Anda di halaman 1dari 89

ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS GESTASIONAL

1.1 Definisi
Diabetes Melitus pada kehamilan atau sering disebut Diabetes Melitus Gestasional,
merupakan penyakit diabetes yang terjadi pada ibu yang sedang hamil. Gejala utama dari
kelainan ini pada prinsipnya sama dengan gejala utama pada penyakit diabetes yang lain yaitu
sering buang air kecil (polyuri), selalu merasa haus (polydipsi), dan sering merasa lapar
(polyfagi). Cuma yang membedakan adalah keadaan pasien saat ini sedang hamil. Sayangnya
penemuan kasus kasus diabetes gestasional sebagian besar karena kebetulan sebab pasien tidak
akan merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya selain kehamilan, dan gejala sering kencing
dan banyak makan juga biasa terjadi pada kehamilan normal.

1.2 Etiologi
Diabetes mellitus dapat merupakan kelainan herediter dengan cara insufisiensi atau
absennya insulin dalam sirkulasi darah, konsentrasi gula darah tinggi. Berkurangnya
glikogenesis. Diabetes dalam kehamilan menimbulkan banyak kesulitan, penyakit ini akan
menyebabkan perubahan-perubahan metabolik dan hormonal pada penderita yang juga
dipengaruhi oleh kehamilan. Sebaliknya diabetes akan mempengaruhi kehamilan dan
persalinan.

Risiko Tinggi DM Gestasional:


1. Umur lebih dari 30 tahun
2. Obesitas dengan indeks massa tubuh 30 kg/m2
3. Riwayat DM pada keluarga (ibu atau ayah)
4. Pernah menderita DM gestasional sebelumnya
5. Pernah melahirkan anak besar > 4.000 gram
6. Adanya glukosuria

1.3 Klasifikasi

Pada Diabetes Mellitus Gestasional, ada 2 kemungkinan yang dialami oleh si Ibu:
1. Ibu tersebut memang telah menderita DM sejak sebelum hamil
2. Si ibu mengalami/menderita DM saat hamil

Klasifikasi DM dengan Kehamilan menurut Pyke:


1. Klas I : Gestasional diabetes, yaitu diabetes yang timbul pada waktu hamil dan
menghilang setelah melahirkan.
2. Klas II : Pregestasional diabetes, yaitu diabetes mulai sejak sebelum hamil dan
berlanjut setelah hamil.
3. Klas III : Pregestasional diabetes yang disertai dengan komplikasi penyakit pembuluh
darah seperti retinopati, nefropati, penyakit pemburuh darah panggul dan pembuluh
darah perifer, 90% dari wanita hamil yang menderita Diabetes termasuk ke dalam
kategori DM Gestasional (Tipe II).
1.4 Patofisiologi
Pada DMG, selain perubahan-perubahan fisiologi tersebut, akan terjadi suatu keadaan
di mana jumlah/fungsi insulin menjadi tidak optimal. Terjadi perubahan kinetika insulin dan
resistensi terhadap efek insulin. Akibatnya, komposisi sumber energi dalam plasma ibu
bertambah (kadar gula darah tinggi, kadar insulin tetap tinggi). Melalui difusi terfasilitasi dalam
membran plasenta, dimana sirkulasi janin juga ikut terjadi komposisi sumber energi abnormal.
(menyebabkan kemungkinan terjadi berbagai komplikasi). Selain itu terjadi juga
hiperinsulinemia sehingga janin juga mengalami gangguan metabolik (hipoglikemia,
hipomagnesemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia, dan sebagainya).

Jika pada pemeriksaan berat badan bayi ditemukan bayinya besar sekali maka perlu
dilakukan induksi pada minggu ke 36 38 untuk mencegah terjadinya komplikasi saat
persalinan. Proses persalinan ini harus dalam pengawasan ketat oleh dokter spesialis kebidanan
dan dokter spesialis penyakit dalam.
Biasanya setelah bayi lahir maka kadar gula darah akan kembali normal, apabila tidak, maka
perlu dilanjutkan pemberian antidiabetes oral sampai jangka waktu tertentu. Pada kehamilan
normal terjadi banyak perubahan pada pertumbuhan dan perkembangan fetus secara optimal.
Pada kehamilan normal kadar glukosa darah ibu lebih rendah secara bermakna. Hal ini
disebabkan oleh :
1. Pengambilan glukosa sirkulasi meningkat
2. Produksi glukosa dari hati menurun
3. Produksi alanin (salah satu precursor glukoneogenesis ) menurun.
4. Aktifitas ekskresi ginjal meningkat
5. Efek-efek hormon gestasional (kortisol, human plasenta lactogen, estrogen, dll)
6. Perubahan metabolism lemak dan asam amino

1.5 Manifestasi Klinis

1. Poliuri (banyak kencing)


Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap
ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik
cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.

2. Polidipsi (banyak minum)


Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri,
sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.

3. Polipagi (banyak makan)


Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar). Sehingga
untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja
makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.

1. Penurunan berat badan


2. Kesemutan, gatal
3. Pandangan kabur
4. Pruritus vulvae pada wanita
5. Lemas, lekas lelah, tenaga kurang.

Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh
berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena
tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang
ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM
walaupun banyak makan akan tetap kurus.

1.6 Pemeriksaan Diagnostik


Kriteria Diagnosis:
1. Gejala klasik DM + gula darah sewaktu 200 mg/dl. Gula darah sewaktu merupakan
hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu makan terakhir.
Atau:
2. Kadar gula darah puasa 126 mg/dl.Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori
tambahan sedikitnya 8 jam. Atau:
3. Kadar gula darah 2 jam pada TTGO 200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan Standard
WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang
dilarutkan dalam air.

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994)


1. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air
putih tanpa gula tetap diperbolehkan
3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa
4. Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa), atau 1,75 g/Kg BB (anak-anak), dilarutkan
dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit
5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
minum larutan glukosa selesai
6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa
7. Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi criteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT
(Glukosa Darah Puasa Terganggu) dari hasil yang diperoleh.
TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembebanan antara 140 199 mg/dl
GDPT : glukosa darah puasa antara 100 125mg/dl.

Reduksi Urine
Pemeriksaan reduksi urine merupakan bagian dari pemeriksaan urine rutin yang selalu
dilakukan di klinik. Hasil yang (+) menunjukkan adanyaglukosuria. Beberapa hal yang perlu
diingat dari hasil pemeriksaan reduksi urine adalah:
1. Digunakan pada pemeriksaan pertama sekali untuk tes skrining, bukan untuk
menegakkan diagnosis
2. Nilai (+) sampai (++++)
3. Jika reduksi (+): masih mungkin oleh sebab lain, seperti: renal glukosuria, obat-obatan,
dan lainnya
4. Reduksi (++) kemungkinan KGD: 200 300 mg%
5. Reduksi (+++) kemungkinan KGD: 300 400 mg%
6. Reduksi (++++) kemungkinan KGD: 400 mg%
7. Dapat digunakan untuk kontrol hasil pengobatan
8. Bila ada gangguan fungsi ginjal, tidak bisa dijadikan pedoman.

1.7 Pengaruh Diabetes Melitus Terhadap Kehamilan

1. Pengaruh kehamilan, persalinan dan nifas terhadap DM


1. Kehamilan dapat menyebabkan status pre diabetik menjadi manifes (diabetik).
2. DM akan menjadi lebih berat karena kehamilan

2. Pengaruh diabetes gestasional terhadap kehamilan di antaranya adalah :


1. Abortus dan partus prematurus
2. Hidronion
3. Pre-eklamasi
4. Kesalahan letak jantung
5. Insufisiensi plasenta

3. Pengaruh penyakit terhadap persalinan


1. Gangguan kontraksi otot rahim (partus lama / terlantar).
2. Janin besar sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
3. Gangguan pembuluh darah plasenta sehingga terjadi asfiksia sampai dengan
lahir mati
4. Perdarahan post partum karena gangguan kontraksi otot rahim.
5. Post partum mudah terjadi infeksi.
6. Bayi mengalami hypoglicemi post partum sehingga dapat menimbulkan
kematian

4. Pengaruh DM terhadap kala nifas


1. Mudah terjadi infeksi post partum
2. Kesembuhan luka terlambat dan cenderung infeksi mudah menyebar

5. Pengaruh DM terhadap bayi


1. Abortus, prematur, > usia kandungan 36 minggu
2. Janin besar ( makrosomia )
3. Dapat terjadi cacat bawaan, potensial penyakit saraf dan jiwa
1.8 Penatalaksanaan

1. Terapi Diet
Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan diabetes mellitus adalah untuk mengatur
glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi akut dan kronik. Jika klien berhasil
mengatasi diabetes yang dideritanya, ia akan terhindar dari hyperglikemia atau hypoglikemia.
Penatalaksanaan diabetes tergantung pada ketepatan interaksi dari tiga faktor aktifitas fisik, diet
dan intervensi farmakologi dengan preparat hyperglikemik oral dan insulin.

Tiga hal penting yang harus diperhatikan pada penderita diabetes mellitus adalah tiga J
(jumlah, jadwal dan jenis makanan) yaitu :

J I : jumlah kalori sesuai dengan resep dokter harus dihabiskan.


J 2 : jadwal makanan harus diikuti sesuai dengan jam makan terdaftar.
J 3 : jenis makanan harus diperhatikan (pantangan gula dan makanan manis).

Diet pada penderita diabetes mellitus dapat dibagi atas beberapa bagian antara lain :
Diet A : terdiri dari makanan yang mengandung karbohidrat 50 %, lemak 30 %, protein
20 %.
Diet B : terdiri dari karbohidrat 68 %, lemak 20 %, protein 12 %.
Diet B1 : terdiri dari karbohidrat 60 %, lemak 20 %, protein 20 %.
Diet B1 dan B2 diberikan untuk nefropati diabetik dengan gangguan faal ginjal.

NO Tipe Diet Indikasi Diet


1. Diet A Diberikan pada semua penderita diabetes mellitus pada umumnya.
2. Diet B Diberikan pada penderita diabetes terutama yang :
1. Kurang tahan lapan dengan dietnya.
2. Mempunyai hyperkolestonemia.
3. Mempunyai penyulit mikroangiopati misalnya pernah mengalami
cerobrovaskuler accident (cva) penyakit jantung koroner.
4. Mempunyai penyulit mikroangiopati misalnya terdapat retinopati
diabetik tetapi belum ada nefropati yang nyata.
5. Telah menderita diabetes dari 15 tahun
3. Diet B1 Diberikan pada penderita diabetes yang memerlukan diet protein tinggi, yaitu
penderita diabetes terutama yang :
1. Mampu atau kebiasaan makan tinggi protein tetapi normalip idemia.
2. Kurus (underweight) dengan relatif body weight kurang dari 90 %.
3. Masih muda perlu pertumbuhan.
4. Mengalami patah tulang.
5. Hamil dan menyusui.
6. Menderita hepatitis kronis atau sirosis hepatitis.
7. Menderita tuberkulosis paru.
8. Menderita penyakit graves (morbus basedou).
9. Menderita selulitis.
10. Dalam keadaan pasca bedah. Indikasi tersebut di atas selama tidak ada
kontra indikasi penggunaan protein kadar tinggi.
4. Diet B1 Diet B2 (Diberikan pada penderita nefropati dengan gagal ginjal kronik yang
dan B2 klirens kreatininnya masih lebar dari 25 ml/mt).

Sifat-sifat diet B2
1. Tinggi kalori (lebih dari 2000 kalori/hari tetapi mengandung protein
kurang.
2. Komposisi sama dengan diet B, (68 % hidrat arang, 12 % protein dan 20
% lemak) hanya saja diet B2 kaya asam amino esensial.
3. Dalam praktek hanya terdapat diet B2 dengan diet 2100 2300 kalori /
hari. Karena bila tidak maka jumlah perhari akan berubah.

Diet B3 (Diberikan pada penderita nefropati diabetik dengan gagal ginjal kronik
yang klibers kreatininnya kurang dari 25 MI/mt)

Sifat diet B3
1. Tinggi kalori (lebih dari 2000 kalori/hari).
2. Rendah protein tinggi asam amino esensial, jumlah protein 40 gram/hari.
3. Karena alasan No 2 maka hanya dapat disusun diet B3 2100 kalori dan
2300 / hari. (bila tidak akan merubah jumlah protein).
4. Tinggi karbohidrat dan rendah lemak.
5. Dipilih lemak yang tidak jenuh. Semua penderita diabetes mellitus
dianjurkan untuk latihan ringan yang dilaksanakan secara teratur tiap
hari pada saat setengah jam sesudah makan. Juga dianjurkan untuk
melakukan latihan ringan setiap hari, pagi dan sore hari dengan maksud
untuk menurunkan BB. Penyuluhan kesehatan, untuk meningkatkan
pemahaman maka dilakukan penyuluhan melalui perorangan antara
dokter dengan penderita yang datang. Selain itu juga dilakukan melalui
media-media cetak dan elektronik.

Sesuai dengan pengelolaan medis DM pada umumnya, pengelolaan DMG juga terutama
didasari atas pengelolaan gizi/diet dan pengendalian berat badan ibu.
1. Kontrol secara ketat gula darah, sebab bila kontrol kurang baik upayakan lahir lebih
dini, pertimbangkan kematangan paru janin. Dapat terjadi kematian janin mendadak.
Berikan insulin yang bekerja cepat, bila mungkin diberikan melalui drips.
2. Hindari adanya infeksi saluran kemih atau infeksi lainnya. Lakukan upaya pencegahan
infeksi dengan baik.
3. Pada bayi baru lahir dapat cepat terjadi hipoglikemia sehingga perlu diberikan infus
glukosa.
4. Penanganan DMG yang terutama adalah diet, dianjurkan diberikan 25 kalori/kgBB
ideal, kecuali pada penderita yang gemuk dipertimbangkan kalori yang lebih mudah.
5. Cara yang dianjurkan adalah cara Broca yaitu BB ideal = (TB-100)-10% BB.
6. Kebutuhan kalori adalah jumlah keseluruhan kalori yang diperhitungkan dari:

Kalori basal 25 kal/kgBB ideal


Kalori kegiatan jasmani 10-30%
Kalori untuk kehamilan 300 kalori
Perlu diingat kebutuhan protein ibu hamil 1-1.5 gr/kgBB
Jika dengan terapi diet selama 2 minggu kadar glukosa darah belum mencapai normal
atau normoglikemia, yaitu kadar glukosa darah puasa di bawah 105 mg/dl dan 2 jam pp di
bawah 120 mg/dl, maka terapi insulin harus segera dimulai.

Pemantauan dapat dikerjakan dengan menggunakan alat pengukur glukosa darah


kapiler. Perhitungan menu seimbang sama dengan perhitungan pada kasus DM umumnya,
dengan ditambahkan sejumlah 300-500 kalori per hari untuk tumbuh kembang janin selama
masa kehamilan sampai dengan masa menyusui selesai.

Pengelolaan DM dalam kehamilan bertujuan untuk :

1. Mempertahankan kadar glukosa darah puasa < 105 mg/dl


2. Mempertahankan kadar glukosa darah 2 jam pp < 120 mg/dl
3. Mempertahankan kadar Hb glikosilat (Hb Alc) < 6%
4. Mencegah episode hipoglikemia
5. Mencegah ketonuria/ketoasidosis deiabetik
6. Mengusahakan tumbuh kembang janin yang optimal dan normal.

Dianjurkan pemantauan gula darah teratur minimal 2 kali seminggu (ideal setiap hari, jika
mungkin dengan alat pemeriksaan sendiri di rumah). Dianjurkan kontrol sesuai jadwal
pemeriksaan antenatal, semakin dekat dengan perkiraan persalinan maka kontrol semakin
sering Hb glikosilat diperiksa secara ideal setiap 6-8 minggu sekali.

Kenaikan berat badan ibu dianjurkan sekitar 1-2.5 kg pada trimester pertama dan
selanjutnya rata-rata 0.5 kg setiap minggu. Sampai akhir kehamilan, kenaikan berat badan yang
dianjurkan tergantung status gizi awal ibu (ibu BB kurang 14-20 kg, ibu BB normal 12.5-17.5
kg dan ibu BB lebih/obesitas 7.5-12.5 kg).

Jika pengelolaan diet saja tidak berhasil, maka insulin langsung digunakan. Insulin yang
digunakan harus preparat insulin manusia (human insulin), karena insulin yang bukan berasal
dari manusia (non-human insulin) dapat menyebabkan terbentuknya antibodi terhadap insulin
endogen dan antibodi ini dapat menembus sawar darah plasenta (placental blood barrier)
sehingga dapat mempengaruhi janin.

Obat hipoglikemik oral tidak digunakan dalam DMG karena efek teratogenitasnya yang
tinggi dan dapat diekskresikan dalam jumlah besar melalui ASI.

Pada pemeriksaan antenatal dilakukan pemantauan keadaan klinis ibu dan janin,
terutama tekanan darah, pembesaran/ tinggi fundus uteri, denyut jantung janin, kadar gula darah
ibu, pemeriksaan USG dan kardiotokografi (jika memungkinkan).

Pada tingkat Polindes dilakukan pemantauan ibu dan janin dengan pengukuran tinggi
fundus uteri dan mendengarkan denyut jantung janin. Pada tingkat Puskesmas dilakukan
pemantauan ibu dan janin dengan pengukuran tinggi fundus uteri dan mendengarkan denyut
jantung janin. Pada tingkat rumah sakit, pemantauan ibu dan janin dilakukan dengan cara :
Pengukuran tinggi fundus uteri

NST USG serial


Penilaian menyeluruh janin dengan skor dinamik janin plasenta (FDJP), nilai FDJP < 5
merupakan tanda gawat janin.
Penilaian ini dilakukan setiap minggu sejak usia kehamilan 36 minggu. Adanya
makrosomia, pertumbuhan janin terhambat (PJT) dan gawat janin merupakan indikasi
untuk melakukan persalinan secara seksio sesarea.
Pada janin yang sehat, dengan nilai FDJP > 6, dapat dilahirkan pada usia kehamilan
cukup waktu (40-42 mg) dengan persalinan biasa. Pemantauan pergerakan janin
(normal >l0x/12 jam).
Bayi yang dilahirkan dari ibu DMG memerlukan perawatan khusus.
Bila akan melakukan terminasi kehamilan harus dilakukan amniosentesis terlebih
dahulu untuk memastikan kematangan janin (bila usia kehamilan < 38 mg).
Kehamilan DMG dengan komplikasi (hipertensi, preeklamsia, kelainan vaskuler dan
infeksi seperti glomerulonefritis, sistitis dan monilisasis) harus dirawat sejak usia
kehamilan 34 minggu. Penderita DMG dengan komplikasi biasanya memerlukan
insulin.

Penatalaksanaan pada DMG

Meningkatkan jumlah insulin


1. Sulfonilurea (glipizide GITS, glibenclamide, dsb.)
2. Meglitinide (repaglinide, nateglinide)
3. Insulin injeksi
4. Meningkatkan sensitivitas insulin
5. Biguanid/metformin
6. Thiazolidinedione (pioglitazone, rosiglitazone)
7. Memengaruhi penyerapan makanan
8. Acarbose
9. Hati-hati risiko hipoglikemia berikan glukosa oral (minuman manis atau permen) 6-8
minggu setelah melahirkan, ibu tersebut melakukan test plasma glukosa puasa dan
OGTT 75 gram glukosa. Pasien gemuk penderita GDM, sebaiknya mengontrol BB,
karena diperkirakan akan menjadi DM dalam 20 tahun kemudian

2. Terapi Insulin

Menurut Prawirohardjo, (2002) yaitu sebagai berikut : Daya tahan terhadap insulin
meningkat dengan makin tuanya kehamilan, yang dibebaskan oleh kegiatan antiinsulin
plasenta. Penderita yang sebelum kehamilan sudah memerlukan insulin diberi insulin dosis
yang sama dengan dosis diluar kehamilan sampai ada tanda-tanda bahwa dosis perlu ditambah
atau dikurangi. Perubahan-perubahan dalam kehamilan memudahkan terjadinya hiperglikemia
dan asidosis tapi juga menimbulkan reaksi hipoglikemik. Maka dosis insulin perlu
ditambah/dirubah menurut keperluan secara hati-hati dengan pedoman pada 140 mg/dl.
Pemeriksaan darah yaitu kadar post pandrial.

Selama berlangsungnya persalinan dan dalam hari-hari berikutnya cadangan hidrat arang
berkurang dan kebutuhan terhadap insulin berkurang yang mengakibatkan mudah mengalami
hipoglikemia bila diet tidak disesuaikan atau dosis insulin tidak dikurangi. Pemberian insulin
yang kurang hati-hati dapat menjadi bahaya besar karena reaksi hipoglikemik dapat disalah
tafsirkan sebagai koma diabetikum. Dosis insulin perlu dikurangi selama wanita dalam
persalinan dan nifas dini. Dianjurkan pula supaya dalam masa persalinan diberi infus glukosa
dan insulin pada hiperglikemia berat dan keto asidosis diberi insulin secara infus intravena
dengan kecepatan 2-4 satuan/jam untuk mengatasi komplikasi yang berbahaya.

Penanggulangan Obstetri pada penderita yang penyakitnya tidak berat dan cukup dikuasi
dengan diit saja dan tidak mempunyai riwayat obstetri yang buruk, dapat diharapkan partus
spontan sampai kehamilan 40 minggu. lebih dari itu sebaiknya dilakukan induksi persalinan
karena prognosis menjadi lebih buruk. Apabila diabetesnya lebih berat dan memerlukan
pengobatan insulin, sebaiknya kehamilan diakhiri lebih dini sebaiknya kehamilan 36-37
minggu. Lebih-lebih bila kehamilan disertai komplikasi, maka dipertimbangkan untuk
menghindari kehamilan lebih dini lagi baik dengan induksi atau seksio sesarea dengan terlebih
dahulu melakukan amniosentesis. Dalam pelaksanaan partus pervaginam, baik yang tanpa atau
dengan induksi, keadaan janin harus lebih diawasi jika mungkin dengan pencatatan denyut
jantung janin terus menerus.

Strategi terapi diabetes mellitus pada ibu hamil meliputi manajemen diet, menjaga berat
badan ibu tetap ideal, terapi insulin untuk menormalkan kontrol glikemik dan olah raga.

