Anda di halaman 1dari 13

TUGAS II

MATERNITAS II

DISUSUN OLEH :

NAMA : IVANA G RAKIL

NPM : 12114201190115

KELAS : KEPERAWATAN (D)

FAKULTAS KESEHATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU

AMBON

2021
LAPORAN PENDAHULUAN TENTANG PENYAKIT DM
( DIABETES MILITUS )
PADA MASA KEHAMILAN

 Pengertian Diabetes Mellitus Gestasional


Diabetes gestasional (gestasional diabetes mellitus) atau GDM adalah intoleransi
glukosa yang didiagnosis selama kehamilan (Elizabeth R, 2011).
Menurut WHO (2011), diabetes mellitus gestasional didefinisikan sebagai derajat
intoleransi glukosa dengan onset atau pengakuan pertama selama kehamilan.
Diabetes mellitus gestasional merupakan keadaan pada wanita yang sebelumnya
belum pernah didiagnosis diabetes kemudian menunjukkan kadar glukosa tinggi
selama kehamilan (Noaemi & Shalayel, 2011).
 Etiologi Diabetes Mellitus Gestasional
Selama kehamilan, resistensi insulin tubuh meningkat tiga kali lipat
dibandingkan keadaan tidak hamil. Pada kehamilan, penurunan sensitivitas insulin
ditandai dengan defek post-reseptor yang menurunkan kemampuan insulin untuk
memobilisasi SLC2A4 (GLUT 4) dari dalam sel ke permukaan sel. Hal ini mungkin
disebabkan oleh peningkatan hormon yang berkaitan dengan kehamilan. Meskipun
kehamilan dikaitkan dengan peningkatan massa sel β dan peningkatan kadar insulin,
beberapa wanita tidak dapat meningkatkan produksi insulinnya relatif terhadap
peningkatan resistensi insulin, sehingga menjadi hiperglikemik dan menderita DMG
(Noaemi & Shalayel, 2011).
 Tanda dan gejala Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes gestasional biasanya tidak menimbulkan gejala. Gejala yang dirasakan tidak
berat, antara lain:
- Kelelahan
- Pandangan buram
- Rasa haus yang berlebihan
- Rasa ingin buang air kecil yang berlebihan
- Sering merasa lapar
 Patofisiologi Diabetes Mellitus Gestasional
Pada DMG, akan terjadi suatu keadaan dimana jumlah atau fungsi insulin
menjadi tidak optimal. Terjadi perubahan kinetika insulin dan resistensi terhadap
insulin. Akibatnya, komposisi sumber energi dalam plasma ibu bertambah (kadar gula
darah tinggi, kadar insulin tetap tinggi). Mayoritas penderita DMG mengalami
disfungsi sel β akibat resistensi insulin kronik sebelum kehamilan. Dalam kehamilan
terjadi perubahan metabolism endokrin dan karbohidrat pemasokan makanan bagi
janin serta persiapan untuk menyusui. Glukosa dapat berdifusi secara tetap melalui
plasenta kepada janin, sehingga kadarnya dalam darah janin hampir menyerupai kadar
darah ibu. Insulin ibu tidak dapat mencapai janin, sehingga kadar gula ibu yang
mempengaruhi kadar pada janin. Pengendalian kadar gula terutama dipengaruhi oleh
insulin, disamping beberapa hormon lain seperti estrogen, steroid dan plasenta
laktogen. Akibat lambatnya resorpsi makanan maka terjadi hiperglikemia yang relatif
lama dan menuntut kebutuhan insulin. Menjelang aterm, kebutuhan insulin meningkat
hingga 3 kali lipat dari keadaan normal. Hal ini disebut tekanan diabetogenik dalam
kehamilan. Secara fisiologik telah terjadi resistensi insulin yaitu bila ditambah dengan
insulin eksogen maka tidak mudah menjadi hipoglikemi. Akan tetapi, bila ibu tidak
mampu meningkatkan produksi insulin sehingga relatif hipoinsulin yang
menyebabkan hiperglikemia atau diabetes kehamilan.
 pemeriksaan diagnostik pada Diabetes Melitus Gestasional
Diagnosis diabetes gestasional ditegakkan apabila saat dilakukan skrining diabetes
pada usia kehamilan 24-28 minggu ditemukan peningkatan kadar glukosa darah puasa
dan peningkatan kadar glukosa 2 jam post prandial saat dilakukan tes toleransi
glukosa.
- Anamnesis
Tanda dan keluhan pasien dengan diabetes gestasional tidak spesifik. Pasien
bisa saja tidak mengeluhkan apa pun. Namun, pada saat anamnesis perlu
dilakukan evaluasi mengenai faktor risiko seperti usia, riwayat diabetes dalam
