Anda di halaman 1dari 36

Diabetes Melitus

Pendahuluan
enyakit diabetes terdapat pada sekitar 1%
wanita usia reproduksi dan 12%
diantaranya akan menderita diabetes
gestasional.
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok
penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia (meningkatanya kadar gula darah)
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau keduanya.
Gejala Umum dari Diabetes Melitus (DM)
Banyak kencing (poliuria).
Haus dan banyak minum (polidipsia), lapar
(polifagia).
Letih, lesu.
Penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya
Lemah badan, kesemutan, gatal, pandangan
kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus
vulvae pada wanita

P
2
Pembagian DM
DM tipe 1
- Kerusakan fungsi sel beta di pankreas
- Autoimun, idiopatik
DM Tipe 2
Menurunnya produksi insulin atau berkurangnya
daya kerja insulin atau keduanya.
DM tipe lain:
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas,
obat, infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain.
DM pada masa kehamilan = Gestasional
Diabetes
Pada DM dengan kehamilan, ada 2 kemungkinan
yang dialami oleh si Ibu:
1. Ibu tersebut memang telah menderita DM
sejak sebelum hamil
2. Si ibu mengalami/menderita DM saat hamil
Klasifikasi DM dengan Kehamilan menurut Pyke:
Klas I : Gestasional diabetes, yaitu diabetes
yang timbul pada waktu hamil dan
menghilang setelah melahirkan.
Klas II : Pregestasional diabetes, yaitu
diabetes mulai sejak sebelum hamil
dan berlanjut setelah hamil.
Klas III : Pregestasional diabetes yang
disertai dengan komplikasi penyakit
pembuluh darah seperti retinopati,
nefropati, penyakit pemburuh darah
panggul dan pembuluh darah perifer.
3
90% dari wanita hamil yang menderita Diabetes

termasuk ke dalam kategori DM Gestasional (Tipe


II) dan DM yang tergantung pada insulin (Insulin
Dependent Diabetes Mellitus = IDDM, tipe I).
Diagnosis
Kriteria Diagnosis:
1. Gejala klasik DM + gula darah sewaktu
200 mg/dl. Gula darah sewaktu
merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada
suatu hari tanpa memerhatikan waktu
makan terakhir. Atau:
2. Kadar gula darah puasa 126 mg/dl.
Puasa diartikan pasien tidak mendapat
kalori tambahan sedikitnya 8 jam. Atau:
3. Kadar gula darah 2 jam pada TTGO 200
mg/dl. TTGO dilakukan dengan Standard
WHO, menggunakan beban glukosa yang
setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang
dilarutkan dalam air.
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994)
Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap
makan seperti kebiasaan sehari-hari
(dengan karbohidrat yang cukup) dan
tetap melakukan kegiatan jasmani seperti
biasa
Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai
malam hari) sebelum pemeriksaan, minum
air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
Diperiksa kadar glukosa darah puasa
4
Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa),
atau 1,75 g/Kg BB (anak-anak), dilarutkan
dalam 250 ml air dan diminum dalam
waktu 5 menit
Berpuasa kembali sampai pengambilan
sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam
setelah minum larutan glukosa selesai
Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam
sesudah beban glukosa
Selama proses pemeriksaan, subyek yang
diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria
normal atau DM, maka dapat digolongkan ke
dalam kelompok TGT (Toleransi Glukosa
Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa
Terganggu) dari hasil yang diperoleh.
- TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah
pembebanan antara 140 199 mg/dl
- GDPT : glukosa darah puasa antara 100 125
mg/dl.
Reduksi Urine
Pemeriksaan reduksi urine merupakan bagian dari
pemeriksaan urine rutin yang selalu dilakukan di
klinik. Hasil yang (+) menunjukkan adanya
glukosuria. Beberapa hal yang perlu diingat dari
hasil pemeriksaan reduksi urine adalah:
5
Digunakan pada pemeriksaan pertama sekali

