Anda di halaman 1dari 58

TUGAS MANDIRI

MAKALAH PENGARUH SOSIAL BUDAYA


MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN

NAMA : YOHANES GAJI

PRODI : KEPERAWATAN GIGI

POLTEKES KEMENKES KUPANG


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas rahmat dan
berkat-Nya yang melimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Judul makalah ilmiah ini yang penulis ambil adalah “Pengaruh Sosial Budaya Masyarakat
Terhadap Kesehatan”.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu metode
pembelajaran bagi Mahasiswa/i “RPL POLTEKES KEMENKES KUPANG PRODI
KEPERAWATAN GIGI” dalam memenuhi tugas. Ucapan terimakasih tidak lupa penulis
sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas karya tulis ilmiah ini, diantaranya :
1. Bapak Ferdnan Fankari.S.Sit,M.Kes.selaku dosen mata kuliah
2. Bapak Melkisedek O.Nubatonis,SKM,MDSC.selaku dosen pembimbing.
3. Istri tercinta yang selalu medukung dan mendorong
4. Teman – teman yang telah membantu dan bekerjasama sehingga tersusun makalah ini.
Semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi dalam pembuatan karya
tulis ilmiah ini yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari atas kekurangan kemampuan penulis dalam pembuatan karya tulis ilmiah
ini, sehingga akan menjadi suatu kehormatan besar bagi penulis apabila mendapatkan kritikan
dan saran yang membangun agar karya tulis ilmiah ini sehingga selanjutnya akan lebih baik
dan sempurna serta komprehensif.
Demikian akhir kata dari penulis, semoga makalah ilmiah ini bermanfaat bagi semua
pihak dan sebagai media pembelajaran budaya khususnya dalam segi teoritis sehingga dapat
membuka wawasan ilmu budaya serta akan menghasilkan yang lebih baik di masa yang akan
datang.

Nagekeo, 13 November 2017

Penulis
YOHANES GAJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang banyak membawa
perubahan terhadap kehidupan manusia baik dalam hal perubahan pola hidup maupun tatanan
sosial termasuk dalam bidang kesehatan yang sering dihadapkan dalam suatu hal yang
berhubungan langsung dengan norma dan budaya yang dianut oleh masyarakat yang
bermukim dalam suatu tempat tertentu.
Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peranan penting dalam
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan sosial budaya dalam
masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah
mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir. Perubahan sosial dan budaya bisa
memberikan dampak positif maupun negatif.
Hubungan antara budaya dan kesehatan sangatlah erat hubungannya, sebagai salah satu
contoh suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan dengan cara pengobatan
tertentu sesuai dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau kultur dapat membentuk kebiasaan
dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa memandang
tingkatannya. Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya
mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka mengerti tentang proses terjadinya
suatu penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan atau budaya yang dianut hubungannya
dengan kesehatan
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kesehatan?
2. Bagaimana hubungan kebudayaan dan pengobatan tradisional?
3. Bagaimana konsep sehat dan sakit menurut budaya masyarakat?
4. Apa faktor pendorong dan penghambat?
5. Bagaimana solusi peranan pengobatan tradisional dalam pelayanan kesehatan?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian kesehatan.
2. Untuk mengetahui Bagaimana hubungan kebudayaan dan pengobatan tradisional.
3. Untuk mengetahui Bagaimana konsep sehat dan sakit menurut budaya masyarakat.
4. Untuk mengetahui faktor pendorong dan penghambat.
5. Untuk mengetahui Bagaimana Solusi Peranan pengobatan tradisional dalam pelayanan
kesehatan.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesehatan
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pemeliharaan kesehatan adalah
upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan,
pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan. Pendidikan kesehatan
adalah proses membantu sesorang, dengan bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara
kolektif, untuk membuat keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang
mempengaruhi kesehatan pribadinya dan orang lain.
Definisi yang bahkan lebih sederhana diajukan oleh Larry Green dan para koleganya
yang menulis bahwa pendidikan kesehatan adalah kombinasi pengalaman belajar yang
dirancang untuk mempermudah adaptasi sukarela terhadap perilaku yang kondusif bagi
kesehatan. Data terakhir menunjukkan bahwa saat ini lebih dari 80% rakyat Indonesia tidak
mampu mendapat jaminan kesehatan dari lembaga atau perusahaan di bidang pemeliharaan
kesehatan, seperti Askes, Taspen, dan Jamsostek. Golongan masyarakat yang dianggap
'teranaktirikan' dalam hal jaminan kesehatan adalah mereka dari golongan masyarakat kecil
dan pedagang. Dalam pelayanan kesehatan, masalah ini menjadi lebih pelik, berhubung
dalam manajemen pelayanan kesehatan tidak saja terkait beberapa kelompok manusia, tetapi
juga sifat yang khusus dari pelayanan kesehatan itu sendiri.
UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan
ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh
terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa
merupakanbagian integral kesehatan.
B. Kebudayaan dan Pengobatan Tradisional
Masing-masing kebudayaan memiliki berbagai pengobatan untuk penyembuhan
anggota masyarakatnya yang sakit. Berbeda dengan ilmu kedokteran yang menganggap
bahwa penyebab penyakit adalah kuman, kemudian diberi obat antibiotika dan obat tersebut
dapat mematikan kuman penyebab penyakit. Pada masyarakat tradisional, tidak semua
penyakit itu disebabkan oleh penyebab biologis. Kadangkala mereka menghubung-
hubungkan dengan sesuatu yang gaib, sihir, roh jahat atau iblis yang mengganggu manusia
dan menyebabkan sakit.
Banyak suku di Indonesia menganggap bahwa penyakit itu timbul akibat guna-guna.
Orang yang terkena guna-guna akan mendatangi dukun untuk meminta pertolongan. Masing-
masing suku di Indonesia memiliki dukun atau tetua adat sebagai penyembuh orang yang
terkena guna-guna tersebut. Cara yang digunakan juga berbeda-beda masing-masing suku.
Begitu pula suku-suku di dunia, mereka menggunakan pengobatan tradisional masing-masing
untuk menyembuhkan anggota sukunya yang sakit.
Suku Azande di Afrika Tengah mempunyai kepercayaan bahwa jika anggota sukunya
jari kakinya tertusuk sewaktu sedang berjalan melalui jalan biasa dan dia terkena penyakit
tuberkulosis maka dia dianggap terkena serangan sihir. Penyakit itu disebabkan oleh serangan
tukang sihir dan korban tidak akan sembuh apabila tidak segera berobat ke tukang sihir.
Orang Kwakuit di bagian barat Kanada percaya bahwa penyakit dapat disebabkan oleh
dimasukkannya benda asing ke dalam tubuh dan yang terkena dapat mencari pertolongan ke
dukun. Dukun itu biasa disebut Shaman. Dengan suatu upacara penyembuhan maka Shaman
akan mengeluarkan benda asing itu dari tubuh pasien.1
C. Konsep Sehat dan Sakit Menurut Budaya Masyarakat
Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada
faktor–faktor lain diluar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial
budaya. Kedua pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat
dipahami dalam konteks pengertian yang lain.
Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, dan lain-lain bidang
ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit
ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang
berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan
baik secara biologis, psikologis maupun sosio budaya.
Definisi sakit: seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun
(kronis), atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya
terganggu. Walaupun seseorang sakit (istilah sehari -hari) seperti masuk angin, pilek, tetapi
bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia di anggap tidak sakit.2[2]

1[1]Uciha Itachi , Pengaruh Nilai Sosial Budaya Terhadap Keshatan, 2012 http://macrofag.blogspot.com/ di akses tanggal
04 April 2013 Jam 03.38.

2[2]Robertha Natalia Gracia, Hubungan Aspek Sosial Terhadap Pembangunan Kesehatan, 2010
http://roberthanatalia.blogspot.com/ di akses tanggal 04 April 2013 Jam 03.38.
Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan resultante dari berbagai
masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia, social budaya,
perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya. Derajat kesehatan masyarakat yang
disebut sebagai psycho socio somatic health well being , merupakan resultante dari 4 faktor
yaitu:
1. Environment atau lingkungan.
2. Behaviour atau perilaku, Antara yang pertama dan kedua dihubungkan dengan
ecological balance.
3. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk, dan
sebagainya.
4. Health care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif, promotif,
kuratif, dan rehabilitatif.
Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang paling
besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat.
Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangat dipengaruhi oleh faktor -faktor
seperti kelas social, perbedaan suku bangsa dan budaya. Maka ancaman kesehatan yang sama
(yang ditentukan secara klinis), bergantung dari variable-variabel tersebut dapat
menimbulkan reaksi yang berbeda di kalangan pasien.
Istilah sehat mengandung banyak muatan kultural, social dan pengertian profesional
yang beragam. Dulu dari sudut pandangan kedokteran, sehat sangat erat kaitannya dengan
kesakitan dan penyakit. Dalam kenyataannya tidaklah sesederhana itu, sehat harus dilihat dari
berbagai aspek. WHO melihat sehat dari berbagai aspek. WHO mendefinisikan pengertian
sehat sebagai suatu keadaan sempurna baik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan social
seseorang. Sebatas mana seseorang dapat dianggap sempurna jasmaninya?
Oleh para ahli kesehatan, antropologi kesehatan di pandang sebagai disiplin biobudaya
yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari tingkah laku
manusia, terutama tentang cara-cara interaksi antara keduanya sepanjang sejarah kehidupan
manusia yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit. Penyakit sendiri ditentukan oleh
budaya: hal ini karena penyakit merupakan pengakuan sosial bahwa seseorang tidak dapat
menjalankan peran normalnya secara wajar.
Seorang pengobat tradisional yang juga menerima pandangan kedokteran modern,
mempunyai pengetahuan yang menarik mengenai masalah sakit-sehat. Baginya, arti sakit
adalah sebagai berikut: sakit badaniah berarti ada tanda-tanda penyakit di badannya seperti
panas tinggi, penglihatan lemah, tidak kuat bekerja, sulit makan, tidur terganggu, dan badan
lemah atau sakit, maunya tiduran atau istirahat saja.3[3]
Persepsi masyarakat mengenai terjadinya penyakit berbeda antara daerah yang satu
dengan daerah yang lain, karena tergantung dari kebudayaan yang ada dan berkembang
dalam masyarakat tersebut. Persepsi kejadian penyakit yang berlainan dengan ilmu kesehatan
sampai saat ini masih ada di masyarakat; dapat turun dari satu generasi ke generasi
berikutnya dan bahkan dapat berkembang luas.
Berikut ini contoh persepsi masyarakat tentang penyakit malaria, yang saat ini masih
ada di beberapa daerah pedesaan di Papua (Irian Jaya). Makanan pokok penduduk Papua
adalah sagu yang tumbuh di daerah rawa -rawa. Selain rawa-rawa, tidak jauh dari mereka
tinggal terdapat hutan lebat. Penduduk desa tersebut beranggapan bahwa hutan itu milik
penguasa gaib yang dapat menghukum setiap orang yang melanggar ketentuannya.
Pelanggaran dapat berupa menebang, membabat hutan untuk tanah pertanian, dan lain-lain
akan diganjar hukuman berupa penyakit dengan gejala demam tinggi, menggigil, dan muntah.
Penyakit tersebut dapat sembuh dengan cara minta ampun kepada penguasa hutan, kemudian
memetik daun dari pohon tertentu, dibuat ramuan untuk di minum dan dioleskan ke seluruh
tubuh penderita. Dalam beberapa hari penderita akan sembuh.
Persepsi masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan ditentukan dari penuturan
sederhana dan mudah secara turun temurun. Misalnya penyakit akibat kutukan Allah,
makhluk gaib, roh-roh jahat, udara busuk, tanaman berbisa, binatang, dan sebagainya. Pada
sebagian penduduk Pulau Jawa, dulu penderita demam sangat tinggi diobati dengan cara
menyiram air di malam hari. Air yang telah diberi ramuan dan jampi-jampi oleh dukun dan
pemuka masyarakat yang disegani digunakan sebagai obat malaria.
D. Faktor Pendorong Dan Penghambat
a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pengobatan dalam Masyarakat
Perilaku yang dinyatakan di atas adalah berkaitan dengan upaya atau tindakan individu ketika
sedang sakit atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini bisa melalui dengan cara mengobati
sendiri sehingga mencari pengobatan ke luar negeri.
Menurut Blum(1974) yang dipetik dari Notoadmodjo(2007), faktor lingkungan merupakan
faktor utama yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat manakala
faktor perilaku pula merupakan faktor yang kedua terbesar. Disebabkan oleh teori ini, maka

