Anda di halaman 1dari 13

KEPERAWATAN MENJELANG AJAL DAN PALIATIF

(Tinjauan social dan budaya tentang perawatan paliatif)

Oleh:

NAMA KELOMPOK 5 :

1. Juvita Dos Santos Goncalves (191111019)


2. Miltiades Natalia Dahut (191111023)
3. Lusia Elisabeth L.U Pareira (191111022)
4. Kristina Fitri Kurnia (191111020)
5. Wenseslaus Belo Mas (191111033)

KELAS : KEPERAWATAN/A

SEMESTER :V

UNIVERSITAS CITRA BANGSA

FAKULTAS KESEHATAN

KUPANG

2021
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................ii
BAB 1......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................2
BAB 2......................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................3
2.1 Perawatan Paliatif......................................................................................3
2.2 Sosial dan Budaya.....................................................................................3
2.3.Aspek Budaya yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan........................4
2.4.Aspek Sosial yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan............................6
2.5Tinjauan Sosial dan Budaya Pada Perawatan Paliatif...............................7
BAB 3....................................................................................................................12
PENUTUP..............................................................................................................12
3.1Kesimpulan..............................................................................................12
3.2.Saran........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................13
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Tinjauan social dan
budaya tentang perawatan paliatif " dengan baik.

Makalah ini kami susun guna untuk menambah pengetahuan dan referensi tentang
tinjauan social budaya tentang perawatan paliatif. Dalam penyusunan makalah ini tidak sedikit
kesulitan yang kami temui. Namun berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, makalah
ini dapat terselesaikan dengan baik. Dalam kesempatan ini kami ucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dosen pembina mata kuliah ini.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang

Palliative Care adalah suatu perawatan kesehatan terpadu yang menyeluruh dengan
pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Tujuannya adalah untuk mengurangi penderitaan
pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, dan juga memberikan
support kepada keluarganya. Dari definisi tersebut didapatkan bahwasannya salah satu tujuan
dasar dari palliative care adalah mengurangi penderitaan pasien yang termasuk didalamnya
adalah menghilangkan nyeri yang diderita oleh pasien tersebut.
Terdapat banyak alasan mengapa pasien dengan penyakit stadium lanjut tidak
mendapatkan perawatan yang memadai, namun semua alasan itu pada akhirnya berakar pada
konsep terapi yang eksklusif dalam menyembuhkan penyakit daripada meningkatkan kualitas
hidup dan mengurangi penderitaan. Itulah mengapa, seringkali keputusan untuk mengambil
tindakan paliatif baru dilakukan setelah segala usaha penyembuhan penyakit ternyata tidak
efektif. Padahal seharusnya, palliative care dilakukan secara integral dengan perawatan
kuratif dan rehabilitasi baik pada fase dini maupun lanjut.
Seiring dengan berkembangnya bidang ilmu ini, ruang lingkup dari palliative care yang
dulunya hanya terfokus pada memberikan kenyamanan bagi penderita, sekarang telah meluas
menjadi perawatan holistik yang mencakup aspek fisik, sosial, psikologis, cultural, dan spiritual.
Perubahan perspektif ini dikarenakan semakin hari semakin banyak pasien yang menderita
penyakit kronis sehingga tuntutan untuk suatu perkembangan adalah mutlak adanya. Oleh karena
itu pada kesempatan ini penulis membuat makalah tentang Palliative Care untuk mengulas materi
tersebut lebih dalam.