untuk tes skrining, bukan untuk menegakkan


diagnosis
Nilai (+) sampai (++++)
Jika reduksi (+): masih mungkin oleh sebab
lain, seperti: renal glukosuria, obat-obatan,
dan lainnya
Reduksi (++) kemungkinan KGD: 200
300 mg%
Reduksi (+++) kemungkinan KGD: 300
400 mg%
Reduksi (++++) kemungkinan KGD: 400
mg%
Dapat digunakan untuk kontrol hasil pengobatan
Bila ada gangguan fungsi ginjal, tidak bisa dijadikan
pedoman.
Risiko Tinggi DM Gestasional:
1. Umur lebih dari 30 tahun
2. Obesitas dengan indeks massa tubuh
30 kg/m2
3. Riwayat DM pada keluarga (ibu atau ayah)
4. Pernah menderita DM gestasional
sebelumnya
5. Pernah melahirkan anak besar > 4.000
gram
6. Adanya glukosuria
7. Riwayat bayi cacat bawaan
8. Riwayat bayi lahir mati
9. Riwayat keguguran
10. Riwayat infertilitas
11. Hipertensi
6
Komplikasi pada Ibu
1. Hipoglikemia, terjadi pada enam bulan
pertama kehamilan
2. Hiperglikemia, terjadi pada kehamilan 2030 minggu akibat resistensi insulin
3. Infeksi saluran kemih
4. Preeklampsi
5. Hidramnion
6. Retinopati
7. Trauma persalinan akibat bayi besar
Masalah pada anak
1. Abortus
2. Kelainan kongenital spt sacral agenesis,
neural tube defek
3. Respiratory distress
4. Neonatal hiperglikemia
5. Makrosomia
6. hipocalcemia
7. kematian perinatal akibat diabetik
ketoasidosis
8. Hiperbilirubinemia
Penderita DM Gestasional memunyai resiko yang
tinggi terhadap kambuhnya penyakit diabetes
yang pernah dideritannya pada saat hamil
sebelumnya.
Saran: 6-8 minggu setelah melahirkan, ibu
tersebut melakukan test plasma glukosa puasa
dan OGTT 75 gram glukosa. Pasien gemuk

penderita GDM, sebaiknya mengontrol BB, karena


diperkirakan akan menjadi DM dalam 20 tahun
kemudian
7
Prinsip Pengobatan DM:
1. Diet
2. Penyuluhan
3. Exercise (latihan fisik/olah raga)
4. Obat: Oral hipoglikemik, insulin
5. Cangkok pankreas
Tujuan Pengobatan:
Mencegah komplikasi akut dan kronik.
Meningkatkan kualitas hidup, dengan
menormalkan KGD, dan dikatakan penderita
DM terkontrol, sehingga sama dengan orang
normal.
Pada ibu hamil dengan DM, mencegah
komplikasi selama hamil, persalinan, dan
komplikasi pada bayi.
Prinsip Diet
Tentukan kalori basal dengan menimbang
berat badan.
Tentukan penggolongan pasien: underweight
(berat badan kurang), normal, overweight
(berat badan berlebih), atau obesitas
(kegemukan)
Persentase = BB (kg)/(Tinggi Badan (cm)
100) X 100%
Underweight: < 90%
Normal: 90110%
8
Overweight: 110130%
Obesitas: > 130%
Jenis kegiatan sehari hari; ringan, sedang,
berat, akan menentukan jumlah kalori yang
ditambahkan. Juga umur dan jenis kelamin.
Status gizi
Penyakit penyerta
Serat larut dan kurangi garam
Kenali jenis makanan
Penyuluhan terpadu untuk penderita DM dan
lingkungannya
Penyuluhan dari Dokter, Perawat dan ahli gizi di beberapa RS sudah ada Klinik Diabetes
Terpadu.
Sasaran: Penderita, keluarga penderita, lingkungan
sosial penderita.
Obat DM
Meningkatkan jumlah insulin
Sulfonilurea (glipizide GITS, glibenclamide,
dsb.)
Meglitinide (repaglinide, nateglinide)
Insulin injeksi
Meningkatkan sensitivitas insulin
Biguanid/metformin
Thiazolidinedione (pioglitazone, rosiglitazone)
Memengaruhi penyerapan makanan
Acarbose