keluarga, riwayat diabetes gestasional sebelumnya, hipertensi, hiperlipidemia,
dan riwayat melahirkan anak dengan berat >4000 gram. [7,9]
- Fisik
Pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan tanda-tanda vital yang normal dan
tidak ada pemeriksaan fisik yang spesifik pada diabetes gestasional.
Pemeriksaan fisik berupa perhitungan indeks massa tubuh pada awal
kehamilan perlu dilakukan untuk mengetahui faktor risiko obesitas.
Pengukuran tekanan darah juga diperlukan untuk melihat apakah ada faktor
risiko hipertensi
 Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari diabetes gestasional adalah diabetes tipe 1 dan diabetes
tipe 2.
- Diabetes Tipe 1
- Hampir tidak ada perbedaan pada tanda dan gejala dari diabetes tipe 1 dan
diabetes gestasional, walaupun pada diabetes tipe 1 gangguan glukosa dan
kecenderungan untuk ketosis lebih besar. Pada diabetes tipe 1 biasanya pasien
sudah terdiagnosis sebelum kehamilan dan dapat terjadi beberapa komplikasi
diabetik, seperti neuropati, retinopati, dan albuminuria. Dapat dilakukan
pemeriksaan HbA1c pada saat kehamilan awal untuk membedakan dengan
diabetes gestasional. Pada diabetes tipe 1 kadar HbA1c biasanya lebih tinggi
dan pada diabetes gestasional kadar ini bisa normal.
- Diabetes Tipe 2
Hampir tidak ada perbedaan pada tanda dan gejala dari diabetes tipe 2 dan
diabetes gestasional. Pada wanita hamil dengan diabetes tipe 2 biasanya
memiliki riwayat obesitas, riwayat keluarga dengan diabetes, dislipidemia,
acanthosis nigricans, dan ada riwayat sindrom polikistik ovarium. Pada
diabetes tipe 2 kadar HbA1c biasanya lebih tinggi dan pada diabetes
gestasional normal pada awal kehamilan.
- Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan kadar gula darah merupakan
aspek yang sangat penting untuk mendiagnosis diabetes gestasional.
- Pemeriksaan Gula Darah
American College of Obstetrician and Gynecologist (ACOG) dan
Perkumpulan Kedokteran Endokrinologi Indonesia (PERKENI) menyarankan
untuk melakukan tes skrining gula darah pada semua wanita hamil pada saat
pertama kali datang untuk kunjungan antenatal dan melakukan reevaluasi pada
usia kehamilan 24-28 minggu. Kadar gula darah yang diukur adalah kadar
gula darah puasa dan 2 jam post prandial. Beberapa hal yang harus
diperhatikan saat melakukan pengukuran adalah:
Tiga hari sebelum pemeriksaan, jangan melakukan perubahan pola makan dan
aktivitas fisik Puasa selama minimal 8 jam sebelum tes, boleh minum air putih
Lakukan pengukuran kadar gula darah puasa terlebih dulu, kemudian minum
glukosa anhidrosa 75 gram pada 250 ml air dalam waktu 5 menit Setelah itu,
kembali berpuasa selama 2 jam, lalu melakukan pemeriksaan konsentrasi
glukosa 2 jam post prandial.
Menurut ACOG, kadar normal gula darah puasa pada kehamilan adalah ≤ 95
mg/dL dan kadar normal gula darah 2 jam post prandial adalah 120 mg/dL
- Ultrasonografi
- Ultrasonografi (USG) perlu dilakukan untuk melihat pertumbuhan dan
perkembangan fetus. Berdasarkan hasil USG, dokter kandungan dan endokrin
dapat melakukan evaluasi tatalaksana pada bayi maupun ibu dan dapat
membuat perencanaan tatalaksana persalinan. Pada diabetes gestasional,
seringkali terjadi yang bisa menyebabkan bayi tidak dapat lahir per vaginam.
 Penatalaksanaan Diabetes Melitus Gestasional
penatalaksanaan diabetes gestasional adalah normoglikemi dan menjaga pertumbuhan
dan perkembangan fetus. Penatalaksanaan diabetes dilakukan secara menyeluruh
dengan kontrol rutin gula darah, perubahan gaya hidup, dan terapi obat-obatan. Target
kontrol glikemik pada diabetes gestasional adalah kadar glukosa darah puasa ≤95
mg/dL dan kadar glukosa darah 2 jam post prandial ≤120 mg/dL.
Dengan perubahan gaya hidup berupa aktivitas fisik dan kontrol diet, 70-85% wanita
dengan diabetes gestasional dapat mencapai kontrol glukosa yang baik. Terapi obat
dimulai apabila pasien gagal mencapai target glukosa dalam 1-2 minggu pasca
perubahan gaya hidup.