3. Olahraga
Kecuali kontraindikasi, aktivitas fisik yang sesuai direkomendasikan untuk memperbaiki
sensitivitas insulin dan kemungkinan memperbaiki toleransi glukosa. Olahraga juga dapat
membantu menaikkan berat badan yang hilang dan memelihara berat badan yang ideal ketika
dikombinasi dengan pembatasan intake kalori.

1.9 Komplikasi
A. Komplikasi pada Ibu
1. Hipoglikemia, terjadi pada enam bulan pertama kehamilan
2. Hiperglikemia, terjadi pada kehamilan 20-30 minggu akibat resistensi insulin
3. Infeksi saluran kemih
4. Preeklampsi
5. Hidramnion
6. Retinopati
7. Trauma persalinan akibat bayi besar

B. Masalah pada anak :


1. Abortus
2. Kelainan kongenital spt sacral agenesis, neural tube defek
3. Respiratory distress
4. Neonatal hiperglikemia
5. Makrosomia
6. Hipocalcemia
7. Kematian perinatal akibat diabetic ketoasidosis
8. Hiperbilirubinemia

Tanda terjadi komplikasi pada DM gestasional


1. Makrovaskular: stroke, penyakit jantung koroner,ulkus/ gangren.
2. Mikrovaskular: retina (retinopati) dan ginjal (gagal ginjal kronik), syaraf
(stroke,neuropati).
3. Koma: hiperglikemi, hipoglikemi, stroke
1.10 Prognosis
Prognosis bagi wanita hamil dengan diabetes pada umumnya cukup baik, apalagi
penyakitnya lekas diketahui dan dengan segera diberikan pengobatan oleh dokter ahli, serta
kehamilan dan persalinannya ditangani oleh dokter spesialis kebidanan. Kematian sangat jarang
terjadi, apabila penderita sampai meninggal biasanya karena penderita sudah mengidap diabetes
sudah lama dan berat, terutama yang disertai komplikasi pembuluh darah atau ginjal.
Sebaliknya, prognosis bagi anak jauh lebih buruk dan di pengaruhi oleh ;

1. Berat dan lamanya penyakit, terutama disertai asetonuria


2. Insufisiensi plasenta
3. Prematuritas
4. Gawat napas (respiratory distress)
5. Cacat bawaan
6. Komplikasi persalinan (distosia bahu)

ASUHAN KEPERAWATAN

3.3 Intervensi
1. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna dan menggunakan nutrisi kurang tepat.

Kriteria evaluasi :
Mempertahankan kadar gula darah puasa antara 60-100 mg/dl dan 2 jam sesudah makan tidak
lebih dari 140 mg/dl.

No. Intervensi Rasional


Mandiri

1 Timbang berat badan setiap kunjungan Penambahan berat badan adalah kunci petunjuk
prenatal. untuk memutuskan penyesuaian kebutuhan
kalori.
2 Kaji masukan kalori dan pola makan Membantu dalam mengevaluasi pemahaman
dalam 24 jam. pasien tentang aturan diet.
3 Tinjau ulang dan berikan informasi Kebutuhan metabolisme dari janin dan ibu
mengenai perubahan yang diperlukan membutuhkan perubahan besar selama gestasi
pada penatalaksanaan diabetic. memerlukan pemantauan ketat dan adaptasi
4 Tinjau ulang tentang pentingnya Makan sedikit dan sering menghindari
makanan yang teratur bila memakai hiperglikemia , sesudah makan dan kelaparan.
insulin.
5 Perhatikan adanya mual dan muntah Mual dan muntah dapat mengakibatkan
khususnya pada trimester pertama. defisiensi karbohidrat yang dapat mengakibatkan
metabolisme lemak dan terjadinya ketosis.

6 Kaji pemahaman stress pada diabetic. Stress dapat mengakibatkan peningkatan kadar
glukosa, menciptakan fluktuasi kebutuhan
insulin.
7 Ajarkan pasien tentang metode finger Kebutuhan insulin dapat dinilai berdasarkan
stick untuk memantau glukosa sendiri. temuan glukosa darah serum secara periodic
8 Tinjau ulang dan diskusikan tanda Hipoglikemia dapat terjadi secara cepat dan berat
gejala serta kepentingan hipo atau pada trimester pertama karena peningkatan
hiperglikemia. penggunaan glukosa dan glikogen oleh ibu dan
perkembangan janin. Hiperglikemia berefek
terjadinya hidramnion.
9 Instruksikan untuk mengatasi Pengguanaan jumlah besar karbohidrat
hipoglikemia asimtomatik. sederhana untuk mengatasi hipoglikemi
menyebabkan nilai glukosa darah meningkat.
10 Anjurkan pemantauan keton urine. Ketidakcukupan masukan kalori ditunjukkan
dengan ketonuria, menandakan kebutuhan
terhadap peningkatan karbohidrat.

Mandiri

11 Diskusikan tentang dosis , jadwal dan Pembagian dosis insulin mempertimbangkan


tipe insulin. kebutuhan basal maternal dan rasio waktu
makan.
12 Sesuaikan diet dan regimen insulin Kebutuhan metabolisme prenatal berubah
untuk memenuhi kebutuhan individu. selama trimester pertama.
13 Kolaborasi dengan ahli gizi. Diet secara spesifik pada individu perlu untuk
mempertahankan normoglikemi.
14 Observasi kadar Glukosa darah. Insiden abnormalitas janin dan bayi baru lahir
menurun bila kadar glukosa darah antara 60
100 mg/dl, sebelum makan antara 60 -105 mg/dl,
1 jam sesudah makan dibawah 140 mg/dl dan 2
jam sesudah makan kurang dari 200 mg/dl.
15 Tentukan hasil HbA1c setiap 2 4 Memberikan keakuratan gambaran rata rata
minggu. control glukosa serum selama 60 hari . Kontrol
glukosa serum memerlukan waktu 6 minggu
untuk stabil.

2. Resiko Tinggi cidera janin berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa maternal,
perubahan pada sirkulasi.

Kriteria evaluasi :
Menunjukan reaksi Non stress test dan Oxytocin Challenge Test negative atau Construction
Stress Test secara normal.

No. Intervensi Rasional


Mandiri Pengontrolan secara ketat sebelum konsepsi
membantu menurunkan resiko mortalitas janin dan
Kaji control diabetik sebelum abnormal konginental.
1
konsepsi.
Tentukan klasifikasi white terhadap Janin kurang beresiko bila klasifikasi white adalah
2
diabetes. A, B, C dan apabila D adalah beresiko tinggi.
Kaji gerakan janin dan denyut janin Terjadi insufisiensi plasenta dan ketosis maternal
3 setiap kunjungan. mungkin secara negatif mempengaruhi gerakan
janin dan denyut jantung janin.
Observasi tinggi fundus uteri setiap Untuk mengidentifikasi pola pertumbuhan
4
kunjungan. abnormal
Observasi urine terhadap keton. Benda keton dapat mengakibatkan kerusakan
5
susunan syaraf pusat yang tidak dapat diperbaiki.
Berikan informasi dan buatkan Penurunan mortalitas dan komplikasi morbiditas
prosedur untuk pemantauan glukosa janin bayi baru lahir dan anomali congenitial
6
dan penatalaksanaan diabetes di dihubungkan dengan kenaikan kadar glukusa
rumah. darah.
Pantauan adanya tanda tanda edema, sekitar 12% 13% dari diabetes akan berkembang
7 proteinuria, peningkatan tekanan menjadi gangguan hipertensi karena perubahan
darah. kardiovaskuler berkenaan dengan diabetes.
Tinjau ulang prosedur dan rasional Aktifitas dan pergerakan janin merupakan petanda
8
untuk Non stress Test setiap minggu. baik dari kesehatan janin.
Diskusikan rasional atau prosedur Contraction Stress Test dapat memberikan
untuk melaksanakan Oxytocin informasi tentang perfusi oksigen dan nutrisi pada
9 Challenge Test atau Contraction Stress janin. Hasil positif menandakan insufisiensi
Test setiap minggu mulai minggu ke plasenta.
30 sampai dengan minggu ke- 32.
Tinjau ulang prosedur dan rasional Maturasi paru janin adalah kriteria yang digunakan
10 untuk tindakan amniosentesis untuk menentukan kelangsungan hidup.

Kolaborasi

Kaji HbA1c setiap 2 4 minggu sesuai Insiden bayi malformasi secara kongenital
11 indikasi. meingkat pada wanita dengan kadar HbA1c tinggi
pada awal kehamilan atau sebelum konsepsi.
Kaji kadar albumin glikosilat pada Tes serum albumin glikosilat menunjukkan
getasi minggu ke 24 sampai ke 28 glikemia lebih dari beberapa hari.
12
khususnya pada ibu dengan resiko
tinggi.
Dapatkan kadar serum alfa fetoprotein Insiden kerusakan tuba neural lebih besar pada ibu
13 pada gestasi minggu ke 14 sampai diabetik dari pada non diabetik bila kontrol
minggu ke 16. sebelum kehamilan sudah buruk.
Siapkan untuk ultrasonografi pada Ultrasonografi bermanfaat dalam memastikan
14 gestasi minggu ke 8, 12, 18, 28, 36 tanggal gestasi dan membantu dalam evaluasi
sampai minggu ke 38. retardasi pertumbuhan intra uterin.
Lakukan non stress test dan Oxytocin Mengetahui kesehatan janin dan kedekatan perfusi
15 Challenge Test atau Construction plasenta.
Stress test dengan tepat.
Dapatkan sekuensial serum atau Penurunan kadar estriol dapat menunjukkan
16 specimen urine 24 jam terhadap kadar penurunan fungsi plasenta, menimbulkan retardasi
estriol setelah gestasi minggu ke 30. pertumbuhan intra uterin dan lahir mati.
Bantu untuk persalinan per vaginam Membantu menjamin hasil positif untuk neonatus.
atau seksio. Insiden lahir mati meningkat secara bermakna pada
17 gestasi lebih dari minggu ke-36. Makrosomia
sering menyebabkan distosia dengan sefalopelvis
disproporsi.
3. Resiko tinggi terhadap cedera maternal berhubungan dengan perubahan kontrol
diabetik, profil darah abnormal atau anemia, hipoksia jaringan dan perubahan respon
imun.

Kriteria evaluasi :

Tetap normotensif.
Mempertahankan normoglikemia.
Bebas dari komplikasi seperti infeksi, pemisahan plasenta.

No. Intervensi Rasional


Mandiri
Perhatikan klasifikasi white untuk Klien dengan klasifikasi D, E atau F adalah berisiko
diabetes. Kaji derajad kontrol tinggi terhadap komplikasi kehamilan.
1
diabetik.
Kaji perdarahan pervaginam dan Perubahan vaskuler yang dihubungkan dengan
2
nyeri tekan abdomen. diabetes menandakan resiko abrupsi plasenta.
Pantau terhadap tanda dan gejala Distensi uterus berlebihan karena makrosomia atau
3 persalinan preterm. hidramnion dapat mempredisposisikan pada
persalinan awal.
Bantu untuk belajar memantau Memungkinkan keakuratan tes urin yang lebih besar
4 glukosa darah di rumah yang karena ambang ginjal terhadap glukosa menurun
dilakukan 6 kali sehari. selama kehamilan.
Periksa keton dalam urin setiap hari. Ketonuria menandakan adanya kondisi kelaparan
5 yang secara negatif dapat mempengaruhi
perkembangan janin
Identifikasi kejadian hipoglikemia Insiden hipoglikemia sering terjadi pada trimester
dan hiperglikemia. ketiga karena aliran glukosa darah dan asam amino
yang kontinue pada janin dan untuk menurunkan
kadar insulin antagonis laktogen plasenta. Insiden
6
hiperglikemia memerlukan regulasi diet atau insulin
untuk normoglikemia khususnya pada trimester
kedua dan ketiga karena kebutuhan insulin sering
meningkat dua kali.
Pantau adanya edema dan tentukan Diabetes cenderung kelebihan cairan karena
tinggi fundus uteri. perubahan vaskuler. Insiden hidramnion sebanyak
6% 25% pada kasus diabetes yang hamil
7
kemungkinan berhubungan dengan peningkatan
kontribusi janin pada cairan amnion dan
hiperglikemia meningkatkan haluaran urin janin.
Kaji adanya infeksi saluran kencing. Deteksi awal adanya infeksi saluran kencing dapat
8
mencegah pielonefritis.
Pantau dengan ketat bila obat Obat tokolitik dapat meningkatkan glukosa darah
9 tokolitik digunakan untuk dan insulin plasma.
menghentikan persalinan.
Kolaborasi Mendeteksi ancaman ketoasidosis, menentukan
adanya ancaman hipoglikemia.
Pantau kadar glukosa serum setiap
10
kunjungan.
Dapatkan urinalisa dan kultur urin, Membantu mencegah atau mengatasi pielonefritis.
11 kultur rabas vagina, berikan Monilial vulvovaginitis dapat menyebabkan
antibiotika sesuai indikasi. sariawan oral pada bayi baru lahir.
Kumpulkan spesimen untuk ekskresi Kemajuan perubahan vaskuler dapat merusak fungsi
protein total, klirens kreatinin ginjal dengan diabetes jangka panjang atau berat.
12
nitrogen urea darah dan kadar asam
urat.
Jadwalkan pemeriksaan oftalmologi Latar belakang retinopati dapat berlanjut selama
selama trimester pertama, trimester kehamilan karena keterlibatan vaskuler berat. Terapi
13 kedua dan ketiga bila berada dalam koagulasi laser dapat memperbaiki dan menurunkan
diabetes klasifikasi kelas D atau fibrosis optik.
diatasnya.
Siapkan untuk ultrasonografi pada Mengetahui adanya tanda makrosomia dan
gestesi ke-8, 12, 26, 36 dan 38 untuk diproporsi cephalopelvis.
menentukan ukuran janin dengan
14
menggunakan diameter biparietal,
panjang femur dan perkiraan berat
badan janin.
Mulai terapi intra vena dengan Glukagon adalah substansi alamiah yang bekerja
dekstrose 5%, berikan glukogon sub pada glikogen hepar dan mengubahnya menjadi
15
cutan bila dirawat di rumah sakit glukosa yang memperbaiki status hipoglikemik.
dengan shock insulin dan tidak sadar.
Ikuti dengan pemberian susu skim 8
oz bila mampu menelan

4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi diabetes, prognosis dan kebutuhan tindakan


berhubungan dengan kurang informasi, kesalahan informasi dan tidak mengenal sumber
informasi.

Kriteria evaluasi :
Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diabetes selama kehamilan.
Mengungkapkan pemahaman tentang prosedur, tes laboratorium dan aktivitas yang
melibatkan pengontrolan diabetes.
Mendemonstrasikan kemahiran memantau sendiri dan pemberian insulin.
No Intervensi Rasional
Mandiri Rasional: Diabetes mellitus gestasional besisiko
Kaji pengetahuan tentang proses dan terhadap ambilan glukosa yang tidak efektif
1 tindakan terhadap penyakit termasuk dalam sel, penggunaan lemak dan protein untuk
hubungan dengan diet, latihan, stres energi secara berlebihan dan dehidrasi seluler
dan kebutuhan insulin. saat air dialirkan dari sel oleh konsentrasi
hipertonik glukosa dalam serum.

Berikan informasi tentang cara kerja Rasional: Perubahan metabolik prenatal


dan efek merugikan insulin dan tinjau menyebabkan kebutuhan insulin berubah.
ulang alasan menghindari obat Trimester pertama kebutuhan insulin rendah
hipoglikemi oral. tetapi menjadi dua kali dan empat kali selama
trimester kedua dan ketiga. Meskipun insulin
tidak melewati plasenta, agen hipoglikemi oral
dapat dan potensial membahayakan janin.
Jelaskan penambahan berat badan Rasional: Pembatasan kalori dengan akibat
normal. ketonemia dapat menyebabkan kerusakan janin
dan menghambat penggunaan protein optimal.
Berikan informasi tentang kebutuhan Rasional: Latihan setelah makan dapat
program latihan ringan. membantu mencegah hipoglikemia dan
menstabilkan penyimpangan glukosa, kecuali
terjadi peningklatan glukosa berlebihan, dimana
latihan dapat meningkatkan ketoasidosis.
Berikan informasi mengenai dampak Rasional: Peningkatan pengetahuan dapat
kehamilan pada kondisi diabetes dan menurunkan rasa takut, meningkatkan kerja
harapan masa depan. sama dan membantu menurunkan komplikasi
janin.
Diskusikan mengenali tanda infeksi. Rasional: Penting untuk mencari pertolongan
medis awal untuk menghindari komplikasi.
Anjurkan mempertahankan pengkajian Rasional: Bila ditinjau ulang oleh praktisi
di rumah terhadap kadar glukosa serum, pemberi perawatan, catatan harian dapat
dosis insulin, diet dan latihan. membantu bagi evaluasi dan perubahan terapi
Bantu untuk mempelajari pemberian Rasional: Adanya gejala hipoglikemia seperti
glukosa, instruksikan untuk diaforesis, sensasi kesemutan dan palpitasi
menyertainya dengan susu 8 oz dan dengan kadar glukosa dibawah 70 mg/di
periksa ulang kadar glukosa dalam 15 memerlukan tindakan dengan segera.
menit. Penggunaan glukagon sebagai kombinasi susu
dapat meningkatkan kadar glukosa serum tanpa
resiko berbalik menjadi hiperglikemia.

5. Resiko tinggi terhadap trauma, gangguan pertukaran gas pada janin berhubungan
dengan ketidakadekuatan kontrol diabetik maternal, makrosomnia atau retardasi
pertumbuhan intra uterin.

Kriteria evaluasi :

Kehamilan cukup bulan.


Meningkatkan keberhasilan kelahiran dari bayi usia gestasi yang tepat.
Bebas cedera.
Menunjukkan kadar glukosa normal, bebas tanda hipoglikemia

No. Intervensi Rasional


Mandiri Hiperglikemia maternal pada periode pranatal
Tinjau ulang riwayat pranatal dan meningkatkan makrosomia, membuat janin
kontrol maternal. berisiko terhadap cedera kelahiran karena distosia
atau disporsia sefalopelvis. Kadar glukosa
1 maternal yang tinggi pada kelahiran meransang
pankreas janin, mengakibatkan hiperinsulinemia.

Periksa adanya glukosa atau keton dan Rasional: Peningkatan glukosa dan kadar keton
albumin dalam urin ibu dan pantau menandakan ketoasidosis yang dapat
2
tekanan darah. mengakibatkan asidosis janin dan potensial
cedera susunan syaeaf pusat.
Observasi tanda vital. Rasional: Peningkatan infeksi asenden, dapat
3
mengakibatkan sepsis neonatal.
Anjurkan posisi rekumben lateral Rasional: Meningkatkan perfusi plasenta dan
4
selama persalinan. meningkatkan kesediaan oksigen untuk janin.
Lakukan dan bantu dengan pemeriksaan Rasional: Persalinan yang lama dapat
5 vagina untuk menentukan kemajuan meningkatkan resiko distres janin.
persalinan.
Kolaborasi
6
Tinjau hasil tes pranatal seperti profil Rasional: Memberikan informasi tentang
biofisikal, tes nonstres dan tes stres cadangan pada plasenta untuk oksigenasi janin
kontraksi. selama periode intrapartal.
Dapatkan atau tinjau ulang hasil dari Rasional: Memberikan informasi tentang
7
amniosentesis dan ultrasonografi. maturasi paru janin.
Pantai kadar glukosa serum maternal Rasional: Peningkatan kebutuhan energi,
dengan finger stick setiap jam, penurunan kadar glikogen.
8
kemudian setiap 2-4 jam sesuai
indikasi.
Observasi frekuensi denyut jantung Rasional: Tacikardi, bradikardi atau deselerasi
9 janin. lambat pada penurunan variabilitas menandakan
kemungkinan hipoksia janin.
Lakukan pemberian cairan dekstrose Rasional: Mempertahankan normoglikemia tanpa
10
5% per parenteral. pemberian glukosa sampai persalinan aktif mulai.
Siapkan untuk induksi persalinan Rasional: Mendapatkan kelahiran dari bayi sesuai
11
dengan oksitosin atau seksio saesar. usia gestasi yang tepat.

6. Gangguan psikologis: ansietas berhubungan dengan situasi krisis atau mengancam pada
status kesehatan (maternal atau janin).

Kriteria evaluasi :

Mengungkapkan kesadaran tentang perasaan mengenai diabetes dan persalinan.


Menggunakan strategi koping yang tepat.

No. Intervensi Rasional


Mandiri

1 Atur keberadaan perawat secara Rasional: Meningkatkan kontinuitas asuhan.


kontinu selama persalinan. Pasien dan keluarga perlu mengetahui bahwa
mereka tidak sendiri dan tersedianya tenaga
bantuan dengan segera.
Pastikan respon yang ada pada Memberikan pengkajian dasar untuk perbandingan
pesalinan dan penatalaksanaan selanjutnya, mengidentifikasi kekuatan dan
medis. Kaji keefektifan sistem masalah yang potensial.
pendukung.
Ajarkan tehnik relaksasi dan Memberikan perasaan kontrol terhadap situasi.
distraksi.
Jelaskan semua prosedur tindakan Pengetahuan tentang apa yang terjadi membantu
perawatan. menurunkan rasa takut.
. Fasilitasi semua keluhan atas Suasana terbuka dan mendukung menurunkan
ungkapan perasaan. intimidasi karena prosedur atau peralatan.
Informasikan kepada keluarga Membantu untuk menghilangkan atau
tentang kemajuan persalinan dan meminimalkan rasa khawatir dan mengembangkan
keadaan janin. rasa percaya.
MAKALAH DAN ASKEP KEHAMILAN GANDA ( GEMILI )

Latar Belakang

Kehamilan kembar mempengaruhi ibu dan janin, diantaranya adalah kebutuhan akan
zat-zat ibu bertambah sehingga dapat menyebabkan anemia dan defisiensi zat-zat lainnya,
pengaruh terhadap janin yaitu usia kehamilan tambah singkat dengan bertambahnya jumlah
janin pada kehamilan kembar : 25% pada gemelli, 50% pada triplet, 75% pada quadruplet, yang
akan lahir 4 minggu sebelum cukup bulan. Jadi kemungkinan terjadinya bayi premature akan
tinggi. Persalinan dengan kehamilan kembar memiliki resiko lebih tinggi dari pada persalinan
satu janin ( Tunggal ). Semakin banyak jumlah janin yang dikandung ibu, semakin tinggi resiko
yang akan ditanggung ibu.