Hati-hati risiko hipoglikemia berikan glukosa oral


(minuman manis atau permen)
9
Sasaran pengontrolan gula darah
Kadar gula darah sebelum makan 80120mg/dl
Kadar gula darah 2 jam sesudah makan < 140
mg/dl
Kadar HbA1c < 7%
Penanganan Diabetes pada Kehamilan
Kehamilan harus diawasi secara teliti sejak dini
untuk mencegah komplikasi pada ibu dan janin.
Tujuan utama pengobatan DM dengan hamil:
1. Mencegah timbulnya ketosis dan
hipoglikemia.
2. Mencegah hiperglikemia dan glukosuria
seminimal mungkin.
3. Mencapai usia kehamilan seoptimal
mungkin.
Biasanya kebanyakan penderita diabetes atau DM
gestasional yang ringan dapat di atasi dengan
pengaturan jumlah dan jenis makanan, pemberian
anti diabetik secara oral, dan mengawasi
kehamilan secara teratur.
Karena 15-20% dari pasien akan menderita
kekurangan daya pengaturan glukosa dalam masa
kehamilan, maka kelompok ini harus cepat-cepat
diidentifikasi dan diberikan terapi insulin. Bila
kadar plasma glukosa sewaktu puasa 105 mg/ml
10
atau kadar glukosa setelah dua jam postprandial
120 mg/ml pada dua pemeriksaan atau lebih,
dalam tempo 2 (dua) minggu, maka dianjurkan
agar penderita diberikan terapi insulin. Obat DM
oral kontraindikasi. Penentuan dosis insulin
bergantung pada: BB ibu, aktivitas, KGD,
komplikasi yang ada.
Prinsip: dimulai dengan dosis kecil reguler insulin
3 kali sehari, dosis dinaikkan bertahap sesuai
respons penderita.
Penyuntikan Insulin
1. Kenali jenis insulin yang ada, kandungan/ml
(unit/ml).
2. Kenali jenis spuit insulin yang tersedia: 40
u/ml, 100 u/ml, 50u/0,5 ml.
3. Suntikan diberikan subkutan di deltoid, paha
bagian luar, perut, sekitar pusat.
4. Tempat suntikan sebaiknya diganti-ganti.
5. Suntikan diberikan secara tegak lurus.
6. Pasien segera diberi makan setelah suntikan
diberikan. Paling lama setengah jam setelah
suntikan diberikan.
7. Kalau pasien suntik sendiri, harus dapat
melihat dengan jelas angka pada alat suntik.
8. Saat ini ada alat suntik bentuk pena dengan
kontrol dosis yang lebih mudah dan lebih tepat,
dan mudah dibawa-bawa.
11
Bagaimana wanita dengan diabetes?

Dapat hamil dan punya anak sepanjang


gula darah terkontrol.
Disarankan memilih kontrasepsi dengan
kadar estrogen rendah.
Dapat memakai pil tambahan hormon
progesteron.
IUD dapat menimbulkan risiko infeksi.
Tanda Komplikasi DM
Makrovaskular: stroke, penyakit jantung koroner,
ulkus/ gangren.
Mikrovaskular: retina (retinopati) dan ginjal
(gagal ginjal kronik), syaraf (stroke,
neuropati).
Koma: hiperglikemi, hipoglikemi, stroke.

Penyakit Diabetes Mellitus (DM)


Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau
penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar
gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana
organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh.
Insulin adalah salah satu hormon yang diproduksi oleh pankreas yang bertanggung jawab untuk
mengontrol jumlah/kadar gula dalam darah dan insulin dibutuhkan untuk merubah (memproses)
karbohidrat, lemak, dan protein menjadi energi yang diperlukan tubuh manusia. Hormon insulin
berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah.
Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu
dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam
darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis yang
mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut.
Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun tidak
semua dialami oleh penderita :
1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10.Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.

Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak sadarkan diri
bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing manis dapat berkembang dengan cepat waktu
ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan, terutama pada seorang anak yang menderita
penyakit diabetes mellitus tipe 1.
Lain halnya pada penderita diabetes mellitus tipe 2, umumnya mereka tidak mengalami berbagai
gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui telah menderita kencing manis.
Tipe Penyakit Diabetes Mellitus
1. Diabetes mellitus tipe 1
Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh kekurangan hormon
insulin,dikenal dengan istilah Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Hal ini disebabkan
hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. Diabetes tipe 1
banyak ditemukan pada balita, anak-anak dan remaja.
Sampai saat ini, Diabetes Mellitus tipe 1 hanya dapat di obati dengan pemberian therapi insulin
yang dilakukan secara terus menerus berkesinambungan. Riwayat keluarga, diet dan faktor
lingkungan sangat mempengaruhi perawatan penderita diabetes tipe 1. Pada penderita diebetes
tipe 1 haruslah diperhatikan pengontrolan dan memonitor kadar gula darahnya, sebaiknya
menggunakan alat test gula darah. Terutama pada anak-anak atau balita yang mana mereka
sangat mudah mengalami dehidrasi, sering muntah dan mudah terserang berbagai penyakit.
2. Diabetes mellitus tipe 2
Diabetes tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan
semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini
dikarenakan berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi insulin, resistensi terhadap
insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sell dan jaringan tubuh terhadap insulin yang
ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.
Ada beberapa teori yang mengutarakan sebab terjadinya resisten terhadap insulin, diantaranya
faktor kegemukan (obesitas). Pada penderita diabetes tipe 2, pengontrolan kadar gula darah dapat
dilakukan dengan beberapa tindakan seperti diet, penurunan berat badan, dan pemberian tablet
diabetik. Apabila dengan pemberian tablet belum maksimal respon penanganan level gula dalam
darah, maka obat suntik mulai dipertimbangkan untuk diberikan.
Kadar Gula Dalam Darah
Normalnya kadar gula dalam darah berkisar antara 70 - 150 mg/dL {millimoles/liter (satuan unit
United Kingdom)} atau 4 - 8 mmol/l {milligrams/deciliter (satuan unit United State)}, Dimana 1
mmol/l = 18 mg/dl.
Namun demikian, kadar gula tentu saja terjadi peningkatan setelah makan dan mengalami
penurunan diwaktu pagi hari bangun tidur. Seseorang dikatakan mengalami hyperglycemia
apabila kadar gula dalam darah jauh diatas nilai normal, sedangkan hypoglycemia adalah suatu
kondisi dimana seseorang mengalami penurunan nilai gula dalam darah dibawah normal.
Diagnosa Diabetes dapat ditegakkan jika hasil pemeriksaan gula darah puasa mencapai level 126
mg/dl atau bahkan lebih, dan pemeriksaan gula darah 2 jam setelah puasa (minimal 8 jam)

mencapai level 180 mg/dl. Sedangkan pemeriksaan gula darah yang dilakukan secara random
(sewaktu) dapat membantu diagnosa diabetes jika nilai kadar gula darah mencapai level antara
140 mg/dL dan 200 mg/dL, terlebih lagi bila dia atas 200 mg/dl.
Banyak alat test gula darah yang diperdagangkan saat ini dan dapat dibeli dibanyak tempat
penjualan alat kesehatan atau apotik seperti Accu-Chek, BCJ Group, Accurate, OneTouch
UltraEasy machine. Bagi penderita yang terdiagnosa Diabetes Mellitus, ada baiknya bagi mereka
jika mampu untuk membelinya.
Pengobatan dan Penanganan Penyakit Diabetes
Penderita diabetes tipe 1 umumnya menjalani pengobatan therapi insulin (Lantus/Levemir,
Humalog, Novolog atau Apidra) yang berkesinambungan, selain itu adalah dengan berolahraga
secukupnya serta melakukan pengontrolan menu makanan (diet).
Pada penderita diabetes mellitus tipe 2, penatalaksanaan pengobatan dan penanganan difokuskan
pada gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengontrolan nilai kadar gula dalam darah adalah menjadi
kunci program pengobatan, yaitu dengan mengurangi berat badan, diet, dan berolahraga. Jika hal
ini tidak mencapai hasil yang diharapkan, maka pemberian obat tablet akan diperlukan. Bahkan
pemberian suntikan insulin turut diperlukan bila tablet tidak mengatasi pengontrolan kadar gula
darah.
Diabetes Articles : diabetes-mellitus-dm.blogspot.com

