Disusun oleh :
PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KESEHATAN
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi maha Maha
Penyayang. Kami ucapkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini tepat pada waktu.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami mengucapkan
terimakasih kepada dosen pembimbing kami yang telah membimbing kami dalam
penyusunan makalah ini dan teman-teman S1 keperawatan B yang telah memberi dukungan
penuh untuk penyelesaikan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih banyak
kekurangan baik dari segi bahasa maupun dari segi isinya. Oleh sebab itu kami
mengharapkan kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran demi kebaikan kami dan
makalah yang kami susun.
Akhir kata kami berharap semoga makalah yang kita buat dapat bermanfaat bagi
pembaca dan dapat memberikan pengetahuan lebih kepada pembaca yang membutuhkan.
I
DAFTAR ISI
Kata pengantar.............................................................................................................. i
Daftar isi ..................................................................................................................... ii
1. Definisi Bersihan jalan nafas tidak efektif................................................ .... 1
2. Anatomi dan Fisiologi Pernafasan......................................................................... 1
3. Klasifikasi pernafasan........................................................................................ ... 11
4. Macam macam oksigenasi................................................................................... 11
5. Manifestasi Klinis................................................................................................... 12
6. Faktor – faktor yang mempengaruhi......................................................... ............ 13
7. Masalah – masalah yang mempengaruhi..................................................... ... 14
8. Patofisiologi...................................................................................................... ... 15
9. WOC / Pohon masalah............................................................................... 16
10. Penatalaksanaan................................................................................................... 17
11. Asuhan Keperawatan................................................................................ .......... 18
Pengkajian............................................................................................... . ......... . 18
Diagnosa keperawatan........................................................................................ 21
Intervensi ................................................................................................. ......... 21
Daftar Pustaka ……………………………………………………………..... 25
II
LAPORAN PENDAHULUAN OKSIGENASI : Bersihan jalan nafas tidak efektif
Oksigenasi adalah suatu proses untuk mendapatkan o2 dan mengeluarkan co2. Kebutuhan fisiologis
oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel
tubuh, untuk mempertahankan hidupnya dan untuk aktivitas berbagai organ atau sel. Apabila lebih dari 4
menit orang tidak mendapatkan oksigen maka akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat
diperbaiki dan biasanya pasien akan meninggal.
Oksigen memegang peranan penting dalam semua proses tubuh secara fungsional. Tidak adanya
oksigen akan menyebabkan tubuh secara fungsional mengalami kemunduran atau bahkan dapat
menimbulkan kematian. Oleh karena itu, kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan yang paling utama
dan sangat vital bagi tubuh. Pemenuhan kebutuhan oksigen ini tidak terlepas dari kondisi sistem
pernapasan secara fungsional.
Bersihan jalan nafas tidak efektif adalah suatu kondisi ketidakmampuan memebrsihkan sekret atau
obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan jalan nafas tentap paten ( PPNI 2016 ). Kondisi ketika
individu mengalami ancaman pada status pernafasnnay sehubungan dengan ketidakmampuan untuk
batuk secara efektif ( Carprnito & Moyet, 2013 )
Respirasi atau pernapasan merupakan suatu mekanisme pertukaran gas oksigen (o²) yang dibutuhkan
tubuh untuk metabolisme sel dengan karbondioksida (co²) yang dihasilkan dari metabolisme. Sistem
respirasi terdiri dari dua bagian yaitu
Udara yang masuk pada bagian ini dihangatkan, disaring dan dilembabkan
Merupakan tempat pertukaran gas. Pertukaran gas terjadi di paru. Alveoli merupakan tempat
terjadinya pertukaran gas antara o2 dan co2 di paru. Pompa muskuloskeletal yang mengatur
pertukaran gas dalam proses respirasi terdapat pada rongga pleura dan dinding dada. Rongga
pleura terbentuk dari dua selaput serosa, yang meliputi dinding dalam rongga dada yang disebut
pleura parietalis, dan yang meliputi paru atau pleura veseralis (brunner’s & suddarth, 2008)
(wahyuningsih & kuamiyati, 2017)
3
1) Hidung
Hidung atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi),
dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk
menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung (syaifuddin, 2006).