1.2. Rumusan Masalah


1.Bagaimanakah definisi perawatan paliatif?
2.Bagaimanakah pengertian social dan budaya?
3.Bagaimanakah aspek budaya yang mempengaruhi kesehatan?
4.Bagaimanakah aspek social yang berpengaruh terhadap kesehatan?
5.Bagaimanakah tinjauan social dan budaya dalam perawatan paliatif?
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Perawatan Paliatif

Perawatan paliatif adalah perawatan yang dilakukan secara aktif pada penderita yang
sedang sekarat atau dalam fase terminal akibat penyakit yang dideritanya. Pasien sudah tidak
memiliki respon terhadap terapi kuratif yang disebabkan oleh keganasan ginekologis. Perawatan
ini mencakup penderita serta melibatkan keluarganya (Aziz, Witjaksono, & Rasjidi, 2008).
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien
(dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa,
dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui identifikasi dini, pengkajian yang
sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau
spiritual. (World Health Organization (WHO) 2016).

2.2.Sosial dan Budaya


Pengertian sosial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah segala sesuatu yang
mengenai masyarakat atau kemasyarakatan.Sedangkan kebudayaan atau kultur yang dapat
membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat
tanpa memandang tingkatannya.
Menurut Andreas Eppink, sosial budaya atau kebudayaan adalah segala sesuatu atau tata
nilai yang berlaku dalam sebuah masyarakat yang menjadi ciri khas dari masyarakat tersebut.
Sedangkan menurut Burnett, kebudayaan adalah keseluruhan berupa kesenian, moral, adat
istiadat, hukum, pengetahuan, kepercayaan, dan kemampuan olah pikir dalam bentuk lain yang
didapat seseorang sebagai anggota masyarakat dan keseluruhan bersifat kompleks. Dari kedua
pengertian tersebut bisa disimpulkan bahwa social budaya memang mengacu pada kehidupan
bermasyarakat yang menekankan pada aspek adat istiadat dan kebiasaan masyarakat itu sendiri.
Sosial budaya merupakan segala hal yang diciptakan oleh manusia dengan pikiran dan
budinya dalam kehidupan bermasyarakat. Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan untuk
tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka mengerti tentang proses
terjadinya suatu penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan atau budaya yang dianut
hubungannya dengan kesehatan.
Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap terhadap berbagai
masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakat, karena kebudayaanlah yang
memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat.
Green dalam Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa perilaku manusia dari tingkat
kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor perilaku(behaviour cause) dan faktor di
luar perilaku (non-behaviour cause). Perilaku itusendiri terbentuk dari tiga factor, yaitu :
1. Faktor Predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan,sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya
2. Faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik,tersedia atau
tidak tersedianya fasilitasfasilitas atau sarana-sarana kesehatan,misalnya puskesmas,
obat-obatan, air bersih dan sebagainya
3. Faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap danperilaku petugas
kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku
masyarakat.

2.3.Aspek Budaya yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan.