Pada umumnya, kehamilan dan persalinan membawa resiko bagi janin. Bahaya bagi ibu
tidak sebegitu besar, tetapi wanita dengan kehamilan kembar memerlukan pengawasan dan
perhatian khusus bila diinginkan hasil yang memuaskan bagi ibu dan janin. Frekuensi kehamilan
kembar juga meningkat dengan paritas ibu. Dari angka 9,8 per 1000 persalinan untuk primipara
frekuensi kehamilan kembar naik sampai 18,9 per 1000 untuk oktipara. Keluarga tertentu
mempunyai kecenderungan untuk melahirkan bayi kembar, walaupun pemindahan sifat
herediter kadang-kadang berlangsung secara paternal, tetapi biasanya hal itu terjadi secara
maternal dan pada umumnya terbatas pada kehamilan dizigotik. (Ilmu Kebidanan, 2002)

A. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari kehamilan ganda (Gemelli)?
2. Apa saja faktor-faktor predisposisi serta tanda dan gejala kehamilan ganda
(Gemelli)?
3. Bagaimana patofisiologi, klasifikasi serta komplikasi kehamilan ganda (Gemelli)?
4. Bagaimana penatalaksanaan kehamilan ganda (Gamelli)?
5. Bagaimana asuhan keperawatan pada kehamilan ganda (Gemelli)?

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari kehamilan ganda (Gemelli)
2. Untuk mengetahui faktor-faktor predisposisi serta tanda dan gejala kehamilan
ganda (Gemelli)
3. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi, klasifikasi serta komplikasi kehamilan
ganda (Gemelli)
4. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan kehamilan ganda (Gemelli)
5. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada kehamilan ganda
(Gemelli)

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Kehamilan ganda atau kehamilan kembar adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih
( Rustam Mochtar, 1998 )
Kehamilan kembar adalah satu kehamilan dengan dua janin. Kehamilan kembar dapat
memberikan resiko yang lebih tinggi terhadap bayi dan ibu. Oleh karena itu, dalam menghadapi
kehamilan kembar harus dilakukan pengawasan hamil yang lebih intensif.

B. Faktor-faktor predisposisi
1. Faktor ras
Frekuensi kelahiran janin multiple memperlihatkan variasi yang nyata diantara berbagai
ras yang berbeda. Myrianthopoulos (1970) mengidentifikasi kelahiran ganda terjadi 1 diantara
100 kehamilan kehamilan pada orang kulit putih, sedangkan pada orang kulit hitam 1 diantara
80 kehamilan.
Pada kawasan di Afrika, frekuensi terjadinya kehamilan ganda sangat tinggi. Knox dan Morley
(1960) dalam suatu survey pada salah satu masyarakat pedesaan di Nigeria, mendapatkan
bahwa kehamilan ganda terjadi sekali pada setiap 20 kelahiran, kehamilan pada orang Timur
atau Oriental tidak begitu sering terjadi. Perbedaan ras yang nyata ini merupakan akibat
keragaman pada frekuensi terjadinya kehamilan kembar dizigot. Perbedaan kehamilan ganda
ini disebabkan oleh perbedaan tingkat Folikel Stimulating Hormone yang akan mengakibatkan
multiple ovulasi

2. Faktor keturunan
Sebagai penentu kehamilan ganda genotip ibu jauh lebih penting dari genotip ayah.
White dan Wyshak (1964) dalam suatu penelitian terhadap 4000 catatan mengenai jemaat
gereja kristus orang-orang kudus hari terakhir, menemukan bahwa para wanita yang dirinya
sendiri dizigot dengan frekuensi 1 per 58 kelahiran. Namun, wanita yang bukan kembar tapi
mempunyai suami kembar dizigot, melahirkan bayi kembar dengan frekuensi 1 per 116
kehamilan. Lebih lanjut, dalam analisis Bulmer (1960) terhadap anak-anak kembar, 1 dari 25
(4%) ibu mereka ternyata juga kembar, tetapi hanya 1 dari 60 (1,7%) ayah mereka yang
kembar, keterangan didapatkan bahwa salah satu sebabnya adalah multiple ovuasi yang
diturunkan.

3. Faktor umur dan paritas


Untuk peningkatan usia sampai sekitar 40 tahun atau paritas sampai dengan 7,
frekuensi kehamilan ganda akan meningkat. Kehamilan ganda dapat terjadi kurang dari
sepertiga pada wanita 20 tahun tanpa riwayat kelahiran anak sebleumnya, bila dibandingkan
dengan wanita yang berusia diantara 35 sampai 40 tahun dengan 4 anak atau lebih. Di Swedia,
Petterson dkk (1976), memastikan peningkatan yang nyata pada angka kehamilan ganda yang
berkaitan dengan meningkatnya paritas. Dalam kehamilan pertama, frekuensi janin kembar
adalah 1,3% dibandingkan dengan kehamilan keempat sebesar 2,7%.

4. Faktor nutrisi
Nylander (1971) mengatakan bahwa peningkatan kehamilan ganda berkaitan dengan
status nutrisi yang direfleksikan dengan berat badan ibu. Ibu yang lebih tinggi dan berbadan
besar mempunyai resiko hamil ganda sebesar 25-30% dibandingkan dengan ibu yang lebih
pendek dan berbadan kecil. McGillivray (1986) juga memaparkan bahwa kehamilan dizigotik
lebih sering ditemui pada wanita berbadan besar dan tinggi dibandingkan pada wanita pendek
dan bertubuh kecil.

5. Faktor terapi infertilitas


Induksi ovulasi dengan menggunakan FSH plus chorionic gonadotropin atau
chlomiphene citrate menghasilkan ovulasi ganda. Insiden kehamilan ganda seiring penggunaan
gonadotropin sebesar 16-40%, 75% kehamilan dengan dua janin (Schenker & co-workers,
1981). Tuppin dkk (1993) melaporkan dari Prancis, insiden persalinan gemelli dan triplet terjadi
karena induksi ovulasi dengan terapi human menopause gonadotropin (hMG). Faktor resiko
untuk kehamilan ganda setelah ovarium distimualsi dengan hMG berpengaruh terhadap
peningkatan jumlah estradiol dan injeksi chorionic gonadotropin pada saat bersamaan akan
berpengaruh terhadap karakteristik sperma, meningkatkan konsenterasi dan motilitas sperma
(Dickey, dkk 1992, Pasqualato dkk,1999). Induksi ovulasi meningkatkan insiden kehamilan
ganda dizigotik dan monozigotik.

6. Faktor assisted reproductive technology (ART)


Teknik ART didesain untuk meningkatkan kemungkinan kehamilan, dan juga
meningkatkan kemungkinan kehamilan ganda. Pasien pada kasus ini, pembuahan dilakukan
melalui teknik fertilisasi in vitro dengan melakukan seleksi terhadap ovum yang benar-benar
berkualitas baik, dan dua dari empat embrio ditransfer kedalam uterus. Pada umumnya,
sejumlah embrio yang ditransfer kedalam uterus maka sejumlah itulah akan berisiko kembar
dan meningkatkan kehamilan ganda
Tanda dan gejala

o Sesak nafas
o Sering BAK
o Gerak banyak
o Edema varises
Hiperemesis
Preeklampsi-eklampsia
Hidramnion
C. patofisiologi
Pada kehamilan kembar distensi uterus berlebihan, sehingga melewati batas toleransi
dan seringkali terjadi putus prematurus. Lama kehamilan kembar dua rata-rata 260 hari, triplet
246 hari dan kuadruplet 235 hari. Berat lahir rata-rata kehamilan kembar 2500gram, triplet
1800gram, kuadriplet 1400gram. Penentuan zigositas janin dapat ditentukan dengan melihat
plasenta dan selaput ketuban pada saat melahirkan. Bila terdapat satu amnion yang tidak
dipisahkan dengan korion maka bayi tesebut adalah monozigotik.

Bila selaput amnion dipisahkan oleh korion, maka janin tersebut bisa monozigotik tetapi
lebih sering dizigotik.1,2 Pada kehamilan kembar dizigotik hampir selalu berjenis kelamin
berbeda. Kembar dempet atau kembar siam terjadi bila hambatan pembelahan setelah diskus
embrionik dan sakus amnion terbentuk, bagian tubuh yang dimiliki bersama dapat.

Secara umum, derajat dari perubahan fisiologis maternal lebih besar pada kehamilan
kembar dibanding dengan kehamilan tunggal. Pada trimester 1 sering mengalami nausea dan
muntah yang melebihi yang dikarateristikan kehamilankehamilan tunggal. Perluasan volume
darah maternal normal adalah 500 ml lebih besar pada kehamilan kembar, dan rata-rata
kehilangan darah dengan persalinan vagina adalah 935 ml, atau hampir 500 ml lebih banyak
dibanding dengan persalinan dari janin tunggal. Massa sel darah merah meningkat juga, namun
secara proporsional lebih sedikit pada kehamilan-kehamilan kembar dua dibanding pada
kehamilan tunggal, yang menimbulkan anemia fisiologis yang lebih nyata. Kadar
haemoglobin. kehamilan kembar dua rata-rata sebesar 10 g/dl dari 20 minggu ke depan.

Sebagaimana diperbandingkan dengan kehamilan tunggal, cardiac output meningkat


sebagai akibat dari peningkatan denyut jantung serta peningkatan stroke volume. Ukuran
uterus yang lebih besar dengan janin banyak meningkatkan perubahan anatomis yang terjadi
selama kehamilan. Uterus dan isinya dapat mencapai volume 10 L atau lebih dan berat lebih
dari 20 pon. Khusus dengan kembar dua monozygot, dapat terjadi akumulasi yang cepat dari
jumlah cairan amnionik yang nyata sekali berlebihan, yaitu hidramnion akut. Dalam keadaan ini
mudah terjadi kompresi yang cukup besar serta pemindahan banyak visera abdominal selain
juga paru dengan peninggian diaphragma. Ukuran dan berat dari uterus yang sangat besar
dapat menghalangi keberadaan wanita untuk lebih sekedar duduk.

Pada kehamilan kembar yang dengan komplikasi hidramnion, fungsi ginjal maternal
dapat mengalami komplikasi yang serius, besar kemungkinannya sebagai akibat dari uropati
obstruktif. Kadar kreatinin plasma serta urin output maternal dengan segera kembali ke normal
setelah persalinan. Dalam kasus hidramnion berat, amniosintesis terapeutik dapat dilakukan
untuk memberikan perbaikan bagi ibu dan diharapkan untuk memungkinkan kehamilan
Berbagai macam stress kehamilan serta kemungkinan-kemungkinan dari komplikasi-komplikasi
maternal yang serius hampir tanpa kecuali akan lebih besar pada kehamilan kembar.
D. Klasifikasi
a. Kehamilan monozigotik
Merupakan kehamilan ganda yang berasal dari satu ovum yang dibuahi dan membelah
secara dini hingga membentuk dua embrio yang sama, kehamilan ini juga disebut hamil ekmbar
identik atau hamil kembar homolog atau hamil kembar uniovuler, karena berasal dari satu
ovum.
Ciri-ciri :
Jenis kelamin sama
Rupanya sama (seperti bayangan)
Golongan darah sama, cap kaki dan tangan sama

Sebagian hamil ganda dalam bentuk :


2 amnion, 2 korion, 2 plasenta
2 amnion, 2 korion, 1 plasenta
2 amnion, 1 korion, 1 plasenta

Pada kembar monozigotik dapat terjadi kelainan pertumbuhan seperti kembar siam.
Insiden kelainan malformasi tinggi pada kehamilan ganda monozigotik.

b. Kehamilan dizigotik
Merupakan kehamilan ganda yang berasal dari 2 atau lebih ovum yang telah dibuahi,
sebagian besar kehamilan ganda adalah dizigotik atau kehamilan kembar fraternal.

E. Komplikasi
Hidramnion
Prematuritas
Kelainan letak
Plasenta pervia
Solusio plasenta

F. Penatalaksanaan
Seorang wanita dengan kehamilan ganda mempunyai volume darah yang lebih besar
dan mendapatkan beban ekstra pada sistem kardiovaskuler, peregangan otot rahim yang
menyebabkan iskemia uteri yang dapat meningkatkan kemungkinan preeklampsia dan
eklampsia. Biasanya dokter menganjurkan ibu dengan kehamilan ganda agar beristirahat lebih
banyak, misalnya 2 jam pada sore hari, diharapkan dapat mengurangi resiko hipertensi yang di
induksi kehamilan dan persalinan preterm. Dengan janin yang berat badannya relatif lebih
rendah menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
Keluhan pada kehamilan ganda biasanya terasa sesak nafas, sering BAK, edema tungkai,
pembesaran pembuluh darah (varises). Untuk memperkecil kemungkinan penyulit ibu dan
janin, pada kehamilan ganda penanganan yang lebih intensif dengan melakukan pengawasan
hamil lebih sering, melakukan pemeriksaan laboratorium dasar dan pengobatan intensif
terhadap kekurangan nutrisi dan preparat Fe. Ibu yang bekerja sebaiknya berhenti bekerja pada
umur kehamilan 28 minggu , istirahat yang cukup, coitus ditinggalkan pada 3 bulan terakhir.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesis
Perut lebih buncit dari semestinya sesuai dengan umur tuanya kehamilan. Gerakan
janin lebih banyak dirasakan ibu hamil.Uterus terasa lebih cepat membesar. Pernah
hamil kembar atau ada riwayat keturunan kembar. Apakah telah mendapat
pengobatan infertilitas.

2. Inspeksi dan palpasi :


Pada pemeriksaan pertama dan ulangan ada kesan uterus lebih besar dan lebih cepat
tumbuhnya dari biasa. Gerakan gerakan janin terasa lebih sering . Bagian bagian
kecil terasa lebih banyak. Teraba ada 3 bagian besar janin. Teraba ada 2 balotement

3. Auskultasi :
Terdengar 2 denyut jantung janin pada 2 tempat yang agak berjauhan dengan
perbedaan kecepatan sedikitnya 10 denyut per menit atau bila dihitung bersamaan
terdapata selisih 10.

4. Rotgen foto abdomen : Tampak gambaran 2 Janin.

5. Ultrasografi :
Bila tampak 2 janin atau 2 jantung yang berdenyut yang telah dapat ditentukan pada
triwulan I atau pada kehamilan 10 minggu.

6. Elektrokardiogramn total :
Terdapat gambaran 2 EKG yang berbeda dari kedua janin.

7. Reaksi kehamilan :
Karena pada hamil kembar pada umumnya plasenta besar atau ada 2 plasenta, maka
produksi HCG akan tinggi, jadi titrasi reaksi kehamilan bisa positif, kadang kadang
sampai 1/200. Hal ini dapat dikacaukan dengan mola hidatidosa. Kadangkala diagnose
baru diketahui setelah bayi pertama lahir, uterus masih besar, ternyata masih ada
janin satu lamgi dalam rahim. Kehamilan kembar sering terjadi bersamaan dengan
hidramnion dan toksemia gravidarum.

8. Pemeriksaan klinik gejala-gejala dan tanda-tanda :


Adanya cairan amnion yang berlebihan dan renggangan dinding perut menyebabkan
diagnosis dengan palpasi menjadi sukar. Lebih kurang 50 % diagnosis kehamilan
ganda dibuat secara tepat jika berat satu janin kurang dari 2500 gram, dan 75 % jika
berat badan satu janin lebih dari 2500 gram. Untuk menghindari kesalahan diagnosis,
kehamilan ganda perlu dipikirkan bila dalam pemeriksaan ditemukan hal-hal berikut;
besarnya uterus melebihi lamanya amenorea, uterus tumbuh lebih cepat dari
kehamilan normal, banyak bagian kecil teraba, teraba tiga bagian besar, dan teraba
dua balotemen, serta terdengar 2 DJJ dengan perbedaan 10 atau lebih.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas B/D keletihan
2. Cemas B/D prosedur invasif saat pengakhiran kehamilan
3. Resiko terjadi cedera B/D keletihan akibat peningkatan BB, kehamilan kembar

C. Rencana kepaerawatan
1. Intoleransi aktivitas B/D keletihan
Kaji respon klien terhadap aktivitas, seperti mengukur TTV
Berikan penyuluhan tentang penyebab keletihan pada pertengahan masa
kehamilan akhir dan aktivitas yg dilakukan saat hamil
Ajarkan klien metode penghematan energi untuk akti-vitas

2. Cemas B/D prosedur invasif saat pengakhiran kehamilan


Kaji tingkat kecemasan : ringan, sedang, berat, panic
Berikan kenyaman & ketentraman hati.
Jelaskan tentang perawatan kehamilan, persalinan, pasca persalinan,
prognosa & prosedur yg mungkin dilakukan

3. Resiko terjadi cedera B/D keletihan akibat peningkatan BB, kehamilan kembar
Anjurkan klien untuk tidak melakukan aktivitas sendiri dan menghindari
aktivitas yg membahayakan diri dan kandungannya.
Anjurkan klien untuk kontrol minimal 2 x/bulan
Ajarkan klien untuk melakukan aktivitas yang aman & ringan.
Pantau TTV setiap kali kontrol.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asma termasuk ke dalam kelainan alergi-imunologi. Asma merupakan gangguan


inflamasi kronik jalan nafas yang melibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini
adalah hiperaktivitas bronkus dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan nafas, dan gejala
pernafasan (mengi dan sesak) yang bersifat non-reversible. Wanita hamil yang menderita
kelainan pernafasan, salah satunya adalah asma, harus berhati-hati, karena kehamilan itu
sendiri akan menimbulkan perubahan yang luas terhadap fisiologi pernafasan.

Penderita asma di Amerika Serikat berkisar antara 6-8 juta. Prevalensi asma
dipengaruhi oleh banyak status atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan. Pada masa
kanak-kanak ditemukan prevalensi anak laki berbanding anak perempuan,tetapi menjelang
dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada masa menopouse perempuan
lebih banyak daripada laki-laki. Di Hongkong prevalensi asma pada anak-anak kelompok
umur 13-14 tahun pada tahun 1980 baru mencapai 2% untuk meningkat menjadi 4,8% pada
tahun1989 dan pada tahun 1995 mencapai 11%. Di Indonesia prevalensi asma berkisar
antara 5-7%.

Insidensi asma dalam kehamilan adalah sekitar 0,5 1 % dari seluruh kehamilan,
dimana serangan asma biasanya timbul pada usia kehamilan 24 36 minggu, jarang pada
akhir kehamilan. Dalam pengamatan dr. Iris Rengganis dari RS Ciptomangunkusumo-
FKUI, Jakarta, asma ditemukan pada 4-7% ibu hamil dan komplikasi terjadi pada 1 %
kehamilan. Sementara selama masa kehamilan kondisi asma seseorang bisa berubah. Dari
1.087 pasien, dilaporkan 36% asmanya membaik, 23% memburuk, dan 41% tidak berubah.
Laporan lain menunjukan perbaikan asma antara 18-69% dan memburuk pada 6-42%. Tapi
secara umum disepakati bahwa derajat asma pada ibu hamil, sepertiga membaik, sepertiga
memburuk, dan sepertiga sisanya tetap.

Kondisi asma yang memburuk umumnya muncul pada minggu ke 29-36 masa
kehamilan. Sementara pada 4 minggu terakhir masa kehamilan, keadaan justru membaik.
Bahkan, selama proses persalinan dan kelahiran hanya 10% ibu hamil penderita asma yang
menunjukkan gejala asma, hal ini diduga disebabkan oleh membaiknya fungsi paru. Asma
yang memburuk selama kehamilan biasanya kembali membaik dalam waktu 3 bulan
setelah partus. Asma yang terjadi pada kehamilan sebelumnya, pada 60% penderitanya
akan terulang lagi pada kehamilan berikutnya.

1.2 Tujuan Umum

Mampu menjelaskan tentang konsep masalah kehamilan pada asma serta pendekatan
asuhan keperawatannya.

1.3 Tujuan Khusus


1.3.1. Mengerti perubahan anatomi asma pada ibu hamil
1.3.2. Memahami pengertian asma pada ibu hamil
1.3.3. Mengerti etiologi asma pada ibu hamil
1.3.4. Menguraikan patofisiologi asma pada ibu hamil
1.3.5. Mengetahui manifestasi klinis asma pada ibu hamil
1.3.6. Mengerti Hubungan Kehamilan dan Fungsi Pernafasan
1.3.7. Mengetahui komplikasi asma pada ibu hamil
1.3.8. Mengetahui penatalaksanaan asma pada ibu hamil
1.3.9. Mengidentifikasi pemeriksaan diagnostik asma pada ibu hamil
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Asma brokhial merupakan penyakit pernapasan akut yang disebabkan oleh


allergen, oleh perubahan mencolok pada suhu lingkungan atau oleh ketegangan emosi.
Pada banyak kasus, penyebab aktual mungkin diketahui.suatu riwayat alergi dalam
keluarga dimiliki oleh sekitar 50% individu dengan asma. Sebagai respon reaktifitas
terhadap stimulus, jalan napas menyempit, sehingga mempersulit pernapasan.
Manifestasi klinisnya adalah mengi pada ekspirasi, batuk, sputum yang kental dan
dispneu. Penyakit asma pada kehamilan kadang kadang berat atau malah berkurang.
Dalam batas wajar penyakit asma yang berat dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan janin dalam rahim melalui pertukaran gan oksigen dan karbondioksida.
Pengawasan hamil dan pertolongan persalinan dapat dilakukan dengan operasi.

Asma bronkial merupakan salah satu penyakit pernapasan yang sering dijumpai
pada kehamilan, mempengaruhi 1 4 % wanita hamil. Pengaruh kehamilan terhadap
timbulnya asma tidak selalu sama pada setiap penderita, bahkan pada seorang penderita
asma serangannya tidak selalu sama pada kehamilan pertama dan beriktnya. Kurang
dari sepertiga penderita asma kurang membaik dalam kehamilan lebih dari sepertiga
akan menetap, kurang sepertiga lagi akan memburuk pada serangan bertambah berat.
Biasanya seragan akan timbul pada usia 24 26 minggu dan pada akhir kehamilan
jarang terjadi. Asma bronkhial suatu gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri
bronkhospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas). Asma merupakan
penyakit kompleks yang diakibatkan oleh faktor biokimia, endokrin, infeksi, otonomik
dan psikologi. (Irman Somantri,2008:43)

2.2 Etiologi

Sampai saat ini patogenesis maupun etiologi asma belum diketahui secara pasti.
Berbagai teori patogenesis telah diajukan, tetapi yang paling disepakati oleh para ahli
adalah yang berdasakan gangguan saraf autonom dan sistem imun. Asma saat ini
dipandang sebagain penyakit inflamasi saluran napas. Adanya inflamasi hiperaktivitas
saluran napas dijumpai pada asma baik pada asma alergi maupun nonalergi. Oleh karena
itu dikenal dua jalur untuk mencapai keadaan tersebut.