Bagian depan terdapat nares (cuping hidung) anterior dan di belakang berhubungan dengan bagian
atas farings (nasofaring). Rongga hidung terbagi menjadi 2 bagian yaitu vestibulum, merupakan
bagian lebih lebar tepat di belakang nares anterior, dan bagian respirasi. Permukaan luar hidung
ditutupi oleh kulit yang memiliki kelenjar sabesea besar, yang meluas ke dalam vestibulum nasi
tempat terdapat kelenjar sabesa, kelenjar keringat, dan folikel rambut yang kaku dan besar. Rambut
pada hidung berfungsi menapis benda-benda kasar yang terdapat dalam udara inspirasi (graaff, 2010;
pearce 2007). Pada dinding lateral hidung menonjol tiga lengkungan tulang yang dilapisi oleh
mukosa, yaitu konka nasalis superior, konka nasalis medius, dan konka nasalis inferior, yang terdapat
jaringan kavernosus atau jaringan erektil yaitu pleksus vena besar, berdinding tipis, dan dekat dengan
permukaan. Di antara konka-konka ini terdapat 3 buah lekukan meatus yaitu meatus superior (lekukan
bagian atas), meatus medialis (lekukan bagian tengah dan meatus inferior (lekukan bagian bawah).
Meatus-meatus inilah yang dilewati oleh udara pernapasan. Di sebelah dalam terdapat lubang yang
berhubungan dengan tekak, lubang ini disebut koana. Disebelah belakang konka bagian kiri kanan dan
sebelah atas dari langit-langit terdapat satu lubang pembuluh yang menghubungkan rongga tekak
dengan rongga pendengaran tengah, saluran ini disebut tuba auditiva eustaki, yang menghubungkan
telinga tengah dengan faring dan laring. Hidung juga berhubungan dengan saluran air mata disebut
tuba lakminaris (graaff, 2010). Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang atas. Rongga
hidung berhubungan dengan beberapa rongga yang disebut sinus paranasalis, yaitu sinus maksilaris
pada rongga rahang atas, sinus frontalis pada rongga tulang dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang
baji dan sinus etmodialis pada rongga tulang tapis.pada sinus etmodialis, keluar ujung-ujung syaraf
penciuman yang menuju ke konka nasalis, yang terdapat sel-sel penciuman yang terletak terutama di
bagian atas konka. Pada hidung di bagian mukosa terdapat serabut-serabut syaraf atau respektor dari
syaraf penciuman disebut nervus olfaktorius (syaifuddin, 2006).
Fungsi hidung adalah
Saluran udara pernapasan
Penyaringan (filtrasi), penghangatan, dan pelembaban
Penerimaan bau, merupakan fungsi ephithelium olfactory pada bagian medial rongga hidung
Rongga hidung juga berhubungan dengan pembentukan suara- suara fenotik dimana ia berfungsi
sebagai ruang resonasi
Membunuh kuman-kuman yang masuk, bersama-sama udara pernapasan oleh leukosit yang
terdapat dalam selaput lendir (mukosa) atau hidung (sherwood, 2004).
4
Gb. Sistem pernafasan manusia
7
Merupakan cabang-cabang dari bronkus segmental. Bronkiolus mengandung kelenjar submukosa
yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan
nafas.
Bronkiolus terminalis
Merupakan percabagan dari bronkiolus. Bronkiolus terminalismempunyai kelenjar lendir dan silia.
Bronkiolus respiratori
Merupakan cabang dari bronkiolus terminalis. Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran
transisional antara lain jalan nafas konduksi dan jalan udara pertukaran gas.
Duktus alveolar dan sakus alveolar
Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar,
kemudian menjadi alvioli ( Anderson, 1999; Syaifuddin, 2006).
6) Paru – Paru
Letak paru-paru di rongga dada, menghadap ke tengah rongga dada atau kavum mediastinum. Pada
bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru
dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, pleura visceral (selaput
pembungkus) yang langsung membungkus paru-paru dan pleura parietal yaitu selaput yang melapisi
rongga dada sebelah luar. Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru
dapat mengembang mengempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk melumasi
permukaanya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan
bernapas (Silverthon, 2001; Syaifuddin, 2006).
Paru-paru merupakan bagian tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung (gelembung hawa
atau alveoli). Gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas
permukaannya kurang lebih 90 m².
7) Alveolus
Alveoli merupakan tempat pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari
darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan).
Paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus yaitu lobus pulmo dekstra
superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang kecil bernama
segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah
segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior,
2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih
terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus. Di antara lobulus satu dengan yang lainnya
dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh darah, getah bening dan syaraf, dan tiap lobulus terdapat
sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang ini disebut
duktus alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3 mm.
8
b. Fisiologi sistem pernafasan
1) Pernafasan Paru
Pernapasan paru adalah pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada paruparu.
Oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernapas, masuk melalui trakea sampai ke
alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar. Alveoli memisahkan okigen dari darah,
oksigen kemudian menembus membran, diambil oleh sel darah merah dibawa ke jantung dan dari
jantung dipompakan ke seluruh tubuh. Karbondioksida merupakan hasil buangan di dalam paru yang
menembus membran alveoli, dari kapiler darah dikeluarkan melalui pipa bronkus berakhir sampai
pada mulut dan hidung. Pernapasan pulmoner (paru) terdiri atas empat proses yaitu:
Ventilasi pulmoner, gerakan pernapasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara
luar.
Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen masuk ke seluruh tubuh,
karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru.
Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan jumlah yang tepat, yang bisa
dicapai untuk semua bagian.
Difusi gas yang menembus membran alveoli dan kapiler karbondioksida lebih mudah
berdifusi dari pada oksigen (Pearce, 2007; Silverthon, 2001; Syaifuddin,2006).
2) Pernafsan sel
Transpor gas paru-paru dan jaringan. Pergerakan gas O2 mengalir dari alveoli masuk ke dalam
jaringan melalui darah, sedangkan CO2 mengalir dari jaringan ke alveoli. Jumlah kedua gas yang
ditranspor ke jaringan dan dari jaringan secara keseluruhan tidak cukup bila O2 tidak larut dalam
darah dan bergabung dengan protein membawa O2 (hemoglobin). Demikian juga CO2 yang larut
masuk ke dalam serangkaian reaksi kimia reversibel (rangkaian perubahan udara) yang mengubah
menjadi senyawa lain. Adanya hemoglobin menaikkan kapasitas pengangkutan O2 dalam darah
sampai 70 kali dan reaksi CO2 menaikkan kadar CO2 dalam darah mnjadi 17 kali (Pearce, 2007;
Silverthon, 2001;Syaifuddin, 2006).
Pengangkutan oksigen ke jaringan. Sistem pengangkutan O2 dalam tubuh terdiri dari paru-paru
dan sistem kardiovaskuler. Oksigen masuk ke jaringan bergantung pada jumlahnya yang masuk ke
dalam paru-paru, pertukaran gas yang cukup pada paru-paru, aliran darah ke jaringan dan kapasitas
pengangkutan O2 dalam darah. Aliran darah bergantung pada derajat konsentrasi dalam jaringan dan
curah jantung. Jumlah O2 dalam darah ditentukan oleh jumlah O2 yang larut, hemoglobin, dan
afinitas (daya tarik) hemoglobin (Pearce, 2007; Silverthon, 2001;Syaifuddin, 2006). Transpor
oksigen melalui lima tahap sebagai berikut:
9
1) Tahap I: oksigen atmosfer masuk ke dalam paru-paru. Pada waktu kita menarik napas, tekanan
parsial oksigen dalam atmosfer 159 mmHg. Dalam alveoli komposisi udara berbeda dengan
komposisi udara atmosfer, tekanan parsial O2 dalam alveoli 105 mmHg.
2) Tahap II: darah mengalir dari jantung, menuju ke paru-paru untuk mengambil oksigen yang
berada dalam alveoli. Dalam darah ini terdapat oksigen dengan tekanan parsial 40 mmHg. Karena
adanya perbedaan tekanan parsial itu apabila sampai pada pembuluh kapiler yang berhubungan
dengan membran alveoli maka oksigen yang berada dalam alveoli dapat berdifusi masuk ke
dalam pembuluh kapiler. Setelah terjadi proses difusi tekanan parsial oksigen dalam pembuluh
menjadi 100 mmHg.
3) Tahap III: oksigen yang telah berada dalam pembuluh darah diedarkan keseluruh tubuh. Ada dua
mekanisme peredaran oksigen yaitu oksigen yang larut dalam plasma darah yang merupakan
bagian terbesar dan sebagian kecil oksigen yang terikat pada hemoglobin dalam darah. Derajat
kejenuhan hemoglobin dengan O2 bergantung pada tekanan parsial CO2 atau pH. Jumlah O2
yang diangkut ke jaringan bergantung pada jumlah hemoglobin dalam darah.
4) Tahap IV: sebelum sampai pada sel yang membutuhkan, oksigen dibawa melalui cairan
interstisial dahulu. Tekanan parsial oksigen dalam cairan interstisial 20 mmHg. Perbedaan
tekanan oksigen dalam pembuluh darah arteri (100 mmHg) dengan tekanan parsial oksigen dalam
cairan interstisial (20 mmHg) menyebabkan terjadinya difusi oksigen yang cepat dari pembuluh
kapiler ke dalam cairan interstisial.
