

c. Computed tomography (CT) scan dada bisa membantu mengecilkan

ukuran tumor dan kaitannya dengan struktur yang mengelilinginya.

d.Bronkoskopi bisa menentukan lokasi tumor. Pembasuhan

bronkoskopis memberikan bahan untuk pemeriksaan sitologis dan

histologis. Bronkoskop seratoptik fleksibel menambah keefektifan uji.

e. Biopsi jarum pada paru-paru menggunakan kontrol visual

fluoroskopis dua-kepingan atau panduan CT untuk mendeteksi tumor

yang berlokasi secara periferal. Cara ini menghasilkan diagnosis yang

tepat pada 80% pasien.

20
f. Biopsi jaringan pada tempat metastatik yang bisa diakses meliputi

biopsi nodus dan pleural supraklavikular dan mediastinal.

g. Torasentesis memungkinkan pemeriksaan kimiawi dan sitologi

terhadap cairan pleural.

h. Mediastinoskopi atau mendiastinotomi preoperatif bisa

menyingkirkan keterlibatan nodus limfa mediastinal (yang akan

menghalangi reseksi pulmoner kuratif).

i. Uji lain untuk mendeteksi metastasis meliputi scan tulang, scan

tomografi emisi positron, biopsi sumsum tulang (direkomendasikan

untuk karsinoma sel kecil), dan CT scan otak atau abdomen.

j. Setelah kepastian histologis didapat, penetapan stadium menentukan

perluasan penyakit dan membantu merencanakan penanganan dan

memprediksi prognosis.

9. Pemeriksaan Diagnostik menurut (Doenges, Moorhouse, & Geissler,

1999)

a. Sinar x (PA dan lateral), tomografi dada: Menggambarkan bentuk,

ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian

hilus, effusi pleural, atelektasis, erosi tulang rusuk atau vertebra.

b. Pemeriksaan sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe): Dilakukan

untuk mengkaji adanya/tahap karsinoma.

c. Bronkoskopi serat-optik : Memungkinkan visualisasi, pencucian

bagian, dan pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma

bronkogenik dapat terlihat).

21
d. Biopsi : Dapat dilakukan pada nodus skalen, nodus limfe hilus, atau

pleura untuk membuat diagnosa.

e. Mediastinoskopi : Digunakan untuk pentahapan karsinoma.

f. Skan radioisotop : Dapat dilakukan pada paru, hati, otak, tulang, dan

organ lain untuk bukti metastasis.

g. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA : Dapat dilakukan untuk

mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi pascaoperasi.

h. Tes kulit, jumlah absolut limfosit : Dapat dilakukan untuk

mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).

i. Skan tulang : CT skan otak, hati; skan gallium hati, limpa, tulang:

Untuk deteksi metastasis.

10. Penatalaksanaan Medis menurut (Paramita, 2011)

a. pembedahan

1.) Eksisi merupakan penanganan utama untuk karsinoma sel

skuama, adenokarsinoma, dan karsinoma sel besar satdium I,

stadium II, atau stadium III terpilih, kecuali jika tumor tidak bisa

direseksi atau ada kondisi lain yang menghalangi pembedahan.

2.) Eksisi bisa meliputi pembuangan paru-paru parsial (reseksi baji,

reseksi segmental, lobektomi, lobektomi radikal ) atau total

(pneumonektomi, pneumonektomi radikal).

b. Terapi radiasi

1.) Sebelum operasi, radiasi bisa mengurangi besarnya tumor agar

pembedahan untuk reseksi bisa dilakukan.

22
2.) Kemoterapi preradiasi membantu meningkatkan respon.

3.) Radiasi biasanya direkomendasikan untuk lesi stadium I dan

stadium II (jika pembedahan tidak boleh dilakukan), dan untuk lesi

stadium III (saat penyakit terbatas pada hemitoraks dan pada nodus

limfa supraklavikular).

4.) Radiasi ditunda sampai 1 bulan setelah pembedahan (agar luka

sembuh terlebih dahulu) dan kemudian dilakukan langsung ke

bagian dada yang berpeluang paling besar mengalami metastasis.

5.) Terapi radiasi dosis-tinggi atau implan radiasi juga bisa

digunakan.

c. Kemoterapi

1.) Kemoterapi meliputi kombinasi obat yang menghasilkan tingkat

respons sekitar 40%, tetapi memiliki efek minimal pada ketahanan

hidup secara keseluruhan.

2.) Kombinasi yang menjanjikan untuk menangani karsinoma sel

kecil meliputi cyclophosphamide dengan doxorubicin dan

vincristine; cyclophosphamide dengan doxorubicin, vincristine,

dan etoposide; dan etoposide dengan cisplatin, cyclophosphamide,

dan doxorubicin.

d. Terapi Laser

Pada prosedur ini, energi laser diarahkan langsung melalui

bronkoskop untuk menghancurkan tumor lokal.

23
e. Imunoterapi

Imunoterapi merupakan penanganan investigasional.Rangkaian

nonspesifiknya yang menggunakan vaksin basil Calmette Guerin

(BCG) atau bisa juga Corynebacterium parvum adalah penanganan

yang paling menjanjikan.

11. Penatalaksanaan Medis menurut (Somantri, 2009)

a. Penatalaksanaan Nonbedah (Nonsurgical Management)

1.) Terapi Oksigen

Jika terjadi hipoksemia, perawat dapat memberikan oksigen

via masker atau nasal kanula sesuai dengan permintaan.

Bahkan jika klien tidak terlalu jelas hipoksemianya, dokter

dapat memberikan oksigen sesuai yang dibutuhkan untuk

memperbaiki dispnea dan kecemasan.