Jalur imunologi utama didominasi oleh IgE dan jalur saraf otonom. Pada jalur
IgE, masuknya allergen kedalam tubuh akan diolah oleh APC (Antingen Presenting
Cells), untuk selanjutnya hasil olahan alergen akan dikomunikasikan pada sel T helper
(T penolong) sel ini akan memberikan instruksi melalui interleukin atau sitokin agar sel
sel plasma membentuk serta sel sel radang lain seperti mastosit, makrofag, sel epitel,
eosinifil, neutrofil, trombosit serta limfosit untuk mengeluarkan mediator mediator
inflamasi seperti histamin protaglandin (PG), leukotrin (LT), platelet activating factor
(PAF), bradikinin, tromboksin (TX) dan lain lain akan mempengaruhi organ sasaran
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding vaskular, edema saluran napas,
infiltrasi sel sel radang, sekresi mukus, dan fibrosis sup epetel sehingga menimbulkan
hiperreaktivitas saluran napas (HSN).

Jalur non alergi selain meransang sel inflamasi, juga meransang sistem saraf
otonom dengan hasil skhir berupa inflamasi dan hiperreaktivitas saluran napas.
Hiperreaktivitas saluran napas dan diduga sebagian didapat sejak lahir. Berbagai
keadaan dapat meningkatkan hiperreaktivitas sluran napas yaitu inflamasi saluran
napas, kerusakan epitel, mekanisme neurologis, gangguan intrinsik, dan obstruksi
saluran napas.

Penyebab asma pada kehamilan :

1. Zat zat alergi, contohnya tepung, debu, bulu dll


2. Genetik,
3. Infeksi saluran napas
4. Pengaruh udara, misalnya terlalu dingin, terlalu panas.
5. Faktor psikis, misalnya kelelahan, stres.
6. Aktivitas fisik berlebih

2.3 Patofisiologi
Pemeriksaan dilakukan oleh tim ahli Asma California tahun 1983 pada 120
kasus asma pada ibu hamil yang terkontrol baik, terdapat 90% dari penderita yang tidak
pernah mendapat serangan dalam persalinan, 2,2% menderita serangan ringan an hanya
0,2% yang menderita asma berat yang dapat diatasi dengan obat obatan IV. Pengaruh
asma pada ibu hamil dan janin sangat tergantung dari sering dan beratnya serangan,
karena ibu dan janin akan kekurangan oksigen dan hipoksia. Keadaan hipoksia bila tidak
segera diatasi tentu akan berpengaruh pada janin yang sering terjadi keguguran,
persalina prematur dan berat janin tidak sesuai dengan usia kehamilan atau ganguan
pertumbuhan janin.

Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus,
penyumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat
selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut.
Hal ini menyebabkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa di
ekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, Kapasitas Residu Fungsional
(KRF), dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati Kapasitas Paru
Total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan
pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan inflasi ini diperlukan otot bantu
napas. Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat dinilai secara objektif
dengan 1 (Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama) atau APE (Arus Puncak
Ekspirasi), sedang penurunan KVP (Kapasitas Vital Paksa) menggambarkan derajat
hiperinflasi paru. Penyempitan saluran napas dapat terjadi, baik pada saluran napas
besar, sedang maupun kecil. Gejala mengi (whezing) menandakan adanya penyempitan
disaluran napas besar, sedangkan penyempitan pada saluran napas kecil gejala batuk
dan sesak lebih dominan dibanding mengi.

Perubahan fungsi paru pada kehamilan meliputi 20% karena peningkatan


kebutuhan oksigen dan metabolisme ibu, 40% peningkatan ventilasi semenit dan
peningkatan tidal volume. Terdapat sejumlah perubahan fisiologik dan struktural
terhadap fungsi paru selama kehamilan. Hiperemia, hipersekresi dan edema mukosa dan
saluran pernapasan merupakan akibat dari meningkatnya kadar estrogen. Pada uterus
grafid terjadi peningkatan ukuran lingkar perut, diafragma meninggi, dan semakin
dalamnya sudut antarkosta. Wanita hamil mengalami peningkatan tidal volume, volume
residu, serta kapasitas residu konvensional, penurunan volume balik ekspirasi,
sementara kapasitas vital tidak berubah. Hiperventilasi alveolar terjadi bila 2
menurun dari 34 40 mmHg menjadi 27 34 mmHg, yang biasanya terlihat pada umur
kehamilan 12 minggu. Seperti yang diperkirakan, frekuensi terjadinya serangan
eksaserbasi asma puncaknya pada umur kehamilan sekitar 6 bulan, gejala yang berat
biasanya terjadi antara umur kehamilan 24 36 minggu.

Jelasnya patofisiologi asma adalah sebagai berikut :

1. Kontraksi otot pada saluran napas meningkatkan resustansi jalan napas.


2. Peningkatan sekresi mukosa dan obstruksi saluran napas.
3. Hiperinflasi paru dengan peningkatan volume residu.
4. Hiperaktivitas bronkial, yang diakibatkan oleh histamin, prostaklandin dan
leukrotin.

Degranulasi sel mast menyebabkan terjadinya asma dengan cara pelepasan


mediator kimia, yang memicu peningkatan resistensi jalan napas dan spasma bronkus.
Pada kasus kehamilan alkalosis respiratori tidak bisa dipertahankan diawal
berkurangnya ventilasi, dan terjadilah asidosis. Akibat perubahan nilai gas darah arteri
pada kehamilan (penurunan 2 ). Pasien dengan perubahan
nilai gas darah arteri secara signifikan merupakan faktor resiko terjadinya hipoksemia
maternal, hipoksia janin yang berkelanjutan dan gagal napas.

2.4 Manifestasi Klinis

Gejala klinik bervariasi mulai dari wheezing ringan sampai bronkokonstriksi berat. Pada
keadaan ringan, hipoksia dapat dikompensasi hiperventilasi. Namun, bila bertambah berat
akan terjadi kelelahan yang menyebabkan retensi O2 akibat hiperventilasi. Bila terjadi
gagal napas, ditandai asidosis, hiperkapnea, adanya pernapasan dalam, takikardi, pulsus
paradoksus, ekspirasi memanjang, penggunaan otot asesoris pernapasan, sianosis sentral,
sampai gangguan kesadaran. Keadaan ini bersifat reversible dan dapat ditoleransi.
Namun, pada kehamilan sangat berbahaya akibat adanya penurunan kapasitas residu.

Manifestasi klinis asma ditandai dengan dyspnea, kesesakan dada, wheezing, dan batuk
malam hari, di mana hanya menjadi tanda dalam beberapa kasus. Pasien melaporkan
gejala seperti gangguan tidur dan nyeri dada.

Batuk yang memicu spasme atau kesesakan dalam saluran pernapasan, atau berlanjut
terus, dapat berbahaya. Beberapa serangan dimulai dengan batuk yang menjadi progresif
lebih sesak, dan kemudian bunyi wheezing terjadi. Ada pula yang berbeda, beberapa
penderita asma hanya dimulai wheezing tanpa batuk. Beberapa yang lain tidak pernah
wheezing tetapi hanya batuk selama serangan asma terjadi.

Selama serangan asma, mucus cenderung menjadi kering dan sukar, sebagian karena
cepat, beratnya pernapasan umumnya terjadi saat serangan asma. Mucus juga menjadi
lebih kental karena sel-sel mati terkelupas.

Kontraksi otot bronkus menyebabkan saluran udara menyempit atau konstriksi. Hal ini
disebut brokokonstriksi yang memperbesar obstruksi yaitu asma.

Secara umum gejala yang sering muncul pada asma bronkial ialah

1. Tanda dan gejala utama asma adalah bunyi whezing, dispnea, dan batuk.
2. Penggunaan otot bantu napas saat serangan.
3. Sputum dengan sedikit mucus.
4. Takikardi.
5. Berkeringan dingin.
6. Serangan berlangsung sekitar 70 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara
spontan.
7. Ronchi basah.

2.5 Klasifikasi Asma

Berkaitan dengan gangguan saluran pernapasan yang berupa peradangan dan


bronkokonstriksi, beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar, seperti yang
dianut banyak dokter ahli pulmonologi (penyakit paru-paru) dari Inggris, yakni:

1. Asma Ekstrinsik

Asma ekstrinsik adalah bentuk asma yang paling umum, dan disebabkan karena
reaksi alergi penderitanya terhadap hal-hal tertentu (alergen), yang tidak membawa
pengaruh apa-apa terhadap mereka yang sehat. Kecenderungan alergi ini adalah
kelemahan keturunan. Setiap orang dari lahir memiliki sistem imunitas alami yang
melindungi tubuhnya terhadap serangan dari luar. Sistem ini bekerja dengan
memproduksi antibodi.
Pada saat datang serangan, misalnya dari virus yang memasuki tubuh, sistem ini
akan menghimpun antibodi untuk menghadapi dan berusaha menumpas sang
penyerang. Dalam proses mempertahankan diri ini, gejala-gejala permukaan yang
mudah tampak adalah naiknya temperatur tubuh, demam, perubahan warna kulit
hingga timbul bercak-bercak, jaringan-jaringan tertentu memproduksi lendir, dan
sebagainya (Hadibroto & Alam, 2006).

2. Asma Intrinsik

Asma intrinsik tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari alergen. Asma
jenis ini disebabkan oleh stres, infeksi, dan kondisi lingkungan seperti cuaca,
kelembapan dan suhu tubuh. Asma intrinsik biasanya berhubungan dengan
menurunnya kondisi ketahanan tubuh, terutama pada mereka yang memiliki riwayat
kesehatan paru-paru yang kurang baik, misalnya karena bronkitis dan radang paru-
paru (pneumonia). Penderita diabetes mellitus golongan lansia juga mudah terkena
asma intrinsik. Penderita asma jenis ini kebanyakan berusia di atas 30 tahun
(Hadibroto & Alam, 2006).

Namun penting dicatat, bahwa dalam prakteknya, asma adalah penyakit yang
kompleks, sehingga tidak selalu dimungkinkan untuk menentukan secara tegas,
golongan asma yang diderita seseorang. Sering indikasi asma ekstrinsik dan intrinsik
bersama-sama dideteksi ada pada satu orang.

Sebagai contoh, dalam kasus asma bronkial (termasuk jenis ekstrinsik) yang kronis,
pada saat menangani terjadinya serangan, dokter akan sering mendiagnosa hadirnya
faktor-faktor kecemasan dan rasa panik. Keduanya adalah emosi yang sifatnya
naluriah pada saat seseorang harus berjuang agar bisa bernapas. Selanjutnya rasa
cemas dan panik ini meneruskan lingkaran setan dan memperparah gejala serangan.
Juga akan tercatat, bahwa bahan-bahan iritan (pengganggu) dari luar seperti asap
rokok dan hairspray akan memperparah kondisi penderita.

3. Asma bentuk lainnya.


o Mixed asthma (asma campuran)
Diduga ada campuran asma alergi dan asma infektif, ada dua subtipe yaitu
chronic astmatic bronchitis (keberadaan asma bersamaan dengan bronchitis
menahun) dan subtype asthma aspirin sensitivity and nasal polyposis
(serangan asma timbul setelah 20 menit mengkonsumsi aspirin, tanpa atau
dengan polip. Kebanyakan penderita menunjukkan instrinsik asma dengan
keluhan yang menetap.
o Exercise-Induced Asthma
Varian asma ini sebagai faktor pencetusnya adalah akibat latihan sedang
sampai berat, utamanya pada penderita atopi muda, timbul setelah latihan
tersebut. Pengobatannya hindari olah raga berat atau mengkonsumsi
bronkodilator atau kombinasi bronkodilator dengan steroid. Etiologinya
adalah perubahan panas dan kelembaban pada saluran pernafasan.
o Dual type I and III Allergic Reaction.
Lebih dari satu mekanisme imun mengakibatkan asma. Penderita dengan
reaksi ganda, umumnya episode sesak dan wheezing akut timbul setelah 10-
30 menit paparan alergen ditandai dengan penurunan FEV1 dan kemudian
setelah 2-6 jam ada serangan ulang (relaps). Reaksi yang kedua ini berjalan
perlahan dan ditandai secara khas adanya gambaran obstruksi yang progresif
sangat memberat, sesak dan sering pada beberapa penderita disertai dengan
adanya infiltrat peradangan paru. Reaksi ganda ini dapat terjadi pada respon
benda asing berupa bulu burung (avian allergen), debu rumah, tungau, dan
debu hutan. Sodium kromoglikat dapat mencegah timbulnya serangan,
namun pengobatan yang efektif adalah menjauhi paparan bahan-bahan
terebut. Namun bila kedua usaha tersebut gagal baru menggunakan steroid.

Kesimpulannya adalah, dari asal asma bronkial (termasuk asma ekstrinsik) akan
terlihat juga hadirnya faktor asma intrinsik.

Demikian pula, seseorang yang punya sejarah bronkitis di masa kanak-kanak sering
tumbuh menjadi orang dewasa yang cenderung menderita asma yang alergik,
sebagai akibat kelemahan bawaan dari masa kanak-kanaknya (Hadibroto & Alam,
2006).

Klasifikasi tingkat penyakit asma dapat dibagi berdasarkan frekuensi kemunculan


gejala (Hadibroto & Alam, 2006).
1. Intermitten, yaitu sering tanpa gejala atau munculnya kurang dari 1 kali dalam
seminggu dan gejala asma malam kurang dari 2 kali dalam sebulan. Jika seperti
itu yang terjadi, berarti faal (fungsi) paru masih baik.

2. Persisten ringan, yaitu gejala asma lebih dari 1 kali dalam seminggu dan
serangannya sampai mengganggu aktivitas, termasuk tidur. Gejala asma
malam lebih dari 2 kali dalam sebulan. Semua ini membuat faal paru realatif
menurun.

3. Persisten sedang, yaitu asma terjadi setiap hari dan serangan sudah
mengganggu aktivitas, serta terjadinya 1-2 kali seminggu. Gejala asma malam
lebih dari 1-2 kali seminggu. Gejala asma malam lebih dari 1 kali dalam
seminggu. Faal paru menurun.

4. Persisten berat, gejala asma terjadi terus-menerus dan serangan sering terjadi.
Gejala asma malam terjadi hampir setiap malam. Akibatnya faal paru sangat
menurun.

Klasifikasi tingkat penyakit asma berdasarkan berat ringannya gejala (Hadibroto &
Alam, 2006):

1. Asma akut ringan, dengan gejala: rasa berat di dada, batuk kering ataupun
berdahak, gangguan tidur malam karena batuk atau sesak napas, mengi tidak ada
atau mengi ringan, APE (Arus Puncak Aspirasi) kurang dari 80%.

2. Serangan asma akut sedang, dengan gejala: sesak dengan mengi agak nyaring,
batuk kering/berdahak, aktivitas terganggu, APE antara 50-80%.

3. Serangan asma akut berat, dengan gejala: sesak sekali, sukar berbicara dan
kalimat terputus-putus, tidak bisa barbaring, posisi harus setengan duduk agar
dapat bernapas, APE kurang dari 50%.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Sinar X dada
Hiperinflasi paru, mendatarnya diafragma, peningkatan area udara retsosoternal,
hasil normal selama periode remisi.
2. Tes fungsi paru
3. Kapasitas inspirasi
4. GDA (PaO2 menurun, PaCO2 meningkat)
5. Sputum
6. EKG dan tes stress

2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada penderita asma antara lain :

1. Mencegah adanya stress.


2. Menghindari faktor pencetus yang sudah diketahui secara intensif.
3. Mencegah penggunaan aspirin karena dapat menimbulkan serangan.
4. Pada serangan ringan dapat digunakan obat inhalan.
5. Pada keadaan yang lebih berat penderita harus dirawat dan serangan dapat
dihilangkan seperti efinefrin /sc , oksigen, isoproerenol/ inhalasi, aminoplin/infuse,
glukosa, hidrokortison/ infuse dektrose 10%.

Terapi asma bronkial memiliki 2 tujuan :

1. Meredakan serangan yang akut.


2. Mencegah atau membatasi serangan yang datang.

Pada semua individu yang menderita asma, allergen yang diketahui harus di
eliminasi dan suhu harus dipertahankan nyaman didalam rumah. Infeksi pernafasan
harus diobati dan di inhalasi uap atau kabut diterapkan untuk mengencerkan lendir.
Episode akut membutuhkan steroid, aminofilin, oksigen, dan koreksi
ketidakseimbangan cairan elektrolit. Tindakan pencegahan khusus untuk obstetric
meliputi hal hal berikut :

1. Jangan gunakan morfin dalam persalinan karena obat ini dapat menyebabkan
brokhospasmae. Meperidin (demerol) biasanya akan meredakan bronkhospasmae.
2. Hindari atau batasi penggunaan efedrin dan kortikosteroid (obat obatan penekan)
pada klien dengan preeklamasi dan eklamsia.
3. Pilih kelahiran pervaginam serta penggunaan anastesi lokal atau anastesi regional
setiap kalai ada kesempatan.
2.8 Efek Kehamilan Pada Asma
Tidak dapat diprediksi. Perubahan fisiologis, yang diinduksi oleh kehamilan, tidak
membuat wanita hamil lebih rentan terhadap serangan asma. Asma meningkatkan insiden
aborsi dan persalinan prematur, tetapi janin sendiri tidak berpengaruh. Pada kasus kasus
yang berat, asma dapat mengancam kehidupan wanita hamil. Pada kebanyakan kasus
prognosis baik pada ibu dan janin.

2.9 Komplikasi
1. Hipoksia janin dan ibu
2. Abortus
3. Persalinan prematur
4. BBLR

2.10 WOC

1. Zat zat
5. Zat zat alergi,
alergi, contohnya
contohnya tepung,
tepung, debu,
debu, bulu
bulu dll
dll
2.
6. Infeksi
Infeksi saluran
saluran napas
napas
3.
7. Pengaruh
Pengaruh udara,
udara, misalnya
misalnya terlalu
terlalu dingin,
dingin, terlalu
terlalu panas.
panas.
4.
8. Faktor
Faktor psikis,
psikis, misalnya
misalnya kelelahan,
kelelahan, stres
stres

alergi
alergi

Pelepasan
Pelepasan mediator
mediator inflamasi
inflamasi (histamin,
(histamin, prostaglandin,
prostaglandin, bradikinin)
bradikinin)

Hipereaktivitas Edema mukosa Spasme Hipersekresi


Hipersekresi
bronkus dan dinding otot saluran mukus
mukus
bronkus napas

Penyempitan Oksigen dalam Kebtuhan Kadar


jalan napas darah berkurang O2 dlm oksigen
tbuh tdak dlm darah
Hipoventilasi Akral teraba menckupi
dingin, sianosis Kelemahan
Kompensasi Suplai O2 ke otak / keletihan
(hiperventilasi) menurun
MK : gg
perfusi Akltivitas
Suara napas Resiko Hipoksia pada ibu menurun
jaringa
weazing dan janin
n
2.11 Diagnosa yang Mungkin Muncul
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(bronkospasme), penumpukan sekret, sekret kental.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(bronkospasme).
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(bronkuspasme).
4. Gangguan kesadaran berhubungan dengan
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
6. Gangguan personal hygien dengan

Diagnosa Tujuan/Kriteria
No Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
1 Tidak efektifnya Pencapaian bersihan Mandiri 1. Beberapa derajat
bersihan jalan jalan napas dengan 1. Auskultasi bunyi spasme bronkus
nafas kriteria hasil sebagai nafas, catat adanya terjadi dengan
berhubungan berikut: bunyi nafas, ex: obstruksi jalan nafas
dengan 1. Mempertahankan mengi dan dapat/tidak
gangguan suplai jalan napas paten 2. Kaji/pantau dimanifestasikan
oksigen dengan bunyi napas frekuensi adanya nafas
(bronkospasme), bersih atau jelas. pernafasan, catat advertisius.
penumpukan
sekret, sekret 2. Menunjukan rasio 2. Tachipnea biasanya
kental perilaku untuk inspirasi/ekspirasi. ada pada beberapa
memperbaiki 3. Catat adanya derajat dan dapat
bersihan jalan nafas derajat dispnea, ditemukan pada
misalnya batuk ansietas, distress penerimaan atau
efektif dan pernafasan, selama stress/adanya
mengeluarkan sekret. penggunaan obat proses infeksi akut.
bantu. 3. Disfungsi
4. Tempatkan posisi pernafasan adalah
yang nyaman pada variable yang
pasien, contoh: tergantung pada tahap
meninggikan proses akut yang
kepala tempat tidur, menimbulkan
duduk pada sandara perawatan di rumah
tempat tidur. sakit.
5. Pertahankan 4. Peninggian kepala
polusi lingkungan tempat tidur
minimum, contoh: memudahkan fungsi
debu, asap dll. pernafasan dengan
6. Tingkatkan menggunakan
masukan cairan gravitasi.
sampai dengan 5. Pencetus tipe alergi
3000 ml/ hari pernafasan dapat
sesuai toleransi mentriger episode
jantung akut.
memberikan air 6. Hidrasi membantu
hangat. menurunkan
Kolaborasi kekentalan sekret,
7. Berikan obat penggunaan cairan
sesuai indikasi hangat dapat
bronkodilator. menurunkan
kekentalan sekret,
penggunaan cairan
hangat dapat
menurunkan spasme
bronkus.
7. Merelaksasikan otot
halus dan menurunkan
spasme jalan nafas,
mengi, dan produksi
mukosa.

2 Pola nafas tidak Perbaikan pola nafas Mandiri 1. Membantu pasien


efektif dengan kriteria hasil 1. Ajarkan pasien memperpanjang
berhubungan sebagai berikut: pernapasan dalam. waktu ekspirasi
dengan 1. Mempertahankan 2. Tinggikan kepala sehingga pasien akan
gangguan suplai ventilasi adekuat dan bantu bernapas lebih efektif
oksigen dengan menunjukan mengubah posisi. dan efisien.
(bronkospasme) RR:16-20 x/menit Berikan posisi semi
2. Duduk tinggi
dan irama napas fowler. memungkinkan
teratur. Kolaborasi ekspansi paru dan
2. Tidak mengalami 3. Berikan oksigen memudahkan
sianosis atau tanda tambahan. pernapasan.
hipoksia lain. 3. Memaksimalkan
3. Pasien dapat bernapas dan
melakukan menurunkan kerja
pernafasan dalam. napas.