3[3] Supardi, S., Feby Nurhadiyanto Arief, Sabarijah WittoEng. 2003. Penggunaan Obat Tradisional Buatan Pabrik dalam
Pengobatan Sendiri di Indonesia. Jurnal bahan alam Indonesia, Volume 2 Nomor4, halaman 136-141.
kebanyakan intervensi yang dilakukan untuk membina dan meningkatkan lagi kesehatan
masyarakat melibatkan kedua faktor ini. Menurut Notoadmodjo juga mengatakan mengikut
teori Green(1980), perilaku ini dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu:
1. Faktor predisposisi yang mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap
kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kesehatan, sistem nilai yang dianuti masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat
sosial ekonomi dan sebagainya.
2. Faktor pemungkin yang mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas
kesehatan bagi masyarakat contohnya fasilitas pelayanan kesehatan.
3. Faktor penguat pula mencakup pengaruh sikap dan perilaku tokoh yang dipandang
tinggi oleh masyarakat contohnya tokoh masyarakat dan tokoh agama, sikap dan
perilaku para petugas yang sering berinteraksi dengan masyarakat termasuk petugas
kesehatan. Selain itu, faktor undang-undang dan peraturan-peraturan yang terkait
dengan kesehatan juga termasuk dalam faktor ini.4[4]
Aspek sosial (mitos) yang berkembang di masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan anak :
1. Dukun sebagai penyembuh
Masyarakat pada beberapa daerah beranggapan bahwa bayi yang mengalami kejang-
kejang disebabkan karena kemasukan roh halus, dan dipercaya hanya dukun yang
dapat menyembuhkannya.
2. Timbulnya penyakit sebagai pertanda
Contoh Demam atau diare yang terjadi pada bayi dianggap pertanda bahwa bayi
tersebut akan bertambah kepandaiannya, seperti sudah bisa untuk berjalan.
3. Kesehatan anak juga dipengaruhi oleh faktor budaya dan sosial.
Dimana hingga kini masyarakat baik di perkotaan maupun pedesaan masih
menjalankan kepercayaan tersebut. Hal tersebut disebabkan karena kebiasaan yang
telah turun temurun terjadi .
Tetapi ada baiknya jika masyarakat juga mempertimbangkan dengan pemahaman menurut
para medis karena para medis lebih memahami tentang mana yang baik dalam tumbuh
kembang kesehatan anak.

4[4] Supardi, S., Mulyono Notosiswoyo, Nani Sukasediati, Winarsih, Sarjaini Jamal, M.J Herman. 1997. Laporan Penelitian
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Obat dan Obat Tradisional Dalam Pengobatan Sendiri di Pedesaan.
Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi Badan Litbangkes, 52 hlm.
b. Faktor Penghambat Pengobatan Dalam Masyarakat
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi usaha atau proses pengobatan dalam
masyarakat. Faktor – faktor ini bisa terjadi dan muncul dari dalam diri sendiri atau dari
lingkungan sekitarnya.
1. Faktor dari dalam diri :
 Rendahnya pengetahuan dari seseorang sangat berpengaruh dalam
tindakanya untuk menggambil keputusan dalam berobat bagi dirinya atau
keluarganya.
 Kurangnya pergaulan terhadap sesama yang berpengetahuan lebih tinggi
tentang ilmu kesehatan
 Kurang kesadaran dari seseorang untuk mengubah perilaku agar bisa
berubah kearah yang lebih baik.
2. Faktor dari lingkungan
 Kurangnya fasilitas dan tenaga kesehatan ditempat domisili
 Topografi yang menyulitkan transportasi dan komunikasi
Jika faktor – faktor diatas tidak teratasi maka akan berakibat fatal bagi masyarakat.
E. Solusi Peranan pengobatan tradisional dalam pelayanan kesehatan.
Kebijakan peningkatan peran pengobatan tradisional dalam system pelayanan kesehatan,
yaitu :
1. Pengobatan tradisional perlu dikembangkan dalam rangka peningkatan peran serta
masyarakat dalam pelayanan kesehatan primer.
2. Pengobatan tradisional perlu dipelihara dan dikembangkan sebagai warisan budaya
bangsa, namun perlu membatasi praktek-praktek yang membahayakan kesehatan.
3. Dalam rangka peningkatan peran pengobatan tradisional, perlu dilakukan
penelitian, pengujian dan pengembangan obat-obatan dan car-cara pengobatan
tradisional.
4. Pengobatan tradisional sebagai upaya kesehatan nonformal tidak memerlukan izin,
namun perlu pendataan untuk kemungkinan pembinaan dan pengawasannya.
Masalah pendaftaran masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
5. Pengobatan tradisional yang berlandaskan pada cara-cara organobiologik, setelah
diteliti, diuji dan diseleksi dapat diusahakan untuk menjadi bagian program
pelayanan kesehatan primer. Contoh : dukun bayi, tukang gigi, dukun patah tulang.
Sedangkan cara-cara psikologik dan supranatural perlu diteliti lebih lanjut,
sebelum dapat dimanfaatkan dalam program.
6. Pengobatan tradisional tertentu yang mempunyai keahlian khusus dan menjadi
tokoh masyarakat dapat dilibatkan dalam upaya kesehatan masyarakat, khususnya
sebagai komunikator antara pemerintah dan masyarakat.5[5]

5[5] Sugeng, Dwi. Pengobatan Alternatif. Yogyakarta: PT. Media Abadi. (2007). Hal 27
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Untuk menyimpulkan pandangan-pandangan mengenai pengobatan tradisional, saya
yakin bahwa jika di nilai dari banyak fungsi yang di harapkan dapat memenuhi oleh
pengobatan dan keterbatasan yang ada pada penelitian medis yang sistematik dalam
masyarakat tersebut, maka system-sistem medis tradisional, yang di lihat sebagai sarana
adaptif, telah berhasil dengan baik. Mereka telah muncul sejak ribuan tahun yang lalu, telah
memberikan harapan dan penyembuhan kepada yang sakit, mereka menangani juga penyakit-
penyakit sosial, dan mereka telah memberikan sumbangan terhadap penambahan populasi
dunia secara lambat.
Saya juga percaya bahwa beda dengan pengobatan ilmiah ,baik dari aspek-aspek
preventif dan , klinisnya, serta semua kekurangan dalm perawatan kesehatannya maka
pengobatan tradisional adalah cara kurang memuaskan dalam memenuhi kebutuhan
kesehatan dari penduduk masa kini. Hal ini bukanlah merupakan penilaian kami saja
melainkan keputusan para penilai utama, konsumen-konsumen tradisional yang semakin
meningkat dalam memilih antara pengobatanya sendiri dengan pengobatanya ilmiah lain.

B. Saran
Saya sebagai penulis dapat berharap kepada para pembaca, setelah membaca makalah
ini,Para pembaca apalagi para mahasiswa keperawatan dapat mengaplikasikanya nanti.Dapat
mengetahui bagaimana system medis tradisional ,apalagi sisi positif dan negatif dari
pengobatan system tradisional tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Uciha Itachi , 2013 Pengaruh Nilai Sosial Budaya Terhadap Keshatan, 2012
http://macrofag.blogspot.com/
Robertha Natalia Gracia, 2010 Hubungan Aspek Sosial Terhadap Pembangunan Kesehatan,
http://roberthanatalia.blogspot.com/
Supardi, S., Feby Nurhadiyanto Arief, Sabarijah WittoEng. 2003. Penggunaan Obat
Tradisional Buatan Pabrik dalam Pengobatan Sendiri di Indonesia. Jurnal bahan alam
Indonesia, Volume 2 Nomor4.
Supardi, S., Mulyono Notosiswoyo, Nani Sukasediati, Winarsih, Sarjaini Jamal, M.J Herman.
1997. Laporan Penelitian Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Obat dan Obat
Tradisional Dalam Pengobatan Sendiri di Pedesaan. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Farmasi Badan Litbangkes.
Supardi, S., Feby Nurhadiyanto Arief, Sabarijah WittoEng. 2003. Penggunaan Obat
Tradisional Buatan Pabrik dalam Pengobatan Sendiri di Indonesia. Jurnal bahan alam
Indonesia, Volume 2.
Sugeng, Dwi. (2007). Pengobatan Alternatif. Yogyakarta: PT. Media Abadi.
FAKTOR-FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU
MENCARI PENGOBATAN

Apr11

Konsep Perilaku

Berbicara tentang perilaku manusia itu selalu unik. Artinya tidak sama antar dan

inter manusianya baik dalam hal kepandaian, bakat, sikap, minat maupun kepribadian.

Manusia berperilaku atau beraktifitas karena adanya kebutuhan untuk mencapai suatu

tujuan. Dengan adanya need atau kebutuhan dalam diri seseorang maka akan muncul

motivasi atau penggerak. (Widayatun, 2009).

Definisi perilaku menurut kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tanggapan atau

reaksi individu yang terwujud digerakan (sikap), tidak saja badan atau ucapan. (Kaunang,

2009).

Perilaku diartikan sebagai suatu aksi reaksi organisme terhadap lingkungannya.

Perilaku baru terjadi apabila sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni

yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau

perilaku tertentu. (Qym, 2009).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku terbentuk melalui suatu proses

tertentu, dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya. Faktor-faktor

yang memegang peranan didalam pembentukan perilaku dapat dibedakan menjadi 2

faktor yakni faktor intern dan faktor ekstern. (Notoatmodjo, 2003).


Perilaku kesehatan merupakan respon seseorang atau organisme terhadap stimulus

atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan,

makanan dan minuman, serta lingkungan. (Syamrilaode, 2011).

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku

Perilaku merupakan respon dari stimulus (rangsangan dari luar). Faktor-faktor yang

membedakan respon terhadap stimulus disebut determinan perilaku. Determinan perilaku

dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal

yaitu karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan misalnya

tigkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya. Faktor ekternal yaitu

lingkungan, baik lingkungan fisik, fisik, ekonomi, politik dan sebagainya. (Anonim,

2011).

Perilaku adalah totalitas penghayatan dan aktifitas seseorang yang merupakan hasil

bersama atau resultanre antara berbagai faktor, baik faktor internal maupun faktor

eksternal. Dengan kata lain perilaku manusia sangatlah kompleks dan mempunyai

bentangan yang sangat luas. (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Ghana (2008) perilaku manusia dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor

eksternal. Faktor internal adlah faktor yang ada dalam dirinya yaitu ras/ keturunan, jenis

kelamin, sifat fisik, kepribadian, bakat dan intelegensia. Sedangkan faktor eksternalnya

antara lain pendidikan, agama, kebudayaan, lingkungan dan sosial ekonomi.