1. Persepsi masyarakat terhadap sehat dan sakit.
Masyarakat mempunyai batasan sehat atau sakit yang berbeda dengankonsep sehat dan
sakit versi sistem medis modern(penyakit disebabkan olehmakhluk halus, guna-guna, dan
dosa)
2. .Kepercayaan.
Kepercayaan dalam masyarakat sangat dipengaruhi tingkah laku kesehatan, beberapa
pandangan yang berasal dari agama tertentu kadang-kadang memberi pengaruh negatif
terhadap program kesehatan. Sifat fatalistik atau fatalism adalah ajaran atau paham
bahwa manusia dikuasai oleh nasib Seperti contoh, orang-orang Islam di pedesaan
menganggap bahwa penyakit adalah cobaan dari Tuhan, dan kematian adalah kehendak
Allah. Jadi, sulitmenyadarkan masyarakat untuk melakukan pengobatan saat sakit.
3. Pendidikan.
Masih banyaknya penduduk yang berpendidikan rendah, petunjuk-petunjuk kesehatan
sering sulit ditangkap apabila cara menyampaikannya tidak disesuaikan dengan tingkat
pendidikan khayalaknya.
4. Nilai Kebudayaan
Masyarakat Indonesia terdiri dari macam-macam suku bangsa yang mempunyai
perbedaan dalam memberikan nilai pada satu obyek tertentu. Nilai kebudayaan ini
memberikan arti dan arah pada cara hidup, persepsi masyarakat terhadap kebutuhan dan
pilihan mereka untuk bertindak. Contoh :
 Wanita sehabis melahirkan tidak boleh memakan ikan karena ASI akan menjadi amis
 Di New Guinea, pernah terjadi wabah penyakit kuru. Penyakit ini menyerang susunan
saraf otak dan penyebabnya adalah virus. Penderita hanya terbatas pada anak-anak dan
wanita. Setelah dilakukan penelitaian ternyata penyakit ini menyebar karena adanya
tradisi kanibalisme
Sifat Etnosentris merupakan sikap yang memandang kebudayaan sendiri yang paling baik
jika dibandingkan dengan kebudayaan pihak lain.Etnosentrismemerupakan sikap atau pandangan
yg berpangkal pada masyarakat dan kebudayaan sendiri, biasanya disertai dengan sikap dan
pandangan yg meremehkan masyarakat dan kebudayaan lain. Seperti contoh, Seorang
perawat/dokter menganggap dirinya yang paling tahu tentang kesehatan, sehingga merasa dirinya
berperilaku bersih dan sehat sedangkan masyarakat tidak.
Selain itu, budaya yang diajarkan sejak awal seperti budaya hidup bersih sebaiknya mulai
diajarkan sejak awal atau anak-anak karena nantinya akan menjadi nilai dan norma dalam
masyarakat.
5. Norma.
Aturan atau ketentuan yg mengikat warga kelompok dalam masyarakat, dipakai sebagai
panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku yg sesuai dan diterima oleh masyarakat.
Terjadi perbedaan norma (sebagai standar untuk menilai perilaku) antara satu kebudayaan
dengan kebudayaan yang lain. Masyarakat menetapkan perilaku yang normal (normatif)
serta perilaku yang tidak normatif. Contohnya: Bila wanita sedang sakit, harus diperiksa
oleh dokter wanita dan masyarakat memandang lebih bergengsi beras putih daipada beras
merah, padahal mereka mengetahui bahwa vitamin B1 lebih tinggi diberas merah
daripada diberas putih.
6. Inovasi Kesehatan
Tidak ada kehidupan sosial masyarakat tanpa perubahan, dan sesuatu perubahan selalu
dinamis. artinya setiap perubahan akan diikuti perubahan kedua, ketiga dan
seterusnya.Seorang petugas kesehatan jika akan melakukan perubahan perilaku kesehatan
harus mampu menjadi contoh dalam perilakukanya sehari-hari. Ada anggapan bahwa
petugas kesehatan merupakan contoh rujukan perilaku hidup bersih sehat, bahkan
diyakini bahwa perilaku kesehatan yang baik adalah kepunyaan/ hanya petugas kesehatan
yang benar.