3 Gangguan Perbaikan pertukaran Mandiri 1. Sianosis mungkin


pertukaran gas gas dengan kriteria 1. Kaji/awasi secara perifer atau sentral
berhubungan hasil sebagai berikut: rutin kulit dan keabu-abuan dan
dengan 1. Perbaikan ventilasi. membrane mukosa. sianosis sentral
gangguan suplai2. Perbaikan oksigen 2. Palpasi fremitus. mengindikasikan
oksigen jaringan adekuat. 3. Awasi tanda- beratnya hipoksemia.
(bronkuspasme) tanda vital dan 2. Penurunan getaran
irama jantung. vibrasi diduga adanya
Kolaborasi pengumplan
4. Berikan oksigen cairan/udara.
tambahan sesuai 3. Tachicardi,
dengan indikasi disritmia, dan
hasil AGDA dan perubahan tekanan
toleransi pasien. darah dapat
menunjukan efek
hipoksemia sistemik
pada fungsi jantung.
4. Dapat memperbaiki
atau mencegah
memburuknya
hipoksia.
4 Risiko tinggi Tidak terjadinya Mandiri 1. Demam dapat terjadi
terhadap infeksi infeksi dengan 1. Awasi suhu. karena infeksi dan
berhubungan kriteria hasil sebagai2. Diskusikan atau dehidrasi.
dengan tidak berikut: adekuat kebutuhan2. Malnutrisi dapat
adekuat 1. Mengidentifikasikan nutrisi. mempengaruhi
imunitas intervensi untuk Kolaborasi kesehatan umum dan
mencegah atau 3. Dapatkan menurunkan tahanan
menurunkan resiko specimen sputum terhadap infeksi.
infeksi. dengan batuk atau 3. Untuk
2. Perubahan pola pengisapan untuk mengidentifikasi
hidup untuk pewarnaan gram, organisme penyabab
meningkatkan kultur/sensitifitas. dan kerentanan
lingkungan yang terhadap berbagai anti
nyaman. microbial.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Nn. G 23 tahun suku minang datang dengan keluhan napasnya sesak sewaktu bangun pagi dan
semakin meningkat ketika beraktivitas, klien juga batuk berdahak. Dari hasil pengkajian klien
mengeluh sesak, batuk berdahak dengan dahak berwarna putih, dan klien merasa sesaknya
berkurang setelah dilakukan pengasapan (nebulizer). Klien juga mengatakan mempunyai
riwayat asma sejak kelas 6 SD dan klien mengatakan bahwa ada salah satu anggota
keluarganya yang memiliki riwayat asma, yaitu ibunya. Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan hasil: rongga dada simetris, retraksi dinding dada (+), taktil fremitus simetris
antara kiri dan kanan, suara napas klien terdengar wheezing, resonan pada perkusi dinding
dada, dan sputum berwarna putih kental. Dari hasil observasi didapatkan hasil: tingkat
kesadaran: kompos mentis, dan hasil TTV: TD = 130/70 mmHg, RR = 36x/menit, HR =
76x/menit, suhu = 37o C. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil: Hb = 15,5
gr%, leukosit = 17.000/mm3, trombosit 260.000/mm3, Ht = 47vol%. Klien saat ini
mendapatkan terapi: IVFD RL 20 tts/i, Pulmicort, Ventolin, Bisolvon dan O2 dengan nasal
kanul 2 L. Pada pemeriksaan penunjang X-ray dada/thorax, didapatkan hasil paru dalam
batas normal.

B. Pengkajian

1. Anamnesa

Identitas Klien

Nama : Nn. G

Umur : 23 tahun

Alasan Masuk (Keluhan Utama)

Klien masuk rumah sakit dengan keluhan napasnya sesak sewaktu bangun pagi dan semakin
meningkat ketika beraktivitas, serta batuk berdahak.

Riwayat Penyakit Dahulu

Klien mengatakan mempunyai riwayat asma sejak kelas 6 SD

Riwayat penyakit Sekarang


Klien mengeluh sesak, batuk berdahak dengan dahak berwarna putih.

Riwayat Penyakit Keluarga

Klien mengatakan bahwa ada salah satu anggota keluarganya yang memiliki riwayat asma,
yaitu ibunya.

2. Pemeriksaan Fisik

a) Tingkat Kesadaran: Compos mentis

b) TTV:

(1) BP : 130/70 mmHg

(2) RR: 36 x/menit

(3) HR: 76 x/menit

(4) T : 37oC

c) Hasil pengkajian:

Inspeksi

Rongga dada simetris, retraksi dinding dada (+), dan sputum berwarna putih kental.

Palpasi

Taktil fremitus simetris antara kiri dan kanan.

Perkusi

Resonan dikedua lapang paru.

Auskultasi

Suara napas klien terdengar wheezing.

3. Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium


Pada pemeriksaan penunjang

X-ray dada/thorax, didapatkan hasil paru dalam batas normal.

Pemeriksaan laboratorium

- Hb = 15,5 gr%

- Leukosit = 17.000/mm3

- Trombosit 260.000/mm3

- Ht = 47vol%.

4. Terapi Pengobatan Saat Ini

IVFD RL 20 tts/i, Pulmicort, Ventolin, Bisolvon dan O2 dengan nasal kanul 2 L.

C. Analisa Data

Masalah
No Data Etiologi
Keperawatan
1 DS: Pencetus serangan Tidak
1. Klien (alergen) efektifnya
mengatakanbatuk bersihan jalan
berdahak dengan Reaksi antigen & antibodi nafas
dahak berwarna
putih. Dikeluarkannya substansi
vasoaktif (histamin,
2. Klien merasa
bradikinin, & anafilaksin)
sesak.

permeabilitas kapiler

DO: Kontraksi otot polos
1. Tanda-tanda Edema mukosa
vital:
Hipersekresi
BP=130/70

mmHg
Obstruksi jalan nafas
RR=36 x/menit

HR=76x/menit
Tidak efektifnya bersihan
T=37oC
jalan nafas
2. Klien tampak
sesak nafas
disertai batuk
berdahak,
berwarna putih
agak kental.

3. Suara napas klien


terdengar
wheezing.
4. Terapi yang
diberikan:
oksigen 2L,
IVFD RL 20 tts/i,
Pulmicort,
Ventolin,
Bisolvon.

2 DS: Pencetus serangan Pola nafas tidak


1. Klien merasa (alergen) efektif
sesak
DO: Reaksi antigen & antibodi
1. Tanda-tanda
vital: Dikeluarkannya substansi
vasoaktif (histamin,
BP=130/70
bradikinin, & anafilaksin)
mmHg

RR=36 x/menit
Kontraksi otot polos
HR=76x/menit

T=37oC
Bronkospasme
2. Klien tampak

sesak nafas
Suplai O2 menurun
disertai batuk

berdahak, Merangsang kemoreseptor
berwarna putih sentral (spons dan medulla
agak kental. oblongata)

3. Suara napas klien
Hiperventilasi
terdengar

wheezing.
Sesak
4. Terapi yang
diberikan: Pola nafas tidak efektif
oksigen 2L,

IVFD RL 20 tts/i,
Pulmicort,
Ventolin,
Bisolvon.

D. Web of Caution (WOC)


E. Asuhan Keperawatan
Diagnosa Tujuan/Kriteria
No Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
1. Tidak efektifnya Pencapaian Mandiri
bersihan jalan bersihan jalan 1. Auskultasi bunyi1. Beberapa
nafas napas dengan nafas, catat derajat spasme
berhubungan kriteria hasil adanya bunyi bronkus terjadi
dengan sebagai berikut: nafas, ex: mengi dengan
gangguan suplai1. Mempertahankan obstruksi jalan
oksigen jalan napas paten nafas dan
(bronkospasme), dengan bunyi dapat/tidak
penumpukan napas bersih atau dimanifestasikan
sekret, sekret jelas. adanya nafas
kental. 2. Menunjukan advertisius.
perilaku untuk
memperbaiki 2. Kaji/pantau 2. Tachipnea
bersihan jalan frekuensi biasanya ada
nafas misalnya pernafasan, catat pada beberapa
batuk efektif dan rasio derajat dan
mengeluarkan inspirasi/ekspirasi. dapat ditemukan
sekret. pada
penerimaan atau
selama
stress/adanya
proses infeksi
akut.
3. Catat adanya 3. Disfungsi
derajat dispnea, pernafasan
ansietas, distress adalah variable
pernafasan, yang tergantung
penggunaan obat pada tahap
bantu. proses akut yang
menimbulkan
perawatan di
rumah sakit.

4. Tempatkan posisi4. Peninggian


yang nyaman kepala tempat
pada pasien, tidur
contoh: memudahkan
meninggikan fungsi
kepala tempat pernafasan
tidur, duduk pada dengan
sandara tempat menggunakan
tidur. gravitasi.

5. Pertahankan
polusi lingkungan
minimum, contoh: 5. Pencetus tipe
debu, asap dll. alergi
pernafasan dapat
6. Tingkatkan mentriger
masukan cairan episode akut.
sampai dengan
3000 ml/ hari
sesuai toleransi 6. Hidrasi
jantung membantu
memberikan air menurunkan
hangat. kekentalan
sekret,
penggunaan
cairan hangat
dapat
menurunkan
kekentalan
sekret,
Kolaborasi penggunaan
7. Berikan obat cairan hangat
sesuai indikasi dapat
bronkodilator. menurunkan
spasme bronkus.

7. Merelaksasikan
otot halus dan
menurunkan
spasme jalan
nafas, mengi,
dan produksi
mukosa.

2 Pola nafas tidak Perbaikan pola Mandiri


efektif nafas dengan 1. Tinggikan kepala1. Duduk tinggi
berhubungan kriteria hasil dan bantu memungkinkan
dengan suplai sebagai berikut: mengubah posisi. ekspansi paru
oksigen 1. Mempertahankan Berikan posisi dan
berkurang ventilasi adekuat semi fowler. memudahkan
(bronkospasme) dengan pernapasan.
menunjukan 2. Ajarkan pasien
RR=16-20 pernapasan dalam.
x/menit dan
irama napas 2. Membantu
teratur. pasien
2. Tidak memperpanjang
mengalami waktu ekspirasi
sianosis atau sehingga pasien
tanda hipoksia Kolaborasi akan bernapas
lain. 3. Berikan oksigen lebih efektif dan
3. Pasien dapat tambahan. efisien.
melakukan
pernafasan 3. Memaksimalkan
dalam. bernapas dan
menurunkan
kerja napas

F. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi


1. Penatalaksanan Farmakologi

Belum terlalu lama, yakni baru sejak pertengahan tahun 1990-an mulai mengental keyakinan
di kalangan kedokteran bahwa asma yang tidak terkendali dalam jangka panjang bisa
menyebabkan kerusakan pada saluran pernapasan dan paru-paru. Cara menangani asma yang
reaktif, yakni hanya pada saat datangnya serangan sudah ketinggalan zaman. Hasil penelitian
medis menunjukkan bahwa para penderita asma yang terutama menggantungkan diri pada
obat-obatan pelega (reliever/bronkodilator) secara umum memiliki kondisi yang buruk
dibandingkan penderita asma umumnya. Selanjutnya prosentase keharusan kunjungan ke unit
gawat daruat (UGD), keharusan mengalami rawat inap, dan risiko kematiannya karena asma
juga lebih tinggi.

Hal ini membuktikan bahwa pasa asma ekstrinsik, penyebab asma yang mereka derita adalah
karena peradangan (inflamasi), dan bukan karena bronkokonstriksi. Dengan demikian, dokter
masa kini menggunakan obat peradangan sebagai senjata utama, sedang obat-obatan pelega
sebagai pendukung. Keyakinan ini sangat disokong oleh penemuan obat-obatan pencegah
peradangan saluran pernapasan, yang aman untuk digunakan dalam jangka panjang.

Menurut AAAI (Amerika Academy of Allergy, Asthma & Immunology) penggolongan obat
asma (Hadibroto & Alam, 2006) adalah sebagai berikut:

a) Obat-obat anti peradangan (preventer)

(1) Usaha pengendalian asma dalam jangka panjang

(2) Golongan obat ini mencegah dan mengurangi peradangan, pembengkakan saluran napas,
dan produksi lendir

(3) Cara kerjanya adalah dengan mengurangi sensitivitas saluran pernapasan terhadap
pemicu asma yang berupa alergen.

(4) Penggunaannya harus teratur dalam jangka panjang

(5) Daya kerja lambat/gradual, biasanya mengambil waktu sekitar dua minggu baru terlihat
efektivitasnya ayang terukur.

Contoh obat anti peradangan adalah beclometasone [Becotide], budesonide [Pulmicort],


fluticasone [Flixotide], mometasone [Asmanex], dan montelukast [Singulair] secara
bertahap mengurangi peradangan saluran napas dan (jika digunakan secara teratur) akan
mengontrol penyakit asma. Obat pencegah biasanya tersedia dalam bentuk inhaler berwarna
cokelat, putih, merah, atau oranye, meskipun beberapa (misalnya montelukast) tersedia dalam
tablet.

b) Obat-obat pelega gejala berjangka panjang

Obat-obat pelega gejala berjangka panjang dalam nama generik yang ada di pasaran adalah
salmeterol hidroksi naftoat (salmeterol xinafoate) dan teofilin (theophylline).

(1) Salmeterol

Obat ini adalah bronkodilator yang bekerja perlahan dimana obat ini bekerja dengan
mengendurkan oto-otot yang mengelilingi saluran pernapasan. Obat ini paling efektif bila
dikombinasikan dengan suatu obat kortikosteroid hirup, dan tidak dapat berfungsi sebagai
pelega seketika dalam hal terjadi serangan asma.

Obat ini umumnya bekerja setelah setengah jam dan daya kerjanya bertahan hingga 12 jam.
Obat ini disajikan dalam bentuk obat hirup dosis terukut dan obat hirup bubuk kering. Obat
ini tidak dapat digunakan untuk anak-anak di bawah 12 tahun.

(2) Teofilin

Obat ini termasuk satu golongan dengan kafein (zat aktif yang terdapat dalam secangkir kopi)
dan termasuk bronkodilator yang lama daya kerjanya. Efek samping obat ini sama seperti
kafein sehingga tidak dianturkan untuk pasien hiperaktif.

(3) Albuterol Sulfat atau Salbutamol.

Bronkolidarot yang paling populer dan disajikan dalam bentuk obat hirup dosis terukur, obat
hirup bubuk kering, larutan untuk alat nebulizer, sirup, tablet biasa, tablet lepas-tunda
(extended-reliase). Bentuk hirup bekerja lebih karena langsung menuju saluran pernapasan
yang bermasalah, ketimbang harus lewat lambung dulu. Efek samping obat ini dapat
menyebabkan stimulasi, jantung berdebar, dan pusing.

Merek yang paling populer adalah Ventolin dan Proventil yang disajikan sebagai obat hirup
dosis terukur. Proventil HFA sebagai obat hirup bubuk kering. Ventolin terdaftar di Indonesia
dalam bentuk sediaan tablet, sirup, nebulizer, danspray. Merek lain adalah Ascolen.

c) Obat-obat pelega gejala asma (reliever/bronkodilator)


Misalnya salbutamol [Ventolin], terbutaline [Bricanyl], formoterol [Foradil, Oxis],
dan salmeterol [Serevent] secara cepat mengembalikan saluran napas yang menyempit yang
terjadi selama serangan asma ke kondisi semula. Obat pereda/pelega biasanya tersedia dalam
bentuk inhaler berwarna biru atau abu-abu.

d) Obat-obatan kortikosteroid oral

Kortikosteroid oral adalah obat yang ampuh untuk mengatasi pembengkakan dan peradangan
yang mencetuskan serangan asma. Obat ini membutuhkan enam hingga delapan jam untuk
bekerja, sehingga makin cepat digunakan makin cepat pula daya kerja yang dirasakan.

Malam hari termasuk waktu dimana serangan asma paling sering terjadi, karena fungsi paru-
paru berada pada titik yang paling rendah di tengan malam. Dari hasil penelitian terbukti
bahwa dosis kortikosteroid oral yang diberikan di siang hari bisa membantu mereka yang
mengalami serangan asma untuk tidur pada malam harinya.

Di sisi lain, efek samping penggunaan kortikosteroid oral juga cukup nyata, seperti perubahan
suasana hati (mood changes), meningkatnya selera makan, perubahan berat badan, dan gejala
demam yang ditekan. Akan tetapi, efek samping dari penggunaan kortikosteroid ini tidak
perlu dikhawatirkan jika penggunaannya hanya dalam jangka pendek dan kadangkala saja.

(1) Prednison (Prednisone)

Prednison adalah preparat kortikosteroid oral yang paling umum digunakan. Obat ini
disajikan dalam bentuk pil maupun sirup.

(2) Prednisolon (Prednisolone)

Prednisolon adalah kortikosteroid oral yang sangat mirip prednisone, dengan kelebihan
rasanya yang lebih bisa diterima anak-anak. Dengan merek Prelone disajikan sebagai sirup 15
mg per 5 ml. Prediaped disajikan sebagai sirup 5 mg per 5 ml.

(3) Metilprednisolon (Methylprednisolone)

Sangat mirip dengan prednisolon, tetapi harganya lebih mahal. Biasanya digunakan di rumah
sakit dengan cara intravenuous.

(4) Deksametason (Dexamethasone)


Dengan merek Decadron, satu dosis tunggalnya berdaya kerja dua hingga tiga kali lebih lama
dibandingkan preparat kortikosteroid yang lain. Cocok untuk pasien anak-anak yang sulit
minum obat.

e) Alat-alat hirup

Alat hirup dosis terukur atau Metered Dose Inhaler (MDI) disebut
juga inhaleratau puffer adalah alat yang paling banyak digunakan untuk menghantar obat-
obatan ke saluran pernapasan atau paru-paru pemakainnya. Alat ini menyandang sebutan
dosis terukur (metered-dose) karena memang menghantar suatu jumlah obat yang
konsisten/terukur dengan setiap semprotan.

Sebagai hasil teknologi mutakhir, alat hirup dosis terukur kini bisa digunakan oleh segala
tingkatan usia, mulai dari balita hingga lansia. Alat hirup dosis terukur memuat obat-obatan
dan cairan tekan (pressurized liquid), biasanya chlorofluorocerbous/CFC, yang mengembang
menjadi gas ketika melewati moncongnya. Cairan yang sebutan populernya
adalah propelan tersebut memecah obat-obatan yang dikandung menjadi butiran-butiran atau
kabut halus, dan mendorongnya keluar dari moncong masuk ke saluran pernapasan atau paru-
paru pemakainya.

f) Peak Flow Meter

Alat ini memegang peranan yang sangat penting dalam usaha dan program pengendalian
asma, terutama untuk mendeteksi gejala akan datangnya serangan asma. Berpegang pada
prinsip bahwa untuk menatalaksana segala sesuatu dengan baik harus ada tolok ukurnya,
maka orangtua anak penderita asma, maupun anak-anak dan orang dewasa penderita asma
sendiri harus menguasai cara mengukur fungsi paru-paru mereka. Tindakan selanjutnya
kemudian adalah mengambil langkah yang sesuai dengan hasil pengukuran tersebut.

Peak Flow Meter adalah alat sederhana yang bisa digunakan di rumah, termasuk oleh anak-
anak berumur lima tahun ke atas. Alat ini mengukur kekuatan embusan napas pemakainya.
Ada tiga hal yang mempengaruhi kekuatan embusan napas seseorang, yaitu ukuran paru-
parunya, besar usahanya dalam mengembus; dan bukaan (lebar atau sempitnya) saluran
pernapasannya. Untuk menggunakannya, si pemakai menarik napas dan mengisi paru-parunya
sepenuh mungkin, kemudian meniup ke dalam Peak Flow Meter secepatnya dengan sekuat-
kuatnya. Seseorang yang saluran pernapasannya menyempit, tidak akan bisa meniup sekuat
bila saluran pernapasannya terbuka sempurna. Pertanda pertama dari datangnya serangan
asma bisanya terlihat dari menurunnya ukuran catatan Peak Flow Meter seseorang. Ini bahkan
sebelum muncul gejala-gejala yang lain seperti batuk, lendir yang berlebihan, atau sesak
napas.

Untuk mengetahui kondisi bukaan saluran pernapasan seseorang, kita membandingkan hasil
pengukuran sesaat dengan patokan ukuran terbaik dari orang tersebut. Untuk memperoleh
patokan terbaik seseorang, lakukan pengukuran denganPeak Flow Meter pada waktu orang
tersebut berada dalam kondisi asmanya terkendali dengan baik, dan catat hasilnya.

Kondisi asma seseorang dianggap terkendali baik jika hasil pengukuran sesaat ada dalam
rentang 80-100% dari kondisi terbaiknya (masuk zona hijau); antara 60-80% dari kondisi
terbaik ia memasuki zona kuning, yang berarti harus waspada karena terlihat tanda-tanda akan
datangnya serangan asma. Pengukuran di bawah 60% kondisi terbaik memasuki zona merah,
berarti bahaya, dan orang yang bersangkutan harus segera ke dokter untuk menghindari
keharusan dirawat di UGD.

2. Penatalaksanan Non Farmakologi

Penatalaksanaan secara non farmakologi dapat memanfaatkan tanaman-tanaman herbal dalam


penyembuhan berbagai penyakit pasien. Pengobatan yang menggunakan tanaman herbal
sebagai medianya biasa disebut sebagai pengobatan secara tradisional atau pengobatan
menggunakan ramuan herbal. Berikut ini beberapa ramuan herbal yang dapat dimanfaatkan
dalam penanganan asma, yaitu:

a) Resep 1

15 g kulit jeruk mandarin kering

(1) Cuci bersih semua bahan, iris-iris, rebus dengan 600 cc air hingga tersisa 200 cc, lalu
saring.

(2) Minum selagi hangat.

(3) Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008).

b) Resep 2
5 g adas

5 batang serai

20 jari kayu manis

20 g jahe merah

30 g pegagan segar (15 g keringi)

Gula aren secukupnya

(1) Cuci bersih semua bahan, rebus dengan 600 cc air hingga tersisa 200 cc, lalu saring.

(2) Minum selagi hangat.