Menurut Anderson R (1968) dalam behavioral model of families use of health

services, perilaku orang sakit berobat ke pelayanan kesehatan secara bersama-sama


dipengaruhi oleh faktor predisposisi (usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan), faktor

pemungkin (ekonomi keluarga, akses terhadap sarana pelayanan kesehatan yang ada dan

penanggung biaya berobat) dan faktor kebutuhan (kondisi individu yang mencakup

keluhan sakit). (Supardi dkk, 2011).

Menurut J. Winardi (2001), perilaku tidak hanya dideterminasi oleh keinginan saja,

akan tetapi perilaku juga dipengaruhi juga oleh lingkungan, pengetahuan, persepsi,

norma-norma social, sikap-sikap dan mekanisme-mekanisme pertahanan.

Ruang Lingkup Perilaku

Benjamin Bloom, seorang psikolog pendidikan, membedakan adanya 3 bidang

perilaku yakni kognitif, afektif dan psikomotor. Kemudian dalam perkembangannya,

domain perilaku yang diklasifikasikan oleh Bloom dibagi menjadi 3 tingkat yaitu

pengetahuan, sikap dan tindakan. (Wikipedia, 2011).

1 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. (Notoatmodjo, 2003).

Menurut teori WHO, pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman sendiri

atau pengalaman orang lain. (Bascom, 2009).

Notoatmodjo (2003), membagi pengetahuan dalam 6 tingkatan yaitu tahu,

memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.

a. Tahu
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajarinya, seperti

mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangtan yang telah diterima.

b. Memahami

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar.

c. Aplikasi

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real.

d. Analisis

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi/ suatu obyek

kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan

masih ada aitannya satu sama lain.

e. Sintesis

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhanyag baru.

f. Evaluasi

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek.


2 . Sikap

Menurut Wikipedia (2011), sikap merupakan respon tertutup seseorang

terhadap stimulus atau obje tertentu yang melibatkan faktor pendapat yang

bersangkutan.

Sikap menggambarkan suka atau tidak suka terhadap objek, sikap sering

diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. (Bascom,

2009).

Newcomb, salah seorang ahli psikologis social, menyatakan bahwa sikap itu

merupakan kesiapan atau esediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan

pelaksanaan motif-motif. Tertentu. (Notoadmojo, 2003).

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:

a. Menerima

Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus

yang diberikan objek.

b. Merespon

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas

yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

c. Menghargai

Mengajak orang lain untuk mengerjakan dan mendiskusikan suatu masalah.

d. Bertanggung jawab
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala

resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung.

3.Praktik atau Tindakan

Tindakan ini merujuk pada perilaku yang dideskripsikan dalam bentuk tindakan

yang merupakan bentuk nyata dari pengetahuan dan sikap yang telah dimiliki.

(Wikipedia, 2011).

Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yata diperlukan faktor-faktor

pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.

Disamping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan dari pihak lain.

(Notoatmojo, 2003).

a. Persepsi

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan

diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

b. Respon terpimpin

Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.

c. Mekanisme

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu sesuai denagn benar secara

otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.

d. Adopsi
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

Sarana Pengobatan Masyarakat

Sebagian besar masyarakat hampir tidak pernah lepas dari pelayanan sekaligus

mengharapkan adanya pelayanan yang memuaskan. Untuk memenuhi kebutuhannya

manusia berusaha tidak langsung melalui aktifitas orang lain. Seperti yang dikatakan oleh

AS. Moenir (1998) proses pemenuhan kebutuhan melalui aktifitas orang lain langsung

disebut pelayanan. (Anonim, 2011).

Sedangkan J.S Poerwadarminta melihat pelayanan sebagai melakukan perbuatan,

melayani apa yang diperlukan dan diharapkan oleh orang lain dengan bantuan pihak lain

yang menyediakan sesuatu diperlukan oleh orang lain tersebut. (Anonim, 2011).

Pelayanan kesehatan merupakan salah satu aspek yang berperan dalam penciptaan

derajat kesehatan yanbg merata kepada seluruh masyarakat. Sesuai dengan tujuasn

penyelenggaraan pembangunan kesehatan yaitu terwujudnya masyarakat yang mandiri

untuk menggapai pelayanan kesehatan dan perilaku hidup sehat. (Syaer, 2010).

Sumber pengobatan di Indonesia menurut Kalangie (1984), mencakup 3 sektor

yang saling berkaitan yaitu pengobatan rumah , tangga atau

pengobatan dirumah, pengobatan tradisional dan juga pengobatan medis professional

(praktek tenaga kesehatan, poli klinik, puskesmas dan rumah sakit). (Supardi dkk, 2011).

1. Rumah Sakit
Rumah sakit adalah sebuah institusi perawatan kesehatan professional yang

pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat dan tenaga ahli kesehatan lainnya.

(Wikipedia, 2011).

Sementara menurut Siregar (2003) menyatakan rumah sakit adalah suatu

organisasi yang kompleks, menggunakan gabungan ilmiah khusus dan rumit, dan

difungsikan untuk berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam

menghadapi dan menangani masalah medik modern, yang semuanya terikat

bersama-sama dalam maksud yang sama, untuk pemulihan dan pemeliharaan

kesehatan yang baik. (Ujang Ketul, 2009).

Berikut merupakan tugas dan fungsi Rumah Sakit menurut Wikipedia (2011):

a. Melaksanakan pelayanan medis, pelayanan penunjang medis.

b. Melaksanakan pelayanan medis tambahan, pelayanan penunjang medis

tambahan.

c. Melaksanakan pelayanan kedokteran kehakiman.

d. Melaksanakan pelayanan medis khusus.

e. Melaksanakan pelayanan rujukan kesehatan.

f. Melaksanakan pelayanan kedokteran gigi.

g. Melaksanakan pelayanan kedokteran sosial.

h. Melaksanakan pelayanan penyuluhan kesehatan.

i. Melaksanakan pelayanan rawat jalan/ rawat darurat dan rawat tinggal.


j. Melaksanakan pelayanan rawat inap.

k. Melaksanakan pelayanan administrative.

l. Melaksanakan pendidikan para medis.

m. Melaksanakan pendidikan tenaga medis spesialis.

n. Membantu penelitian dan pengembangan kesehatan.

o. Membantu kegiatan penyelidikan epidemiologi.

Diseluruh dunia, ditemui keluhan adanya peningkatan biaya Rumah Sakit yang

tinggi, meningkat melampaui biaya-biaya lainnya. Di Philipina dilaporkan bahwa

banyak Rumah Sakit yang mengalami kesulitan biaya dan akan dijual. Masyarakat

tidak mampu lagi membayar. Hanya 20-30% rakyat yang mampu membayar Rumah

Sakit, sementara Rumah Sakit mendapat kesulitan untuk membayar gaji karyawan-

karyawannya. (Sulastomo, 2007).

Meskipun demikian, kenaikan biaya tidak sama diberbagai Negara. Tergantung

berbagai factor, antara lain tersedianya tempat tidur, system pelayanan kesehatan,

organisasi Rumah Sakit, manajemen atau system keuangan dan bahkan teknologi

yang diterapkan. (Sulastomo, 2007).

Ada 2 faktor penting yang mempengaruhi sektor Rumah sakit yaitu kekuatan

ekonomi pemerintah daerah dan kekuatan ekonomi masyarakat. Semakin tinggi

kemampuan pemerintah daerah, maka kemungkinan sumber pembiayaan untuk

kesehatan dari daerah akan semakin besar. Semakin tinggi kekuatan ekonomi
masyarakat maka dapat dilihat bahwa daya beli masyarakat terhadap pelayanan

kesehatan akan semakin besar.

2. Puskesmas

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan Kabupaten atau Kota

yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan disuatu

wilayah. (Syafrudin dkk, 2009).

Menurut Supriyanto (1998) bahwa pemanfaatan pelayanan Puskesmas adalah

penggunaan pelayanan yang telah diterima pada tempat atau pemberi pelayanan

kesehatan. (Syafruddin dkk, 2009).

Ada 2 faktor yang mempengaruhi persepsi dari masyarakat terhadap

pelayanan Puskesmas yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah

pengalaman pribadi dan manfaat akan keberadaan dari Puskesmas itu sendiri.

Sedangkan faktor ekstern meliputi hubungan sosial dalam pelayanan kesehatan

seperti sosialisasi kesehatan yang dilakukan oleh Puskesmas. (Anonim, 2011).

Menurut Syafruddin Syaer (2010), banyak faktor yang berperan dalam hal

pengunaan Puskesmas. Faktor tersebut dikelompokkan dalam 2 kelompok yaitu

yang bersal dari puskesmas itu sendiri dan faktor yang berasal dari masyarakat.

Faktor yang berasal dari Puskesmas meliputi faktor tenaga, perilaku petugas,

program pelayanan, fasilitas yang tersedia, letak Puskesmas dan sumber daya yang

tersedia. Sedangkan faktor dari masyarakat meliputi pendidikan, pendapatan, jarak

dan pekerjan.

Fungsi Puskesmas menurut Syarifuddin dkk (2009) ada 3 fungsi,


yaitu:

a. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan

Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan

pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha diwilayah

kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan.

b. Pusat pemberdayaan masyarakat

Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat,

keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran tingkat

pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

Upaya kesehatan Puskesmas menurut Syarifuddin Syaer (2010) terdiri dari:

a. Upaya kesehatan wajib

1) Upaya promosi kesehatan

2) Upaya kesehatan lingkungan

3) Upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana

4) Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular

5) Upaya pengobatan

b. Upaya kesehatan pengembangan

1) Upaya kesehatan sekolah


2) Upaya kesehatan lingkungan

3) Upaya perawatan kesehatan masyarakat

4) Upaya kesehatan kerja

5) Upaya kesehatan gigi dan mulut

6) Upaya kesehatan jiwa, mata dan usia lanjut

7) Upaya pembinaan dan pengobatan tradisional

Berdasarkan hasil penelitian Supardi dkk (2004) tentang faktor-faktor yang

berhubungan dengan perilaku pasien berobat ke Puskesmas dengan menggunakan

data sekunder SKRT 2004 dan Susenas 2004, didapatkan data karakteristik pasien

rawat jalan dan rawat inap di Puskesmas persentase terbesar berusia 26-35 tahun,

jenis kelamin perempuan, pendidikan SD (tidak tamat/tamat), belum bekerja/ tidak,

status ekonomi mampu menurut kategori pusat statistic (BPS), tempat tinggal

pedesaan dan tidak ada penanggung biaya berobat.

Pengobatan Sendiri/ Pengobatan Di Rumah

Pengobatan sendiri dalam pengertian umum adalah yang dilakukan orang

awam untuk menanggulangi sendiri keluhan sakitnya menggunakan obat, obat

tradisional, atau cara lain tanpa petunjuk tenaga kesehatan. Tujuan pengobatan

sendiri adalah untuk peningkatan kesehatan, pengobatan sakit ringan dan

pengobatan rutin penyakit kronis setelah perawatan dokter. Alasan pengobatan

sendiri adlah praktis dari segi waktu, kepercayaan terhadap obat tradisional,
masalah privasi, biaya lebih murah, jarak yang jauh ke pelayanan kesehatan dan

kurang puas terhadap pelayanan kesehatan. (Supardi dkk, 2011).

Perilaku penduduk yang memilih pengobatan dirumah penduduk yang berobat

jalan dalam kurun waktu setahun menurut Riskesdas 2007 sebesar 1,6% sementara

menurut data Susenas 2007 penduduk yang memilih berobat dirumah sebesar

57,7%, pengobatan medis 35,5% dan pengobatan trasdisional 6,8%. (Supardi dkk,

2011).

Menurut Supardi dkk (2011) karakteristik penduduk sakit yang memilih

pengobatan dirumah persentase terbesar adalah jenis kelamin perempuan, status

perkawinan cerai hidup/ mati, kelompok umur pralansia/ lansia, tidak bekerja, lokasi

tinggal dipedesaan dan jenis kebutuhan sakit malaria dan demam tipoid.