5) Tahap V: tekanan parsial oksigen dalam sel kira-kira antara 0-20 mmHg. Oksigen dari cairan
interstisial berdifusi masuk ke dalam sel. Dalam sel oksigen ini digunakan untuk reaksi
metabolisme yaitu reaksi oksidasi senyawa yang berasal dari makanan (karbohidrat, lemak, dan
protein) menghasilkan H2O, CO2 dan energi (Pearce, 2007).
c. Proses pernafasan
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen serta
menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari
tubuh. Penghirupan udara ini disebut inspirasi dan penghembusannya disebut ekspirasi. Jadi, dalam paru-
paru terjadi pertukaran zat antara oksigen yang masuk kedalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah
secara osmosis. CO2 dikeluarkan melalui traktus respiratorius (jalan pernapasan) dan masuk kedalam
tubuh melalui kapiler-kapiler vena pulmonalis kemudian masuk ke serambi kiri jantung (atrium sinistra)
menuju ke aorta kemudian ke seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan sel-sel), di sini terjadi oksidasi
(pembakaran). Sebagai sisa dari pembakaran adalah CO2 dan dikeluarkan melalui peredaran darah vena
masuk ke jantung (serambi kanan atau atrium dekstra) menuju ke bilik kanan (ventrikel dekstra) dan dari
sini keluar melalui arteri pulmonalis ke jaringan paru-paru. Akhirnya dikeluarkan menembus lapisan
epitel dari alveoli. Proses pengeluaran CO 2 ini adalah sebagian dari sisa metabolisme, sedangkan sisa dari
10
metabolisme lainnya akan dikeluarkan melalui traktus urogenitalis dan kulit (Pearce, 2007; Silverthon,
2001; Syaifuddin, 2006).
Pernapasan terdiri dari 2 mekanisme yaitu inspirasi (menarik napas) dan ekspirasi (menghembuskan
napas). Bernapas berarti melakukan inpirasi dan eskpirasi secara bergantian, teratur, berirama, dan terus
menerus. Bernapas merupakan gerak refleks yang terjadi pada otot-otot pernapasan. Refleks bernapas ini
diatur oleh pusat pernapasan yang terletak di dalam sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh
karena seseorang dapat menahan, memperlambat, atau mempercepat napasnya, ini berarti bahwa refleks
bernapas juga dibawah pengaruh korteks serebri. Pusat pernapasan sangat peka terhadap kelebihan kadar
CO2 dalam darah dan kekurangan dalam darah. Inspirasi terjadi bila muskulus diafragma telah mendapat
rangsangan dari nervus frenikus lalu mengerut datar. Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah
mendapat rangsangan kemudian mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi datar. Dengan demikian jarak
antara sternum (tulang dada) dan vertebra semakin luas dan melebar. Rongga dada membesar maka
pleura akan tertarik, yang menarik paru-paru sehingga tekanan udara di dalamnya berkurang dan
masuklah udara dari luar (Pearce, 2007; Silverthon, 2001; Syaifuddin, 2006).
Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma akan menjadi cekung, muskulus
interkostalis miring lagi) dan dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali,
maka udara didorong keluar. Jadi proses respirasi atau pernapasan ini terjadi karena adanya perbedaan
tekanan antara rongga pleura dan paru-paru. Pada pernapasan dada, pada waktu seseorang bernapas,
rangka dada terbesar bergerak. Ini terdapat pada rangka dada yang lunak, yaitu pada orang-orang muda
dan pada perempuan. Pada pernapasan perut, jika pada waktu bernapas diafragma turun naik, maka ini
dinamakan pernapasan perut. Kebanyakan pernapasan perut terdapat pada orang tua, karena tulang
rawannya tidak begitu lembek dan bingkas lagi yang disebabkan oleh banyak zat kapur yang mengendap
di dalamnya dan banyak ditemukan pada laki-laki (Pearce, 2007; Silverthon, 2001; Syaifuddin, 2006).
3. Klasifikasi Pernafasan
a) Pernafasan Eupnoe : pernafasan normal, tenang dan teratur.
b) Pernafasan Kussmaul: Pernafasan kadang-kadang cepat dan kadang-kadang lambat sehingga
frekuensi tidak teratur
c) Pernafasan Cheyene stokes: Pernafasan kadang-kadang apnoe (berhenti), frekuensi pernafasan di
bawah 20x/menit Pernafasan
d) Biot: Pernafasan yang tidak teratur iramanya dan kadang-kadang diikuti apnoe
4. Macam – macam oksigenasi
12
Sianosis
Bunyi nafas menurun
Frekuensi nafas berubah
Pola nafas berubah
6. Faktor – faktor yang mempengaruhi
a. Posisi Tubuh
Berdiri atau duduk tegak menyebabkan ekspansi (pelebaran) paru paling besar. Diafragma dapat
naik turun secara leluasa karena organ abdominal tidak menekan/mendorong diafragma. Pernapasan
lebih kuat saat berbaring karena isi abdomen mendorong diafragma. Pada minggu-minggu terakhir
kehamilan, pernapasan meningkat dan sulit pada posisi berbaring karena janin mendorong diafragma.
b. Lingkungan
Ketinggian tempat
Tempat lebih tinggi mempunyai tekanan oksigen lebih rendah, sehingga darah arteri
mempunyai tekanan oksigen yang rendah. Akibatnya orang di dataran tinggi mempunyai
pernafasan dan denyut nadi yang meningkat dan peningkatan kedalaman napas.