(3) Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008).

c) Resep 3

3 g bunga melati kering (10 g segar)

6 lembar daun jinten

(1) Cuci bersih, rebus dengan 600 cc air hingga tersisa 200 cc, lalu saring.

(2) Minum selagi hangat.

(3) Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008).

d) Resep 4
200 g lobak putih

3 siung bawang putih

30 kencur

(1) Cuci bersih semua bahan, lalu jus atau blender dan saring.

(2) Panaskan airnya dengan api kecil hingga mendidih. Minum hangat-hangat.

(3) Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008).

e) Resep 5 (pemakaian luar)

Jahe secukupnya, iris dengan ketebalan 3-5 mm

(1) Tempelkan jahe dengan menggunakan koyo hangat pada titik dazhui, yaitu ruas tulang
paling menonjol yang terletak antara ruas tulang belakang leher ketujuh dan ruas tulang
belakang dada yang pertama.

(2) Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008).

f) Resep 6

6 buah biji cermai merah

8 butir buah lengkeng

4 potong akar kara

8 butir bawang merah

(1) Ditumbuk semua bahan dan direbus dengan 2 gelas air hingga satu setengah gelas.

(2) Diminum satu hari 2 kali minum (Widjadja, 2009).


Selain mengunakan ramuan herbal kita juga bisa menggunakan terapi. Salah satu terapi yang
dapat dilakukan adalah terapi pijat (Hartanti, 2003).

G. Health Education (Pendidikan Kesehatan)

Pendidikan bagi pasien adalah suatu bagian yang penting dalam usaha meningkatkan cara
penanganan asma. Dasar pemikirannya, asma adalah suatu penyakit biasa yang bisa
dikendalikan. Namun, asma juga penyakit yang bersifat Variabel, dalam arti gejala-gejalanya
bisa membaik dan memburuk dari waktu ke waktu. Karena variabilitas ini, sering
penanganannya harus ditinjau ulang dan diubah. Untuk itu dibutuhkan komunikasi yang
efektif antara sang pasien dengan dokternya (Hadibroto & Alam, 2006). Dalam hal ini
sebaiknya sang pasien mempunyai referensi atau pengetahuan tentang:

1. Apakah asma itu, beserta faktor-faktor pemicunya, terutama yang menyangkut dirinya
sendiri.

2. Seluk beluk pengobatan asma, dan kemungkinan akibat sampingan dari masing-masing
obat.

3. Cara menggunakan alat-alat pengobatan asma secara benar.

4. Tujuan pengobatan dan penatalaksanaan.

5. Pengenalan tanda-tanda dan gejala awal datangnya serangan.

6. Penulisan rencana tindakan (Action Plan).


Rencana tindakan adalah suatu rencana mengatasi kondisi asma yang memburuk, dan rencana
ini harus dimiliki oleh setiap penderita asma. Rencana tindakan menyesuaikan dengan
tingakat keparahan gejala, sehingga si penderita punya pegangan dalam usaha mengendalikan
asmanya (Hadibroto & Alam, 2006). Lengkapnya rencana ini bisa:

a) Memberi pengarahan kapan waktunya untuk mengubah, meningkatkan atau mengurangi,


dan menambah obat-obatan yang digunakan.

b) Memberitahukan apa yang harus dilakukan, juka kondisi sang pasien tidak membaik.

c) Memberikan kesempaatan bagi penderita asma untuk segera dan lebih awal memulai
penanganan, menghadapi gejala asma yang memburuk, untuk mencegah serangan yang lebih
gawat.

Memberi arahan akan kapan dan bagaimana usaha mengurangi penggunaan obat-obatan
hingga dosis seminimal mungkin, begitu asma sudah terkendali.

7. Pengisian Buku Harian asma.

Buku harian asma adalah sarana yang sangat penting untuk mencatat gejala-gejala asma, obat-
obatan yang digunakan, dan catatan prestasi Peak Flow Meter. Jika gejala-gejala semuanya
tercatat, sang pasien akan lebih sadar akan perubahan-perubahan yang mengindikasikan
bahwa asmanya mulai lepas kendali. Dengan demikian ia bisa menyesuaikan pengobatannya
berdasarkan Rencana Tindakan. Buku Harian asma digunakan bersama dengan Rencana
Tindakan, yang disiapkan di bawah pengawasan dan persetujuan dokter yang merawat.
DAFTAR PUSTAKA

Asih, Niluh Gede Yasmin. (2003). Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Ayres, Jon. (2003). Asma. Jakarta: PT Dian Rakyat

Bull, Eleanor & David Price. (2007). Simple Guide Asma. Jakarta: Penerbit Erlangga

Hadibroto, Iwan & Syamsir Alam. (2006). Asma. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama

Hartanti, Vien. (2003). Jadi Dokter di Rumah Sendiri dengan Terapi Herbal dan Pijat.
Jakarta: Pustaka Anggrek

Herdinsibuae, W dkk. (2005). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: PT Rineka Cipta

Mansjoer, Arif dkk. (2008). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Penerbit Salemba Medika

Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Widjadja, Rafelina. (2009). Penyakit Kronis: Tindakan, Pencegahan, & Pengobatan secara
Medis maupun Tradisional. Jakarta: Bee Media Indonesia.

Wijayakusuma, Hembing. (2008). Ramuan Lengkap Herbal Taklukkan Penyakit. Jakarta:


Pustaka Bunda.
BAB I

PENDAHULUAN

Trauma menjadi penyebab paling sering kematian ibu.Meskipun angka kematian ibu karena
penyebab lain seperti infeksi, perdarahan, hipertensi, dan tromboemboli, telah menurun selama
bertahun-tahun, jumlah kematian ibu karena trauma penetrasi, bunuh diri, pembunuhan dan
kecelakaan kendaraan bermotor meningkat secara stabil.Terkadang luka terjadi pada 6 sampai
7% dari semua pasien hamil.Penetrasi account trauma bagi sebanyak 36% dari kematian
ibu.Dalam kasus luka tembak pada perut hamil, kematian ibu secara keseluruhan rendah
(3,9%).Kematian janin, di sisi lain, tinggi, berkisar antara 40 dan 70%.8

Bagi ibu-ibu yang sedang hamil, selain diharapkan senantiasa mengontrol kehamilannya secara
teratur guna memantau perkembangan janinnya, juga mesti berhati-hati dalam keseharian
jangan sampai tubuh yang semakin berat dan tak seimbang itu mengalami cedera atau trauma.
Terhadap hubungannnya dengan trauma, perobahan anatomis dan hormonal serta fisiologis
lainnya sebaiknya dipahami khususnya oleh tenaga medis sebelum mendiagnosa dan
menentukan jenis penanganan yang diberikan. Ada 2 nyawa yang harus diselamatkan yang
wajib dipertimbangkan dalam penanganan wanita hamil yang mengalami kecelakaan.
Kecelakaan itu bisa dari hanya cidera ringan, lebih sering kasusnya berupa jatuh terduduk atau
pada derajat yang lebih berat seperti trauma langsung, terbentur, tertusuk pada bagian rahim
yang membesar atau bahkan hancurnya tulang panggul oleh trauma yang sangat keras.4
BAB II

PEMBAHASAN

1. DEFINISI

Trauma, pembunuhan,dan kekerasan serupa merupakan penyebab utama kematian pada wanita
muda.Menurut American College of Obstetricans and Gynecologist (1998), 1 dari 12 kehamilan
berkaitan dengan trauma fisik.Memang kematian terkait cedera merupakan kausa morbiditas
ibu yang tersering dijumpai di Cook Country, New York City, Utah, dan North Carolina.1

Pada 3 bulan pertama umur kehamilan sering trauma yang terjadi menimbulkan abortus dan
reaksi izoimunisasi yakni percampuran darah janin dan ibu yang ber-rhesus negatif yang dapat
menyebabkan masalah pada kesehatan ibu dan janinnya. Pada trisemester kedua, kehamilan
sudah makin nampak, dinding rahim masih tebal serta terbentuk cairan amnion yang
kesemuanya bisa melindungi janin dari pengaruh trauma. Resiko yang mungkin muncul adalah
sulosio plasenta (robek atapun lepasnya ikatan tali pusat janin dari bagian dinding rahim) dan
terjadi tercemarnya darah ibu oleh darah anak yang berbeda rhesus serta cairan kandungan yang
masuk ke aliran darah ibu (emboli cairan amnion).

Pada 3 bulan terakhir kehamilan, justru dinding rahim makin tipis dan posisi kandungan makin
menonjol ke permukaan dinding perut. Hal ini lebih memberikan resiko pada janin untuk
terkena cedera langsung, baik karena trauma tumpul atau pun luka tusuk. Di samping itu
kandungan yang semakin membesar akan menyebabkan tekanan atau hambatan pada aliran
darah balik melalui vena besar di bawahnya (vena cava compression).Benturan yang terjadi
pada dinding panggul ibu juga dapat menimbulkan perdarahan hebat berasal dari rusaknya
struktur vaskuler rahim di dalamnya.4

Beberapa perubahan fisiologis yang menyertai yang terkadang mengecohkan dan


menyimpangkan interpretasi para tenaga medik, misalnya pada peningkatan cairan plasma,
kenaikan komponen darah seperti leukosit dan menurunnya nilai hematokrit. Sehingga
penunjukan nilai lab yang sudah mulai signifikan memberi arti sebetulnya sudah terjadi
gangguan serius pada janin si ibu. Pula pada penilaian terhadap respirasi, nadi dan tekanan
darah bisa dipengaruhi oleh perobahan hormonal dan vena cava compression pada kehamilan
yang sudah besar yang menyebabkan aliran darah balik ke jantung menurun. Tapi demikian,
prinsip-prinsip tata cara pertolongan terhadap ibu hamil yang mengalami trauma tidak berbeda
dengan wanita tanpa kehamilan.

Yakni dengan mendahulukan penyelesaian masalah di jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi atau
problem perdarahan. Lalu bagaimana dengan penanganan dalam hubungannya dengan
keselamatan si janin ?

Patokannya adalah dengan melakukan resusitasi atau menstabilkan kondisi si ibu seoptimal
mungkin. Hal itu sudah akan menambah jaminan keselamatan janin yang dikandungnya.
Evaluasi pengaruh trauma terhadap keadaan janin salah satunya bisa diketahui dengan
memonitor denyut nadi janin. Bagitu juga perlu perhatian sungguh-sungguh terhadap kondisi
janin jika si ibu mengalami kasus seperti perdarahan melalui vagina, solusio plasenta, nyeri
yang tiba-tiba di bagian bawah perut, nyeri yang hebat di seluruh perut sebagai tanda terjadinya
robekan lapisan rahim serta kejang-kejang disertai hipertensi sebagai tanda-tanda terjadi
eklampsia. Sudah barang tentu semua kejadian di atas sekali pun diawali dengan kejadian
trauma sebelumnya, harus menghubungi dokter Ahli Kandungan untuk mengevaluasi dan
penanganan pasien lebih lanjut.4

Jadi untuk dokter yang bertugas di UGD, ketika mendapatkan pasien wanita umur 20 hingga
40 tahun yang mengalami trauma dalam kondisi tidak sadar atau tidak mendapat keterangan
lebih lanjut harus dianggap dulu sedang hamil sebelum terbukti tidak. Pada kehamilan di atas
6 bulan atau lebih, jangan lupa menempatkan pasien sedikit dimiringkan ke kiri pada saat
melakukan pemeriksaan serta tindakan guna mencegah tekanan terhadap aliran darah baliknya.
Prinsip resusitasi tidak berbeda seperti pasien lainnya dan harus konsultasikan pasien ke dokter
Spesialis Kandungan untuk kasus-kasus serius yang diprediksi berpengaruh pada
perkembangan janin si ibu.4

Walaupun kecelakaan lalu lintas, jatuh dan pembunuhan jelas merupakan sumber trauma yang
penting pada kehamilan, lebih jauh lagi bentuk truma tersering adalah yang melibatkan
penganiayaan fisik atau kekerasan atau penganiayaan rumah tangga (Eisenstat dan Bancroft,
1999; Kurzel dkk, 2000).Yang menarik, Dietz dkk (1999) melaporkan bahwa wanita yang
secara psikologis dan fisik teraniaya pada masa anak-anak sering mengalami kehamilan
pertama yang tidak di inginkan.1

2. EPIDEMIOLOGI

Trauma terjadi pada sekitar 6% -7% dari seluruh kehamilan dan merupakan penyebab utama
kematian bagi ibu hamil.Morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan pasien ini
tergantung pada mekanisme cedera, usia gestasi janin dan tingkat keparahan trauma.5

Tabrakan kendaraan bermotor lebih dari separuh dari semua luka yang diderita oleh pasien
trauma hamil. Salah satu faktor yang secara langsung dapat mempengaruhi hasil pasien hamil
ketika terlibat dalam tabrakan kendaraan bermotor adalah penggunaan hambatan yang tepat.
Untuk menjadi benar terkendali, seorang wanita hamil harus mengenakan sabuk pangkuan
ditempatkan pas melawan pinggulnya di bawah perutnya dan harus memanfaatkan
pengekangan bahu antara payudaranya.Benar ibu hamil dibatasi adalah setengah kemungkinan
mengalami perdarahan vagina atau melahirkan setelah tabrakan kendaraan bermotor sebagai
perempuan yang tak terkendali.Kematian janin akibat tabrakan kendaraan bermotor adalah tiga
sampai empat kali lebih mungkin terjadi jika ibu tak terkendali.Tingkat keparahan tabrakan
dapat mempengaruhi hasil ibu dan janin, bahkan jika pasien benar diamankan.Kematian ibu
adalah penyebab utama kematian janin setelah tabrakan kendaraan bermotor.5

Kesalahan lain adalah mekanisme umum dari cedera selama kehamilan. Wanita hamil, terutama
setelah minggu ke-20 mereka, cenderung untuk jatuh, karena ligamen panggul mereka
mengendur, perut mereka menonjol dan pusat mereka perubahan gravitasi.Kejadian cedera
sering dikaitkan dengan bagaimana pasien jatuh dan kekuatan musim gugur.Sekitar 2% dari
wanita hamil mempertahankan pukulan berulang ke perut karena mereka jatuh lebih dari sekali.
Wanita yang jatuh beresiko untuk kontraksi uterus prematur yang dapat mengakibatkan
pengiriman.5

Wanita hamil, terutama remaja, rentan terhadap kekerasan fisik yang dapat mengakibatkan
berbagai luka, biasanya melibatkan perut dan alat kelamin. ekerasan dalam rumah tangga
membawa risiko tinggi morbiditas untuk pasien hamil dan janin.Sekitar 4% sampai 17% dari
semua wanita hamil akan mengalami kekerasan fisik, meskipun sebagian besar kasus kekerasan
tidak dilaporkan.Paling sering, pelaku kekerasan fisik adalah suami pasien atau pacar, 64%
wanita yang sebelumnya mengalami pelecehan laporan peningkatan serangan ketika mereka
hamil.

Luka tembak dan luka tusukan merupakan penyebab yang paling sering menembus trauma pada
populasi ini. Trauma tembus perut sendiri menyumbang sekitar 36% dari kematian ibu secara
keseluruhan. Karena organ-organ perut wanita itu didorong ke atas oleh rahim tumbuh, ia
sangat rentan terhadap usus, hati atau luka limpa akibat penetrasi trauma pada perut bagian atas,
namun, jika cedera lebih rendah, itu menimbulkan luka mendalam lebih sedikit untuk ibu, yang
terlindung oleh rahim, tetapi menimbulkan risiko lebih tinggi bagi perkembangan janin. Trauma
penetrasi langsung ke rahim memiliki tingkat kematian 67% janin.5

3. KLASIFIKASI TRAUMA

3. 1. TRAUMA TUMPUL
3. 1. 1. PENGANIAYAAN FISIK.
Diperkirakan bahwa 5 juta wanita setiap tahun mengalami serangan fisik oleh pasangan pria
nya American College of Obstetricans and Gynecologist (1999).Yang lebih mengerikan adalah
bahwa wanita hamil tidak kebal terhadap kekerasan semacam itu.Dalam sebuah survey melalui
surat baru-baru ini, Horan dkk (1998) memastikan bahwa anggota ACOG secara rutin menapis
27 % wanita tidak hamil untuk kekerasan rumah tangga pada kunjungan pertama.Walaupun
hanya sepertiga dari para dokter ini yang pernah mendapat instruksi mengenai kekerasan rumah
tangga saat menjadi residen, dua pertiga telah belajar melalui pendidikan berkelanjutan.1

Sebagian besar data mengenai subyek ini berasal dari institusi public.Sebagai contoh, sepertiga
cedera wanita hamil yag dirawat di University of Mississipi Medical Center mengalami luka
yang disengaja (Polee dkk, 1996).McFarlane dkk (1992) serta Berenson dkk (1991)
menanyakan wanita-wanita yang mengunjungi klinik-klinik umum dan melaporkan bahwa
hampir seperempat
Mengalami penganiayaan fisik atau seksual selama kehamilan.Cokkinidess dkk (1999)
mendapatkan bahwa 11% dari 6000 wanita hamil melaporkan kekerasan fisik.Yang penting,
hal ini berkaitan dengan kemiskinan,pendidikan yang rendah, dan penggunaan tembakau dan
alkohol.Kurzel dkk (2000) melaporkan bahwa pemakaian obat terlarang berkaitan dengan
separuh dari kasus-kasus penganiayaan wanita hamil.Faktor-faktor resiko serupa juga
dilaporkan dari dua studi unit darurat multisentra tentang wanita tidak hamil (Grisso dkk, 1999
; Kyriacou dkk, 1999).1

Wanita yang mengalami penganiayaan fisik cenderung dating terlambat untuk perawatan
prenatal, itupun kalau dating.Resikonya mengalami persalinan preterm dan korioamnionitis dua
kali lipat dari pada wanita hamil kontrol (Berenson dkk, 1994).Wanita yang mengalami
penganiayaan selama hamil juga beresiko lebih besar melahirkan bayi berat lahir rendah serta
menjalani seksio sesarea (Curry dkk, 1998 ; Parker, 1994).1

Faktor-faktor resiko untuk penganiayaan fisik pada kehamilan secara umum dibagi menjadi tiga
kategori (Stewart dan Ceccuti, 1993). Instabilitas Sosial mencakup faktor-faktor seperti usia
muda, tidak menikah, cerai, atau hidup terpisah, tingkat pendidikan yang rendah atau
menganggur dan kehamilan yang tidak direncanakan.Gaya hidup yang tidak sehat mencakup
diet yang buruk, penyalahgunaan zat termasuk tembakau, alkohol, dan obat terlarang, serta
masalah emosi.1

Masalah kesehatan fisik mencakup penyakit medis akut dan kronik serta penggunaan obat-obat
dengan resep.Sayangnya, wanita hamil yang teraniaya cenderung tetap tinggal bersama
penganiayaan, dan 60% melaporkan serangan fisik sebanyak dua kali atau lebih selama hamil
(McFarlane dkk, 1992).Wanita yang mengalami penganiayaan yang emosi.Akhirnya, Stewart
(1994) mengamati adanya peningkatan kecenderungan penganiayaan fisik pada beberapa bulan
pertama setelah kelahiran.1

3. 1. 2. PENGANIAYAAN SEKSUAL
Menurut Federal Bureau of Investigation (1998), hampir 10.000 pemerkosaan dengan
kekerasan pada wanita hamil dilaporkan pada tahun 1997.Secara umum dianggap bahwa hanya
10 sampai 20 % serangan seksual yang dilaporkan.Satin dkk (1991) membahas lebih dari 5.700
kasus serangan seksual terhadap wanita yang terjadi di Dallas Country selama 6 tahun, dan
mendapatkan bahwa 2 % kornan adalah wanita hamil.Trauma fisik terkait lebih jarang dijumpai
daripada korban perkosaan yang tidak hamil, dan hanya sepertiga serangan terjadi setelah
kehamilan 20 minggu.Dari segi forensik, pengumpulan bukti tidak mengalami perubahan.
Satin dkk (1992) juga mewawancarai 2404 wanita pascapartum dan mendapatkan bahwa
prevalensi kontak seksual paksa seumur hidup adalah 5%.

Dibandingkan dengan bukan korban, korban perkosaan memperlihatkan peningkatan insidens


penyakit menular seksual, infeksi saluran kemih, vaginitis, pemakaian obat, dan rawat inap
berulang.Berenson dkk (1992) melaporkan bahwa 8% wanita dewasa muda yang hamil
mengalami serangan seksual.Salah satu anggota keluarga adalah pelakunya pada 46 % kasus,
dan pasangan atau pacar pada 33 %.1

Pentingnya penyuluhan psikologis untuk korban pemerkosaan dan keluarganya tidak dapat
dianggap remeh.Selain perhatian terhadap cedera fisik dan psikologis, pajanan penyakit
menular seksual juga perlu dipikirkan.Pada Tabel.1 diperlihatkan rekomendasi yang dianjurkan
oleh Centers for Disease Control and Prevention (1998).
Gambar 1 : Ibu hamil

Tabel .1 Petunjuk untuk profilaksi Penyakit Menular Seksual pada Korban Penyerangan
Seksual

Profilaksis Regimen Alternatif


N.Gonorhoe Seftriakson 125 mg IM, Sefiksim 400 mg, dosis tunggal
atau
dosis tunggal Spektinomisin 2 g IM dosis
tunggal
C.Trachomatis Azitromisin 1 g po, Basa eritromisin 500 mg po 2x
sehari
dosis tunggal selama 7 hari atau Amoksisilin
500 mg po 3x sehari selama 7 hari
T.Vaginalis Metronidazol 2 g po,
dosis tunggal
Hepatitis B Dosis pertama vaksin hepatitis
di ulangi pada 1-2 dan 4-6 bulan
Virus Imunodefisensi Pertimbangkan pemeriksaan dan
manusia kemungkinan profilaksis retro virus

3. 1. 3. KECELAKAAN LALU LINTAS


Menurut National Highway Traffic Safety Administration (1998), kematian lalu lintas
merupakan penyebab utama kamatian perempuan berusia 8 sampai 28 tahun.Sebagian besar
kasus trauma tumpul yang cukup berat selama kehamilan disebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas, jatuh dan penyerangan langsung (Connolly dkk, 1997, Pak dkk, 1998).Kecelakaan mobil
merupakan penyebab tersering dari kematian ini, yang dapat dicegah dengan menggunakan
sabuk pengaman tiga titik.Memang, Pearlman dkk (2000) mendapatkan bahwa pemakaian
sabuk pengaman yang benar serta keparahan tabrakan merupakan predicator terbaik hasil ibu-
janin.Meski demikian, Pearlman dan Phlipis (1996) mendapatkan bahwa sepertiga wanita tidak
menggunakan nya dengan benar saat hamil.Demikian juga, Tyroch dkk (1999) melaporkan
bahwa walaupun 86 % menggunakan sabuk selagi hamil, hampir separuh dari mereka salah
mengenakannya.