Pengobatan Tradisional

Pengobatan tradisional merupakan bentuk pelayanan pengobatan yang

menggunakan cara, alat atau bahan yang tidak termasuk dalam standar pengobatan

kedokteran modern dan dipergunakan sebagai alternative atau pelengkap

pengobatan kedokteran modern tersebut. (Kurniasari, 2011)

Ramuan tradisional adalah media pengobatan yang menggunakan tamanan

dengan kandungan bahan-bahan alamiah sebagai bahan bakunya. (Agromedia,

2008).

Kecendrungan meningkatnya penggunaan obat tradisional disadari pada

beberapa alasan yaitu harga obat-obatan buatan pabrik saat ini sudah semakin

mahal, efek samping yang ditimbulkan oleh obat tradisional sangat kecil dan
kandungan unsure kimia yang terkandung didalam obat tradisional sebenarnya

menjadi dasar pengobatan kedokteran modern. (Agromedia, 2008).

Dari hasil penelitian Herlina (2001) menunjukkan bahwa variabel sikap dan

pekerjaan berhubungan dengan pemilihan pengobatan alternative. Sementara umur,

pendidikan, pendapatan, pengetahuan dan keyakinan didak berhubungan dengan

pemilihan jenis pengobatan alternatif. Dari variabel-variabel tersebut, yang paling

dominant hubungannya dengan pemilihan jenis pengobatan alternatif adalah sikap.

Proporsi pengobatan alternatif yang memilih jenis ketrampilan adalah 62% yang

terdiri dari 49% ditolong oleh tukang pijat, 10% oleh tukang pijat refleksi dan 3%

oleh sinshe akupuntur. Sementara itu proporsi yang memilih pengobatan alternative

jenis ramuan obat adalah 38% terdiri dari ramuan 19%, penjual jamu 16%, tabib 2%

dan pengobatan dengan menggunakan pendekatan agama yang dipadukan dengan

ramuan 1%.

Umur

Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan dalam penyelidikan-

epidemiologi. Dengan cara ini orang dapat membacanya dengan mudah dan

melihat pola kesakitan atau kematian menurut golongan umur. . (Syafruddin dkk,

2009).

Untuk keperluan perbandingan maka WHO menganjurkan pembagian-

pembagian umur sebagai berikut (Syafruddin dkk, 2009):

a. Menurut tingkat kecerdasan


1) 0-14 tahun : Bayi dan anak-anak

2) 15-59 tahun : Orang muda dan orang dewasa

3) > 50 tahun : Orang tua

b. Interval 5 tahun

1) < 1 Tahun : 1-4 tahun

2) 5-9 Tahun

3) 10-14 tahun dan sebagainya

Menurut teori perkembangan psikososial Erikson, dikutip dari Whalley &

Wong’s (1999), tahap perkembangan manusia menurut umur di bagi dalam 8

tahapan. Tiga diantaranya berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut

(Maulana, 2008):

a. < 20 tahun

b. 21-35 tahun

c. > 35 tahun

Penelitian Supardi dkk (2011) mengatakan bahwa sebagian besar berusia

antara 26-35 tahun (28,8%) yang berobat ke Puskesmas dan proporsi penduduk

yang memilih berobat di rumah lebih banyak pada kelompok umur pra lansia atau

lansia.

Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan suatu akibat dari dimorfisme seksual, yang pada

manusia dikenal menjadi laki-laki dan perempuan. (Wikipedia, 2011).

Jenis kelamin dikaitkan pula dengan aspek gender, karena terjadi diferensiasi

peran sosial yang dilekatkan pada masing-masing jenis kelamin. Pada masyarakat

yang mengenal “machoisme”, umpamanya, seorang laki-laki diharuskan berperan

secara maskulin (“jantan” dalam bahasa sehari-hari) dan perempuan berperan

secara feminin. (Wikipedia, 2011).

Setiap masyarakat menekankan peran tertentu yang setiap jenis kelamin harus

bermain, meskipun ada lintang luas dalam perilaku yang dapat diterima untuk

setiap gender. (Anonim, 2011).

Karakteristik penduduk yang memilih pengobatan di rumah proporsi terbesar

adalah berjenis kelamin perempuan. (Supardi dkk, 2011)

Begitu juga dengan penelitian Supardi dkk (2004) tentang faktor-faktor yang

berhubungan dengan perilaku pasien berobat ke Puskesmas sebagian besar adalah

perempuan (56,4%).

Pendidikan

Tingkat pendidikan merupakan dasar dalam pengembangan wawasan serta

untuk memudahkan bagi seseorang untuk menerima pengetahuan, sikap dan

perilaku yang baru. Tingkat pendidikan formal yang pernah diperoleh seseorang

akan meningkatkan daya nalar seseorang dan jalan untuk memudahkan seseorang

untuk menerima motivasi. (Syaer, 2011).


Tingkat pendidikan seseorang dapat menentukan peminatan kesehatan,

tinggi rendahnya permintaan terhadap pelayanan kesehatan dapat ditentukan oleh

tinggi rendahnya pendidikan. Indikatornya adalah pendidikan terakhir,

berpendidikan rendah tetap memanfaatkan pelayanan kesehatan dan tahu manfaat

pelayanan kesehatan. (Syaer, 2010).

Menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003, yaitu tentang Sistem

Pendidikan Nasional, dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional terbagi atas tiga

tingkat pendidikan formal yaitu pendidikan dasar (SD/Madrasah Ibtidaiyah serta

SMP/Madrasah Tsanawiyah), pendidikan menengah (SMU/Madrasah Aliyah dan

sederajat) serta pendidikan tinggi (Akademi dan Perguruan tinggi). (Maulana,

2008).

Dari hasil penelitian Supardi dkk (2011) tentang faktor-faktor yang

berhubungan dengan perilaku pasien berobat ke Puskesmas diperoleh karakteristik

pasien rawat jalan dan rawat inap di Puskesmas adalah pendidikan SD (tamat/

tidak tamat SD). Persentase pasien dengan pendidikan dasar lebih cenderung

rawat inap di Puskesmas dibandingkan dengan yang berpendidikan lanjutan.

Pendapatan/ penghasilan

Yang sering dilakukan ialah menilai hubungan antara tingkat penghasilan

dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun pencegahan. (Syafruddin dkk,

2009).
Berdasarkan peraturan Gubernur Aceh tahun 2011 upah minimal regional

daerah Aceh sebesar Rp 1.350.000 perbulan. Ini menggambarkan bahwa

penghasilan keluarga minimal untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar keluarga di

Aceh adalah Rp 1.350.000 perbulan. Pengasilan menurut (Pergub Aceh) ada 3

kategori :

Tinggi : > Rp 1.350.000 perbulan

Sedang : Rp 650.000 sampai Rp.1.350.000 perbulan

Rendah : < Rp 650.000

Tingkat pendapatan yang memadai akan memberikan kemungkinan-

kemungkinan yang lebih besar untuk datang ke fasilitas kesehatan, memeriksakan

diri, serta mengambil obat. Hal ini dapat dihubungkan dengan biaya transport

yang dimiliki. Jadi dari tingkat pendapatan yang memadai dapat diharapkan

penderita akan berobat secara teratur walaupun jarak ke tempat pelayanan

kesehatan jauh. (Syaer, 2010).

Maya Kurniasari (2011), mengatakan faktor ekonomi ikut berperan dalam

pemilihan tempat pengobatan. Hal ini dapat dilihat dari klasifikasi pasien yang

datang ketempat pengobatan tradisional sebagian besar pekerjaannya adalah buruh

kasar, sopir dan tukang parkir.

Pekerjaan

Menurut Daryanto (1997) pekerjaan adalah kegiatan rutin yang dilakukan

subjek penelitian diluar rumah yang menghasilkan imbalan materi maupun uang.

(Nurhasanah, 2008).
Nurhasanah (2008) membagi pekerjaan menjadi 2 yaitu bekerja dan tidak

bekerja. Bekerja apabila subjek penelitian memiliki kegiatan rutin yang dilakukan

diluar rumah yang menghasilkan imbalan materi maupun uang. Sedangkan tidak

bekerja apabila subjek penelitian tidak memiliki kegiatan rutin yang dilakukan

diluar rumah yang menghasilkan imbalan materi maupun uang.

Pekerjaan adalah penduduk yang berpotensial dapat bekerja, yang dapat

memproduksi barang atau jasa ada permintaan terhadap tenaga mereka mau

berpartisipasi dalam rangka aktifitas tersebut. Menurut Labor Force Consepth,

yang digolongkan bekerja adalah mereka yang melakukan pekerjaan untuk

menghasilkan barang atau jasa dengan tujuan untuk memperoleh penghasilan atau

keuntungan, baik mereka yang bekerja penuh maupun tidak. Pekerjaan adalah

suatu yang dilakukan untuk mencari atau mendapatkan nafkah. (Syaer, 2011).

Bekerja atau tidaknya seseorang akan turut berpengaruh peminatan

masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, semakin baik jenis pekerjaan dari

seseorang semakin tinggi permintaan terhadap pelayanan kesehatan. Indikatornya

adalah mempunyai pekerjaan tetap memanfaatkan pelayanan kesehatan walaupun

harus meninggalkan pekerjaan. (Syafruddin Syaer, 2010).

Persentase pasien tidak bekerja yang rawat jalan di Puskesmas lebih besar

daripada yang bekerja. Hubungan antara pekerjaan pasien dan perilaku pasien

rawat jalan di Puskesmas secara statistik bermakna. (Supardi dkk, 2011).

Hasil penelitian Herlina (2001) menunjukkan bahwa variabel sikap dan

pekerjaan berhubungan dengan pemilihan jenis pengobatan alternatif.

Advertisements
Loading...

makalah perilaku kesehatan


Dinsdag, 23 April 2013

Tugas : Sosio antro kesehatan


Tentang : Perilaku kesehtan
Di susun
O
L
E
H
Ekwado thomas
Kelas VI.C

Fakultas Ilmu Kesehatan


Universitas Muhammadiyah
Pontianak
Tahun 2012/2013

KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirahim
Assalamualikum Wr.Wb
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmatnya sehingga
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini terdiri dari pokok pembahasan
mengenai konsep dasar perilaku kesehatan. Setiap pembahasan dibahas secara sederhana
sehingga mudah dimengerti.
Dalam penyelesaian Makalah ini,kami banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan
oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun, berkat bimbingan dan bantuan
dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan cukup baik. Karena itu,
sudah sepantasnya jika kami mengucapkan terima kasih kepada semua dosen yang
membimbing kami.
kami sadar, sebagai seorang mahasiswa dan mahasiswi yang masih dalam proses
pembelajaran, penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu,kami
sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan makalah
yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Wassalamualikum Wr.Wb.

Pontianak, Oktober 2012

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar : .....................................................................................