.4.Aspek Sosial yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan


1) Penghasilan (income). Masyarakat yang berpenghasilan rendah menunjukkan angka
kesakitan yang lebih tinggi, angka kematian bayi dan kekurangan gizi.
2) Jenis kelamin (sex). Wanita cenderung lebih sering memeriksakan kesehatan ke dokter
dari pada laki-laki.
3) Jenis pekerjaan yang berpengaruh besar terhadap jenis penyakit yang diderita pekerja.
4) Self Concept,menurut Merriam-Webster adalah : “the mental image one has of oneself”
yaitu gambaran mental yang dipunyai seseorang tentang dirinya.Self concept ditentukan
oleh tingkat kepuasan atau ketidakpuasan yang kita rasakan terhadap dirikita sendiri. Self
concept adalah faktor yang penting dalam kesehatan, karena mempengaruhi perilaku
masyarakat dan perilaku petugas kesehatan.
5) .Image Kelompok. Images eorang individu sangat dipengaruhi oleh image kelompok.
Perilaku anak cenderung merefleksikan dari kondisi keluarganya. Identitas Individu pada
Kelompok. Identifikasi individu kepada kelompok kecilnya sangat penting untuk
memberikan keamanan psikologis dan kepuasan dalam pekerjaan mereka. Inovasi akan
berhasil bila kebutuhan sosial masyarakat diperhatikan.
Contoh lain, sosial budaya mempengaruhi kesehatan adalah pandangan suatu masyarakat
terhadap tindakan yang mereka lakukan ketika mereka mengalami sakit, ini akan sangat
dipengaruhi oleh budaya, tradisi, dan kepercayaan yang ada dan tumbuh dalam masyarakat
tersebut. Misalnya masyarakat yang sangat mempercayai dukun yang memiliki kekuatan gaib
sebagai penyembuh ketika mereka sakit, dan bayi yang menderita demam atau diare berarti
pertanda bahwa bayi tersebut akan pintar berjalan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa social budaya
sangat mempengaruhi kesehatan baik itu individu maupun kelompok.
Kebudayaan perilaku kesehatan yang terdapat dimasyarakat beragam dan sudah melekat
dalam kehidupan bermasyarakat. Kebudayaan tersebut seringkali berupa kepercayaan gaib.
Sehingga usaha yang harus dilakukan untuk mengubah kebudayaan tersebut adalah dengan
mempelajari kebudayaan mereka dan menciptakan kebudayaan yang inovatif sesuai dengan
norma, berpola, dan benda hasil karya manusia.

2.5.Tinjauan Sosial dan Budaya Pada Perawatan Paliatif.