2.) Terapi Obat

Jika klien mengalami bronkospasme, dokter dapat

memberikan obat golongan bronkodilator (seperti pada klien

asma) dan kortikosteroid untuk mengurangi bronkospasme,

inflamasi, dan edema.

3.) Kemoterapi

Kemoterapi merupakan pilihan pengobatan pada klien

dengan kanker paru, terutama pada small-cell lung cancer

karena metastasis. Kemoterapi dapat juga digunakan

bersamaan dengan terapi bedah. Obat-obat kemoterapi yang

24
biasanya diberikan untuk menangani kanker, termasuk

kombinasi dari obat-obat berikut.

a.) Cyclophosphamide, Deoxorubicin, Methotrexate, dan

Procarbazine.

b.) Etoposide dan Cisplatin

c.) Mitomycin, Vinblastine, dan Cisplatin.

4.) Imunoterapi

Banyak klien kanker paru mengalami gangguan imun. Obat

imunoterapi (Cytokin) biasa diberikan.

5.) Terapi Radiasi

Terapi radiasi dilakukan dengan indikasi sebagai berikut.

a.) klien tumor paru yang operable tetapi risiko jika dilakukan

pembedahan.

b.) klien adenokarsinoma atau sel skuamosa inoperable yang

mengalami pembesaran kelenjar getah bening pada hilus

ipsilateral dan mediastinal.

c.) klien kanker bronkus dengan oat cell.

d.) klien kambuhan sesudah lobektomi atau pneumonektomi.

Dosis umum 5.000-6.000 rad dalam jangka waktu 5-6 minggu.

Pengobatan dilakukan dalam 5 kali seminggu dengan dosis

180-200 rad/hari.

25
Komplikasi yang mungkin timbul adalah sebagai berikut.

a.) Esofagitis, hilang 1 minggu sampai dengan 10 hari sesudah

pengobatan.

b.) Pneumonitis, pada rontgent terlihat bayangan eksudat di

daerah penyinaran.

6.) Terapi Laser

7.) Torakosentesis dan Pleurodesis

a.) Efusi pleura dapat menjadi masalah bagi klien kanker paru.

b.) Efusi timbul akibat adanya tumor pada pleura viseralis dan

perietalis serta obstruksi kelenjar limfe mediastinal.

c.) Tujuan akhir dari terapi ini adalah mengeluarkan dan

mencegah akumulasi cairan.

b. Pembedahan (Surgical Management)

1.) Dilakukan pada tumor stadium I, stadium II jenis karsinoma,

adenokarsinoma, dan karsinoma sel besar undifferentiated.

2.) Dilakukan khusus pada stadium III secara individual yang

mencakup tiga kriteria berikut:

a.) Karakteristik biologi tumor.

b.) Letak tumor dan pembagian stadium klinik.

c.) Keadaan fungsional penderita.

26
12. Komplikasi

Yang agak sering dijumpai ialah efusi pleura dengan cairan

hemato-sanguinus dalam jumlah besar dan cepat sekali terproduksi.

Dapat pula terjadi infark vaskuler karena pertumbuhan proses

keganasan ini begitu cepat sehingga melampaui kemampuan suplai

pembuluh darah baru setempat (neovasogenesis). Infark ini kemudian

disusul oleh infeksi sekunder sehingga terbentuk abses paru setempat.

Tentunya pula, semakin banyak jaringan paru yang berubah menjadi

jaringan kanker serta semakin banyak bronkus yang tersumbat,

semakin sesaklah penderita. Komplikasi lain yang cukup sering terjadi

ialah hemoptisis, yang dapat sedikit-sedikit maupun profus.

Komplikasi di luar paru timbul karena metastasis ke tulang

pinggang/tulang punggung maupun ke ekstremitas yang selalu disertai

oleh rasa nyeri yang sangat dan disusul oleh fraktur patologis. Ikterus

dan mual dan rasa penuh di perut atas dapat timbul bila sudah ada

komplikasi ke hati. Gangguan susunan saraf pusat dapat pula terjadi

bila sudah ada metastasis intrakranial, seperti nyeri kepala berat

dengan muntah ‘projektil’, hemiplegi/hemiparesis, gangguan

kesadaran, gangguan keseimbangan, serta ketidakmampuan untuk

bernapas bila pusat pernapasan terkena, dll.

27
B. KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas Klien

Mengidentifikasi identitas klien kemudian dikaitkan

dengan apakah ada faktor resiko yang menyertainya.

Pengkajian identifikasi klien meliputi:

1.) Nama: Tulis nama panggilan pasien atau inisial

2.) Umur: Resiko Ca paru meningkat pada orang berumur >40tahun

3.) Jenis kelamin: Ca paru merupakan jenis kanker terbanyak pada

laki-laki di Indonesia dan terbanyak kelima untuk semua jenis

kanker pada perempuan.

4.) Agama: Tidak ada agama tertentu yang penganutnya memiliki

resiko lebih banyak mengidap Ca paru.

5.) Pendidikan: Tingkat pendidikan akan mempengaruhi resiko

terserang Ca paru, orang dengan pendidikan tinggi mungkin akan

lebih berhati-hati ketika berhadapan dengan asap yang berbahaya.

6.) Alamat: Jumlah kejadian Ca paru dua kali lebih banyak di daerah

perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan karena banyaknya

polusi udara di perkotaan.

7.) No. RM: Dapat dicatat sesuai dengan urutan pasien masuk.

28
8.) Pekerjaan: Pekerjaan yang berhubungan erat dengan asap dan zat

karsinogen akan meningkatkan resiko lebih besar terserang Ca paru.