DIABETES MELITUS

Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hyperglikemia (kadar gula darah tinggi) yang kronik disertai berbagai kelainan meta
bolik akibat gangguan hormonal.
Akibat gangguan hormonal tsb dapat
menimbulkan komplikasi pada mata se
perti katarak ,ginjal (nefropati) ,saraf
dan pembuluh darah.
Ada dua type DM ,yang pertama adalah
yang tergantung dengan insulin ,type ini biasanya
disebabkan karena destruksi
dari sel beta langerhans akibat proses
auto imun.
Sedangkan type yang kedua adalah DM yang tidak tergantung

pada insulin akibat dari kegagalan relatif sel beta langerhans.


Gejalanya :
Biasanya akan terdapat gejala banyak buang air kecil ,terutama
pada malam hari ,sehingga penderita akan berulang kali bangun
sebelum pagi hanya untuk ke kamar kecil.
Selain itu juga akan merasa cepat lapar dan akan merasa lapar
lagi walau belum beberapa lama.
Merasa haus walau belum beberapa lama kamu minum .
Gejala lain yang sering juga dikeluhkan adalah sering kesemutan
gatal ,mata kabur sehingga cepat gati kacamata , disfungsi
ereksi ,gatal-gatal pada vulva vagina.
Banyak makan tapi badan menjadi kurus ,orang gemuk dengan
cepat menjadi kurus.
Pemeriksaan Penunjang ;
Biasanya Dokter akan mengaunjurkan pemeriksaan gula darah
puasa ,untuk menentukan kadar gula dalam darah
Gula darah puasa ,normal < 110 mg/dl
2 jam sesudah makan normal < 200 mg/dl
Bila nialai hasil pemeriksaan laboratorium lebih tinggi dari angka
normal ,maka ia dapat dinyatakan menderita DM.
Pengobatan :
Bila hasil laboratorium gula darah tidak terlalu jauh dari angka
normal , maka dokter akan menganjurkan diet rendah kalori
terlebih dahulu dan olah raga secara teratur.
Bila telah melakukan diet dan olah raga kadar gula darah masih
juga tinggi ,maka biasanya dokter akan memberikan obat
anti diabet atau OAD.
Obat-obat Diabet yang beredar dipasaran al : Daonil , Amaryl
Glucophage , Diamicron dsb.
tentunya ini hanya Dokter yang boleh meresepkannya.
JANGAN SEMBARANG MINUM OBAT ANTI DIABET !!!
tanpa rekomendasi dari Dokter ,karena dapat berakibat
FATAL !!

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Langsung ke: navigasi, cari
Wikipedia Indonesia tidak dapat bertanggung jawab dan tidak bisa
menjamin bahwa informasi kedokteran yang diberikan di halaman
ini adalah benar.
Mintalah pendapat dari tenaga medis yang profesional sebelum melakukan

pengobatan.

Halaman ini belum atau baru diterjemahkan sebagian dari bahasa


Inggris.
Bantulah Wikipedia untuk melanjutkannya. Lihat panduan penerjemahan Wikipedia.