Indonesia yang terdiri dari beragam etnis tentu memiliki banyak budaya dalam
masyarakatnya. Terkadang, budaya suatu etnis dengan etnis yang lain dapat berbeda jauh. Hal ini
menyebabkan suatu budaya yang positif, dapat dianggap budaya negatif di etnis lainnya.
Sehingga tidaklah mengherankan jika permasalahan kesehatan di Indonesia begitu kompleksnya.
Sosial budaya sering kali dijadikan petunjuk dan tata cara berperilaku dalam
bermasyarakat, hal ini dapat berdampak positif namun juga dapat berdampak negative. Disinilah
kaitannya dengan kesehatan, ketika suatu tradisi yang telah menjadi warisan turun temurun
dalam sebuah masyarakat namun ternyata tradisi tersebut memiliki dampak yang negatif bagi
derajat kesehatan masyarakatnya. Misalnya, cara masyarakat memandang tentang konsep sehat
dan sakit dan persepsi masyarakat tentang penyebab terjadinya penyakit disuatu masyarakat akan
berbeda-beda tergantung dari kebudayaan yang ada dalam masyarakat tersebut.
Sosial budaya yang mempengaruhi kesehatan adalah pandangan suatu masyarakat
terhadap tindakan yang mereka lakukan ketika mereka mengalami sakit, ini akan sangat
dipengaruhi oleh budaya, tradisi, dan kepercayaan yang ada dan tumbuh dalam masyarakat
tersebut. Misalnya masyarakat yang sangat mempercayai dukun yang memiliki kekuatan gaib
sebagai penyembuh ketika mereka sakit, dan bayi yang menderita demam atau diare berarti
pertanda bahwa bayi tersebut akan pintar berjalan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa social budaya
sangat mempengaruhi kesehatan baik itu individu maupun kelompok.
Dalam kajian sosial budaya perawatan paliatif bertujuan untuk mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya, meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dalam
menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang mengancam
kehidupan.Perawatan paliatif adalah pendekatan yangbertujuan memperbaiki kualitas hidup
pasien dan keluarga yang menghadapi masalah berhubungan dengan penyakit yang dapat
mengancam jiwa, melalui pencegahan dan membantu meringankan penderitaan, identifikasi dini
dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah lain baik fisik, psikososial dan
spiritual (WHO 2011).
Menurut Kepmenkes RI No 812 (2007), jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi
tatalaksana nyeri, tatalaksana keluhan fisik lain, asuhan keperawatan, dukungan psikologis,
sosial, kultural dan spiritual serta dukungan persiapan dan selama masa dukacita.
Kualitas perawatan paliatif menurut National Consensus Project (2009) merupakan
sebuah pendekatan umum untuk perawatan pasien yang harus secara rutin terintegrasi dengan
penyakit, modifikasi terapi dan berkembangnya praktek spesialis untuk dokter, perawat, pekerja
sosial, ulama dan memiliki keahlian yang diperlukan untuk mengoptimalkan kualitas hidup bagi
mereka yang memiliki penyakit kronis yang mengancam atau melemahkan hidup,meliputi
struktur dan proses perawatan, aspek: fisik, psikologis dan psikiatris,sosial, spiritual dan agama,
budaya,perawatan menjelang ajal dan etika dan hukum.
Fitzpatrick (1993) menyampaikan bahwa prinsip penerapan aspek budaya dalam
pelayanan perawatan dapat membantu, menfasilitasi, mengadaptasi serta mengubah pola gaya
hidup atau kesehatan pasien yang bermakna atau menguntungkan, sedangkan Bastable (2002)
mengemukakan bahwa perawat yang kompeten harus peka terhadap budaya. Menurut Dein
(2006) perawatan paliatif harus sensitif terhadap budaya, sehingga dapat menyadari dan
memenuhi kebutuhan pasien. Demikian juga Owens (2004), mengemukakan tantangan yang
dihadapi dalam perawatan paliatif yaitu mengembangkan praktek penerapan budaya yang
kompeten bagi pasien dengan penyakit kanker, penyakit kronis dan penyakit terminal.
Pemahaman budaya penting untuk perawatan holistik dan individual (Oliviere, 1999).
Jika pengetahuan budaya tertentu dapat diandalkan, diterapkan secara peka dan bertanggung
jawab dapat meningkatkan proses pengkajian pasien dari pertanyaan yang perlu ditanyakan
perawat (Hallenbeck, 1996). McNamara (1997) mengemukakan penggunakan budaya yang sama
akan sangat membantu dalam pemberian layanan kesehatan. Filosofi perawatan paliatif dengan
pendekatan budaya dapat memberikan pelayanan holistik: fisik, psikologis, sosial dan spiritual
secara individual (Diver, 2003). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa budaya
memegang peranan penting dalam perawatan paliatif, pengkajian dapat terfokus pada pertanyaan
yang diperlukan pasien sehingga pasien dapat menyampaikan permasalahan yang dimiliki serta
diharapkan dapat menangani masalah fisik,psikologis, sosial, spiritual dan kualitas hidup pasien.
