Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang “Tinjauan Sosial dan Budaya Pada
Perawatan Paliatif” ini.
Makalah ilmiah ini telah kami susun secara maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak, sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan
makalah ini. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa penulisan
makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun
tata bahasanya. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaikinya dalam penulisan makalah selanjutnya.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang “Tinjauan
Sosial dan Budaya Pada Perawatan Paliatif” ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.

Sumenep, 15 Desember 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB 1.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................2
BAB 2.......................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................3
2.1 Perawatan Paliatif......................................................................................3
2.2 Sosial dan Budaya......................................................................................3
2.3 Aspek Budaya yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan.........................4
2.4 Aspek Sosial yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan............................6
2.5 Tinjauan Sosial dan Budaya Pada Perawatan Paliatif...............................7
BAB 3.....................................................................................................................12
PENUTUP..............................................................................................................12
3.1 Kesimpulan..............................................................................................12
3.2 Saran........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................13

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Palliative Care adalah suatu perawatan kesehatan terpadu yang menyeluruh
dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Tujuannya adalah untuk
mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas
hidupnya, dan juga memberikan support kepada keluarganya. Dari definisi
tersebut didapatkan bahwasannya salah satu tujuan dasar dari palliative care
adalah mengurangi penderitaan pasien yang termasuk didalamnya adalah
menghilangkan nyeri yang diderita oleh pasien tersebut.
Terdapat banyak alasan mengapa pasien dengan penyakit stadium lanjut
tidak mendapatkan perawatan yang memadai, namun semua alasan itu pada
akhirnya berakar pada konsep terapi yang eksklusif dalam menyembuhkan
penyakit daripada meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi penderitaan.
Itulah mengapa, seringkali keputusan untuk mengambil tindakan paliatif baru
dilakukan setelah segala usaha penyembuhan penyakit ternyata tidak efektif.
Padahal seharusnya, palliative care dilakukan secara integral dengan perawatan
kuratif dan rehabilitasi baik pada fase dini maupun lanjut.
Seiring dengan berkembangnya bidang ilmu ini, ruang lingkup dari
palliative care yang dulunya hanya terfokus pada memberikan kenyamanan bagi
penderita, sekarang telah meluas menjadi perawatan holistik yang mencakup
aspek fisik, sosial, psikologis, cultural, dan spiritual. Perubahan perspektif ini
dikarenakan semakin hari semakin banyak pasien yang menderita penyakit kronis
sehingga tuntutan untuk suatu perkembangan adalah mutlak adanya. Oleh karena
itu pada kesempatan ini penulis membuat makalah tentang Palliative Care untuk
mengulas materi tersebut lebih dalam.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah definisi perawatan paliatif?
2. Bagaimanakah pengertian social dan budaya?
3. Bagaimanakah aspek budaya yang mempengaruhi kesehatan?
4. Bagaimanakah aspek social yang berpengaruh terhadap kesehatan?
5. Bagaimanakah tinjauan social dan budaya dalam perawatan paliatif?

1
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi perawatan paliatif.
2. Untuk mengetahui pengertian social dan budaya.
3. Untuk mengetahui aspek budaya yang mempengaruhi kesehatan.
4. Untuk mengetahui aspek social yang berpengaruh terhadap kesehatan.
5. Untuk mengetahui tinjauan social dan budaya dalam perawatan paliatif.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perawatan Paliatif


Perawatan paliatif adalah perawatan yang dilakukan secara aktif pada
penderita yang sedang sekarat atau dalam fase terminal akibat penyakit yang
dideritanya. Pasien sudah tidak memiliki respon terhadap terapi kuratif yang
disebabkan oleh keganasan ginekologis. Perawatan ini mencakup penderita serta
melibatkan keluarganya (Aziz, Witjaksono, & Rasjidi, 2008).
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas
hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit
yang mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui
identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta
masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual. (World Health
Organization (WHO) 2016).