Diabetes mellitus
Klasifikasi dan bahan-bahan eksternal
ICD-10
ICD-9
MedlinePlus
eMedicine
MeSH

E10.E14.
250
001214
med/546 emerg/134
C18.452.394.750

Lingkaran biru, adalah simbol bagi diabetes mellitus, sebagaimana pita merah
untuk AIDS.[1]

Diabetes mellitus, DM (bahasa Yunani: , diabanein, tembus atau pancuran air)


(bahasa Latin: mellitus, rasa manis) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit
kencing gula adalah kelainan metabolis yang disebabkan oleh banyak faktor, dengan simtoma
berupa hiperglisemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, sebagai
akibat dari:

defisiensi sekresi hormon insulin, aktivitas insulin, atau keduanya.[2]

defisiensi transporter glukosa.

atau keduanya.

Berbagai penyakit, sindrom dan simtoma dapat terpicu oleh diabetes mellitus, antara lain:
Alzheimer, ataxia-telangiectasia, sindrom Down, penyakit Huntington, kelainan mitokondria,
distrofi miotonis, penyakit Parkinson, sindrom Prader-Willi, sindrom Werner, sindrom Wolfram,
[3]
leukoaraiosis, demensia,[4] hipotiroidisme, hipertiroidisme, hipogonadisme,[5] dan lain-lain.

Daftar isi
[sembunyikan]

1 Gejala umum

2 Klasifikasi

3 Penyebab

4 Diagnosa

5 Diabetes mellitus tipe 1

6 Diabetes mellitus tipe 2

7 Diabetes mellitus tipe 3

8 Komplikasi
o

8.1 Ketoasidosis diabetikum

8.2 Hipoglikemi

9 Penanganan

10 Lihat pula

11 Catatan dan referensi

12 Pranala luar

[sunting] Gejala umum


Simtoma hiperglisemia lebih lanjut menginduksi tiga gejala klasik lainnya:

poliuria - sering buang air kecil

polidipsia - selalu merasa haus

polifagia - selalu merasa lapar

penurunan berat badan, seringkali hanya pada diabetes mellitus tipe 1

dan setelah jangka panjang tanpa perawatan memadai, dapat memicu berbagai komplikasi
kronis, seperti:

gangguan pada mata dengan potensi berakibat pada kebutaan,

gangguan pada ginjal hingga berakibat pada gagal ginjal

gangguan kardiovaskular, disertai lesi membran basalis yang dapat diketahui


dengan pemeriksaan menggunakan mikroskop elektron,[6]

gangguan pada sistem saraf hingga disfungsi saraf autonom, foot ulcer,
amputasi, charcot joint dan disfungsi seksual,

dan gejala lain seperti dehidrasi, ketoasidosis, ketonuria dan hiperosmolar non-ketotik yang
dapat berakibat pada stupor dan koma.

rentan terhadap infeksi.

Kata diabetes mellitus itu sendiri mengacu pada simtoma yang disebut glikosuria, atau kencing
manis, yang terjadi jika penderita tidak segera mendapatkan perawatan.

[sunting] Klasifikasi
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan bentuk diabetes mellitus berdasarkan
perawatan dan simtoma:[2]
1. Diabetes tipe 1, yang meliputi simtoma ketoasidosis hingga rusaknya sel beta
di dalam pankreas yang disebabkan atau menyebabkan autoimunitas, dan
bersifat idiopatik. Diabetes mellitus dengan patogenesis jelas, seperti fibrosis
sistik atau defisiensi mitokondria, tidak termasuk pada penggolongan ini.
2. Diabetes tipe 2, yang diakibatkan oleh defisiensi sekresi insulin, seringkali
disertai dengan sindrom resistansi insulin
3. Diabetes gestasional, yang meliputi gestational impaired glucose tolerance,
GIGT dan gestational diabetes mellitus, GDM.
dan menurut tahap klinis tanpa pertimbangan patogenesis, dibuat menjadi:
4. Insulin requiring for survival diabetes, seperti pada kasus defisiensi peptidaC.
5. Insulin requiring for control diabetes. Pada tahap ini, sekresi insulin
endogenus tidak cukup untuk mencapai gejala normoglicemia, jika tidak
disertai dengan tambahan hormon dari luar tubuh.