Polusi udara
Polutan (hidrokarbon, oksidan) bercampur dengan oksigen membahayakan paru. Karbon
monoksida menghambat ikatan oksigen dalam hemoglobin. Polutan menyebabkan peningkatan
produksi mukus, bronkhitis dan asma.
Alergen
Alergen (pollen, debu, makanan) menyebabkan jalan napas sempit akibat udem, produksi
mukus meningkat, dan bronkhospasme. Hal ini menyebabkan kesulitan bernapas sehingga
meningkatkan kebutuhan oksigen
Suhu
Panas menyebabkan delatasi pembuluh darah perifer yang mengakibatkan aliran darah ke
kulit dan meningkatkan sejumlah panas yang hilang dari permukaan tubuh. Vasodilatasi kapiler
menurunkan resistensi atau hambatan aliran darah. Respons jantung meningkatkan output untuk
mempertahankan tekanan darah. Peningkatan cardiac output membutuhkan tambahan oksigen
sehingga kedalaman napas meningkat. Lingkungan yang dingin menyebabkan kapiler perifer
kontriksi, sehingga meningkatkan tekanan darah yang menurunkan kerja jantung dan menurunkan
kebutuhan oksigen.
c. Gaya hidup dan kebiasaan
Merokok
13
Perokok lebih banyak mengalami emfisema, bronkhitis kronis, Ca paru, Ca mulut, dan
penyakit kardiovaskular daripada yang bukan perokok. Rokok dapat menghasilkan banyak mukus
dan memperlambat gerakan mukosilia, yang akan menghambat gerakan mukus dan dapat
menyebabkan sumbatan jalan napas, penumpukan bakteri dan infeksi, sehingga menyebabkan
pernapasan lebih cepat.
Barbiturat, narkotik, beberapa sedative, dan alkohol dosis tinggi dapat menekan sistem syaraf
pusat dan menyebabkan penurunan pernapasan. Alkohol menekan refleks yang melindungi jalan
napas, sehingga orang yang teracuni alkohol dapat muntah, teraspirasi isi lambung ke paru dan
menyebabkan pneumonia.
Nutrisi
Kalori dan protein diperlukan untuk kekuatan otot pernapasan dan memelihara sistem imun.
Cairan diperlukan untuk mengencerkan dan mengeluarkan sekresi sehingga kepatenan jalan napas
terjaga. Pada obesitas, gerakan paru terbatas khususnya pada posisi berbaring, menyebabkan
pernapasan cepat dan dangkal, sehingga kebutuhan oksigen meningkat.
Aktivitas
Aktivitas meningkatkan pernafasan dan kebutuhan oksigen dalam tubuh. Mekanisme yang
mendasarinya tidak banyak diketahui. Walaupun demikian hal ini menerangkan bahwa beberapa
faktor yang terlibat di dalamnya antara lain kimiawi, neural dan perubahan suhu.
d. Emosi
Takut, cemas, dan marah menyebabkan impuls ke hipotalamus otak yang menstimulasi pusat
kardiak untuk membawa impuls ke saraf simpatis dan parasimpatis kemudian mengirim ke jantung.
Kerja jantung meningkat dengan jalan meningkatkan frekuensi nadi, sehingga pernapasan dan
kebutuhan oksigen meningkat untuk membantu kerja jantung.
14
pusing
nyeri kepala
henti jantung
koma
Ketidakseimbangan elektrolit
c. Hypoventilasi Ketidak cukupan ventilasi alveoli (ventilasi tidak mencukupi kebutuhan tubuh),
sehingga CO2 dipertahankan dalam aliran darah. Hypoventilasi dapat terjadi sebagai akibat dari
kollapsalveoli, obstruksi jalan nafas, atau efek samping dari beberapa obat. Tanda dan gejala:
napas pendek
nyeri dada
sakit kepala ringan
pusing dan penglihatan kabur
d. CheyneStokes Bertambah dan berkurangnya ritme respirasi, dari perafasan yang sangat dalam,
lambat dan akhirnya diikuti periode apnea, gagal jantung kongestif, dan overdosis obat.
e. Kussmaul’s ( hyperventilasi) Peningkatan kecepatan dan kedalaman nafas biasanya lebih dari 20 x
per menit. Dijumpai pada asidosisi metabolik, dan gagal ginjal.
f. Apneu Henti nafas , pada gangguan sistem saraf pusat.
g. Biot’s Nafas dangkal, mungkin dijumpai pada orang sehat dan klien dengan gangguan sistem saraf
pusat. Normalnya bernafas hanya membutuhkan sedikit usaha. Kesulitan bernafas disebut
dyspnea.