Beberapa pekerjaan yang meningkatkan resiko Ca paru adalah

pekerja asbes, kapster salon, pabrik industri, dan lain-lain.

9.) Status Perkawinan: Tidak ada hubungan antara status perkawinan

dengan angka kejadian Ca paru.

10.) Tanggal MRS: Dilihat sejak klien masuk IGD.

11.) Tanggal Pengkajian: Ditulis dengan tanggal ketika perawat

melakukan pengkajian pertama kali.

12.) Sumber Informasi: Sumber informasi bisa didapat dari pasien,

keluarga, atau pasien dan keluarga. Dari pasien biasanya jika pasien

tidak ada keluarga, dari keluarga biasanya jika pasien tidak

kooperatif, dan dari pasien dan keluarga apabila keduanya kooperatif

dalam memberikan informasi.

b. Riwayat Kesehatan

1.) Diagnosa Medik : Ca Paru

2.) KeluhanUtama

3.) Riwayat penyakit sekarang:

Batuk produktif, dahak bersifat mukoid atau

purulen, atau batuk darah; malaise; anoreksia; sesak

29
nafas; nyeri dada dapat bersifat lokal atau pleuritik

4.) Riwayat kesehatan terdahulu:

a.) Penyakit yang pernah dialami:

Kaji apakah klien memiliki riwayat penyakit

paru dan penyakit menular atau menurun lainnnya

sebelumnya. Penyakit paru seperti tuberkulosis dan

penyakit paru obstruktif kronik juga dapat menjadi

risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru

obstruktif kronik berisiko empat sampai enam kali

lebih besar terkena kanker paru.

b.) Alergi : Kaji alergi klien terhadap makanan, obat, plester, dan

lain-lain.

c.) Imunisasi : Kaji apakah klien mendapatkan imunisasi lengkap

atau tidak.

d.) Kebiasaan/pola hidup/lifestyle:

Kebiasaan yang sangat berkaitan denga Ca paru

adalah kebiasaan merokok, menghirup asap rokok,

zat karsinogen, dan polusi udara. Merokok

merupakan faktor yang berperan paling penting

yaitu 85% dari seluruh kasus. Jika terjadi pada laki-

laki maka yang harus dikaji adalah usia mulai

merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap

30
hari, lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya

berhenti merokok. Jika terjadi pada wanita maka

yang harus dikaji adalah seberapa sering menghirup

asap rokok atau terpapar zat lainnya.

e.) Obat-obat yang digunakan:

Menanyakan pada klien obat apa saja yang dikonsumsi

sebelum MRS.

f.) Riwayat penyakit keluarga:

Mengkaji apakah terdapat riwayat keluarga sebelumnya

yang mengidap Ca paru, penyakit menular, atau menurun

lainnya.

c. Pengkajian Keperawatan

1.) Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan

Pada klien dengan Ca paru sebagian besar akan

merasakan sesak dan menganggap sesak tersebut adalah

sesak biasa karena pada klien Ca paru pada fase awal

akan jarang menimbulkan gejala. Gejala akan timbul

biasanya jika Ca paru sudah semakin meluas. Sehingga

klien tidak terlalu perhatian dengan gejala yang

dirasakannya pada gejala awal.

31
2.) Pola nutrisi/ metabolic (ABCD)

a.) Antropometeri : dilakukan dengan menghitung TB,

BB, dan IMT. Biasanya pada klien dengan Ca Paru

apabila terjadi pada tipe adenokarsinoma akan

mengalami penurunan nafsu makan yang berakibat

pada penurunan berat badan.

b.) Biomedical sign : dilakukan dengan cek darah lengkap.

c.) Clinical Sign : dilakukan dengan mengkaji status

umum pasien meliputi mukosa bibir, konjungtiva,

keadaan umum (lemas atau segar),dll.

3.) Diet Pattern : dilakukan dengan mengkaji bagaimana

pola makan pasien saat ini. Pada umumnya pada klien

dengan Ca paru jika mengalami sesak nafas maka nafsu

makan akan semakin menurun.

4.) Pola Eliminasi

BAK

a.) Frekuensi : Mengalami peningkatan

b.) Jumlah : Mengalami peningkatan

c.) Warna : Kuning

d.) Bau : Amoniak dan obat

32
e.) Karakter :Cair

f.) Alat Bantu : Tidak menggunakan kateter

g.) Kemandirian

Dibantu BAB

a.) Frekuensi : Mengalami sembelit

b.) Jumlah : 1 kali selamaMRS

c.) Warna Bau : Khas feses

d.) Karakter :Keras

e.) Alat Bantu : Tidak terpasang alat bantu

f.) Kemandirian : Dibantu

5.) Pola aktivitas & latihan

Pada klien dengan Ca Paru maka aktivitas sehari-hari mengalami

penurunan.

c.1. Aktivitas harian (Activity Daily Living)

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4

Makan / minum ✓

Toileting ✓

Berpakaian ✓

Mobilitas di tempat tidur ✓

33
Berpindah ✓

Ambulasi / ROM ✓

6.) Pola tidur & istirahat

a.) Durasi : berkurang

b.) Gangguan tidur : menahan nyeri dan sesak nafas

c.) Keadaan bangun tidur : lemah

7.) Pola kognitif & perceptual

a.) Fungsi Kognitif dan Memori:

Pasien mampu berhitung dan mengingat apa

yang telah dilakukan oleh perawat saat dilakukan

pengkajian.

b.) Fungsi dan keadaan indera : Keadaan indera pasien

baik.