2.2 Sosial dan Budaya


Pengertian sosial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah segala
sesuatu yang mengenai masyarakat atau kemasyarakatan. Sedangkan kebudayaan
atau kultur yang dapat membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan
penyakit dalam segala masyarakat tanpa memandang tingkatannya.
Menurut Andreas Eppink, sosial budaya atau kebudayaan adalah segala
sesuatu atau tata nilai yang berlaku dalam sebuah masyarakat yang menjadi ciri
khas dari masyarakat tersebut. Sedangkan menurut Burnett, kebudayaan adalah
keseluruhan berupa kesenian, moral, adat istiadat, hukum, pengetahuan,
kepercayaan, dan kemampuan olah pikir dalam bentuk lain yang didapat
seseorang sebagai anggota masyarakat dan keseluruhan bersifat kompleks. Dari
kedua pengertian tersebut bisa disimpulkan bahwa social budaya memang
mengacu pada kehidupan bermasyarakat yang menekankan pada aspek adat
istiadat dan kebiasaan masyarakat itu sendiri.

3
Sosial budaya merupakan segala hal yang diciptakan oleh manusia dengan
pikiran dan budinya dalam kehidupan bermasyarakat. Karena itulah penting bagi
tenaga kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga
membuat mereka mengerti tentang proses terjadinya suatu penyakit dan
bagaimana meluruskan keyakinan atau budaya yang dianut hubungannya dengan
kesehatan..
Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap
terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota
masyarakat, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-
individu masyarakat.
Green dalam Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa perilaku manusia dari
tingkat kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor perilaku
(behaviour cause) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour cause). Perilaku itu
sendiri terbentuk dari tiga factor, yaitu :
1. Faktor Predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan,
sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
2. Faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik,
tersedia atau tidak tersedianya fasilitasfasilitas atau sarana-sarana kesehatan,
misalnya puskesmas, obat-obatan, air bersih dan sebagainya.
3. Faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok
referensi dari perilaku masyarakat.

2.3 Aspek Budaya yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan


1. Persepsi masyarakat terhadap sehat dan sakit.
Masyarakat mempunyai batasan sehat atau sakit yang berbeda dengan
konsep sehat dan sakit versi sistem medis modern (penyakit disebabkan oleh
makhluk halus, guna-guna, dan dosa)
2. Kepercayaan.
Kepercayaan dalam masyarakat sangat dipengaruhi tingkah laku kesehatan,
beberapa pandangan yang berasal dari agama tertentu kadang-kadang
memberi pengaruh negatif terhadap program kesehatan. Sifat fatalistik atau
fatalism adalah ajaran atau paham bahwa manusia dikuasai oleh nasib.

4
Seperti contoh, orang-orang Islam di pedesaan menganggap bahwa penyakit
adalah cobaan dari Tuhan, dan kematian adalah kehendak Allah. Jadi, sulit
menyadarkan masyarakat untuk melakukan pengobatan saat sakit.
3. Pendidikan.
Masih banyaknya penduduk yang berpendidikan rendah, petunjuk-petunjuk
kesehatan sering sulit ditangkap apabila cara menyampaikannya tidak
disesuaikan dengan tingkat pendidikan khayalaknya.
4. Nilai Kebudayaan
Masyarakat Indonesia terdiri dari macam-macam suku bangsa yang
mempunyai perbedaan dalam memberikan nilai pada satu obyek tertentu.
Nilai kebudayaan ini memberikan arti dan arah pada cara hidup, persepsi
masyarakat terhadap kebutuhan dan pilihan mereka untuk bertindak.
Contoh :
a. Wanita sehabis melahirkan tidak boleh memakan ikan karena ASI akan
menjadi amis
b. Di New Guinea, pernah terjadi wabah penyakit kuru. Penyakit ini
menyerang susunan saraf otak dan penyebabnya adalah virus. Penderita
hanya terbatas pada anak-anak dan wanita. Setelah dilakukan
penelitaian ternyata penyakit ini menyebar karena adanya tradisi
kanibalisme
Sifat Etnosentris merupakan sikap yang memandang kebudayaan
sendiri yang paling baik jika dibandingkan dengan kebudayaan pihak lain.
Etnosentrisme merupakan sikap atau pandangan yg berpangkal pada
masyarakat dan kebudayaan sendiri, biasanya disertai dengan sikap dan
pandangan yg meremehkan masyarakat dan kebudayaan lain. Seperti
contoh, Seorang perawat/dokter menganggap dirinya yang paling tahu
tentang kesehatan, sehingga merasa dirinya berperilaku bersih dan sehat
sedangkan masyarakat tidak.
Selain itu, budaya yang diajarkan sejak awal seperti budaya hidup
bersih sebaiknya mulai diajarkan sejak awal atau anak-anak karena nantinya
akan menjadi nilai dan norma dalam masyarakat.