Efek penggunaan kantung udara (airbags) pada pengemudi atau penumpang yang hamil belum
banyak dilaporkan.Sims dkk (1996) melaporkan tiga wanita trimester ketiga yang kantung
udara di isi pengemudinya mengembang setelah tabrakan dengan kecepatan 10 sampai 20
mil/jam.Mereka melaporkan tidak terjadi cedera.Schultze dkk (1998) melaporkan solusio
plasenta 20% yang menyebabkan lahir mati janin 28 minggu pada wanita yang kantung
udaranya mengembang setelah tabrakan 40 mil/jam.Yang lebih sedikit diketahui adalah tentang
efek kantung udara di pintu atau di sisi penumpang.1

3. 1. 4. TRAUMA TUMPUL LAINNYA


Sebagian dari kausa umum trauma tumpul adalah jatuh dan penyerangan yang parah (Luger
dkk, 1995).Bentuk-bentuk trauma tumpul yang lebih jarang adalah cedera ledakan atau cruh
injury (Awwad dkk, 1994).Cedera intra-abdomen yang serius merupakan hal yang
dikhawatirkan dan mungkin berkaitan dengan peningkatan mencolok vaskularitas panggul dan
abdomen, perdarahan retroperitoneum lebih sering dijumpai dibandingkan dengan pada wanita
tidak hamil.Sebaliknya, cedera usus lebih jarang karena efek protektif dari uterus yang
berukuran besar.Mungkin juga terjadi cedera diafragma, lien, hati dan ginjal (Flick dkk, 1999 ;
Icely dan Chez, 1999).1

3. 1. 5. SOLUSIO PLASENTA TRAUMATIK


Terlepasnya plasenta kemungkinan disebabkan oleh deformasi miometrium elastic di sekeliling
plasenta yang relative tidak elastic (Crosby dkk, 1968).Solusio menjadi penyulit pada 1 sampai
6% cedera minor dan sampai 50% cedera mayor (Goodwin dkk, 1990 ; Pearlman dkk,
1990).Reis dkk (2000) mendapatkan bahwa solusio lebih sering terjadi pada kecelakaan lalu
lintas dengan kecepatan lebih dari 30 mil/ jam.1

Pada banyak kasus, temuan pada solusio traumatic serupa dengan solusio plasenta pada
umumnya.Stetler dkk (1992) mengulas pengalaman kami denga 13 wanita yang mengalami hal
tersebut di Parkland Hospital dan melaporkan bahwa walaupun 11 memperlihatkan nyeri tekan
uterus, hanya lima yang mengalami perdarahan pervaginam.Temuan-temuan umum lainnya
adalah kontraksi uterus, tanda-tanda gangguan janin misalnya takikardia janin, deselerasi
lambat, dan asidosis, serta kematian janin.Karena solusio plasenta yang disebabkan oleh trauma
mungkin tersamar, insiden koagulopati berat terkait mungkin lebih tinggi dibandingkan dengan
solusio non traumatic.
Kettel dkk (1988) menekankan bahwa solusio mungkin tersamar dan tidak menyebabkan nyeri
tekan atau spontan uterus serta perdarahan.Menurut Pearlman dkk (1990), deteksi aktivitas
kontraksi uterus dengan menggunakan pemantauan ekektronik dapat mengisyaratkan adanya
solusio.Apabila digunakan tokolitik, obat tersebut dapat menyamarkan gambaran klinis solusio
plasenta.1

3. 1. 6. RUPTUR UTERI
Hal ini jarang terjadi pada trauma tumpul dan dijumpai pada kurang dari 1% kasus
parah.Kelainan ini biasanya disebabkan oleh tumbukan langsung oleh suatu gaya yang cukup
besar.Temuan-temuan mungkin serupa dengan temuan pada solusio plasenta, sedangkan
perburukan keadaan ibu dan janin segera tampak.Dash dan lupetin (1991) melaporkan satu
kasus kehamilan 24 minggu yang diagnosis rupture traumatic uterusnya dipastikan dengan CT
scan.1

3. 1. 7. PERDARAHAN JANIN-IBU
Apabila trauma menimbulkan gaya yang cukup besar pada abdomen, dan terutama apabila
plasenta mengalami laserasi, dapat terjadi perdarahan janin-ibu yang mengancam nyawa
(Pritchard dkk, 1990).Pada 10 sampai 30 % kasus trauma, sedikit banyak dijumpai perdarahan
dari sirkulasi janin ke ibu (Goodwin dan Breen, 1990 ; Pearlmen dkk, 1990).Namun, pada 90%
kasus-kasus ini perdarahan yang terjadi kurang dari 15 ml.Kami menjumpai tiga kasus
perdarahan masif janin ke ibu pada delapan wanita dengan solusio traumatik.

Perdarahan ini tampaknya disebabkan oleh solusio plasenta karena biasanya tidak terjadi
perdarahan janin ke dalam ruang antarvilus.Perdarahan janin lebih mungkin disebabkan oleh
robekan atau fraktur plasenta akibat peregangan.Pada tiga kasus perdarahan janin yang masif
di atas, dua diakibatkan oleh laserasi plasenta dan bayinya lahir mati.1

3. 1. 8. CEDERA JANIN
Menurut Kissinger dkk (1991), risiko kematian janin akibat trauma cukup bermakna apabila
terjadi cedera fetoplasenta langsung, syok ibu, fraktur panggul, cedera kepala ibu, atau
hipoksia.Walaupun cedera dan kematian janin jarang terjadi, banyak laporan kasus manarik
yang menyajikannya.Cedera tengkorak dan otak janin adalah yang tersering.Cedera-cedera ini
lebih mungkin terjadi apabila kepala sudah cakap, dan panggul ibu mengalami fraktur akibat
tumbukan (Palmer dan Sparrow, 1994).Sebaliknya, cedera kepala janin, mungkin akibat
countercoup, dapat terjadi pada puncak kepala yang belum cakap atau presentasi selain puncak
kepala.Weyerts dkk (1992) melaporkan bahwa seorang neonates dengan paraplegia dan
kontraktur yang disebabkan oleh suatu kecelakaan lalu lintas beberapa bulan sebelum lahir.1

3. 2. TRAUMA TEMBUS
Luka tusuk dan tembakan merupakan cedera tembus yang tersering dijumpai dan mungkin
diakibatkan oleh penyerangan yang parah, usaha bunuh diri, atau upaya untuk melakukan
abortus.Insidens cedera visera akibat trauma tembus hanyalah 15 sampai 40% dibandingkan
dengan 80 sampai 90% pada orang tidak hamil.Apabila uterus mengalami luka tembus, janin
lebih besar kemungkinannya mengalami cedera lebih serius dibandingkan dengan
ibunya.Memang walaupun janin mengalami cedera pada dua pertiga kasus semacam ini, cedera
visera pada ibu hanya dijumpai pada 20%.Awwad dkk, (1994) melaporkan pengalaman unik
dengan luka tembus kecepatan tinggi pada uterus hamil yang dikumpulkan selama 16 tahun
perang saudara di Lebanon.Diantara 14 wanita, dua meninggal, tetapi keduanya bukan
merupakan akibat langsung cedera intra-abdomen.

Tiga hal yang dapat diamati adalah :


1.Apabila luka masuk terletak di punggung atau abdomen atas, akan terjadi cedera visera.
2.Apabila luka masuk terletak di anterior dan di bawah fundus uterus, tidak dijumpai cedera
visera pada keenam wanita tersebut.
3.Kematian perinatal terjadi pada separuh kasus dan disebabkan oleh syok ibu, cedera utero
plasenta, atau cedera langsung pada janin.

Karena usus didorong ke atas oleh uterus membesar, menembus luka pada bagian atas perut
lebih mungkin untuk dihubungkan dengan beberapa cedera gastrointestinal.Organ yang terlibat
dalam penurunan frekuensi usus kecil, hati, usus, dan perut. Selama trimester ketiga, luka pada
kuadran bawah perut hampir secara eksklusif melibatkan rahim.Hal ini mungkin
menguntungkan bagi ibu karena rahim dan cairan ketuban menyerap sebagian besar energi
rudal, mengakibatkan kerusakan kurang ke organ lain.Jika rahim terlibat dalam menembus
trauma, cedera janin dapat terjadi pada 60 sampai 90% kasus.Luka tembak ke rahim membawa
kematian pada 7 sampai 9% dan kematian janin sekitar 70%.Kematian janin adalah lebih tinggi
jika cedera ini disebabkan sebelum 37 minggu kehamilan.7

Ketika mengevaluasi jalur peluru, radiografi (pandangan anteroposterior dan lateral) dari dada
dan perut, dengan pintu masuk dan luka keluar yang ditandai dengan klip kertas dapat
membantu para dokter.Beberapa kontroversi keluar tapi pendapat yang berlaku pada saat ini
adalah bahwa wanita hamil dengan luka tembak pada perut umumnya harus menjalani
celiotomy wajib.Stab luka pada perut dikelola sama pada pasien hamil dan tidak hamil jika
tanda-tanda cedera intra-abdomen jelas hadir (shock, tanda-tanda peritoneal, pengeluaran isi)
atau investigasi positif.7

3. 3. CEDERA SUHU
Walaupun Parkland hospital adalah pusat luka bakar utama di Amerika Serikat, kami jarang
menjumpai wanita hamil yang mengalami luka bakar parah.Prognosis janin pada luka bakar
buruk.Biasanya wanita yang bersangkutan mengalami persalinan spontan dalam beberapa hari
sampai seminggu, dan sering melahirkan bayi yang sudah meninggal.Faktor-faktor yang

berperan adalah hipovolemia, cedera paru, septikemia, dan keadaan katabolik berat yang
diakibatkan oleh luka bakar.1

3. 4. KEJUTAN LISTRIK
Laporan-laporan kasus terdahulu mengisyaratkan bahwa kejutan listrik berkaitan dengan
mortalitas janin yang tinggi.Namun, dalam sebuah studi kohort prospektif, Einarson dkk,
(1997) memperlihatkan hasil perinatal yang setara pada 31 wanita yang terpajan dibandingkan
dengan control wanita hamil normal.Mereka menyimpulkan bahwa arus listrik yang lazim di
Amerika Utara, yaitu 110 volt, lebih aman dari pada arus 220 volt seperti terdapat di Eropa.Fish
(2000) menguraikan efek neurologis dan vascular dari cedera tersambar petir.(1)

Perawatan prioritas yang sama ketika mengelola hamil dan tidak hamil membakar korban.
Pemeliharaan volume intravaskuler normal, menghindari hipoksia, dan pencegahan infeksi
adalah penting.Silver cream sulfadiazin harus digunakan hemat karena risiko kernicterus terkait
dengan penyerapan sulfonamida. 7

Dalam kasus luka bakar listrik, kematian janin tinggi 73% bahkan dengan agak rendah arus
listrik karena kurangnya janin resistensi terhadap sengatan listrik. Hal ini mungkin
berhubungan dengan fakta bahwa janin mengambang dalam cairan ketuban dengan tahanan
rendah untuk saat ini. Tidak peduli seberapa sepele cedera mereka mungkin tampak,
pemantauan janin dan penilaian USG yang ditunjukkan untuk semua korban yang mengandung
sengatan listrik.7
Gambar 2: Manajemen yang paling bijaksana dari kedua ibu dan janin yang terlibat dalam
trauma adalah untuk mengambil pendekatan proaktif.

Gambar 3 : Setelah pasien bergerak, tempat handuk bawah


sisi kanan papan untuk roll pasien ke kiri.Hal ini mencegah sindrom hipotensif terlentang.
4. KOMPLIKASI TRAUMA DENGAN ASOSIASI

Trauma untuk wanita hamil, apakah berat atau kecil, dapat memiliki efek yang signifikan pada
kesehatan ibu dan janin.Diperkirakan bahwa 1% hingga 3% dari trauma ringan yang melibatkan
wanita hamil hasil hilangnya janin, 41% dari janin mati ketika ibu mengalami cedera yang
mengancam nyawa.Berikut adalah beberapa komplikasi yang paling sering dihasilkan dari
cedera trauma kepada pasien hamil: 5

4. 1. KONTRAKSI UTERUS
Kontraksi rahim, yang terjadi pada 39% pasien trauma hamil, bisa berkembang menjadi buruh
prematur.Frekuensi, kekuatan dan durasi kontraksi harus dinilai, dimonitor dan
didokumentasikan di seluruh perawatan pasien.Meskipun tidak semua kemajuan kontraksi
rahim menjadi pekerja, praktisi harus menilai pasien untuk tanda-tanda dan gejala yang terkait
dengan pengiriman, termasuk memeriksa lubang vagina untuk bukti mahkota.

4. 2 .PREMATUR TENAGA KERJA


Prematur tenaga kerja didefinisikan sebagai buruh yang terjadi sebelum minggu ke-38
kehamilan, terlepas dari penyebabnya.Kelangsungan janin akan ditentukan sebagian oleh usia
kehamilan tersebut.Untuk setiap kesempatan hidup di luar rahim, janin biasanya harus gestasi
paling sedikit 24 minggu.Hal ini memungkinkan untuk pertumbuhan diterima organ janin,
tetapi tidak menjamin kelangsungan hidup setelah trauma.Janin lama dapat tetap di dalam
rahim, semakin baik peluang yang bertahan hidup.Faktor risiko, di luar trauma, yang berkaitan
dengan persalinan prematur termasuk penyakit jantung, hipertensi, pre-eclampsia, eclampsia,
diabetes, merokok, plasenta previa, abruptio plasenta, infeksi dan kelainan fisik.
4. 3. ABORSI SPONTAN
Luka trauma dapat mengakibatkan aborsi spontan jika luka terjadi sebelum minggu ke-20
kehamilan.Tanda-tanda paling umum dan gejala yang berhubungan dengan aborsi spontan
karena trauma termasuk rasa sakit perut atau kram dan perdarahan vagina.

4. 4. ABRUPTIO PLASENTA
Abruptio plasenta adalah salah satu cedera yang paling umum, biasanya berhubungan dengan
trauma tumpul, dan menyumbang 50% -70% dari kerugian janin.Plasenta abruptio adalah
pemisahan parsial atau lengkap dini plasenta dari dinding rahim.Ketika perpisahan terjadi,
pertukaran gas normal antara ibu dan janin akan terhambat, menyebabkan hipoksia
janin.Pemisahan ini juga daun pembuluh rahim dan plasenta terkena, menyebabkan perdarahan
intrauterin.Perdarahan rahim dapat terjadi dengan atau tanpa kehadiran perdarahan vagina,
tergantung pada lokasi janin dalam saluran vagina dan apakah darah yang terperangkap di
belakang margin plasenta utuh.Sekitar 63% kasus plasenta abruptio melibatkan trauma tidak
memiliki pendarahan eksternal.Tanda dan gejala yang berhubungan dengan kondisi ini adalah
sakit perut ibu, nyeri rahim, pendarahan vagina dan hipovolemia.

4. 5. RUPTURE UTERINE
Pecah rahim adalah peristiwa langka yang terjadi pada kurang dari 1% dari pasien trauma hamil,
namun merupakan salah satu yang paling fatal bagi ibu dan janin.Penyebab paling umum dari
rahim pecah parah memaksa trauma tumpul pada perut, yang sering terjadi dari kecelakaan
kendaraan ketika serangan panggul rahim, yang menyebabkan pecah.Beberapa pecah rahim
juga melibatkan penetrasi trauma.Pecah rahim sering muncul dengan kejutan ibu dan janin
teraba di dalam perut.

4. 6. MENEROBOS TRAUMA
Karena rahim pasien telah tumbuh dalam ukuran selama kehamilan, dapat membantu
melindungi organ-organ perut dari penetrasi cedera, namun menempatkan janin pada resiko
yang lebih besar untuk cedera langsung.Usus dan cedera perut terjadi lebih sering pada perut
bagian atas dan dapat menyebabkan cedera lebih besar untuk ibu, trauma langsung ke perut
bagian bawah dapat

mengakibatkan cedera lebih atau kematian janin.Luka ke rahim dapat menghasilkan morbiditas
93% untuk janin.
4. 7. FRAKTUR PANGGUL
Patah tulang panggul, paling sering akibat trauma tumpul pada perut, adalah kekhawatiran lain.
Seiring dengan perdarahan yang signifikan dalam area retroperitoneal, ibu mungkin mengalami
cedera kandung kemih, uretra atau usus. Patah tulang panggul ibu secara signifikan
meningkatkan kerentanan janin untuk cedera kepala, yang menyumbang 25% kematian janin.
Pasien dengan cedera panggul dapat hadir dengan nyeri panggul dan tanda-tanda dan gejala
hipovolemia.5

4. 8. PERDARAHAN DAN SHOCK


Perdarahan selama kehamilan dapat mengakibatkan kontak dari salah satu kondisi di atas atau
dari cedera lainnya.Pendarahan, baik internal maupun eksternal, harus dicurigai dan dinilai
setelah adanya trauma pada pasien hamil.Perubahan kardiovaskular selama kehamilan dapat
membuat sulit untuk mendeteksi tanda-tanda dan gejala yang berhubungan dengan hipotensi
ibu dan syok.Kehilangan darah akut mengakibatkan hipovolemia disembuyikan oleh
vasokonstriksi ibu dan takikardia.Vasokonstriksi parah dampak aliran darah uterus sekitar 30%,
umumnya mengakibatkan hipoksia janin dan bradikardi.Shock sering merupakan penyebab
kematian untuk kedua janin dan ibu.Adalah penting bahwa mengantisipasi shock dan hipotensi
ibu dan tidak hanya mengandalkan perubahan tanda vital untuk agresif mengelola pasien. Jika
tanda-tanda tradisional dan gejala syok hipovolemik yang dipamerkan, kematian janin dapat
setinggi 85%.

4. 9. HENTI JANTUNG-PARU
Penangkapan kardiorespirasi dalam wanita hamil merupakan ancaman signifikan terhadap
kelangsungan hidup janin.Diperkirakan bahwa 41% dari janin mati ketika sang ibu menderita
luka yang mengancam jiwa, dan banyak lagi terjadi dengan serangan jantung.Sulit untuk
menilai janin di lapangan, sehingga manajemen agresif ibu perlu meningkatkan kelangsungan
hidup janin.Meskipun kemungkinan janin ibu bertahan penangkapan cardiopulmonary karena
trauma yang miskin, upaya rescuscitative harus disediakan untuk pasien yang lebih dari 24
minggu

hamil, kecuali diminta melakukan sebaliknya oleh kontrol medis.Fasilitas penerima harus
diberitahu sebelumnya sehingga staf dapat mempersiapkan bagian darurat.5
5. PENATALAKSANAAN TRAUMA

Dengan sedikit pengecualian, prioritas terapi ditujukan kepada wanita hamil seperti halnya pada
pasien tidak hamil.Tujuan utama adalah evaluasi dan stabilisasi cedera ibu.Perhatian kepada
penilaian janin selama evaluasi akut dapat mengalihkan perhatian dari cedera ibu yang mungkin
mengancam nyawa.1

Diterapkan prosedur-prosedur dasar untuk resusitasi, termasuk penyediaan ventilasi dan


penghentian perdarahan disertai terapi untuk hipovolemia dengan kristaloid atau produk
darah.Salah satu aspek penting dalam penatalaksanaan adalah defleksi uterus berukuran
besar menjauhi pembuluh-pembuluh besar untuk mengurangi efek pembuluh-pembuluh
tersebut pada penurunan curah jantung.Hoff dkk (1991) mencacat bahwa kematian janin
berkaitan dengan keparahan cedera ibu.Mereka menemukan keterkaitan erat kadar bikarbonat
serum yang rendah dengan kematian janin.Biester dkk (2000), mendapatkan bahwa Revised
Trauma Score tidak prediktif untuk gangguan hasil kehamilan.1

Setelah resusitasi darurat, evaluasi dilanjutkan untuk mencari fraktur, cedera alat dalam, sumber
perdarahan, serta cedera uterus dan janin.Apabila di indikasikan, harus dilakukan lavase
peritoneum terbuka pada wanita hamil.Pada sebagian besar kasus, cedera tembus harus di
evaluasi dengan menggunakan radiografi.Karena respon klinis terhadap iritasi peritoneum
menumpuk selama kehamilan, untuk trauma abdomen dilakukan pendekatan agresif hingga
laparotomi eksplorasi.Eksplorasi merupakan keharusan untuk luka tembak abdomen, tetapi
untuk luka tusuk tertentu sebagian orang menganjurkan pengawasan ketat.1

5. 1. SEKSIO SESAREA
Kaharusan melakukan seksio sesarea untuk melahirkan janin hidup bergantung pada beberapa
faktor.Laparotomi itu sendiri bukan indikasi untuk histerektomi.Beberapa pertimbangan
mencakup usia gestasi, keadaan janin, luas cedera uterus, dan apakah uterus yang besar
menghambat terapi atau evaluasi cedera intra-abdomen yang lain.1
5. 2. PEMANTAUAN ELEKTRONIK
Seperti pada banyak penyakit ibu yang akut atau kronik lainnya, kesejahteraan janin dapat
mencerminkan status ibu, sehingga pemantauan janin adalah tanda vital lain untuk membantu
mengevaluasi tingkat cedera ibu.Bahkan apabila keadaan ibu stabil, pemantauan elektronik
mungkin dapat memprediksikan solusio plasenta.Pearlman dkk, (1990) melaporkan tidak
terjadi solusio apabila kontraksi uterus lebih jarang daripada 10 menit dalam 4 jam setelah
trauma.Yang penting, 20 % wanita yang kontraksinya lebih sering mengalami solusio
plasenta.Pada kasus-kasus ini, sering dijumpai kelainan rekaman dan mencakup takikardia dan
deselerasi lambat pada janin.Conolly dkk (1997), melaporkan tidak terjadi gangguan hasil pada
wanita yang rekaman pemantauannya normal.1