8.) Pola persepsi diri

a.) Gambaran diri: Klien biasanya mengkhawatirkan

jika dia tidak bisa bekerja seperti biasanya.

b.) Identitas diri: dilakukan dengan mengkaji identitas

umum klien (jenis kelamin, umur,dll).

34
c.) Harga diri: Klien biasanya merasa malu memiliki

penyakit kanker dan khawatir jika setelah kemoterapi

rambutnya akan rontok.

d.) Peran Diri : Pasien dengan Ca paru biasanya adalah

seseorang dalam usia produktif dan sedang bekerja

(>40 tahun).

9.) Pola seksualitas & reproduksi

a.) Pola seksualitas

Tidak terdapat hubungan pola seksualitas dengan terjadinya

Ca paru.

b.) Fungsi reproduksi

Fungsi reproduksi klien baik

10.) Pola peran & hubungan

Klien dengan Ca paru biasanya akan lebih

menjauh dari orang-orang sekitarnya karena khawatir

penyakitnya akan menular seperti TBC dan penyakit

paru lainnya.

11.) Pola manajemen koping-stress

Dilakukan dengan melihat seberapa besar optimisme pasien

dalam menghadapi penyakit tersebut.

35
12.) System nilai & keyakinan

Dilakukan dengan mengkaji agama ataupun kepercayaan

klien sebagai pegangan hidup.

d. Pemeriksaan Fisik

1.) Keadaan umum

2.) Tanda vital

3.)Tekanan Darah : Normal, jika tidak ada riwayat hipertensi

4.) Nadi : Meningkat (Normal80-100x/menit)

5.) RR : Meningkat (Normal16-24x/menit)

6.) Suhu : Biasanya normal (36,5-37,5) kecuali jika ada inflamasi

Pengkajian Fisik (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi):

1.) Kepala

Inspeksi: kepala simetris, rambut tersebar

merata berwarna hitam kaji uban), distribusi normal,

kaji kerontokan rambut jika sudah dilakukan

kemoterapi Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak

terdapat lesi, tidak ada perdarahan, tidak ada lesi.

36
2.) Mata

Inspeksi: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik

(-), pupil isokor, refleks pipil terhadap cahaya (+/+),

kondisi bersih, bulu mata rata dan hitam. Palpasi: tidak

ditemukan nyeri tekan, tidak teraba benjolan abnormal.

3.) Telinga

Inspeksi: telinga simetris, lubang telinga bersih

tidak ada serumen, tidak ada kelainan bentuk. Palpasi:

tidak ada nyeri tekan, tidak teraba benjolan abnormal.

4.) Hidung

Inspeksi: hidung simetris, hidung terlihat bersih,

terpasang alat bantu pernafasan.

5.) Mulut

Inspeksi: mukosa bibir lembab, mulut bersih, lidah berwarna

merah, gigi bersih tidak ada karies gigi. Palpasi: tidak ada

pembesaran tonsil.

37
6.) Dada

Paru Jantung

Inspeksi: Betuk dada kadang tidak simetris, Inspeksi: Tidak ada pembesaran jantung

kaji adanya retraksi dada Palpasi: Tidak ada edema dan nyeri tekan

Palpasi: Pengembangan paru tidak simetris, Perkusi: Suara jantung pekak

kaji adanya kemungkinan flail chest Auskultasi: Tidak ada bunyi jantung

Perkusi: Suara parusonor tambahan (Gallop, Gargling, Mur-mur,

Auskultasi: Ada suara nafas tambahan Friction rub)

Wheezing

7.) Abdomen

Inspeksi: bentuk abdomen datar Palpasi: tidak terdapat

nyeri tekan. Perkusi: Kaji adanya ketegangan abdomen.

Auskultasi: Kaji adanya penurunan bising usus karena penurunan

nafsu makan.

8.) Urogenital

Inspeksi: Tidak terpasang alat bantu nafas.

9.) Ekstremitas

Inspeksi: ekstremitas biasanya sulit

digerakkan karena takut sesak nafas. Palpasi:

akral dingin, tidak ada edema, tugor kuit baik.

38
10.) Kulit dan kuku

Inspeksi : Turgor kulit tidak baik,

tidak ada lesi, kuku berwarna pink. Palpasi :

kondisi kulit lembab, CRT <2 detik, dan akral

dingin.

11.) Keadaan local

Pasien tampak lemah berbaring di tempat tidur, terpasang

alat bantu pernafasan, kesadaran compos mentis (sadar penuh).

2. Diagnosis Keperawatan menurut (PPNI, Standar Diagnosis

Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan III, 2017)

a. Gangguan Pertukaran Gas

1.) Definisi

Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau eleminasi

karbondioksida pada membrane alveolus-kapiler.

2.) Penyebab

a.) Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi

b.) Perubahan membran alveolus-kapiler.

3.) Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

Dispnea

Objektif

39
a.) PO2 menurun

b.) Takikardia

c.) pH arteri meningkat/menurun

d.) Bunyi napas tambahan

4.) Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

a.) Pusing

b.) Penglihatan kabur

Objektif

a.) Sianosis

b.) Diaforesis

c.) Gelisah

d.) Napas cuping hidung

e.) Pola napas abnormal (cepat/lambat, regular atau ireguler,

dalam/dangkal)

f.) Warna kulit abnormal ( mis. Pucat, kebiruan)

g.) Kesadaran menurun

b. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif

1.) Definisi

Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan

napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.