5. Norma

5
Aturan atau ketentuan yg mengikat warga kelompok dalam
masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku
yg sesuai dan diterima oleh masyarakat. Terjadi perbedaan norma (sebagai
standar untuk menilai perilaku) antara satu kebudayaan dengan kebudayaan
yang lain. Masyarakat menetapkan perilaku yang normal (normatif) serta
perilaku yang tidak normatif. Contohnya, Bila wanita sedang sakit, harus
diperiksa oleh dokter wanita dan masyarakat memandang lebih bergengsi
beras putih daipada beras merah, padahal mereka mengetahui bahwa
vitamin B1 lebih tinggi diberas merah daripada diberas putih.
6. Inovasi Kesehatan
Tidak ada kehidupan sosial masyarakat tanpa perubahan, dan sesuatu
perubahan selalu dinamis. artinya setiap perubahan akan diikuti perubahan
kedua, ketiga dan seterusnya. Seorang petugas kesehatan jika akan
melakukan perubahan perilaku kesehatan harus mampu menjadi contoh
dalam perilakukanya sehari-hari. Ada anggapan bahwa petugas kesehatan
merupakan contoh rujukan perilaku hidup bersih sehat, bahkan diyakini
bahwa perilaku kesehatan yang baik adalah kepunyaan/ hanya petugas
kesehatan yang benar.

2.4 Aspek Sosial yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan


1. Penghasilan (income). Masyarakat yang berpenghasilan rendah
menunjukkan angka kesakitan yang lebih tinggi, angka kematian bayi dan
kekurangan gizi.
2. Jenis kelamin (sex). Wanita cenderung lebih sering memeriksakan kesehatan
ke dokter dari pada laki-laki.
3. Jenis pekerjaan yang berpengaruh besar terhadap jenis penyakit yang
diderita pekerja.
4. Self Concept, menurut Merriam-Webster adalah : “the mental image one has
of oneself” yaitu gambaran mental yang dipunyai seseorang tentang dirinya.
Self concept ditentukan oleh tingkat kepuasan atau ketidakpuasan yang kita
rasakan terhadap diri kita sendiri. Self concept adalah faktor yang penting
dalam kesehatan, karena mempengaruhi perilaku masyarakat dan perilaku
petugas kesehatan.

6
5. Image Kelompok. Image seorang individu sangat dipengaruhi oleh image
kelompok. Perilaku anak cenderung merefleksikan dari kondisi keluarganya.
Identitas Individu pada Kelompok. Identifikasi individu kepada kelompok
kecilnya sangat penting untuk memberikan keamanan psikologis dan kepuasan
dalam pekerjaan mereka. Inovasi akan berhasil bila kebutuhan sosial masyarakat
diperhatikan
Contoh lain, sosial budaya mempengaruhi kesehatan adalah pandangan
suatu masyarakat terhadap tindakan yang mereka lakukan ketika mereka
mengalami sakit, ini akan sangat dipengaruhi oleh budaya, tradisi, dan
kepercayaan yang ada dan tumbuh dalam masyarakat tersebut. Misalnya
masyarakat yang sangat mempercayai dukun yang memiliki kekuatan gaib sebagai
penyembuh ketika mereka sakit, dan bayi yang menderita demam atau diare
berarti pertanda bahwa bayi tersebut akan pintar berjalan. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa social budaya sangat mempengaruhi kesehatan baik itu individu maupun
kelompok.
Kebudayaan perilaku kesehatan yang terdapat dimasyarakat beragam dan
sudah melekat dalam kehidupan bermasyarakat. Kebudayaan tersebut seringkali
berupa kepercayaan gaib. Sehingga usaha yang harus dilakukan untuk mengubah
kebudayaan tersebut adalah dengan mempelajari kebudayaan mereka dan
menciptakan kebudayaan yang inovatif sesuai dengan norma, berpola, dan benda
hasil karya manusia.