8. Patofisiologi
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan transportasi. Proses ventilasi ( proses
penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari dan ke paru – paru ). Apabila pada proses ini
terdapat obstruksi maka oksigen tidak dapat tersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon
halan nafas sebagai benda asing yang menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi ( penyaluran
oksigen dari alveoli ke jaringan ) yang terganggu akan menyebabkan ketidak efektifan pertukaran gas.
Selain kerusakan pada proses ventilasi, difusi, maka kerusakan prada transportasi seperti perubahan
volume sekuncup, afterload, preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran
gas ( brunner dan suddarth, 2002 )
15
9. WOC / Pohon Masalah
16
10. Penatalaksanaan
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), terapi oksigen adalah tindakan pemberian oksigen melebihi
pengambilan oksigen melalui atmosfir atau FiO2 > 21 %. Tujuan terapi oksigen adalah mengoptimalkan
oksigenasi jaringan dan mencegah respirasi respiratorik, mencegah hipoksiajaringa, menurunkan kerja
napas dan kerja otot jantung, serta mempertahankan PaO2 > 60 % mmHg atau SaO2 > 90 %. Indikasi
pemberian oksigen dapat dilakukan pada :
Kebutuhan oksigen dapat dipenuhi dengan menggunakan beberapa metode, diantaranya adalah
inhalasi oksigen (pemberian oksigen), fisiotrapi dada, napas dalam dan batuk efektif, dan
penghisapanlender atau subtioning (Abdullah ,2014).
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), terdapat dua sistem inhalasi oksigen yaitu sistem aliran
rendah dan sistem aliran tinggi.
Sistem aliran rendah ditujukan pada klien yang memerlukan oksigen dan masih mampu bernapas
sendiri dengan pola pernapasan yang normal. Sistem ini diberikan untuk menambah konsentrasi udara
ruangan. Pemberian oksigen diantaranya dengan menggunakan nasal kanula, sungkup muka
sederhana, sungkup muka dengan kantong rebreathing dan sungkup muka dengan kantong non
rebreathing.
2. Fisioterapi dada
Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan dengan cara postural drainase,
clapping, dan vibrating, pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan. Tindakan ini dilakukan
dengan tujuan meningkatkan efisiensi pola pernapasan dan membersihkan jalan napas (Hidayat,
2009).
17
Kebutuhan oksigen dapat dipenuhi dengan menggunakan beberapa metode, diantaranya adalah
inhalasi oksigen (pemberian oksigen), fisiotrapi dada, napas dalam dan batuk efektif, dan
penghisapanlender atau subtioning (Abdullah ,2014).
Klien melaporkan bahwa ia kehilangan daya tahan. Untuk mengukur keletihan secara
objektif, klien diminta untuk menilai keletihan dengan skala 1 – 10.
b. Dispnea
Dispnea merupakan tanda klinis hipoksia dan termanifestasi dengan sesak napas, yaitu
pernapasan sulit dan tidak nyaman. Tanda klinis dispnea, seperti usaha napas berlebihan,
penggunaan otot bantu napas, pernapasan cuping hidung, peningkatan frekuensi dan
kedalaman pernapasan, napas pendek. Skala analog visual dapat membantu klien membuat
pengkajian objektif dispnea, yaitu garis vertikal dengan skala 0 – 100 mm. Saat terjadinya
dispnea (bernapas disertai usaha napas, sedang stres, infeksi saluran napas, saat berbaring
datar/orthopnea).
c. Batuk
Batuk merupakan pengeluaran udara dari paru yang tiba-tiba dan dapat didengar. Batuk
merupakan refleks untuk membersihkan trakhea, bronkhus, dan paru untuk melindungi organ
tersebut dari iritan dan sekresi. Pada sinusitis kronis, batuk terjadi pada awal pagi atau segera
setelah bangun tidur, untuk membersihkan lendir jalan napas yang berasal dari drainage sinus.
Pada bronkhitis kronis umumnya batuk sepanjang hari karena produksi sputum sepanjang
hari, akibat akumulasi sputum yang menempel di jalan napas dan disebabkan oleh penurunan
mobilitas.
Perawat mengidentifikasi apakah batuk produktif atau tidak, frekuensi batuk, sputum
(jenis, jumlah, mengandung darah/hemoptisis.
d. Mengi (Wheezing)
Wheezing ditandai dengan bunyi bernada tinggi, akibat gerakan udara berkecepatan tinggi
melalui jalan napas yang sempit. Wheezing dapt terjadi saat inspirasi, ekspirasi, atau
keduanya. Wheezing dikaitkan dengan asma, bronkhitis akut, atau pneumonia.