 Pathway Diabetes Mellitus Gestasional

Pengambilan glukosa sirkulasi plasenta ↑

Estrogen, kortisol, HPL ↑

Kerja insulin terganggu


dan menurun ↓

Glukosa tidak
dapat diserap

Hiperglikemia

Glukosa plasma ↑ Glukosa sel ↓

↑ osmolalitas plasma dan Glukosa masuk ke Sel tidak mendapat nutrisi


cairan dalam tubulus ginjal plasenta dan ↑

Poliuri Bayi kelebihan nutrisi Badan lemas,


 (hiperglikemia) polifagi

Dehidrasi 
LAPORAN PENDAHULUAN KE 2 TENTANG PENYAKIT ANEMIA
PADA MASA KEHAMILAN

 Pengertian Anemia
Anemia merupakan suatu keadaan saat jumlah sel darah merah atau konsentrasi pengangkut
oksigen dalam darah Hemoglobin (Hb) tidak mencukupi untuk seluruh kebutuhan fisiologis
tubuh (Kemenkes RI, 2013). Menurut Adriyani (2012) anemia diartikan sebagai suatu
keadaan kadar hemoglobin (Hb) di dalam darah lebih rendah atau lebih kecil daripada nilai
normal untuk kelompok orang menurut umur dan jenis kelamin. Anemia gizi adalah suatu
keadaan dengan kadar hemoglobin darah yang lebih rendah daripada normal karena
ketidakmampuan jaringan pembentuk sel darah merah dalam produksinya untuk
mempertahankan kadar atau jumlah hemoglobin pada tingkat normal.
Anemia gizi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan zat besi sehingga
pembentukan sel-sel darah merah dan fungsi lain dalam tubuh terganggu.
Anemia kehamilan adalah kondisi tubuh dengan jumlah kadar hemoglobin dalam darah <11g
% pada trimester 1 yaitu 3 bulan awal kehamilan atau kadar Hb <10,5 g% pada trimester 2
yaitu 4-6 bulan usia kehamilan (Aritonang, 2015). Menurut Irianto (2014) selama kehamilan,
ibu hamil mengalami peningkatan plasma darah hingga 30%, sel darah 18%, tetapi Hb hanya
bertambah 19%. Sehingga berakibat, frekuensi anemia pada ibu hamil cukup tinggi.
 Etiologi anemia pada ibu hamil
Menurut Irianto (2014) etiologi anemia pada kehamilan merupakan gangguan pencernaan dan
absorpsi, hipervolemia, yang dapat menyebabkan terjadinya pengenceran darah, kebutuhan
zat besi meningkat, dan kurangnya zat besi dalam makanan, serta pertambahan darah tidak
sebanding dengan pertambahan plasma.
 Tanda dan gejala anemia
Pada umumnya tanda-tanda anemia akan tampak jelas apabila kadar hemoglobin
(Hb) <7gr/dl. Gejala anemia dapat berupa kepala pusing, perubahan jaringan
epitel kuku, palpitasi, berkunang-kunang, pucat, perubahan jaringan epitel kuku,
lesu, lemah, gangguan sistem neuromuskular, lelah, disphagia, kurang nafsu
makan, menurunnya kebugaran tubuh, dan gangguan penyembuhan luka, serta
pembesaran kelenjar limpa (Irianto, 2014).
Menurut Syaftrudin (2011) tanda dan gejala anemia bermula dengan
berkurangnya konsentrasi Hb selama masa kehamilan mengakibatkan suplai
oksigen keseluruh jaringan tubuh berkurang sehingga menimbulkan tanda dan
gejala anemia. Pada umumnya gejala yang dialami oleh ibu hamil anemia antara
lain, ibu mengeluh merasa lemah, lesu, letih, pusing, tenaga berkurang, pandangan
mata berkunang-kunang terutama bila bangkit dari duduk. Selain itu, melalui
pemeriksaan fisik akan di temukan tanda-tanda pada ibu hamil seperti, pada wajah
di selaput lendir kelopak mata, bibir, dan kuku penderita tampak pucat. Bahkan
pada penderita anemia yang berat dapat berakibat penderita sesak napas atau pun
bisa menyebabkan lemah jantung
 Patofisiologi Anemia dalam Kehamilan
Pengenceran darah (hemodilusi) pada ibu hamil sering terjadi dengan
peningkatan volume plasma 30%-40%, peningkatan sel darah merah 18%-
30% dan hemoglobin 19%, secara fisiologi hemodilusi membantu
meringankan kerja jantung. Hemodilusi terjadi sejak kehamilan 10 minggu
dan mencapai maksimum pada usia kehamilan 24 minggu atau trimester II dan
terus meningkat hingga usia kehamilan di trimester ke III (Reeder, dkk, 2014).