2.5 Tinjauan Sosial dan Budaya Pada Perawatan Paliatif


Indonesia yang terdiri dari beragam etnis tentu memiliki banyak budaya
dalam masyarakatnya. Terkadang, budaya suatu etnis dengan etnis yang lain dapat
berbeda jauh. Hal ini menyebabkan suatu budaya yang positif, dapat dianggap
budaya negatif di etnis lainnya. Sehingga tidaklah mengherankan jika
permasalahan kesehatan di Indonesia begitu kompleksnya.

7
Sosial budaya sering kali dijadikan petunjuk dan tata cara berperilaku dalam
bermasyarakat, hal ini dapat berdampak positif namun juga dapat berdampak
negative. Disinilah kaitannya dengan kesehatan, ketika suatu tradisi yang telah
menjadi warisan turun temurun dalam sebuah masyarakat namun ternyata tradisi
tersebut memiliki dampak yang negatif bagi derajat kesehatan masyarakatnya.
Misalnya, cara masyarakat memandang tentang konsep sehat dan sakit dan
persepsi masyarakat tentang penyebab terjadinya penyakit disuatu masyarakat
akan berbeda-beda tergantung dari kebudayaan yang ada dalam masyarakat
tersebut.
Sosial budaya yang mempengaruhi kesehatan adalah pandangan suatu
masyarakat terhadap tindakan yang mereka lakukan ketika mereka mengalami
sakit, ini akan sangat dipengaruhi oleh budaya, tradisi, dan kepercayaan yang
ada dan tumbuh dalam masyarakat tersebut. Misalnya masyarakat yang sangat
mempercayai dukun yang memiliki kekuatan gaib sebagai penyembuh ketika
mereka sakit, dan bayi yang menderita demam atau diare berarti pertanda bahwa
bayi tersebut akan pintar berjalan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa social budaya
sangat mempengaruhi kesehatan baik itu individu maupun kelompok
Dalam kajian sosial budaya, perawatan paliatif bertujuan untuk mencapai
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, meningkatkan kualitas hidup pasien
dan keluarga dalam menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit
yang mengancam kehidupan. Perawatan paliatif adalah pendekatan yang
bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi
masalah berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui
pencegahan dan membantu meringankan penderitaan, identifikasi dini dan
penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah lain baik fisik,
psikososial dan spiritual (WHO 2011).
Menurut Kepmenkes RI No 812 (2007), jenis kegiatan perawatan paliatif
meliputi tatalaksana nyeri, tatalaksana keluhan fisik lain, asuhan keperawatan,
dukungan psikologis, sosial, kultural dan spiritual serta dukungan persiapan dan
selama masa dukacita.