Daftar Isi : ...………………………………………………………………
BAB I PENDAULUAN
1.1 Latar Belakang : ..……………………………………………………
1.2 Rumusan Masalah : .………………………………………………...
1.3 Tujuan : ..…………………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian perilaku : .................................................................
2.2 Definisi kesehatan : ...................................................................
2.3 Definisi perilaku kesehatan : .....................................................
2.4 Perubahan perilaku sehat : .................................... .....................
2.5 Hubungan kesehatan dengan perilaku : .......................................
2.6 Pencegahan, tujuan dan dampak hidup sehat : ............................
2.7 Upaya perubahan perilaku sehat : ...............................................
2.8 Teory perilaku kesehatan dan perubahannya : .............................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan : .……………………………………………………..
B. Saran : .……………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA : ..…………………………………………………

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perilaku adalah merupakan perbuatan/tindakan dan perkataan seseorang yang sifatnya
dapat diamati, digambarkan dan dicatat oleh orang lain ataupun orang yang melakukannya.
Berdasarkan sifatnya perilaku terbagi menjadi dua, yaitu perilaku perilaku baik dan buruk.
Tolak ukur perilaku yang baik dan buruk ini pun dinilai dari norma-norma yang berlaku
dimasyarakat. Baik itu norma agama, hukum, kesopanan, kesusialaan, dan norma-norma
lainnya.
Dalam kesehatan hubungan perilaku sangatlah erat sekali. Banyak hal yang tanpa kita sadari
dari perilaku yang kecil dapat menimbulkan efek kesehatan yang besar bagi seseorang. Salah
satu contohnya berupa pesan kesehatan yang sedang maraknya digerakkan oleh promoter
kesehatan tentang cuci tangan sebelum melakukan aktifitas, kita semua tahu jika mencuci
tangan adalah hal yang sederhana, tapi dari hal kecil tersebut kita bisa melakukan revolusi
kesehatan kearah yang lebih baik. Sungguh besar efek perilaku tersebut bagi kesehatan,
begitu pula dengan kesehatan yang baik akan tercermin apabila seseorang tersebut melakukan
perilaku yang baik.
Maka dari itu dalam makalah ini, penulis hanya membahas tentang hubungan kesehatan
dengan perilaku, factor-faktor penyebab rendahnya perilaku yang baik, dampaknya serta
control perilaku kearah yang lebih baik, sesuai dengan judul makalah yaitu hubungan
kesehatan dengan perilaku.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan perilaku kesehatan?
2. Apa hubungan ilmu perilaku dengan kesehatan?
3. Bagaimana upaya perubahan perilaku kesehatan?
4. Apa saja teori – teori perilaku kesehatan dan perubahannya?

1.3 Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan agar mahasiswa dapat mengetahui tentang hubungan
kesehatan terhadap perilaku serta hal-hal yang terkait terhadap perilaku dan kesehatan.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Perilaku
Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang
dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan dan baik disadari maupun
tidak. Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi. Seiring dengan
tidak disadari bahwa interaksi itu sangat kompleks sehingga kadang- kadang kita tidak
sempat memikirkan penyebab seseorang menerapkan perilaku tertentu. Karena itu amat
penting untuk dapat menelaah alasan dibalik perilaku individu, selama ia mampu mengubah
perilaku tersebut.

Dilihat dari Segi Biologis:


Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme ( makhluk hidup ) yang
bersangkutan. Dari sudut pandang biologis, semua makhluk hidup mulai dari tumbuhan,
hewan, dan manusia berperilaku, karena mempunyai aktivitas masing – masing. Perilaku
manusia adalah semua tindakan atau aktivitas manusia, baik yang diamati lansung maupun
yang tidak dapat diamati pihak luar
Dilihat dari Segi Psikologis
Menurut Skiner (1938 ), perilaku adalah suatu respon atau reaksi seseorang te rhadap
stimulus ( rangsangan dari luar . pengertian itu dikenal dengan teori S-O-R (stimulus-
organisme-respons).skiner membedakan respons tersebut menjadi 2 jenis, yaitu respondent
response (reflexive) dan operant response (instrumental response).
Secara lebih proposional perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseoang
terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respon ini berbentuk 2 macam,
yakni:
Bentuk pasif adalah respon internal yaitu terjadi didalam diri manusia dan tidak secara
langsung dapat terlihat oleh orang lain. Misalnya berpikir , tanggapan atau sikap batin dan
pengetahuan.
Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Perilaku sudah
tampak dalam bentuk tindakan nyata makan disebut overt behavior.

2.2. Kesehatan
Definisi Sehat
Sehat merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi
juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan
spiritual.
Menurut WHO (1947) Sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang sempurna
baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan
(WHO, 1947).Definisi WHO tentang sehat mempunyui karakteristik berikut yang dapat
meningkatkan.
konsep sehat yang positif (Edelman dan Mandle. 1994):

1. Memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh.


2. Memandang sehat dengan mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal.
3. Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.

UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah keadaan sejahtera


dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri
dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian
integral kesehatan. Dalam pengertian yang paling luas sehat merupakan suatu keadaan yang
dinamis dimana individu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan
internal (psikologis, intelektual, spiritual dan penyakit) dan eksternal (lingkungan fisik,
social, dan ekonomi) dalam mempertahankan kesehatannya.

2.3. Perilaku Sehat


Menurut Becker. Konsep perilaku sehat ini merupakan pengembangan dari konsep
perilaku yang dikembangkan Bloom. Becker menguraikan perilaku kesehatan menjadi tiga
domain, yakni pengetahuan kesehatan (health knowledge), sikap terhadap kesehatan (health
attitude) dan praktek kesehatan (health practice). Hal ini berguna untuk mengukur seberapa
besar tingkat perilaku kesehatan individu yang menjadi unit analisis penelitian. Becker
mengklasifikasikan perilaku kesehatan menjadi tiga dimensi :
1. Pengetahuan Kesehatan Pengetahuan tentang kesehatan mencakup apa yang diketahui oleh
seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan, seperti pengetahuan tentang penyakit
menular, pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait. dan atau mempengaruhi kesehatan,
pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan, dan pengetahuan untuk menghindari
kecelakaan.
2. Sikap terhadap kesehatan Sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian
seseorang terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan, seperti sikap
terhadap penyakit menular dan tidak menular, sikap terhadap faktor-faktor yang terkait dan
atau mempengaruhi kesehatan, sikap tentang fasilitas pelayanan kesehatan, dan sikap untuk
menghindari kecelakaan.
3. Praktek kesehatan Praktek kesehatan untuk hidup sehat adalah semua kegiatan atau
aktivitas orang dalam rangka memelihara kesehatan, seperti tindakan terhadap penyakit
menular dan tidak menular, tindakan terhadap faktor-faktor yang terkait dan atau
mempengaruhi kesehatan, tindakan tentang fasilitas pelayanan kesehatan, dan tindakan untuk
menghindari kecelakaan.
Selain Becker, terdapat pula beberapa definisi lain mengenai perilaku kesehatan. Menurut
Solita, perilaku kesehatan merupakan segala bentuk pengalaman dan interaksi individu
dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang
kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan. Sedangkan Cals dan Cobb
mengemukakan perilaku kesehatan sebagai: “perilaku untuk mencegah penyakit pada tahap
belum menunjukkan gejala (asymptomatic stage)”.

Menurut Skinner perilaku kesehatan (healthy behavior) diartikan sebagai respon seseorang
terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor
yang mempengaruhi kesehatan seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan
kesehatan. Dengan kata lain, perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan
seseorang, baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati
(unobservable), yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan
masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan, dan mencari penyembuhan apabila sakit
atau terkena masalah kesehatan
Perilaku sehat adalah sifat pribadi seperti kepercayaan, motif, nilai, persepsi dan elemen
kognitif lainnya yang mendasari tindakan yang dilakukan individu untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatannya, termasuk pencegahan penyakit, perawatan kebersihan diri,
penjagaan kebugaran melalui olah raga dan makanan bergiz. Perilaku sehat diperlihatkan oleh
individu yang merasa dirinya sehat meskipun secara medis belum tentu mereka betul-betul
sehat.
 Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus
yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta
lingkungan. Secara lebih rinci perilaku kesehatan mencakup :
1) Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana manusia merespon baik
secara pasif maupun aktif sehubungan dengan sakit dan penyakit. Perilaku ini dengan
sendirinya berhubungan dengan tingkat pencegahan penyakit
a) Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan misalnya makan
makanan bergizi, dan olahraga.
b) Perilaku pencegahan penyakit misalnya memakai kelambu untuk mencegah malaria,
pemberian imunisasi. Termasuk juga perilaku untuk tidak menularkan penyakit kepada orang
lain.
c) Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan misalnya usaha mengobati penyakitnya
sendiri, pengobatan di fasilitas kesehatan atau pengobatan ke fasilitas kesehatan tradisional.
d) Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan setelah sembuh dari penyakit misalnya
melakukan diet, melakukan anjuran dokter selama masa pemulihan.
2) Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan. Perilaku ini mencakup respon terhadap
fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan dan obat – obat.
3) Perilaku terhadap makanan. Perilaku ini mencakup pengetahuan, persepsi, sikap dan
praktek terhadap makanan serta unsur – unsur yang terkandung di dalamnya., pengelolaan
makanan dan lain sebagainya sehubungan dengan tubuh kita.
4) Perilaku terhadap lingkungan sehat adalah respon seseorang terhadap lingkungan sebagai
salah satu determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan
lingkungan.itu sendiri.
Dari batasan ini perilaku kesehatan dapat diklasifikan menjadi 3 kelompok:
1) Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (health maintenance)
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar
tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu perilaku
pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek :
a) Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan
kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
b) Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sakit.
c) Perilaku gizi (makanan dan minuman).
2) Perilaku Pencarian dan Penggunaan Sistem atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan atau Sering
disebut Perilaku Pencarian pengobatan (Heath Seeking Behavior). Adalah menyangkut upaya
atau tindakan seseorang pada saat menderita dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini
dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri.
3) Perilaku Kesehatan Lingkungan
Adalah bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial
budaya dan bagaimana, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya.
Seorang ahli lain (Becker, 1979) membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan ini.
a) Perilaku hidup sehat
.Adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk
mempertahankan dan meningkatikan kesehatannya. Perilaku ini mencakup antar lain :
(1) Menu seimbang
(2) Olahraga teratur
(3) Tidak merokok
(4) Tidak minum-minuman keras dan narkoba
(5) Istirahat yang cukup
(6) Mengendalian stress
(7) Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan
b) Perilaku Sakit
Mencakup respon seseorang terhadap sakit dan penyakit. Persepsinya terhadap sakit,
pengetahuan tentang penyebab dan gejala penyakit, pengobatan penyakit dan sebagainya,
dsb.
c) Perilaku peran sakit (the sick role behavior)
Perilaku ini mencakup:
(1) Tindakan untuk memperoleh kesembuhan
(2) Mengenal/mengetahui fasilitas atau sasaran pelayanan penyembuhan penyakit yang layak.
(3) Mengetahui hak (misalnya: hak memperoleh perawatan, dan pelayanan kesehatan).

2.4. PERUBAHAN PERILAKU SEHAT

Telah menjadi pemahaman umum, perilaku merupakan diterminan kesehatan yang


menjadi sasaran dari promosi untuk mengubah perilaku ( behaviour change ). Perubahan
perilaku kesehatan sebagai tujuan dari promosi atau pendidkan kesehatan, sekurang-
kurangnya mempunyai 3 dimensi, yakni :
• Mengubah perilaku negative (tidak sehat) menjadi perilaku positif (sesuai dengan nilai –
nilai kesehatan)
• Mengembangkan perilaku positif ( pembentukan atau pengambangan perilau sehat ).
• Memelihara perilaku yang sudah positif atau perilaku yang sudah sesuai dengan norma/nilai
kesehatan ( perilaku sehat ). Dengan perkatan mempertahankan perilaku sehat yang sudah
ada.
Perilaku seseorang dapat berubah jika terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan di
dalam diri seseorang.
Beberapa rangsangan dapat menyebabkan orang merubah perilaku mereka :

FAKTOR SOSIAL : Factor sosial sebagai factor eksternal yang mempengaruhi perilaku
antara lain sktruktur sosial, pranata –pranata sosial dan permasalahan – permasalahan sosial
yang lain. Pada factor sosial ini bila seseorang berada pada lingkungan yang baik yang maka
orang tersebut akan memiliki perilaku sehat yang baik sedangkan sebaliknya bila seseorang
berada pada lingkungan yang kurang baik maka orang tersebut akan memiliki perilaku sehat
yang kurang baik juga. Dukungan sosial ( keluarga, teman ) mendorong perubaha perubahan
sehat. Contohnya konsumsi alcohol, kebiasaan merokok, dan perilaku seksual.
FAKTOR KEPRIBADIAN : Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku salah satunya
adalah perilaku itu sendiri (kepribadian) yang dimana dipengaruhi oleh karakteristik individu,
penilaian individu terhadap perubahan yang di tawarkan, interaksi dengan petugas kesehatan
yang merekomen-dasikan perubahan perilaku, dan pengalaman mencoba merubah perilaku
yang serupa. Contohnya yang berhubungan adalah rasa kehatian – hatian, membatasi porsi
pemakaian internet pada waktu – waktu tertentu agar tidak menjadi addicted, ini akan
membantu individu agar dengan tidak menjadikan hal tersebut suatu kebiasaan ( habit) yang
dapat merubah perilaku.
FAKTOR EMOSI : Rangsangan yang bersumber dari rasa takut, cinta, atau harapan –
harapan yang dimiliki yang bersangkutan. Contohnya berhubungan dengan stress yang
mendorong melakukan perilaku tidak sehat seperti merokok.