Anemia pada ibu hamil dapat berdampak terganggunya kesehatan pada ibu
hamil maupun janin yang sedang dikandungnya. Permasalahan kesehatan pada
janin dan ibu hamil dari dampak anemia dapat berupa abortus, persalinan
prematur, infeksi, dan perdarahan saat persalinan. Bahaya lainnya dapat
menimbulkan resiko terjadinya kematian intrauteri, abortus, berat badan lahir
rendah, resiko terjadinya cacat bawaan, peningkatan resiko infeksi pada bayi
hingga kematian perinatal atau tingkat intilegensi bayi rendah (Pratami, 2016).
Ibu hamil dengan anemia biasannya muncul keluhan ibu hamil dengan anemia
merasa lemah, lesu, letih, pusing, tenaga berkurang, pandangan mata
berkunang-kunang terutama bila bangkit dari duduk. Selain itu, melalui
pemeriksaan fisik akan di temukan tanda-tanda pada ibu hamil seperti: pada
wajah di selaput lendir kelopak mata, bibir, dan kuku penderita tampak pucat.
Bahkan pada penderita anemia yang berat dapat berakibat penderita sesak
napas atau pun bisa menyebabkan lemah jantung (Syaftrudin, 2011).
 Penataksanaan ibu hamil dengan anemia
a. Pengobatan
Pengobatan dengan pemberian tablet tambah darah dan kontol setiap bulan
ke pelayanan kesehatan.
b. Konseling
Konseling memberikan pemahaman kepada ibu hamil tentang pengertian
anemia, penyebab anemia, upaya pencegahan anemi, tanda dan gejala
anemia dan dampak anemia pada kehamilan.
c. Informasi pola makan yg baik
Pola makan yang baik selama kehamilan dapat membantu tubuh dalam
mengatasi permintaan khusus karena hamil, serta memiliki pengaruh
positif pada kesehatan bayi yang akan lahir. Pola makan sehat pada
seorang ibu hamil adalah memakan makanan yang dikonsumsi oleh ibu
hamil harus memiliki jumlah kalori dan zat-zat gizi yang sesuai dengan
kebutuhan seperti karbohidrat, vitamin, mineral, serat, lemak, protein, dan
air (Manuaba, 2012).
 Pemeriksaan diagnosis anemia pada ibu hamil
maka perlu dilakukan tes darah. Ibu hamil disebut mengalami anemia apabila
kadar hemoglobin (Hb)nya rendah. Pemeriksaan darah umumnya
dilakukan pada pemeriksaan kehamilan yang pertama, kemudian dilakukan
satu kali lagi selama kehamilan.