2.) Penyebab

Fisiologis

40
a.) Spasme jalan napas

b.) Hipersekresi jalan napas

c.) Adanya jalan napas buatan

d.) Sekresi yang tertahan

Situasional

a.) Merokok aktif

b.) Merokok pasif

c.) Terpajan polutan

3.) Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif (tidak tersedia)

Objektif

a.) Batuk tidak efektif atau tidak mampu batuk

b.) Sputum berlebih/obstruksi di jalan napas/mekonium di

jalan napas (pada neonatus)

c.) Mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering.

4.) Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

a.) Dispnea

b.) Sulit bicara

c.) Otropnea

Objektif

a.) Gelisah

41
b.) Sianosis

c.) Bunyi napas menurun

d.) Frekuensi napas berubah

e.) Pola napas berubah

c. Nyeri (Kronis)

1.) Definisi

Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset

mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat

dan konstan, yang berlangsung lebih dari 3 bulan.

2.) Penyebab

a.) Kerusakan sistem saraf

b.) Infiltrasi tumor

3.) Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

a.) Mengeluh Nyeri

b.) Merasa depresi (tertekan)

Objektif

a.) Gelisah

b.) Tidak mampu menuntaskan aktivitas

42
4.) Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

Merasa takut mengalami cedera berulang

Objektif

a.) Bersikap protektif (mis. Posisi menghindari nyeri)

b.) Waspada

c.) Pola tidur berubah

d.) Anoreksia

e.) Fokus menyempit

f.) Berfokus pada diri sendiri.

Diagnosa Tambahan:

a. Pola napas tidak efektif

b. Intoleransi aktivitas

c. Kelemahan

d. Ketidakseimbangan nutrisi

e. Kecemasan, dll.

43
3. Intervensi Keperawatan menurut (PPNI, Standar Intervensi

Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan II, 2018) dan Luaran menurut

(PPNI, Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan II, 2019)

Diagnosa Tujuan/Luaran Intervensi Keperawatan

Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Pemantauan Respirasi

pertukaran gas keperawatan selama ....... Definisi :

(waktunya,contoh 1x 24 jam Mengumpulkan dan

atau 8 jam) meningkat menganalisis data untuk

dengan kriteria hasil : memastikan kepatenan jalan

1. Tingkat kesadaran napas dan keefektifan

meningkat (5) pertukaran gas.

2. Dispnea menurun (5)

3. Bunyi napas

tambahan menurun Tindakan :

(5) a. Observasi :

4. Takikardia menurun 1.) Monitor frekuensi, irama,

(5) kedalaman dan upaya

5. Pusing menurun (5) napas.

6. Penglihatan kabur 2.) Monitor pola napas

menurun (5) (seperti bradipnea,

7. Diaforesis menurun takipnea, hiperventilasi,

(5) kussmaul, cheyne-stokes,

44
8. Gelisah menurun (5) biot ataksik).

9. Napas cuping hidung 3.) Monitor kemampuan

menurun (5) batuk efektif

10. PCO2 membaik (5) 4.) Monitor adanya produksi

11. PO2 membaik (5) sputum

12. pH arteri membaik 5.) Monitor adanya sumbatan

(5) jalan napas

13. Sianosis membaik 6.) Palpasi kesimetrisan

(5) ekspansi paru

14. Pola napas membaik 7.) Auskultasi bunyi napas

(5) 8.) Monitor saturasi oksigen

15. Warna kulit 9.) Monitor nilai AGD

membaik (5) 10.) Monitor hasil x-ray

. toraks

b. Terapeutik :

1.) Atur interval pemantauan

respirasi sesuai kondisi

pasien.

2.) Dokumentasikan hasil

pemantauan.

c. Edukasi :

1.) Jelaskan tujuan dan

prosedur pemantauan

45
2.) Informasikan hasil

pemantauan, jika perlu

2. Terapi oksigen

Definisi :

Memberikan tambahan

oksigen untuk mencegah dan

mengatasi kondisi

kekurangan oksigen jaringan.

Tindakan :

a. Observasi :

1.) Monitor kecepatan aliran

oksigen

2.) Monitor posisi alat terapi

oksigen

3.) Monitor aliran oksigen

secara periodik dan

pastikan fraksi yang

diberikan cukup

4.) Monitor efektivitas terapi

oksigen (mis. Oksimetri,

analisa gas darah), jika

perlu

5.) Monitor kemampuan

46
melepaskan oksigen saat

makan

6.) Monitor tanda-tanda

hipoventilasi

7.) Monitor tanda dan gejala

toksikasi oksigen dan

atelektasis

8.) Monitor tingkat

kecemasan akibat terapi

oksigen

9.) Monitor integritas

mukosa hidung akibat

pemasangan oksigen

b. Terapeutik :

1.) Bersihkan sekret pada

mulut, hidung dan trakea,

jika perlu

2.) Pertahankan kepatenan

jalan napas

3.) Siapkan dan atur

peralatan pemberian

oksigen

4.) Berikan oksigen

47
tambahan, jika perlu

5.) Tetap berikan oksigen

saat pasien ditransportasi

6.) Gunakan perangkat

oksigen yang sesuai

dengan tingkat mobilitas

pasien

c. Edukasi :

1.) Ajarkan pasien dan

keluarga cara

menggunakan oksigen di

rumah.

d. Kolaborasi :

1.) Kolaborasi penentuan

dosis oksigen

2.) Kolaborasi penggunaan oksigen

saat aktivitas dan/atau tidur.

3. Edukasi Berhenti Merokok

Definisi :

Memberikan informasi terkait

dampak merokok dan upaya untuk

berhenti merokok.

48
Tindakan :

a. Observasi :

1.) Identifikasi kesiapan dan

kemampuan menerima

informasi.

b. Terapeutik :

1.) Sediakan materi dan

media edukasi.