PROSES TERJADINYA

Untuk proses perubahan perilaku biasanya diperlukan waktu lama, jarang ada orang
yang langsung merubah perilakunya. Kadang- kadang orang merubah perilakunya karena
tekanan dari masyarakat lingkunganya, atau karena yang bersangkutan ingin menyesuaikan
diri dengan norma yang ada. Proses terjadinya perubahan ini tidak semena – mena dapat
tercapai dan harus benar- benar teruji, ada 5 tingkatan perubahan perilaku :

1. Prekontemplasi : – Belum ada niat perubahan perilaku


2. Kontemplasi : – Individu sadar adanya masalahnya dan secara serius ingin
mengubah perilakunya menjadi lebih sehat.
- Belum siap berkomitmen untuk berubah.
3. Persiapan : - Individu siap berubah dan ingin mengejar tujuan.
- Sudah pernah melakukan tapi masih gagal.
4. Tindakan : – Individu sudah melakukan perilaku sehat, sekurangnya 6 bulan dari sejak
mulai usaha memberlakukan perilaku hidup sehat.
5. Pemeliharaan : – Individu berusaha mempertahankan perilaku sehat yang telah dilakukan (
6 bulan dilhat kembali).
- Mungkin berlangsung lama.
- 6 bulan dilihat kembali.

2.4. Hubungan Kesehatan dengan Perilaku

Seperti yang telah di jelaskan di Bab sebelumnya , hubungan kesehatan dengan


perilaku sangatlah erat san saling berkesinambungan, individu yang sehat akan tercermin dari
perilaku yang sehat pula. Sebaliknya juga begitu perilaku yang sehat akan mencerminkan
individu dengan kualitas hidup baik.
Manfaat dari hidup sehat yang paling penting adalah meningkatkan produktivitas kita dengan
segala kemampuan dan potensi diri kita. Untuk itu konsep hidup sehat seperti tingkatkan
PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) harus dipupuk dari tiap individu untuk dapat
meningkatkan kualitas hidup yang sehat.

2.5. Pencegahan , Tujuan dan Dampak Hidup Sehat


PENCEGAHAN
Perilaku pencegahan penyakit ( health prevention ) adalah respon untuk melakukan
pencegahan penyakit dan upaya mepertahankan dan meningkatkan kesehatannya / segala
tindakan secara medis direkomendasikan, dialkukan secara sukarela oleh seseorang yang
percaya dirinya sehat dan bermaksud untuk mencegah penyakit atau ketidakmampuan atau
untuk mendeteksi penyakit yang tidak tampak nyata ( asimptomatik ). Pada proses
pencegahan dapat dilakukan dalam dua bentuk medis dan non medis.
Contoh pencegahan secara Medis : imunisasi, makan makanan bergizi yang mengandung
kebutuhan tubuh.
 Contoh pencegahan Non-Medis : olahraga teratur, tidak merokok, tidak minum minuman
keras dan alcohol, istirahat yang cukup. Selain itu perilaku dan gaya hidup yang positif bagi
kesehatan ( misalnya, tidak gonta ganti pasangan, adaptasi dengan lingkungan )
TUJUAN
Tujuan dari perilaku sehat dan perubahan perilaku sehat adalah agar terjadinya suatu pola
hidup sehat yang menunjukan kepada kebiasaan.
AKIBAT
Akibat Perilaku Sehat:

a. Reinforcement (Peningkatan)
Reinforcemen merupakan sesuatu yang dilakukan yang dapat membawa kesenangan dan
kepuasan.
Contohnya:
- Positive reinforcement : anak kecil yang mau cuci tangan sebelum makan bila di berikan
mainan.
- Negative reinforcement : anda minum milanta agar sakit maag hilang.

b. Extincion (peniadaan).
Extincion merupakan perilaku sehat yang apabila konsekuensinya di hilangkan maka akan
melemah responnya jika tidak ada stimuli/reinforcer lain yang mempertahankan perilaku
sehat.Contohnya: anak kecil yang mau cuci tangan sebelum makan bila di berikan mainan
tetap melakukan perilaku sehatnya karena pujian orang tua atau kepuasan karena tangannya
bersih dari kuman
c. Punishment (hukuman)
Punishment merupakan perilaku yang apabila dilakukan dan membawa konsekuensi yang
tidak menyenangkan cenderung ditekan.Contohnya: anak kecil yang bermain dengan benda
tajam seperti pisau dimarahi oleh Ibunya, akan tidak mengulanginya lagi.

2.3 Upaya Perubahan Perilaku Kesehatan

Hal yang penting di dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan
perubahan perilaku. Karena perubahan perilaku merupakan tujuan dari pendidikan kesehatan
atau penyuluhan kesehatan sebagai penunjang program kesehatan lainnya. Perubahan yang
dimaksud bukan hanya sekedar covert behaviour tapi juga overt behaviour. Di dalam
program – program kesehatan, agar diperoleh perubahan perilaku yang sesuai dengan norma
– norma kesehatan diperlukan usaha – usaha yang konkrit dan positip. Beberapa strategi
untuk memperoleh perubahan perilaku bisa dikelompokkan menjadi tiga bagian :
1) Menggunakan kekuatan / kekuasaan atau dorongan
Dalam hal ini perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran sehingga ia mau melakukan
perilaku yang diharapkan. Misalnya dengan peraturan – peraturan / undang – undang yang
harus dipatuhi oleh masyarakat. Cara ini menyebabkan perubahan yang cepat akan tetapi
biasanya tidak berlangsung lama karena perubahan terjadi bukan berdasarkan kesadaran
sendiri. Sebagai contoh adanya perubahan di masyarakat untuk menata rumahnya dengan
membuat pagar rumah pada saat akan ada lomba desa tetapi begitu lomba / penilaian selesai
banyak pagar yang kurang terawat.

2) Pemberian informasi
Adanya informasi tentang cara mencapai hidup sehat, pemeliharaan kesehatan , cara
menghindari penyakit dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat.
Selanjutnya diharapkan pengetahuan tadi menimbulkan kesadaran masyarakat yang pada
akhirnya akan menyebabkan orang berperilaku sesuai pengetahuan yang dimilikinya.
Perubahan semacam ini akan memakan waktu lama tapi perubahan yang dicapai akan bersifat
lebih langgeng.
3) Diskusi partisipatif
Cara ini merupakan pengembangan dari cara kedua dimana penyampaian informasi kesehatan
bukan hanya searah tetapi dilakukan secara partisipatif. Hal ini berarti bahwa masyarakat
bukan hanya penerima yang pasif tapi juga ikut aktif berpartisipasi di dalam diskusi tentang
informasi yang diterimanya. Cara ini memakan waktu yang lebih lama dibanding cara kedua
ataupun pertama akan tetapi pengetahuan kesehatan sebagai dasar perilaku akan lebih mantap
dan mendalam sehingga perilaku mereka juga akan lebih mantap.
Apapun cara yang dilakukan harus jelas bahwa perubahan perilaku akan terjadi ketika
ada partisipasi sukarela dari masyarakat, pemaksaan, propaganda politis yang mengancam
akan tidak banyak berguna untuk mewujutkan perubahan
yang langgeng.

2.4 Teori – Teori Perilaku Kesehatan dan Perubahanya


Teori – Teori perilaku kesehatan

1. Perilaku manusia merupakan resultan dari berbagai faktor, baik internal maupun
eksternal
2. Faktor determinan perilaku manusia luas, namun beberapa ahli mencoba merumuskan
teori terbentuknya perilaku manusia
3. Teori perilaku manusia yang akan kita bahas kali ini adalh : Teori ABC, Reason
Action, “PRECED-PROCEED”, Behavior intention, Thoughs and Feeling.

a) Teori ABC (Sulzer, Azaroff, Mayer : 1977 )


Menurut teori ini perilau manusia merupakan sutu proses sekaligus hasil interaksi antara :
Antecedent Behavior Consequences
1. Antecedent : trigger, bisa alamiah ataupun man made

2. Behavior : reaksi terhadap antecedent


3. Consequences : bisa positif( menerima), atau negatif ( menolak )

Contoh: Penyuluhan di Posyandu tentang bagaimana agar anak mau makan banyak, salah
satunya dengan membuat tampilan makanan menarik (A), Ibu membuat tampilan makanan
semenarik mungkin ( B ), Anak mau makan banyak ( C )
b) Teori “REATION ACTION” (FESBEIN &AJZEN :1980 )
Teori ini menekankan pentingnya “intention”/niat sebagai faktor penentu perilaku
Niat itu sendiri ditentukan oleh :
1. sikap

2. norma subjektif
3. pengendalian perilaku

Contoh : Seorang ibu yang mau mengimunisasikan anaknya didasari niat, dimana niat itu
ditentukan oleh sikap ibu yang setuju dengan imunisasi, keyakinan ibu akan perilaku yang
diambil dan sudah siap bila anaknya panas setelah diimunisasi.

c) Teori PRECED-PROCEED ( Lawrence Green : 1991 )


Perilaku kesehatan ditentukan oleh faktor :
Predisposing factors, terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai
Enabling factors, tersedianya atau tidak tersedianya fasilitas Reinforcing factors, terwujud
dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau dari kelompok referensi dari perilaku
masyarakat
Contoh :
Seorang bapak mau membangun WC yang sebelumnya masih BAB di sungai karena :
1. Ia tahu BAB di jamban lebih sehat( Pf)

2. Ia punya bahan bangunan untuk memebangun WC( Ef )


3. Ada surat edaran dari Pak Lurah agar setiap kelurga mempunyai WC ( Rf)

Secara matematis : B = f ( Pf, Ef, Rf )

d) Teori BEHAVIOR INTENTION( Snehendu Kar : 1980 )


Menurut teori ini, perilaku kesehatan merupakan fungsi dari :
1. Behavior intention

2. Social support
3. Accessibility to information
4. Personal autonomy
5. Action situation

B = f ( BI, SS, AI, PA, AS )


Contoh:
Seorang ibu melahirkan di dukun yang belum mengikuti pelatihan asuhan persalinan normal,
bukan di tenaga medis terlatih, mungkin dikarenakan :
1. Tidak ada niat melahirkan di bidan(BI)

2. Tidak ada tetangganya yang melahirkan di bidan(SC)


3. Tidak mendapat informasi persalinan yang sehat(AI)
4. Tidak bebas menentukan, takut mertua(PA)
5. Kondisi jauh dari puskemas(AS)

e) Teori “THOUGHT AND FEELING” ( WHO:1984)


Menurut teori ini perilaku kesehatan seseorang ditentukan oleh :
1. Thoughts and feeling

2. Personal reference
3. Resources
4. Culture
B = f ( TF, PR, R, C )

Contoh :
Seorang ibu habis melahirkan tidak mau menyusui anaknya, karena dia punya keyakinan
kalau payudaranya akan hilang keindahannya bila menyusui (TF), atau karena artis yang
diidolakannya tidak menyusui sehingga dia mengikuti (PR), atau karena harus bekerja, tidak
ada waktu untuk menyusui (R), atau karena kebudayaan di daerah ibu tersebut lebih keren
kalau memberi susu formula daripada ASI, makin mahal harga susu maka status sosial makin
naik (C).