18
e. Nyeri
Nyeri dada perlu dievaluasi dengan memperhatikan lokasi, durasi, radiasi, dan frekuensi
nyeri. Nyeri dapat timbul setelah latihan fisik, rauma iga, dan rangkaian batuk yang
berlangsung lama. Nyeri diperburuk oleh gerakan inspirasi dan kadang-kadang dengan mudah
dipersepsikan sebagai nyeri dada pleuritik.
f. Pemaparan Geografi atau Lingkungan
Pemaparan lingkungan didapat dari asap rokok (pasif/aktif), karbon monoksida (asap
perapian/cerobong), dan radon (radioaktif). Riwayat pekerjaan berhubungan dengan
asbestosis, batubara, serat kapas, atau inhalasi kimia.
g. Infeksi pernafasan
Riwayat keperawatan berisi tentang frekuensi dan durasi infeksi saluran pernapasan. Flu
dapat mengakibatkan bronkhitis dan pneumonia. Pemaparan tuberkulosis dan hasil tes
tuberkulin, risiko infeksi HIV dengan gejala infeksi pneumocystic carinii atau infeksi
mikobakterium pneumonia perlu dikaji.
h. Faktor Resiko
Riwayat keluarga dengan tuberkulosis, kanker paru, penyakit kardiovaskular merupakan
faktor risiko bagi klien.
i. Obat – obatan
Komponen ini mencakup obat yang diresepkan, obat yang dibeli secara bebas, dan obat
yang tidak legal. Obat tersebut mungkin memiliki efek yang merugikan akibat kerja obat itu
sendiri atau karena interaksi dengan obat lain. Obat ini mungkin mempunyai efek racun dan
dapat merusak fungsi kardiopulmoner.
4) Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Observasi dari kepala sampai ujung kaki untuk mengkaji kulit dan warna membran
mukosa (pucat, sianosis), penampilan umum, tingkat kesadaran (gelisah), keadekuatan
sirkulasi sistemik, pola pernapasan, dan gerakan dinding dada.
b. Palpasi
Dengan palpasi dada, dapat diketahui jenis dan jumlah kerja thoraks, daerah nyeri tekan,
taktil fremitus, getaran dada (thrill), angkat dada (heaves), dan titik impuls jantung maksimal,
adanya massa di aksila dan payudara. Palpasi ekstremitas untuk mengetahui sirkulasi perifer,
nadi perifer (takhikardia), suhu kulit, warna, dan pengisian kapiler.
c. Perkusi
Perkusi untuk mengetahui adanya udara, cairan, atau benda padat di jaringan. Lima nada
perkusi adalah resonansi, hiperresonansi, redup, datar, timpani.
19
d. Auskultasi
Auskultasi untuk mendengarkan bunyi paru. Pemeriksa harus mengidentifikasi lokasi,
radiasi, intensitas, nada, dan kualitas. Auskultasi bunyi paru dilakukan dengan mendengarkan
gerakan udara di sepanjang lapangan paru : anterior, posterior, dan lateral. Suara napas
tambahan terdengar jika paru mengalami kolaps, terdapat cairan, atau obstruksi.
5) Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan fungsi paru
Pemeriksaan fungsi paru dilakukan dengan menggunakan spirometer. Klien bernapas
melalui masker mulut yang dihubungkan dengan spirometer. Pengukuran yang dilakukan
mencakup volume tidal (Vт), volume residual (RV), kapasitas residual fungsional (FRC),
kapasitas vital (VC), kapasitas paru total (TLC).
b. Kecepatan Aliran Ekspirasi Puncak (Peak Expiratory Flow Rate/PEFR)
PEFR adalah titik aliran tertinggi yang dicapai selama ekspirasi maksimal dan titik ini
mencerminkan terjadinya perubahan ukuran jalan napas menjadi besar.
c. Pemeriksaan Gas Darah Arteri
Pengukuran gas darah untuk menentukan konsentrasi hidrogen (H+), tekanan parsial
oksigen (PaO2) dan karbon dioksida (PaCO2), dan saturasi oksihemoglobin (SaO2), pH,
HCO3-.
d. Oksimetri
Oksimetri digunakan untuk mengukur saturasi oksigen kapiler (SaO2), yaitu persentase
hemoglobin yang disaturasi oksigen.
e. Hitung Darah Lengkap
Darah vena untuk mengetahui jumlah darah lengkap meliputi hemoglobin, hematokrit,
leukosit, eritrosit, dan perbedaan sel darah merah dan sel darah putih.
f. Pemeriksaan sinar X dada
Sinar X dada untuk mengobservasi lapang paru untuk mendeteksi adanya cairan
(pneumonia), massa (kanker paru), fraktur (klavikula dan costae), proses abnormal (TBC).
g. Bronkoskopi
Bronkoskopi dilakukan untuk memperoleh sampel biopsi dan cairan atau sampel sputum
dan untuk mengangkat plak lendir atau benda asing yang menghambat jalan napas.