2.) Jadwalkan pendidikan

kesehatan sesuai

kesepakatan.

3.) Beri kesempatan pada

keluarga untuk bertanya.

c. Edukasi :

1.) Jelaskan gejala fisik

penarikan nikotin (mis.

Sakit kepala, pusing,

mual, dan insomnia).

2.) Jelaskan gejala berhenti

merokok (mis. Mulut

kering, batuk,

tenggorokan gatal).

49
3.) Jelaskan aspek

psikososial yang

mempengaruhi perilaku

merokok.

4.) Informasikan produk

pengganti nikotin (mis.

Permen karet, semprotan

hidung, inhaler)

5.) Ajarkan cara berhenti

merokok.

Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan 1. Latihan Batuk Efektif

napas tidak keperawatan selama ....... Definisi :

efektif. (waktunya,contoh 1x 24 jam Melatih pasien yang tidak

atau 8 jam) meningkat memiliki kemampuan batuk

dengan kriteria hasil : secara efektif untuk

1. Batuk efektif membersihkan laring, trakea

meningkat (5) dan bronkiolus dari sekret

2. Produksi sputum atau benda asing di jalan

menurun (5) napas.

3. Mengi menurun (5) Tindakan :

4. Wheezing menurun a. Observasi :

(5) 1.) Identifikasi kemampuan

50
5. Mekonium (pada batuk.

neonatus) menurun 2.) Monitor adanya retensi

(5) sputum

6. Dispnea menurun (5) 3.) Monitor tanda dan gejala

7. Ortopnea menurun infeksi saluran napas

(5) 4.) Monitor input dan output

8. Sulit bicara menurun cairan (mis. Jumlah dan

(5) karakteristik).

9. Sianosis menurun (5) b. Terapeutik:

10. Gelisah menurun (5) 1.) Atur posisi semi-fowler

11. Frekuensi napas atau fowler.

membaik (5) 2.) Pasang perlak dan

12. Pola napas membaik (5) bengkok di pangkuan

pasien

3.) Buang sekret pada tempat

sputum.

c. Edukasi:

1.) Jelaskan tujuan dan

prosedur batuk efektif.

2.) Anjurkan tarik napas

dalam melalui hidung

selama 4 detik, ditahan

selama 2 detik, kemudian

51
keluarkan dari mulut

dengan bibir mencucu

(dibulatkan) selama 8

detik.

3.) Anjurkan mengulangi

tarik napas dalam hingga

3 kali.

4.) Anjurkan batuk dengan

kuat langsung setelah

tarik napas dalam yang

ke-3.

d. Kolaborasi :

Kolaborasi pemberian mukolitik atau

ekspektoran, jika perlu.

2. Manajemen jalan napas

Definisi :

Mengidentifikasi dan

mengelola kepatenan jalan

napas.

Tindakan :

a. Observasi :

1.) Monitor pola napas

52
(frekuensi, kedalaman,

usaha napas)

2.) Monitor bunyi napas

tambahan (mis.gurgling,

mengi, wheezing, ronkhi

kering).

3.) Monitor sputum (jumlah,

warna, aroma)

b. Terapeutik :

1.) Pertahankan kepatenan

jalan napas dengan head-

tilt dan chin-lift (jaw-

thrust jika curiga trauma

servikal)

2.) Posisikan semi-fowler

atau fowler

3.) Berikan minum hangat

4.) Lakukan fisioterapi dada,

jika perlu

5.) Lakukan penghisapan

lendir kurang dari 15

detik

6.) Lakukan hiperoksigenasi

53
sebelum penghisapan

endotrakeal

7.) Keluarkan sumbatan

benda padat dengan

forsep McGill

8.) Berikan oksigen, jika

perlu

c. Edukasi :

1.) Anjurkan asupan cairan

2000 ml/hari, jika tidak

kontraindikasi

2.) Ajarkan teknik batuk

efektif.

d. Kolaborasi :

1.) Kolaborasi pemberian

bronkodilator,

ekspektoran, mukolitik,

jika perlu.

3. Pemantauan Respirasi

Definisi :

Mengumpulkan dan

menganalisis data untuk

54
memastikan kepatenan jalan

napas dan keefektifan

pertukaran gas.

Tindakan :

a. Observasi :

1.) Monitor frekuensi, irama,

kedalaman dan upaya

napas.

2.) Monitor pola napas

(seperti bradipnea,

takipnea, hiperventilasi,

kussmaul, cheyne-stokes,

biot ataksik).

3.) Monitor kemampuan

batuk efektif

4.) Monitor adanya produksi

sputum

5.) Monitor adanya sumbatan

jalan napas

6.) Palpasi kesimetrisan

ekspansi paru

7.) Auskultasi bunyi napas

8.) Monitor saturasi oksigen

55
9.) Monitor nilai AGD

10.) Monitor hasil x-ray

toraks

b. Terapeutik :

1.) Atur interval pemantauan

respirasi sesuai kondisi

pasien.

2.) Dokumentasikan hasil

pemantauan.

c. Edukasi :

1.) Jelaskan tujuan dan

prosedur pemantauan

2.) Informasikan hasil

pemantauan, jika perlu

4. Manajemen asma

Definisi :

Mengidentifikasi dan

mengelola obstruksi aliran

udara yang akibat reaksi

alergi atau hipersensitivitas

jalan napas yang

menyebabkan bronkospasme.

Tindakan :

56
a. Observasi :

1.) Monitor frekuensi dan

kedalaman napas

2.) Monitor tanda dan gejala

hipoksia (mis. Gelisah,

agitasi, penurunan

kesadaran)

3.) Monitor bunyi napas

tambahan (mis.