8
Kualitas perawatan paliatif menurut National Consensus Project (2009)
merupakan sebuah pendekatan umum untuk perawatan pasien yang harus secara
rutin terintegrasi dengan penyakit, modifikasi terapi dan berkembangnya
praktek spesialis untuk dokter, perawat, pekerja sosial, ulama dan memiliki
keahlian yang diperlukan untuk mengoptimalkan kualitas hidup bagi mereka
yang memiliki penyakit kronis yang mengancam atau melemahkan hidup,
meliputi struktur dan proses perawatan, aspek: fisik, psikologis dan psikiatris,
sosial, spiritual dan agama, budaya, perawatan menjelang ajal dan etika dan
hukum.
Fitzpatrick (1993) menyampaikan bahwa prinsip penerapan aspek budaya
dalam pelayanan perawatan dapat membantu, menfasilitasi, mengadaptasi serta
mengubah pola gaya hidup atau kesehatan pasien yang bermakna atau
menguntungkan, sedangkan Bastable (2002) mengemukakan bahwa perawat
yang kompeten harus peka terhadap budaya. Menurut Dein (2006) perawatan
paliatif harus sensitif terhadap budaya, sehingga dapat menyadari dan
memenuhi kebutuhan pasien. Demikian juga Owens (2004), mengemukakan
tantangan yang dihadapi dalam perawatan paliatif yaitu mengembangkan
praktek penerapan budaya yang kompeten bagi pasien dengan penyakit kanker,
penyakit kronis dan penyakit terminal.
Pemahaman budaya penting untuk perawatan holistik dan individual
(Oliviere, 1999). Jika pengetahuan budaya tertentu dapat diandalkan,
diterapkan secara peka dan bertanggung jawab dapat meningkatkan proses
pengkajian pasien dari pertanyaan yang perlu ditanyakan perawat (Hallenbeck,
1996). McNamara (1997) mengemukakan penggunakan budaya yang sama
akan sangat membantu dalam pemberian layanan kesehatan. Filosofi perawatan
paliatif dengan pendekatan budaya dapat memberikan pelayanan holistik: fisik,
psikologis, sosial dan spiritual secara individual (Diver, 2003).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa budaya memegang
peranan penting dalam perawatan paliatif, pengkajian dapat terfokus pada
pertanyaan yang diperlukan pasien sehingga pasien dapat menyampaikan

9
permasalahan yang dimiliki serta diharapkan dapat menangani masalah fisik,
psikologis, sosial, spiritual dan kualitas hidup pasien.
Perawatan paliatif selama ini di Indonesia masih mengacu pada teori dan
kondisi dari Barat, belum mengaplikasikan secara nyata asuhan keperawatan
dengan nilai-nilai budaya setempat.

1. Kajian Sosial Budaya Tentang Perawatan Paliatif


Salah satu faktor yang menentukan kondisi kesehatan masyarakat adalah
perilaku kesehatan masyarakat itu sendiri. Dimana proses terbentuknya perilaku
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah faktor sosial budaya,
bila faktor tersebut telah tertanam dan terinternalisasi dalam kehidupan dan
kegiatan masyarakat ada kecenderungan untuk merubah perilaku yang telah
terbentuk tersebut sulit untuk dilakukan.
Untuk itu, untuk mengatasi dan memahami suatu masalah kesehatan
diperlukan pengetahuan yang memadai mengenai budaya dasar dan budaya
suatu daerah. Sehingga dalam kajian sosial budaya tentang perawatan paliatif
bertujuan untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya,
meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi masalah
yang berhubungan dengan penyakit yang mengancam kehidupan.

2. Budaya Masyarakat Tentang Pengobatan Pada Penyakit Paliatif


Pemahaman masyarakat terhadap hal-hal yang dipercayai secara turun-
temurun merupakan bagian dari kearifan lokal yang sulit untuk dilepaskan.
Hingga pemahaman magis yang irasional terhadap pengobatan melalui dukun
sangat dipercayai oleh masyarakat. Peranan budaya dan kepercayaan yang ada
dimasyarakat itu diperkuat oleh rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat
ekonomi.
Misalnya, kanker payudara merupakan penyakit yang mematikan. Jumlah
penderitanya pun tak sedikit. Sayang, banyak penderita justru memilih ke dukun
alias pengobatan alternatif. Ujung-ujungnya, malah bertambah parah. Banyak
penderita yang baru berobat ke dokter setelah menderita kanker payudara stadium
tinggi.

10
Selain itu, fenomena dukun Ponari sempat menyita perhatian masyarakat
Indonesia beberapa tahun yang lalu, cerita kemunculan dukun Ponari dengan batu
saktinya sebagai media penyembuhan dengan cara di celupkan ke air.
Kabar tentang kehebatan ponari ini terus meluas hingga menyebabkan
jumlah pasien yang berobat kerumah Ponari dari hari kehari semakin meningkat.
Tindakan masyarakat yang datang ke Dukun Ponari itu tidak terlepas dari peran
budaya yang ada di masyarakat kita terhadap hal-hal yang bersifat mistis. Percaya
terhadap kesaktian batu yang dimiliki Ponari itu merupakan sebuah budaya yang
mengakar dan bertahan dimasyarakat sebagai bagian dari kearifan lokal.