Teori – Teori Perubahan Perilaku Kesehatan


Teori perubahan perilaku kesehatan ini penting dalam promosi kesehatan yang bertujuan
“behavior change”
Perubahan perilaku ini diarahkan untuk :
1. mengubah perilaku negatif ( tidak sehat ) menjadi perilaku positif ( sesuai dengan nilai-nilai
kesehatan )

2. pembentukan atau pengembangan perilaku sehat


3. memelihara perilaku yang sudah positif

Teori-teori yang akan kita bahas adalah : Teori SOR, Festinger, Fungsi, Kurt Lewin.

Teori Perubahan Perilaku Kesehatan


Menurut teori ini, penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas
rangsang( stimulus ) yang berkomunikasi dengan organisme. Perilaku dapat berubah hanya
apabila stimulus yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula (mampu
meyakinkan). Karena itu kualitas dari sumber komunikasi sangat menentukan keberhasilan
perubahan perilaku, misalnya gaya bicara, kredibilitas pemimpin kelompok, dsb
a) Dissonance Theory (Festinger : 1957)
Ada suatu keadaan cognitive dissonance yang merupakan ketidakseimbangan psikologis,
yang diliputi oleh ketegangan diri yang berusaha untuk mencapai keseimbangan
kembali.Dissonance tejadi karena dalam diri individu terdapat elemen kognisi yang
bertentangan, pengetahuan, pendapat atau keyakinan. Apabila terjadi penyesuaian secara
kognitif, akan ada perubahan sikap yang berujung perubahan perlaku.
Contoh :
Orang yang merokok merasa resah, dia tahu bahaya merokok tapi merasa bukan laki-laki
kalau tidak merokok (dissonance). Akhirnya dia memutuskan kalau kejantanan seseorang
bukan hanya dari merokok, tapi dari banyak hal.Akhirnya dia memutuskan berhenti merokok
(consonance).
b) Teori Fungsi (Katz : 1960)
Meurut teori ini perilaku mempunyai fungsi :
1. instrumental

2. defence mechanism
3. penerima objek dan pemberi arti
4. nilai ekspresif

Perubahan perilaku individu tergantung kebutuhan Stimulus yang dapat memberi


perubahan perilaku individu adalah stimulus yang dapat dimengerti dalam konteks kebutuhan
orang tersebut.

c) Teori Kurt Lewin (1970)


Menurut Kurt Lewin, perilaku manusia adalah suatu keadaan seimbang antara driving
forces (kekuatan-kekuatan pendorong) dan restrining forces (kekuatan-kekuatan penahan).
Perilaku dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut.
Ada tiga kemungkinan terjadinya perubahan perilaku :
1. Kekuatan pendorong, kekuatan penahan tetap perilaku baru
Contoh : seseorang yang punya saudara dengan penyakit kusta sebelumnya tidak mau
memeriksakan saudaranya karena malu dikira penyakit keturunan, dapat berubah perilakunya
untuk memeriksakan saudaranya ke puskesmas karena adanya penyuluhan dari petugas
kesehatan terdekat tentang pentingnya deteksi dini kusta.
2. Kekuatan penahan, pendorong tetap perilaku baru
Misalnya pada contoh di atas , dengan memberi pengertian bahwa kusta bukan penyakit
keturunan, maka kekuatan penahan akan melemah dan terjad perubahan perilaku.
3. Kekuatan penahan, pendorong, perubahan perilaku.
Misalnya pada contoh di atas dua-duanya dilakukan.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat
diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan dan baik disadari maupun tidak.

Menurut WHO (1947) Sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang
sempurna baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau
kelemahan (WHO, 1947).

Menurut Becker. Konsep perilaku sehat ini merupakan pengembangan dari konsep
perilaku yang dikembangkan Bloom. Becker menguraikan perilaku kesehatan menjadi tiga
domain, yakni pengetahuan kesehatan (health knowledge), sikap terhadap kesehatan (health
attitude) dan praktek kesehatan (health practice).
Hubungan kesehatan dengan perilaku sangatlah erat san saling berkesinambungan,
individu yang sehat akan tercermin dari perilaku yang sehat pula. Sebaliknya juga begitu
perilaku yang sehat akan mencerminkan individu dengan kualitas hidup baik.
3.2. Saran
Hubungan kesehatan dengan perilaku sangatlah erat san saling berkesinambungan,
individu yang sehat akan tercermin dari perilaku yang sehat pula. Sebaliknya juga begitu
perilaku yang sehat akan mencerminkan individu dengan kualitas hidup baik.
Manfaat dari hidup sehat yang paling penting adalah meningkatkan produktivitas kita
dengan segala kemampuan dan potensi diri kita. Untuk itu konsep hidup sehat seperti
tingkatkan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) harus dipupuk dari tiap individu untuk
dapat meningkatkan kualitas hidup yang sehat.
DAFTAR PUSTAKA

www.google.com
http://panthom-zone.blogspot.com/2011/11/hubungan-kesehatan-dengan-perilaku.html
Notoatmodjo, Soekidjo, & Sarwono, Solita. 1985. Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan.
Jakarta: Badan Penerbit Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia. Hlm. 23
Muzaham,Fauzi.1995.Sosiologi Kesehatan.Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Ircham Machfoedz dan Eko Suryani dan.2008.Pendidikan Kesehatan dan Promosi


Kesehatan.Yogyakarta :Fitramaya.

Geplaas deur EKWADO THOMAS om 20:38


E-pos hierdieBlogDit!Deel op TwitterDeel op FacebookDeel op Pinterest

1 opmerking:

1.

Fazzar Imam Taofiq13 Januarie 2016 03:31

assalmu'alaiqum.
trmksih, akhrnya mter yg sya cri ktmu untk bhan tgas.
salm knal sya mhasiswa fikes Univ. PTk

Antwoord

Laai nog...
Nuwer plasing Tuis
Teken in op: Plaas opmerkings (Atom)

Blogargief
 ▼ 2013 (2)
o ▼ April (2)
 Makalah Kepemimpinan
 <!--[if !mso]> v\:* {behavior:url(#default#VML);}o...
Meer oor my

EKWADO THOMAS
Bekyk my hele profiel
Prentvenster-tema. Aangedryf deur Blogger.

Blog Kesehatan Masyarakat


 Beranda
 Jurnal
 Web

Friday, 16 December 2016


Makalah Kepercayaan Masyarakat terhadap Pengobatan Alternatif

TUGAS TERSTRUKTUR
MATA KULIAH SOSIOLOGI KESEHATAN
MAKALAH
KEPERCAYAAN MASYARAKAT TERHADAP
PENGOBATAN ALTERNATIF

Disusun oleh:
Nama : Fitria Nafisatin Nahari
NIM : I1A015032
Kelas : B (Sosiologi Kesehatan)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PERGURUAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2016
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di zaman modern ini, manusia sudah berpikir rasional dan terjadi banyak sekali
perkembangan dalam berbagai aspek bidang, salah satunya dalam bidang kesehatan. Dalam
bidang kesehatan sendiri sekarang banyak peralatan dan teknologi canggih yang bisa
digunakan untuk membantu penyembuhan segala penyakit ataupun menghasilkan obat yang
nantinya juga membantu penyembuhan pasien. Akan tetapi, di saat teknologi semakin maju
dan berkembang kebanyakan masyarakat di Indonesia malah percaya dan memilih
pengobatan alternatif atau pengobatan tradisional yang belum tentu khasiat dan keasliannya.
Pengobatan alternatif memang bukanlah hal yang asing lagi bagi masyarakat di
Indonesia. Sejak dahulu, pengobatan alternatif ini diberikan secara turun temurun. Mulai dari
pengobatan herbal, orang pintar, tokoh masyarakat atau tokoh agama. Jenis pengobatan
alternatif ada yang dapat dipertanggungajawabkan secara ilmiah, khususnya karena
kesesuaian dengan pengetahuan kedokteran atau biologi serta ada juga yang masih belum
mendapat penjelasan secara ilmiah. Meskipun begitu, tentunya banyak alasan mengapa
masyarakat masih mempercayai pengobatan alternatif di zaman yang serba canggih ini
karena beberapa pengobatan alternatif telah terbukti memberikan hasil yang baik dalam
menyembuhkan pasien.
Dalam pengobatan alternatif, tidak semuanya berlabel legal atau sesuai dengan
standart pengobatan, sehingga tidak jarang banyak oknum yang melakukan penipuan
berkedok pengobatan alternatif. Bukannya memberikan kesembuhan pada pasien, akan tetapi
mereka malah memunculkan penyakit lain atau efek samping yang tidak bisa
dipertanggungjawabkan secara medis. Oleh karena itu, diperlukan upaya standarisasi
pengobatan alternatif .
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari pengobatan alternatif?
2. Apa saja jenis-jenis dari pengobatan alternatif?
3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat memilih pengobatan alternatif?
4. Bagaimana upaya standarisasi pengobatan alternatif agar sesuai dengan standar keilmiahan?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian dari pengobatan alternatif
2. Untuk mengetahui jenis-jenis dari pengobatan alternatif
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat memilih pengobatan
alternatif
4. Untuk mengetahui upaya standarisasi pengobatan alternatif agar sesuai dengan standar
keilmiahan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengobatan Alternatif


Pengobatan alternatif merupakan upaya pengobatan atau perawatan di luar ilmu
kedokteran dan ilmu keperawatan.
WHO menyatakan bahwa pengobatan tradisional atau pengobatan alternatif adalah
ilmu dan seni pengobatan berdasarkan himpunan dari pengetahuan dan pengalaman praktek,
baik yang dapat diterangkan secara ilmiah ataupun tidak, dalam melakukan diagnosis,
prevensi, dan pengobatan terhadap ketidakseimbangan fisik, mental, ataupun sosial (dalam
Agusmarni, 2012).
Menurut Aakster, istilah alternatif mengacu pada sistem medis di luar metode normal
yang berlaku dengan beberapa ciri yang membedakannya dengan sistem medis modern,
seperti biayanya tidak dijamin asuransi kesehatan, metodenya tidak diajarkan di perguruan
tinggi, metodenya didasarkan pada pandangan lain mengenai penyakit dan pandangan lain
mengenai hubungan antara tenaga kesehatan dengan penderita penyakit.
Pengobatan alternatif atau pengobatan tradisional memahami penyakit tidak hanya
dari aspek biologis tetapi ada juga yang melibatkan aspek spiritual hingga supranatural.
B. Jenis-Jenis Pengobatan Alternatif
WHO dalam buku panduan umum penelitian pengobatan alternatif mengelompokkan
pengobatan alternatif menjadi dua jenis yaitu:
1. Pengobatan berdasarkan herbal
Pengobatan berdasarkan herbal dikelompokkan lagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Herbal, yaitu penggunaan bahan asli tanaman seperti bunga, buah-buahan, akar, atau bagian
lain dari tumbuhan yang digunakan untuk pengobatan.
b. Bahan-bahan tanaman, termasuk jus segar, getah, minyak olahan, minyak asli, resin, dan
powder tumbuhan. Di beberapa negara, material-material tumbuhan tadi sudah ada yang
diolah dengan prosedur yang dikembangkan masyarakat local, penguapan (steaming),
pemanggangan (roasting), pencampuran dengan madu (strir-baking with honey), alkoholik,
dan bahan-bahan lainnya.
c. Pengolahan herbal (herbal preparations). Pengolahan tumbuhan dilandaskan pada produk
tumbuhan yang sudah diselesaikan, atau beberapa produk pengolahan tanaman hasil dari
ekstraksi, pelarutan fraksinisasi, purifikasi, konsentras, atau proses pengolahan fisikawi dan
biologi lainnya. Jenis pengobatan ini termasuk pengolahan yang dicampur dengan madu,
alcohol, atau yang lainnya.
d. Produk tanaman terakhir (finished herbal products). Kelompok yang termasuk jenis ini
adalah pengolahan bahan tanaman, baik dari satu atau lebih dari jenis tanaman yang
digunakan.
2. Terapi yang berdasarkan prosedur tradisional
Terapi yang berdasarkan prosedur tradisional adalah terapi-terapi yang digunakan dengan
teknik yang bervariasi, terutama yang tanpa menggunakan medikasi. Misalnya akupuntur dan
teknik-teknik yang terkait chiropractice, osteopathy, manual therapies, qigong, tai ji, yoga,
naturopathy, thermal medicine, dan terapi fisik lainnya, serta terapi mental, spiritual, atau
terapi mind-body.
Berdasarkan unsur-unsur agen yang digunakan dalam proses pemberian layanan
pengobatan atau layanan kesehatan, pengobatan alternatif dikelompokkan lagi menjadi
beberapa jenis, yaitu:

a. Herbal-agency. Pengobatan alternatif yang menggunakan tanaman, baik bahan asli maupun
olahannya (ramuan) sebagai bahan pengobatan alternatif.
b. Animal-agency. Pengobatan alternatif yang menggunakan hewan, baik bahan dasar hewan,
hasil, maupun perantara sebagai bagian dari proses layanan pengobatan alternatif.
c. Material-agency. Pengobatan alternatif yang menggunakan bahan-bahan material bumi
sebagai bahan layanan pengobatan alternatif. Misalnya tusuk jarum, air, dan terapi Kristal.
d. Mind-agency. Pengobatan alternatif yang menggunakan kekuatan jiwa sebagai bahan layanan
pengobatan alternatif. Misalnya saja energy chi, prana, spiritual, dan hipnoterapi.
e. Event-agency. Pengobatan alternatif yang menggunakan sifat, gejala, fenomena, peristiwa
sebagai bahan layanan pengobatan alternatif. Misalnya suara music, warna, gelombang atau
elektromatik, listrik, panas, atau aromaterapi.
f. Manajemen-life agency. Pengobatan alternatif yang menggunakanhukum alam hidup, sebagai
bagian dari proses layanan pengobatan alternatif. Kemampuan mengelola hidup menjadi
sesuatu hal yang mendasar dalam proses pengembangan pengobatan alternative. Misalnya
olahraga, diet, budaya makan, gaya hidup, serta pengembangan berfikir positif.
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Memilih Pengobatan Alternatif
Menurut Foster dan Anderson (dalam Agusmarni, 2012) terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi masyarakat memilih pengobatan alternatif atau tradisional yaitu :
1. Faktor Sosial
Salah satu faktor yang mendasari terjadinya interaksi sosial adalah sugesti yaitu
pemberian suatu pandangan atau pengaruh oleh seseorang kepada orang lain dengan cara
tertentu sehingga orang tersebut mengikuti pandangan/pengaruh tersebut tanpa berpikir
panjang.
2. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi mempunyai peranan besar dalam penerimaan atau penolakan suatu
pengobatan.faktor ini diperkuat dengan persepsi masyarakat bahwa pengobatan alternatif
membutuhkan sedikit tenaga, biaya, dan waktu (dalam Agusmarni, 2012).
3. Faktor Budaya
Budaya merupakan suatu pikiran, adat-istiadat, kepercayaan, yang menjadi kebiasaan
masyarakat (dalam Agusmarni, 2012). Nilai-nilai budaya yang dominan pada individu sangat
mempengaruhi pembentukan kepribadian Individu. Dalam hal ini budaya dipengaruhi oleh
suku bangsa yang dianut oleh pasien, jika aspek suku bangsa sangat mendominasi maka
pertimbangan untuk menerima atau menolak didasari pada kecocokan suku bangsa yang
dianut. Semua kebudayaan mempunyai cara-cara pengobatan, beberapa melibatkan metode
ilmiah atau melibatkan kekuatan supranatural dan supernatural.
4. Faktor Psikologis
Peranan sakit merupakan suatu kondisi yang tidak menyenangkan, karena itu berbagai
cara akan dijalani oleh pasien dalam rangka mencari kesembuhan maupun meringankan
beban sakitnya, termasuk datang kepelayanan pengobatan alternatif (dalam
Agusmarni,2012).
5. Faktor Kejenuhan Terhadap Pelayanan Medis.
Proses pengobatan yang terlalu lama menyebabkan si penderita bosan dan berusaha
mencari alternatif pengobatan lain yang mempercepat proses penyembuhannya.
6. Faktor Manfaat dan Keberhasilan
Keefektifan dari pengobatan alternatif menjadi alasan yang sangat berpengaruh terhadap
pemilihan pengobatan alternatif.
7. Faktor Pengetahuan
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata, telinga, atau pikiran yang
merupakan hal yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (dalam
Agusmarni, 2012). Pengetahuan didapatkan secara formal dan informal.

D. Upaya Standarisasi Pengobatan Alternatif


Untuk dapat dimanfaatkannya pengobatan alternatif dalam pelayanan kesehatan,
banyak yang harus diperhatikan. Salah satu diantaranya yang dinilai mempunyai peranan
yang sangat penting adalah upaya standarisasi. Diharapkan, dengan adanya standarisasi ini
bukan saja mutu pengobatan alternatif akan dapat ditingkatkan, tapi yang penting lagi
munculnya berbagai efek samping yang secara medis tidak dapat dipertanggung jawabkan,
akan dapat dihindari.
Pengertian standarisasi adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan
sempurna, yang dipakai sebagai batas penerimaan minimal (Clinical Practice Guideline,
1990). Standart menunjukkan pada tingkat ideal tercapai tersebut tidaklah disusun terlalu
kaku, tetapi masih dalam batas-batas yang dibenarkan disebut dengan nama toleransi.
Syarat suatu standar yang baik dipandang cukup penting yaitu:
1. Bersifat jelas
Artinya dapat diukur dengan baik, termasuk ukuran terhadap penyimpangan-penyimpangan
yang mungkin terjadi.
2. Masuk akal
Suatu standart yang tidak masuk akal, bukan saja akan sulit dimanfaatkan tetapi juga akan
menimbulkan frustasi para profesional.
3. Mudah dimengerti
Suatu standart yang tidak mudah dimengerti juga akan menyulitkan tenaga pelaksana
sehingga sulit terpenuhi.
4. Dapat dipercaya
Tidak ada gunanya menentukan standart yang sulit karena tidak akan mampu tercapai.
Karena itu sering disebutkan, dalam menentukan standart, salah satu syarat yang harus
dipenuhi ialah harus sesuai dengan kondisi organisasi yang dimiliki.
5. Absah
Artinya ada hubungan yang kuat dan dapat didemintrasikan antara standart dengan sesuatu (
misalnya mutu pelayanan ) yang diwakilinya.
6. Meyakinkan
Artinya mewakili persyaratan yang ditetapkan. Apabila terlalu rendah akan menyebabkan
persyaratan menjadi tidak berarti.
7. Mantap, Spesifik dan Eksplisit
Artinya tidak terpengaruh oleh perubahan oleh waktu, bersifat khas dan gamblang.

Dari ukuran tentang standar dan pengobatan alternatif sebagaimana dikemukakan


diatas, dapat dipahami bahwa upaya standarisasi pengobatan tradisional di Indonesia, tidaklah
semudah yang diperkirakan. Sebagai akibat ditemukannya konsep pengobatan alternatif atau
tradisional yang sangat supranatural yang satu sama lain tampak sangat berbeda,
menyebabkan standarisasi akan sulit dilakukan.
Untuk ini menyadari bahwa menerapkan pendekatan kesembuhan penyakit masih
sulit dilakukan, maka untuk sementara cukup diterapkan pendekatan tidak sampai
menimbulkan efek samping, komplikasi atau kematian.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengobatan alternatif merupakan upaya pengobatan atau perawatan di luar ilmu
kedokteran dan ilmu keperawatan berdasarkan himpunan dari pengetahuan dan pengalaman
praktek, baik yang dapat diterangkan secara ilmiah ataupun tidak, dalam melakukan
diagnosis, prevensi, dan pengobatan terhadap ketidakseimbangan fisik, mental, ataupun
social.
Ada berbagai jenis pengobatan alternatif yang bisa dipilih masyarakat serta factor-
faktor yang mempengaruhi masyarakat memilih pengobatan alternatif.
Upaya standarisasi pengobatan alternatif dilakukan dengan tujuan untuk
meningkatkan mutu pengobatan alternatif agar sesuai dengan standar keilmiahan serta
menghindari kemungkinan terjadinya efek samping yang tidak bisa dipertanggungjawabkan
secara medis.
B. Saran
Masyarakat harus lebih kritis dan selektif dalam memilih dan memanfaatkan
pelayanan pengobatan alternatif agar tidak mendapat kerugian atau efek samping di
kemudian hari.
Pemerintah harus lebih menggalakkan lagi upaya standarisasi pengobatan alternatif di
Indonesia agar mutu pengobatan alternatif tersebut meningkat serta sesuai dengan standar
keilmiahan.
DAFTAR PUSTAKA
Sudarma, Momon. 2008. Sosiologi untuk Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika
Y, Idward. 2012. Seberapa Besar Manfaat Pengobatan Alternatif.
http://www.gizikia.depkes.go.id/artikel/seberapa-besar-manfaat-pengobatan-
alternatif/?print=print, diakses pada 1 Januari 2016

Zulkifli. 2004. Pengobatan Tradisional Sebagai Pengobatan Alternatif Harus Dilestarikan.


http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-zulkifli5.pdf, diakses pada 1 Januari 2016
Posted by Fitria Nafisatin Nahari at 17:48
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest

No comments:

Post a Comment

Newer Post Older Post Home


Subscribe to: Post Comments (Atom)

About Me

Fitria Nafisatin Nahari


View my complete profile
Search This Blog

Translate
Powered by Translate
Blog Archive
 ► 2017 (4)

 ▼ 2016 (8)
o ▼ December (8)
 Makalah Analisis Masalah Kesehatan Lingkungan dan ...
 Artikel PJK (Penyakit Jantung Koroner) (Pengertian...
 Artikel Warna Darah Haid Bisa Indikasikan Kondisi ...
 Artikel Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) (Ta...
 Artikel Anemia (Pengertian, Gejala, Penyebab, Baha...
 Makalah Pengaruh Asap Kebakaran Hutan terhadap Kes...
 Makalah Kepercayaan Masyarakat terhadap Pengobatan...
 Konsep Kelas Ibu Hamil (Definisi, sasaran, tujuan ...

Entri yang Diunggulkan


Makalah Kepercayaan Masyarakat terhadap Pengobatan Alternatif

TUGAS TERSTRUKTUR MATA KULIAH SOSIOLOGI KESEHATAN MAKALAH


KEPERCAYAAN MASYARAKAT TERHADAP PENGOBATAN ALTERNATIF Disusun
ole...

Simple theme. Powered by Blogger.

Anda mungkin juga menyukai