h. CT Scann
CT scann dapat mengidentifikasi massa abnormal melalui ukuran dan lokasi, tetapi tidak
dapat mengidentifikasi tipe jaringan.
i. Kultur Tenggorok
20
Kultur tenggorok menentukan adanya mikroorganisme patogenik, dan sensitivitas terhadap
antibiotik.
j. Spesimen Sputum
Spesimen sputum diambil untuk mengidentifikasi tipe organisme yang berkembang dalam
sputum, resistensi, dan sensitivitas terhadap obat.
k. Skin Tes
Pemeriksaan kulit untuk menentukan adanya bakteri, jamur, penyakit paru viral, dan
tuberkulosis.
l. Torasentesis
Torasentesis merupakan perforasi bedah dinding dada dan ruang pleura dengan jarum
untuk mengaspirasi cairan untuk tujuan diagnostik atau tujuan terapeutik atau untuk
mengangkat spesimen untuk biopsi.
B. DIAGNOSA KEPEARAWATAN
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d trakheobronkial d.d suara nafas abnormal ronchi
2) Gangguan pertukaran gas b.d pemasukan oksigen tidak adekuat d.d kesulitan bernfas
3) Pola nafas tidak efektif b.d nyeri d.d nafas pendek
4) Nyeri akut b.d rangsangan sakit d.d gerakan melindungi nyeri
5) Gangguan pola tidur b.d nafas pendek d.d total waktu tidur berkurang
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Pola nafas tidak efektif Setelah diberikan asuhan Manajemen Jalan Nafas
b.d nyeri d.d nafas keperawatan selama Observasi
pendek 1x24 jam diharapkan Monitor pola nafas
pola nafas klien Monitor bunyii nafas
22
meningkat dengan tambahan
Kriteria Hasil: Monitor sputum
1) Ventilasi semenit Terapeutik
membaik ( 5 ) Posisikan semi fowler
2) Penggunaan otot atau fowler
bantu nafas menurun Berikan minum hangat
(5) Lakukan fisioteapi
3) Frekuensi nafas dada
membaik (5) Edukasi
Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari
Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jikia perlu
Nyeri kronis b.d Setelah diberikan asuhan Manajemen Nyeri
rangsangan sakit d.d keperawatan selama Observasi
gerakan melindungi nyeri 1x24 jam diharapkan Identifikasi faktor
tingkat nyeri klien pencetus dan pereda
menurun dengan Kriteria nyeri
Hasil: Monitor kualitas nyeri
1) Keluhan nyeri Terapeutik
menurun (5) Antur interval waktu
2) Pola nafas membaik pemantauan sesuai
(5) kondisi pasien
Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
23
Gangguan pola tidur b.d Setelah diberikan asuhan Dukungan Tidur
nafas pendek d.d total keperawatan selama Observasi
waktu tidur berkurang 1x24 jam diharapkan Identivikas pola
pola tidur klien aktivitas dan tidur
meningkat dengan Identifikasi faktor
Kriteria Hasil: pengganngu tidur
1) Keluhan sulit tidur Terapeutik
menurun (1 ) Modifikasi ligkungan
2) Keluhan istirahat Batasi wkatu tidur
tidak cukup siang
menurun (1) Edukasi
3) Keluhan tidak puas Jelaskan pentingnya
tidur menurun (1) tidur cukup selama
sakit
Anjurkan menepati
kebiasaan waktu tidur
24
DAFTAR PUSTAKA
Brunner’s and suddarth. (2008). Textbook of medical surgical nursing (11th ed). Williams and Wilkins.
Fitriani, R. (2019). Penerapan prosedur pemberian oksigen dengan nasal kanul pada pasien pola napas
tidak efektif. 1.
Pearce, E. C. (2007). Anantomy dan fisiology untuk paramedis. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Potter, Perry. (2010). Fundamental Of Nursing: Concept, Process And Practice. Edisi 7. Vol. 3. Jakarta:
EGC
PPNI ( 2016 ). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI
PPNI ( 2018 ). Standar Intervensi Keperawatan Indonesai : Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI
PPNI ( 2018 ). Standar Luaran Keperawatan Indonesai : Definisi dan Kriteria Hasil, Edisi 1. Jakarta:
DPP PPNI
Silvertho C. Andrew, (2001). Human physiology and integrated approach. Edisi dua. New
Jersey: Penerbit Oprentice Hall.
Sucianti, N.L. (2010). Oxygen Therapy. Karangasem: Nursing Community PPNI Karangasem
Syaifuddin(2006). Anatomi fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Syaifuddin (2012). Anatomi Fisiologi untuk Keperawatan dan Kebidanan. Edisi 4. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wahyuningsih, H. P., & Kuamiyati, Y. (2017). BAHAN AJAR KEBIDANAN ANATOMI FISIOLOGI.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
25