11
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas kehidupan pasien dan keuarganya dalam menghadapi masalah masalah
yang berhubungan dengan penyakit yang mengancam jiwa, dengan mencegah dan
meringankan penderitaan melalui identifikasi awal serta terapi dan masalah lain,
fisik, psikososial dan spirittual.
Perilaku manusia dalam menghadapi masalah kesehatan merupakan suatu
tingkah laku yang selektif, terencana, dan tanda dalam suatu sistem kesehatan
yang merupakan bagian dari budaya masyarakat yang bersangkutan. Perilaku
tersebut terpola dalam kehidupan nilai sosial budaya yang ditujukan bagi
masyarakat tersebut. Perilaku merupakan tindakan atau kegiatan yang dilakukan
seseorang dan sekelompok orang untuk kepentingan atau pemenuhan kebutuhan
tertentu berdasarkan pengetahuan, kepercayaan, nilai, dan norma kelompok yang
bersangkutan.
Kebudayaan kesehatan masyarakat membentuk, mengatur, dan
mempengaruhi tindakan atau kegiatan individu-individu suatu kelompok sosial
dalam memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan baik yang berupa upaya
mencegah penyakit maupun menyembuhkan diri dari penyakit. Oleh karena itu
dalam memahami suatu masalah perilaku kesehatan harus dilihat dalam
hubungannya dengan kebudayaan, organisasi sosial, dan kepribadian individu-
individunya terutama dalam paliatif care.

3.2 Saran
Sebagai petugas kesehatan perlu mengetahui pengetahuan masyarakat
tentang kesehatan. Dengan mengetahui pengetahuan masyarakat, maka petugas
kesehatan akan mengetahui mana yang perlu ditingkatkan, diubah dan
pengetahuan mana yang perlu dilestarikan dalam memperbaiki status kesehatan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, M. F., Witjaksono, J., & Rasjidi, H.I. ( 2008). Panduan Pelayanan Medik:
Model Interdisiplin Penatalaksanaan Kanker Serviks dengan Gangguan
Ginjal. Jakarta: EGC
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Kementerian Kesehatan RI (2013) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
312/Menkes/SK/IX/2013 tentang Daftar Obat Esensial Nasional 2013.
Kementerian Kesehatan RI, Jakar
National Consensus Project for Quality Palliative Care. (2013). Clinical Practice
Guidelines for Quality Palliative Care, Third Edition. USA: National
Consensus Project for Quality Palliative Care
Ayu Purnamaningrum, 2010, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Perilaku Masyarakat Untuk Mendapatkan Pelayanan Kesehatan Mata
(Factors Related To The Community’s Behaviour To Get Eye Health
Servic), Universitas Diponegoro.
Dwi Hapsari, dkk.,2012, Pengaruh Lingkungan Sehat, Dan Perilaku Hidup
Sehat Terhadap Status Kesehatan, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Ekologi dan Status Kesehatan, Jakarta
Dwi Hapsari, dkk.,2012, Pengaruh Lingkungan Sehat, Dan Perilaku Hidup
Sehat Terhadap Status Kesehatan, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Ekologi dan Status Kesehatan, Jakarta
Doyle, Hanks and Macdonald, 2003. Oxford Textbook of Palliative Medicine.
Oxford MedicalPublications (OUP) 3 rd edn 2003
Ferrell, B.R. & Coyle, N. (Eds.) (2007). Textbook of palliative nursing, 2nd ed.
New York, NY:Oxford University Press
Woodruff Asperula Melbourne 4th edn 2004. Standards for Providing Quality
Palliative Care forall Australians. Palliative Care Australia.Palliative
Medicine.

13

Anda mungkin juga menyukai