 Patwey anemia
LAPORAN PENDAHULUAN KE 3 TENTANG PENYAKIT HIPERTENSI
PADA MASA KEHAMILAN

 Pengertian Hipertensi dalam Kehamilan


Hipertensi dalam kehamilan adalah suatu kondisi dalam kehamilan dimana tekanan darah
sistol diatas 140 mmHg dan diastol diatas 90 mmHg atau adanya peningkatan tekanan
sisstolik sebesar 30 mmHg atau lebih atau peningkatan diastolik sebesar 15 mmHg atau lebih
diatas nilai dasar yang mana diukur dalam dua keadaan, minimal dalam jangka waktu 6 jam
(Reeder dkk, 2011).
Hipertensi dalam kehamilan ialah tekanan darah sistolik dan sistolik ≥140/90 mmHg
pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam. Kenaikan
tekanan darah sistolik ≥ 30 mmHg dan kenaikan tekanan darah diastolik ≥ 15 mmHg sebagai
parameter hipertensi sudah tidak dipakai lagi (Prawirohardjo, 2013).
 Etiologi
Prawirohardjo (2013), menjelaskan penyebab hipertensi dalam kehamilan
belum diketahui secara jelas. Namun ada beberapa faktor risiko yang
menyebabkan terjadinya hipertensi dan dikelompokkan dalam faktor risiko.
Beberapa faktor risiko sebagai berikut :
- Primigravida, primipaternitas
- Hiperplasentosis, misalnya : mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes
melitus, hidrops fetalis, bayi besar.
- Umur
- riwayat keluarga pernah pre eklampsia/ eklampsia
- penyakit- penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum
- hamil
- obesitas
 Tanda dan gejala Hipertensi pada kehamilan
 Ditemukannya kelebihan protein dalam urin (proteinuria) atau tanda-
tanda tambahan masalah ginjal.
 Sakit kepala yang parah.
 Perubahan penglihatan, penglihatan menjadi kabur atau sensitivitas
cahaya.
 Nyeri pada perut bagian atas, biasanya di bawah tulang rusuk Anda di
sisi kanan.
 Mual atau muntah.
 Urin dari buang air kecil menurun.
 Penurunan kadar trombosit dalam darah.
 Gangguan pada fungsi hati.
 Sesak napas, hal ini disebabkan oleh cairan di paru-paru.
 Kenaikan tiba-tiba pada berat badan dan pembengkakan (edema),
khususnya di wajah dan tangan, sering menyertai preeklampsia. Tapi hal-
hal ini juga terjadi di banyak kehamilan normal, sehingga kadang tidak
dianggap sebagai tanda-tanda preeklampsia.
 Patofisiologi pada kejamilan hipertensi
Prawirohardjo (2013), menjelaskan beberapa teori yang mengemukakan
terjadinya hipertensi dalam kehamilan diantaranya adalah :
- teori kelainan vaskularisasi plasenta
kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-
cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh arah tersebut
menembus miometrium berupa uteri arkuarta dan memberi cabang arteri
radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan
artrei basalis memberi cabang arteri spiralis. Kehamilan normal akan terjadi
invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis yang menimbulkan
degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi
trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan
matriks menjadi gembur dan memudahkan arteri spiralis mengalami distensi
dan dilatasi. Keadaan ini akan memberi dampak penurunan tekanan darah,
penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan tekanan darah pada daerah
utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi
jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan
baik. Proses ini sering dinamakan dengan remodeling arteri spiralis.
Sebaliknya pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel
trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarrya.
Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri
spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya
arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi dan terjadi kegagalan
remodeling arteri spiralis. Sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan
terjadi hipoksia dan iskemia plasenta.
- Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan
yang disebut juga radikal bebas. Iskemia plasenta tersebut akan menghasilkan