Perawatan paliatif selama ini di Indonesia masih mengacu pada teori dan kondisi dari Barat,
belum mengaplikasikan secara nyata asuhan keperawatan dengan nilai-nilai budaya setempat.
1) Kajian Sosial Budaya Tentang Perawatan Paliatif
Salah satu faktor yang menentukan kondisi kesehatan masyarakat adalah perilaku
kesehatan masyarakat itu sendiri. Dimana proses terbentuknya perilaku ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Salah satunya adalah faktor sosial budaya, bila faktor tersebut telah tertanam
dan terinternalisasi dalam kehidupan dan kegiatan masyarakat ada kecenderungan untuk
merubah perilaku yang telah terbentuk tersebut sulit untuk dilakukan.
Untuk itu, untuk mengatasi dan memahami suatu masalah kesehatan diperlukan
pengetahuan yang memadai mengenai budaya dasar dan budaya suatu daerah. Sehingga dalam
kajian sosial budaya tentang perawatan paliatif bertujuan untuk mencapai derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya,meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi masalah
yang berhubungan dengan penyakit yang mengancam kehidupan.
2) Budaya Masyarakat Tentang Pengobatan Pada Penyakit Paliatif .
Pemahaman masyarakat terhadap hal-hal yang dipercayai secara turun-temurun
merupakan bagian dari kearifan lokal yang sulit untuk dilepaskan. Hingga pemahaman magis
yang irasional terhadap pengobatan melalui dukun sangat dipercayai oleh masyarakat. Peranan
budaya dan kepercayaan yang ada dimasyarakat itu diperkuat oleh rendahnya tingkat pendidikan
dan tingkat ekonomi. Misalnya, kanker payudara merupakan penyakit yang mematikan. Jumlah
penderitanya pun tak sedikit. Sayang, banyak penderita justru memilih ke dukun alias
pengobatan alternatif. Ujung-ujungnya, malah bertambah parah.Banyak penderita yang baru
berobat ke dokter setelah menderita kanker payudara stadium tinggi.
Selain itu, fenomena dukun Ponari sempat menyita perhatian masyarakat Indonesia
beberapa tahun yang lalu, cerita kemunculan dukun Ponari dengan batu saktinya sebagai media
penyembuhan dengan cara di celupkan ke air. Kabar tentang kehebatan ponari ini terus meluas
hingga menyebabkan jumlah pasien yang berobat kerumah Ponari dari hari kehari semakin
meningkat. Tindakan masyarakat yang datang ke Dukun Ponari itu tidak terlepas dari peran
budaya yang ada di masyarakat kita terhadap hal-hal yang bersifat mistis. Percaya terhadap
kesaktian batu yang dimiliki Ponari itu merupakan sebuah budaya yang mengakar dan bertahan
dimasyarakat sebagai bagian dari kearifan lokal.
BAB 3
PENUTUP
3.1.Kesimpulan.
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
kehidupan pasien dan keuarganya dalam menghadapi masalah masalah yang berhubungan
dengan penyakit yang mengancam jiwa, dengan mencegah dan meringankan penderitaan melalui
identifikasi awal serta terapi dan masalah lain, fisik, psikososial dan spirittual.
Perilaku manusia dalam menghadapi masalah kesehatan merupakan suatu tingkah laku
yang selektif, terencana, dan tanda dalam suatu sistem kesehatan yang merupakan bagian dari
budaya masyarakat yang bersangkutan. Perilaku tersebut terpola dalam kehidupan nilai sosial
budaya yang ditujukan bagi masyarakat tersebut. Perilaku merupakan tindakan atau kegiatan
yang dilakukan seseorang dan sekelompok orang untuk kepentingan atau pemenuhan kebutuhan
tertentu berdasarkan pengetahuan, kepercayaan, nilai, dan norma kelompok yang bersangkutan.
Kebudayaan kesehatan masyarakat membentuk, mengatur, dan mempengaruhi tindakan
atau kegiatan individu-individu suatu kelompok sosial dalam memenuhi berbagai kebutuhan
kesehatan baik yang berupa upaya mencegah penyakit maupun menyembuhkan diri dari
penyakit. Oleh karena itu dalam memahami suatu masalah perilaku kesehatan harus dilihat
dalam hubungannya dengan kebudayaan, organisasi sosial, dan kepribadian individu-individunya
terutama dalam paliatif care.
DAFTAR PUSTAKA

Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.


Kementerian Kesehatan RI (2013) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
312/Menkes/SK/IX/2013 tentang Daftar Obat Esensial Nasional 2013. Kementerian
Kesehatan RI, Jakarta.
National Consensus Project for Quality Palliative Care. (2013). Clinical Practice
Guidelines for Quality Palliative Care, Third Edition. USA: National Consensus
Project for Quality Palliative Care.
Doyle, Hanks and Macdonald, 2003. Oxford Textbook of Palliative Medicine.
Oxford MedicalPublications (OUP) 3 rd edn 2003.

Coyle, N. (Eds.) (2007). Textbook of palliative nursing, 2nd ed.New York, NY:Oxford
University Press

Woodruff Asperula Melbourne 4th edn 2004. Standards for Providing Quality Palliative
Care forall Australians. Palliative Care Australia.Palliative Medicine

Anda mungkin juga menyukai