Wheezing, mengi)

4.) Monitor saturasi oksigen

b. Terapeutik :

1.) Berikan posisi semi

fowler 30-45’

2.) Pasang oksimetri nadi

3.) Lakukan penghisapan

lendir, jika perlu

4.) Berikan oksigenasi 6-15

L via sungkup untuk

mempertahankan SpO2

>90%

5.) Pasang jalur intravena

untuk pemberian obat dan

57
hidrasi

6.) Ambil sampel darah

untuk pemeriksaan hitung

darah lengkap dan AGD

c. Edukasi :

1.) Anjurkan meminimalkan

ansietas yang dapat

meningkatkan kebutuhan

oksigen

2.) Anjurkan bernapas

lambat dan dalam

3.) Ajarkan teknik pursued-

lip breathing

4.) Ajarkan mengidentifikasi

dan menghindari pemicu

(mis. Debu, bulu hewan,

serbuk bunga, asap rokok,

polutan udara, suhu

lingkungan ekstrem,

alergi makanan)

d. Kolaborasi :

1.) Kolaborasi pemberian

bronkodilator sesuai

58
indikasi (mis. Albuterol,

metaproterenol)

2.)Kolaborasi pemberian obat

tambahan jika tidak

responsif dengan

bronkodilator (mis.

Prednisolone,

methylprednisole,

aminophylline.

Nyeri Kronis Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen nyeri

keperawatan selama ....... Definisi :

(waktunya,contoh 1x 24 jam Mengidentifikasi dan mengelola

atau 8 jam) meningkat pengalaman sensorik atau emosional

dengan kriteria hasil : yang berkaitan dengan kerusakan

1. Kemampuan jaringan atau fungsional dengan

menuntaskan onset mendadak atau lambat dan

aktivitas meningkat berintensitas ringan hingga berat dan

(5) konstan.

2. Keluhan nyeri Tindakan :

menurun (5) a. Observasi :

3. Meringis menurun 1.)Identifikasi lokasi,

(5) karakteristik, durasi,

4. Sikap protektif frekuensi, kualitas, intensitas

59
menurun (5) nyeri.

5. Gelisah menurun (5) 2.) Identifikasi skala nyeri

6. Kesulitan tidur 3.) Identifikasi respons nyeri

menurun (5) non verbal.

7. Menarik diri 4.) Identifikasi faktor yang

menurun (5) memperberat dan

8. Berfokus pada diri memperingan nyeri.

sendiri menurun (5) 5.) Identifikasi pengetahuan

9. Diaforesis menurun dan keyakinan tentang nyeri

(5) 6.) Identifikasi pengaruh

10. Perasaan depresi budaya terhadap respons

(tertekan) menurun nyeri.

(5) 7.) Identifikasi pengaruh

11. Perasaan takut nyeri pada kualitas hidup

mengalami cedera 8.) Monitor keberhasilan

berulang menurun terapi komplementer yang

(5) sudah diberikan

12. Anoreksia menurun 9.) Monitor efek samping

(5) penggunaan analgetik.

13. Perineum terasa b.) Terapeutik :

tertekan menurun (5) 1.) Berikan teknik

14. Uterus teraba nonfarmakologis untuk

membulat menurun mengurangi rasa nyeri (mis.

60
(5) TENS, hipnosis, akupresur,

15. Ketegangan otot terapi musik, biofeedback,

menurun (5) terapi pijat, aromaterapi,

16. Pupil dilatasi teknik imajinasi terbimbing,

menurun (5) kompres hangat/dingin, terapi

17. Muntah menurun (5) bermain)

18. Mual menurun (5) 2.) Kontrol lingkungan yang

19. Frekuensi nadi memperberat rasa nyeri (mis.

membaik (5) Suhu ruangan, pencahayaan,

20. Pola napas membaik kebisingan)

(5) 3.) Fasilitas istirahat tidur

21. Tekanan darah 4.) Pertimbangkan jenis dan

membaik (5) sumber nyeri dalam

22. Proses berpikir pemilihan strategi meredakan

membaik (5) nyeri.

23. Fokus membaik (5) c.) Edukasi :

24. Fungsi berkemih 1.) Jelaskan penyebab,

membaik (5) periode, dan pemicu nyeri.

25. Perilaku membaik 2.) Jelaskan strategi

(5) meredakan nyeri

26. Nafsu makan 3.) Anjurkan memonitor

membaik (5) nyeri secara mandiri

27. Pola tidur membaik 4.) Anjurkan menggunakan

61
(5) analgetik secara tepat

5.) Ajarkan teknik

nonfarmakologis untuk

mengurangi rasa nyeri

d.) Kolaborasi :

Kolaborasi pemberian analgetik, jika

perlu.

2. Perawatan kenyamanan

Definisi :

Mengidentifikasi dan merawat pasien

untuk meningkatkan rasa nyaman.

Tindakan :

a. Observasi :

1.) Identifikasi gejala yang tidak

menyenangkan (mis. Mual, nyeri,

gatal, sesak)

2.) Identifikasi pemahaman tentang

kondisi, situasi dan perasaannya.

3.) Identifikasi masalah emosional

dan spiritual.

b. Terapeutik :

1.) Berikan posisi yang nyaman

62
2.) Berikan kompres dingin atau

hangat.

3.) Ciptakan lingkungan yang

nyaman

4.) Berikan pemijatan

5.) Berikan terapi akupresur

6.) Berikan terapi hipnosis

7.) Dukung keluarga dan pengasuh

terlibat dalam terapi/pengobatan.