oksidan penting, salah satunya adalah radikal hidroksil yang sangat toksis,
khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil
tersebut akan merusak membran sel yang mengandung banyak asam lemak
tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak tersebut selain akan
merusak membran sel, juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel.
- Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
HLA-G (human leukocyte antigen protein G) merupakan prakondisi untuk
terjadinya invasi trofoblas kedalam jaringan desidua ibu, disamping untuk
menghadapi sel natular killer. HLA-G tersebut akan mengalami penurunan
jika terjadi hipertensi dalam kehamilan. Hal ini menyebabkan invasi desidua
ke trofoblas terhambat. Awal trimester kedua kehamilan perempuan yang
mempunyai kecendrungan terjadi pre-eklampsia, ternyata mempunyai proporsi
helper sel yang lebih rendah bila dibanding pada normotensif.
- Teori adaptasi kardiovaskuler
Daya refrakter terhadap bahan konstriktor akanhilangjika terjadi hipertensi
dalam kehamilan, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-
bahan vasopresor. Artinya daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan
vasopresor hilang hingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan
vasopresor.
- Teori Genetik
Genotip ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara
familial jika dibandingkan dengan genotipe janin. Telah terbukti bahwa pada
ibu yang mengalami pre-eklampsia, 2,6% anak perempuannya akan
mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami
preeklampsia.
- Teori defisiensi gizi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan
dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Misalnya seorang ibu yang
kurang mengkonsumsi minyak ikan, protein dan lain-lain.
 Pemeriksaan diagnostik
Manuaba dkk (2013) dan Purwaningsih & Fatmawati(2010) menyebutkan
pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada ibu hamil dengan hipertensi
diantaranyana :
- Uji urin kemungkinan menunjukkan proteinuria
- Pengumpulan urin selama 24 jam untuk pembersihan kreatinin dan protein.
- Fungsi hati : meningkatnya enzim hati (meningkatnya alamine
aminotransferase atau meningkatnya aspartate ).
- Fungsi ginjal: profil kimia akan menunjukkan kreatinin dan elektrolit
abnormal, karena gangguan fungsi ginjal.
- Tes non tekanan dengan profil biofisik.
- USG seri dan tes tekanan kontraksi untuk menentukan status janin
- Evaluasi aliran doppler darah untuk menentukan status janin dan ibu.
 Penatalaksanaan
Manuaba dkk(2013), menjelaskan beberapa penatalaksanaan yang dapat
dilaukan pada pasien dengan hipertensi dalam kehamilan diantaranya :
- Hipertensi ringan
Kondisi ini dapat diatasi dengan berobat jalan. Pasien diberi nasehat untuk
menurunkan gejala klinis dengan tirah baring 2x2 jam/hari dengan posisi
miring. Untuk mengurangi darah ke vena kava inferior, terjadi peningkatan
darah vena untuk meningkatkan peredaran darahmenuju jantung dan plasenta
sehingga menurunkan iskemia plasenta, menurunkan tekanan darah,
meningkatkan aliran darah menuju ginjal dan meningkatkan produksi
urin.Pasien juga dianjurkan segera berobat jika terdapat gejala kaki bertambah
berat (edema), kepala pusing, gerakan janin terasa berkurang dan mata makin
kabur.
- Hipertensi Berat
Dalam keadaan gawat, segera masuk rumah sakit, istirahat dengan tirah baring
ke satu sisi dalam suasana isolasi. Pemberian obat-obatan untuk menghindari
kejang (anti kejang), antihipertensi, pemberian diuretik, pemberian infus
dekstrosa 5%, dan pemberian antasida.
- Hipertensi kronis
Pengobatan untuk hipertensi kronis adalah di rumah sakit untuk evaluasi
menyeluruh, pemeriksaan laboratorium lengkap serta kultur, pemeriksaan
kardiovaskuler pulmonal (foto thorax, EKG, fungsi paru).

 Patwey Hipertensi

Anda mungkin juga menyukai