Karena solusio plasenta pascatrauma biasanya terjadi secara dini, pemantauan janin dimulai
sesegera setelah kondisi ibu distabilkan.Lama pemantauan pasca trauma yang harus dilakukan
belum diketahui pasti.Menurut Goodwin dan dan Breen (1990), periode pengamatan selama 2
sampai 6 jam sedah memadai apabila tidak ada lagi tanda-tanda buruk seperti kontraksi, nyeri
tekan uterus, atau perdarahan.Pemantauan tampaknya layak dilanjutkan selama masih ada
kontraksi uterus, pola frekuensi denyut jantung janin yang tidak menyakinkan, perdarahan
pervaginam, nyeri tekan atau iritabilitas uterus, cedera serius pada ibu, atau pecahnya selaput
ketuban.Pada kasus-kasus yang sangat jarang, solusio plasenta terjadi beberapa hari setelah
trauma.1

5. 3. PERDARAHAN JANIN-IBU
Penerapan rutin uji Kleihauer-Betke uji yang setara pada wanita hamil korban trauma masih
diperdebatkan (Pak dkk, 1998).Tidak jelas apakah penerapan uji-uji tersebut secara rutin dapat
memodifikasi gangguan hasil akhir yang disebabkan oleh anemia janin, aritmia jantung, dan
kematian.Dalam suatu kajian retrospektif terhadap 125 wanita hamil dengan trauma tumpul
yang dirawat di sentra trauma derajat I, uji Kleihauer-Betke memperlihatkan sensitivitas 56 %,
spesifisitas 71 % dan keakuratan 27 %.
Para peneliti ini menyimpulkan bahwa uji ini tidak banyak bermanfaat dalam lingkup trauma
akut, dan pemantauan elektronik atau ultrasonografis terhadap janin, atau keduanya, lebih
bermanfaat dalam mendeteksi penyulit pada janin atau yang terkait kehamilan.Dupre dkk
(1993) mencapai kesimpulan serupa, dan walaupun mereka mendapatkan bukti adanya
perdarahan janin-ibu tidak memiliki makna prognostik.Demikian juga, Connolly dkk, (1997)
melakukan 289 uji Kleihauer-Betke pada cedera traumatik pada wanita hamil dan hanya pada
satu kasus penatalaksanaanya terpengaruhi.1

Bagi wanita yang D-negatif, pemberian immunoglobulin anti-D perlu


dipertimbangkan.Hal ini tidak diperlukan apabila uji untuk perdarahan janin
negative.Isoimunisasi masih tetap dapat terjadi apabila perdarahan janin-ibu melebihi 15 ml sel
janin.Aspel penting lain pada perawatan pasien trauma yang hamil adalah memastikan bahwa
imunisasi tetanus masih aktif.1

5 .4. KONTRAKTUR KULIT


Setelah luka bakar serius di abdomen, kontraktur kulit yang terbentuk dapat terasa nyeri pada
kehamilan berikutnya dan bahkan mungkin mengharuskan dilakukannya dekompresi bedah dan
autograph kulit split-thickness.Widgerow dkk (1991) melaporkan bahwa pada dua wanita
pembebasan secara bedah tanpa menutup defek yang terbentuk memberi hasil
memadai.Mc.Cauley dkk (1991) menindaklanjuti tujuh wanita dengan luka bakar berat yang
melingkari tubuh pada usia rerata 7,7 tahun.Seluruh dari 14 kehamilan dilahirkan aterm tanpa
penyulit berat.Hilang atau rusaknya puting payudara dapat menimbulkan masalah dalam
menyusui.1

5. 5. ELEKTRONIK PEMANTAUAN JANIN


Pemantauan janin elektronik terus-menerus setelah trauma adalah standar saat perawatan
dengan janin yang layak.Monitoring dimulai sesegera mungkin setelah stabilisasi ibu, karena
sebagian kerusakan plasental terjadi segera setelah trauma.

Sesekali kontraksi rahim adalah penemuan yang paling umum setelah trauma pada wanita
hamil.Kontraksi ini kadang-kadang tidak berhubungan dengan hasil janin yang merugikan dan
menyelesaikan dalam beberapa jam dalam 90 persen kasus.Terjadinya delapan atau lebih
kontraksi rahim per jam selama lebih dari empat jam, bagaimanapun, adalah berhubungan
dengan plasenta.Dengan kerusakan plasental setelah trauma, ada sampai 75% angka 67
kematian janin.Jika plasenta signifikan terjadi, janin yang layak harus dikirim segera.Dalam
analisis kasus tingkat kematian pada wanita hamil yang telah plasenta setelah trauma, 69%
kematian janin yang dicegah oleh persalinan sesar.

Bradycardia atau terlambat deselerasi berulang-ulang tidak responsif terhadap resusitasi


intrauterin juga membutuhkan pengiriman segera janin jika ibu stabil.
Durasi ideal untuk pemantauan janin elektronik tidak jelas.Sebuah protokol yang digunakan
secara luas, didasarkan pada studi prospektif dari 60 pasien di lebih dari 20 minggu usia
kehamilan.Protokol ini memiliki kepekaan dari 100 persen untuk memprediksi hasil yang
merugikan dalam waktu empat jam.Dalam studi prospektif, 70% pasien yang dibutuhkan lebih
dari empat jam pemantauan janin karena kontraksi lanjutan (empat atau lebih per jam), nilai
laboratorium abnormal, atau perdarahan vagina, tapi semua pasien habis pada akhir empat atau
24 jam memiliki hasil yang sama dibandingkan dengan pasien kontrol tanpa ada luka.

Jika takikardi janin hadir atau-stress test non reaktive, pemantauan biasanya berlangsung
selama 24 jam, tapi belum ada penelitian ada untuk mendukung atau menolak praktek ini.
Beberapa ahli menyarankan berkepanjangan pemantauan janin elektronik pada pasien dengan
mekanisme tinggi risiko cedera.Mekanisme ini berisiko tinggi termasuk pejalan kaki dengan
mobil, dan kecepatan kendaraan bermotor tinggi yang hancur.Tidak ada bukti yang mendukung
penggunaan pemantauan janin elektronik rutin selama lebih dari 24 jam setelah trauma
noncatastrophic.

Pemantauan elektronik janin terus-menerus lebih sensitif dalam mendeteksi gangguan plasenta
dari ultrasonografi, pemantauan berselang, sebuah elusi asam tes (Kleihauer-Betke tes untuk
menilai jumlah darah janin dalam serum ibu), atau pemeriksaan fisik.Namun, pemantauan janin
terus menerus mencegah kematian beberapa perinatal.Hal ini paling berguna untuk menentukan
status janin meyakinkan dan pembuangan yang tepat.8

5. 6. ULTRASONOGRAFI
Ultrasonografi misses 50 sampai 80 persen dari kerusakan plasenta, tetapi dengan cepat dan
aman menentukan nada jantung janin, lokasi plasenta, usia kehamilan, dan indeks cairan
ketuban.Pemeriksaan USG sangat membantu dengan takikardi ibu, ketika denyut jantung janin
dan ibu mungkin sulit untuk membedakan dengan Doppler. Berdasarkan data yang terbatas,
hasil ultrasonografi obstetrik kebanyakan yang diperoleh setelah trauma normal.Janin Sedikit
bertahan ketika ultrasonografi mendeteksi bukti trauma janinManfaat dari profil biofisik setelah
trauma tidak diketahui.8

Gambar 4.Ultrasonograpi dari sebuah janin dengan perdarahan ke dalam rongga ketuban
setelah trauma ibu.Janin ini tidak bertahan.8

Ketepatan ultrasonografi sangat tergantung pada pengalaman operator dan habitus tubuh ibu.
Pulsasi Ibu dapat meniru bradikardi janin atau menyebabkan gerakan janin, menyebabkan
pengiriman darurat yang tidak perlu dalam kasus kematian janin.USG umumnya digunakan
untuk meyakinkan ibu setelah trauma non-bencana, namun praktik ini belum diteliti.8

5. 7. RESUSITASI JANTUNG-PARU
Untungnya, henti jantung jarang terjadi pada wanita hamil.Terdapat beberapa pertimbangan
khusu untuk resusitasi jantung paru (RJP) yang dilakukan pada paruh kedua kehamilan.Pada
wanita tidak hamil, kompresi jantung luar menghasilkan curah jantung yang hanya 30%
dibandingkan normal.Curah jantung bahkan lebih kecil lagi pada kehamilan tahap lanjut, saat
kompresi aortakava akibat uterus yang membesar dapat mengurangi upaya resusitasi karena
aliran maju maupun aliran balik vena berkurang.

Oleh karena itu, upaya-upaya resusitasi lain perlu dibarengi dengan penggeseran
uterus.Penggeseran kelateral kiri dapat dilakukan secara manual oleh salah satu anggota tim,
dengan memiringkan meja operasi ke lateral, dengan meletakkan sebuah bantalan dibawah paha
kanan, atau dengan menggunakan bantal resusitasi Cardiff.Ress dan Wills (1998)
memperlihatkan dengan sebuah manekin bahwa resusitasi dengan bantalan Cardiff sama
efisiennya dengan resusitasi dalam posisi telentang.1

Selama beberapa tahun terkahir, rekomendasi oleh banyak penulis adalah melakukan seksio
sesarea dalam 4 sampai 5 menit setelah dimulainya resusitasi jantung-paru apabila janin sudah
viable.Jelaslah terdapat korelasi terbalik antara kelangsungan hidup neonates dengan fungsi
saraf utuh dan interval antara henti jantung sampai pelahiran pada wanita yang melahirkan
melalui seksio sesarea perimortem.Menurut Clark dkk (1997) 98% dari bayi yang dilahirkan
sebelum 5 menit memiliki fungsi neurologis utuh.Dari 6 sampai 15 menit angkanya menjadi
83% dari 16 sampai 25 menit 33% ; dan 26 sampai 35 menit 25%.

Berdasarkan teori dan beberapa laporan kasus, pelahiran juga dapat meningkatkan upaya
resusitasi bagi ibu.Berdasarkan semua alas an tersebut, American College of Obstetricans and
Gynecologist (1998) menganjurkan agar seksio sesarea dipertimbangkan pada kehamilan
trimester ketiga dalam 4 menit setelah henti jantung.Sayangnya, seperti ditekankan oleh Clark
dkk (1997), tujuan-tujuan ini jarang dapat dipenuhi dalam praktik sebenarnya.

6. PROGNOSIS

Dari kajian mereka, Polko dan McMahon (1998) menyimpulkan bahwa kehamilan tidak
mengubah hasil maternal dibandingkan dengan wanita hamil yang usianya setara.Sejumlah
peneliti melaporkan bahwa harapan hidup ibu dan janin setara dengan presentase luas luka
bakar.Secara umum, prognosis memperburuk apabila luka bakar melebihi 40 sampai 50% luas
permukaan tubuh.Sebagai contoh, angka kematian ibu dan janin adalah 50% pada kelompok
luka bakar 40 sampai 60% dibandingkan dengan 11% kematian janin tanpa kematian ibu pada
kelompok dengan luas luka bakar 20 sampai 40%.Pada 170 wanita hamil dengan luas luka
bakar
yang dilaporkan pada tabel 2, seiring dengan terlampauinya batas luas luka bakar sebesar 50%,
morbiditas ibu-janin selalu melebihi 50%.1
Tabel.2 Mortalitas ibu-janin pada kehamilan 170 kehamilan dengan penyulit luka bakar

Hasil akhir Perinatal


Penelitian Luka Bakar Kematian Kematian
(% LPTT) Ibu Janin
Rayburn dkk. (1984) (n=30) <40 2/20 2/20
40-60 3/6 3/6
>60 3/4 4/4
Amy dkk (1985) (n=30) <40 0/17 2/17
40-50 0/3 2/3
>50 10/10 9/10
Rode dkk (1990) (n=33) <20 1/16 2/16
20-50 1/8 3/8
>50 6/9 8/9
Akhtar dkk (1994) (n=50) <40 0/12 1/12
40-60 3/6 3/6
>60 32/32 32/32
Mabrouk dan el-Feky (1997) <25 0/19 9/19
(n=27) >25 5/8 5/8
7. PENGELOLAAN WANITA HAMIL SETELAH TRAUMA
Gambar 5: Algoritma untuk manajemen dari wanita hamil setelah trauma. 8

8. PENILAIAN DAN MANAJEMEN


Penilaian pra-rumah sakit dan manajemen pasien trauma hamil difokuskan pada identifikasi,
menjamin, memelihara dan mendukung fungsi-fungsi vital, pernapasan jalan napas pasien dan
sirkulasi.Tidak seperti darurat traumatis lain, ada dua pasien yang harus dipertimbangkan oleh
penyedia.Manajemen yang paling bijaksana dari kedua ibu dan janin yang terlibat dalam trauma
adalah untuk mengambil pendekatan yang proaktif dan mengobati ibu agresif. Semua wanita
hamil yang telah menderita cedera, terlepas dari beratnya, harus dievaluasi oleh dokter di gawat
darurat.5

Gambar 6. Tindakan pada trauma

Manajemen pasien trauma pada kehamilan meliputi: 5


1.Spinal imobilisasi diperlukan untuk pasien hamil yang diduga mengalami cedera tulang
belakang.Pada pasien backboarded pada kehamilan lebih dari 20 minggu, backboard perlu
dimiringkan 15 sampai 30 ke sisi kiri dan diselenggarakan dalam posisi itu sepanjang durasi
perawatan Anda untuk membantu mencegah sindrom hipotensif terlentang dan kompresi vena.
2.Membangun dan menjaga jalan napas terbuka.Jika pasien memiliki status mental berubah,
tidak responsif, atau karena alasan lain tidak dapat mempertahankan jalan napas paten, buka

saluran udara oleh dorongan rahang dan memanfaatkan alat mekanik dan intubasi endotrakeal
sebagaimana diarahkan oleh protokol Anda.Anda harus mengantisipasi muntah dengan pasien
dan suction tersedia.
3.Tentukan apakah pasien bernapas memadai dan suara nafas bilateral yang hadir.Jika napas
pasien tidak memadai, memberikan ventilasi tekanan positif dengan oksigen aliran tinggi
tambahan.Jika memadai, memberikan konsentrasi tinggi oksigen melalui nonrebreather untuk
mempertahankan SPO2 sebagai mendekati 100% mungkin, bahkan jika pasien tidak
menunjukkan tanda-tanda atau gejala hipoksia.Ingat bahwa janin sangat rentan terhadap
hipoksia.
4.Menilai sirkulasi pasien dan memeriksa pendarahan utama.Anda harus mencurigai
pendarahan internal bahkan jika tidak ada tanda-tanda atau gejala yang jelas.Jika perdarahan
vagina hadir, menyerap aliran darah dengan pad dan jangan pack vagina.Jika pasien ada teraba
denyut nadi, memberikan CPR dan perawatan pernafasan seperti biasa untuk orang dewasa.
5.Mengantisipasi, mencegah dan mengobati syok.Ingat bahwa tanda-tanda biasa dan gejala
yang berhubungan dengan syok hipovolemik paling sering tidak akan hadir pada pasien trauma
hamil sampai lebih dari 30% dari total volume darah hilang.Menunda pengobatan untuk
penurunan nyata dalam tanda-tanda vital dapat meletakkan kedua ibu dan janin beresiko.
6.Mendirikan dua besar menanggung infus dan infus Ringer laktat atau normal saline untuk
mempertahankan perfusi ibu dan janin.
7.Menyediakan pemantauan EKG kontinu untuk ibu.
8.Monitor detak jantung janin, jika mungkin.Denyut nadi kurang dari 110 denyut per menit
menunjukkan gawat janin yang signifikan.
9.Perlakukan dan mengelola setiap cedera yang mengancam nyawa lainnya.Ingat bahwa
sejumlah besar perawatan untuk luka lain dapat dilakukan dalam perjalanan ke fasilitas
penerima.
10.Transportasi cepat pasien ini ke fasilitas terdekat yang menerima sesuai.Pastikan Anda
memberitahukan fasilitas penerimaan sebelumnya sehingga mereka dapat merakit sebuah tim
trauma dan panggilan untuk dokter kandungan dan dokter anak, jika perlu.

9. PENCEGAHAN
Meskipun kemajuan dalam pengelolaan trauma, tingkat kematian janin dan ibu setelah cedera
traumatis tidak menurun.Karena manajemen saat ini tidak sedikit untuk mempengaruhi
kematian, pencegahan adalah kunci untuk kelangsungan hidup ibu dan janin
meningkat.Kecelakaan kendaraan bermotor dan kekerasan dalam rumah tangga adalah
penyebab dicegah umum trauma pada kehamilan.

Meskipun kecelakaan kendaraan bermotor bertanggung jawab atas sebagian ibu luka parah dan
kerugian janin dari trauma, wanita hamil memiliki tingkat rendah penggunaan sabuk pengaman.
Tempat duduk menggunakan sabuk pengaman yang paling signifikan dimodifikasi faktor
dalam penurunan dan janin cedera ibu dan kematian setelah kecelakaan kendaraan
bermotor.Sabuk pengaman terkendali wanita yang berada dalam kecelakaan kendaraan
bermotor memiliki angka kematian janin yang sama dengan perempuan yang tidak dalam
kecelakaan kendaraan bermotor, namun tidak terkendali wanita yang berada di crash adalah 2,8
kali lebih mungkin untuk kehilangan janin mereka.

Perawatan Prenatal harus menyertakan sabuk pengaman instruksi-titik tiga.Sabuk pengaman


harus ditempatkan di bawah perut, pas di atas paha, dengan memanfaatkan bahu ke sisi rahim,
antara payudara dan atas garis tengah klavikula.Sabuk pengaman ditempatkan langsung di atas
rahim dapat menyebabkan cedera janin.Airbag tidak harus dinonaktifkan selama kehamilan.
Karena banyak wanita tidak menyadari potensi plasenta tanpa bukti cedera ibu, pasien hamil
harus diinstruksikan untuk mencari perawatan segera setelah adanya trauma tumpul.

Kekerasan dalam rumah tangga terjadi pada sampai 25 persen wanita hamil, namun dokter
mendeteksi hanya 4 sampai 10 persen dari kasus.Hal ini penting bagi dokter untuk layar semua
pasien untuk kekerasan domestik dan menjadi akrab dengan sumber daya masyarakat untuk
membantu pasien yang mengalami kekerasan domestik.Penapisan pasien yang lebih muda
sangat penting, karena mereka memiliki tingkat yang lebih tinggi dari kecelakaan kendaraan
bermotor dan kekerasan dalam rumah tangga.Sumber Daya bahan di ruang tunggu dan toilet
memungkinkan pasien untuk mengumpulkan informasi tanpa konfrontasi.8

BAB III
PENUTUP

Pasien trauma pada orang hamil menghadirkan tantangan yang unik karena perawatan harus
disediakan untuk dua pasien ibu dan janin.Perawatan pasien trauma hamil dengan luka berat
sering membutuhkan pendekatan multidisiplin yang melibatkan dokter darurat, ahli bedah
trauma, dokter kandungan, dan neonatologist.Trauma adalah penyebab utama kematian ibu,
akuntansi hingga 46% dari kasus kematian janin, bagaimanapun, adalah kejadian lebih umum
dari kematian ibu.Cedera langsung janin relatif jarang karena jaringan lunak ibu, rahim,
plasenta, dan cairan ketuban semua cenderung menyerap dan mendistribusikan energi pukulan.
Trauma yang disebabkan oleh kecelakaan dan kekerasan adalah komplikasi umum dan penting
kehamilan, melibatkan 5-20% dari kehamilan. Trauma menyebabkan kematian ibu di 46,5%
dari 95 kasus, dan, dari kasus kematian traumatis, 34% adalah karena kecelakaan, pembunuhan
57% untuk, dan 9% untuk bunuh diri.

Pada 3 bulan pertama umur kehamilan sering trauma yang terjadi menimbulkan abortus dan
reaksi izoimunisasi yakni percampuran darah janin dan ibu yang ber-rhesus negatif yang dapat
menyebabkan masalah pada kesehatan ibu dan janinnya. Pada trisemester kedua, kehamilan
sudah makin nampak, dinding rahim masih tebal serta terbentuk cairan amnion yang
kesemuanya bisa melindungi janin dari pengaruh trauma. Resiko yang mungkin muncul adalah
sulosio plasenta (robek atapun lepasnya ikatan tali pusat janin dari bagian dinding rahim) dan
terjadi tercemarnya darah ibu oleh darah anak yang berbeda rhesus serta cairan kandungan yang
masuk ke aliran darah ibu (emboli cairan amnion). Pada 3 bulan terakhir kehamilan, justru
dinding rahim makin tipis dan posisi kandungan makin menonjol ke permukaan dinding perut.
Hal ini lebih memberikan resiko pada janin untuk terkena cedera langsung, baik karena trauma
tumpul atau pun luka tusuk. Di samping itu kandungan yang semakin membesar akan
menyebabkan tekanan atau hambatan pada aliran darah balik melalui vena besar di bawahnya
(vena cava compression).Benturan yang terjadi pada dinding panggul ibu juga dapat
menimbulkan perdarahan hebat berasal dari rusaknya struktur vaskuler rahim di dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA

1.F.Gary Cuningham. Obstetri Wiliams..[et al] ; alih bahasa, Andry Hartono, Y.Joko Suyono,
Brahm U.Pendit ; editor edisis bahasa Indonesia, Huriawati Hartanto...[et al],- Ed.21 jakarta
:
EGC, 2005.
2. Guyton, Arthur C. Buku ajar fisiologi Kedokteran / Arthur C.Guyton, John E Hall ; alih
bahasa, Irawati... [et al] ; editor edisi bahasa Indonesia, Luqman Yanuar Rachman... [et al],
---
.11,-- Jakarta : EGC, 2007.
3. Mochtar, Rustam. Sinopsis Obstetri; Obstetri operatif, Obstetri Sosial / Rustam Mochtar,
editor, Delfi Lutan, Ed 2Jakarta : EGC, 1998.
4. Trauma pada kehamilan; available at : http://spesialisbedah.com/2008/12/trauma-pada-
wanita-hamil/
5. Trauma pada kehamilan; available at : www.emsworld.com/print/EMS-World/Beyond-
The-Basics--Trauma-During- Pregnancy/1$9048
6. Trauma pada kehamilan; available at : http://medicalopaedia.com/emergency-
room/trauma-during-pregnancy/
7. Trauma pada kehamilan; available at :
http://www.trauma.org/archive/resus/pregnancytrauma.html
8.Trauma pada kehamilan; available at : www.aafp.org/afp/2004/1001/p1303.html

89

Anda mungkin juga menyukai