8.) Diskusikan mengenai situasi dan

pilihan terapi/pengobatan yang

diinginkan.

c. Edukasi :

1.) Jelaskan mengenai kondisi dan

pilihan terapi/pengobatan

2.) Ajarkan terapi relaksasi

3.) Ajarkan latihan pernapasan

4.) Ajarkan teknik distraksi dan

imajinasi terbimbing

d. Kolaborasi :

1.) Kolaborasi pemberian analgesik,

antipruritus, antihistamin, jika perlu.

63
3. Terapi Relaksasi

Definisi :

Menggunakan teknik peregangan

untuk mengurangi tanda dan gejala

ketidaknyamanan seperti nyeri,

ketegangan otot, atau kecemasan.

Tindakan :

a. Observasi :

1.) Identifikasi penurunan tingkat

energi, ketidakmampuan

berkonsentrasi, atau gejala lain yang

mengganggu kemampuan kogniitif.

2.) Identifikasi teknik relaksasi yang

pernah efektif digunakan.

3.) Identifikasi kesediaan,

kemampuan, dan penggunaan teknik

sebelumnya.

4.) Periksa ketegangan otot,

frekuensi nadi, tekanan darah, dan

suhu sebelum dan sesudah latihan.

5.) Monitor respons terhadap terapi

relaksasi.

b. Terapeutik :

64
1.) Ciptakan lingkungan tenang dan

tanpa gangguan dengan pencahayaan

dan suhu ruang nyaman, jika

memungkinkan.

2.) Berikan informasi tertulis tentang

persiapan dan prosedur teknik

relaksasi.

3.) Gunakan pakaian longgar

4.) Gunakan nada suara lembut

dengan irama lambat dan berirama

5.) Gunakan relaksasi sebagai

strategi penunjang dengan analgetik

atau tindakan medis lain, jika sesuai.

c. Edukasi :

1.) Jelaskan tujuan, manfaat, batasan,

dan jenis relaksasi yang tersedia

(mis. Musik, meditasi, napas dalam,

relaksasi otot progresif)

2.) Jelaskan secara rinci intervensi

relaksasi yang dipilih

3.) Anjurkan mengambil posisi yang

nyaman.

4.) Anjurkan rileks dan merasakan

65
sensasi relaksasi.

5.) Anjurkan sering mengulangi atau

melatih teknik yang dipilih.

6.) Demonstrasikan dan latih teknik

relaksasi (mis. Napas dalam,

peregangan, atau imajinasi

terbimbing).

4. Pemberian Analgesik

Definisi :

Menyiapkan dan memberikan agen

farmakologis untuk mengurangi atau

menghilangkan rasa sakit.

Tindakan :

a. Observasi :

1.) Identifikasi karakteristik nyeri

(mis. pencetus, pereda, kualitas,

lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)

2.) Identifikasi riwayat alergi obat

3.) Identifikasi kesesuaian jenis

analgesik dengan tingkat keparahan

nyeri.

4.) Monitor tanda-tanda vital

66
sebelum dan sesudah pemberian

analgesik

5.) Monitor efektifitas analgesik.

b. Terapeutik :

1.) Diskusikan jenis analgesik yang

disukai untuk mencapai analgesia

optimal, jika perlu

2.) Pertimbangkan penggunaan infus

kontinu, atau bolus opioid untuk

mempertahankan kadar dalam serum.

3.) Tetapkan target efektifitas

analgesik untuk mengoptimalkan

respons pasien.

4.) Dokumentasikan respons

terhadap efek analgesik dan efek

yang tidak diinginkan

c. Edukasi :

1.) Jelaskan efek terapi dan efek

samping obat.

d. Kolaborasi :

1.) Kolaborasi pemberian dosis dan

jenis analgesik, sesuai indikasi.

67
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Paru – paru adalah suatu organ yang sangat vital didalam tubuh

manusia sebab paru – paru adalah alat pernapasan pada manusia, pada

dasarnya penyakit paru – paru itu tidaklah berat hal iini semuanya berawal

dari kelalaian manusia mulai dari menjaga lingkungan dari tercemarnya

udara dan sampai dengan sebagian manusia malah sengaja memasukkan

racun kedalam tubuhnya melalui paru – paru yaitu dengan cara mengisap

rokok dan lain sebagainya.

Penyakit kanker paru – paru ada yang bisa disembuhkan dan

adapula yang belum ditemukan teknis penyembuhannya tetapi pada

dasarnya lebih banyak penyakit paru – paru yang bisa disembuhkan dari

pada penyakit paru yang belum bisa disembuhkan hal ini semua

tergantung kepada kita semua.

B. Saran

Kami sebagai penulis dapat berharap kepada para pembaca, setelah

membaca makalah ini. Para pembaca apalagi para mahasiswa keperawatan

dapat mengetahui tentang askep penyakit kanker paru sehingga mampu

menjadi bekal ataupun referensi bagi mahasiswa kelak, dan kami sangat

68
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari teman teman

sekalian.

69
DAFTAR PUSTAKA

Danusantoso, H. (2013). Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: EGC.

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. (1999). Rencana Asuhan


Keperawatan "Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien". Jakarta: EGC.
Paramita. (2011). Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta: PT Indeks.

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan III.


Jakarta Selatan: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan II.
Jakarta Selatan : DPP PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan II. Jakarta
Selatan: DPP PPNI.
Puspasari, S. F. (2019). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Yogyakarta: Pustaka Baru press.
Somantri, I. (2009). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

70

Anda mungkin juga menyukai