6. Not insulin requiring diabetes.

Kelas empat pada tahap klinis serupa dengan klasifikasi IDDM (bahasa Inggris: insulindependent diabetes mellitus), sedang tahap kelima dan keenam merupakan anggota klasifikasi
NIDDM (bahasa Inggris: non insulin-dependent diabetes mellitus). IDDM dan NIDDM
merupakan klasifikasi yang tercantum pada International Nomenclature of Diseases pada tahun
1991 dan revisi ke-10 International Classification of Diseases pada tahun 1992.
Klasifikasi Malnutrion-related diabetes mellitus, MRDM, tidak lagi digunakan oleh karena,
walaupun malnutrisi dapat memengaruhi ekspresi beberapa tipe diabetes, hingga saat ini belum
ditemukan bukti bahwa malnutrisi atau defisiensi protein dapat menyebabkan diabetes. Subtipe
MRDM; Protein-deficient pancreatic diabetes mellitus, PDPDM, PDPD, PDDM, masih
dianggap sebagai bentuk malnutrisi yang diinduksi oleh diabetes mellitus dan memerlukan
penelitian lebih lanjut. Sedangkan subtipe lain, Fibrocalculous pancreatic diabetes, FCPD,
diklasifikasikan sebagai penyakit pankreas eksokrin pada lintasan fibrocalculous pancreatopathy
yang menginduksi diabetes mellitus.
Klasifikasi Impaired Glucose Tolerance, IGT, kini didefinisikan sebagai tahap dari cacat regulasi
glukosa, sebagaimana dapat diamati pada seluruh tipe kelainan hiperglisemis. Namun tidak lagi
dianggap sebagai diabetes.
Klasifikasi Impaired Fasting Glycaemia, IFG, diperkenalkan sebagai simtoma rasio gula darah
puasa yang lebih tinggi dari batas atas rentang normalnya, tetapi masih di bawah rasio yang
ditetapkan sebagai dasar diagnosa diabetes.

[sunting] Penyebab
Kemungkinan induksi diabetes tipe 2 dari berbagai macam kelainan hormonal, seperti hormon
sekresi kelenjar adrenal, hipofisis dan tiroid merupakan studi pengamatan yang sedang laik daun
saat ini. Sebagai contoh, timbulnya IGT dan diabetes mellitus sering disebut terkait oleh
akromegali dan hiperkortisolisme atau sindrom Cushing.
Hipersekresi hormon GH pada akromegali dan sindrom Cushing sering berakibat pada resistansi
insulin, baik pada hati dan organ lain, dengan simtoma hiperinsulinemia dan hiperglisemia, yang
berdampak pada penyakit kardiovaskular dan berakibat kematian.[7]
GH memang memiliki peran penting dalam metabolisme glukosa dengan menstimulasi
glukogenesis dan lipolisis, dan meningkatkan kadar glukosa darah dan asam lemak. Sebaliknya,
insulin-like growth factor 1 (IGF-I) meningkatkan kepekaan terhadap insulin, terutama pada otot
lurik. Walaupun demikian, pada akromegali, peningkatan rasio IGF-I tidak dapat menurunkan
resistansi insulin, oleh karena berlebihnya GH.

Terapi dengan somatostatin dapat meredam kelebihan GH pada sebagian banyak orang, tetapi
karena juga menghambat sekresi insulin dari pankreas, terapi ini akan memicu komplikasi pada
toleransi glukosa.
Sedangkan hipersekresi hormon kortisol pada hiperkortisolisme yang menjadi penyebab obesitas
viseral, resistansi insulin, dan dislipidemia, mengarah pada hiperglisemia dan turunnya toleransi
glukosa, terjadinya resistansi insulin, stimulasi glukoneogenesis dan glikogenolisis. Saat
bersinergis dengan kofaktor hipertensi, hiperkoagulasi, dapat meningkatkan risiko
kardiovaskular.
Hipersekresi hormon juga terjadi pada kelenjar tiroid berupa tri-iodotironina dengan
hipertiroidisme yang menyebabkan abnormalnya toleransi glukosa.
Pada penderita tumor neuroendokrin, terjadi perubahan toleransi glukosa yang disebabkan oleh
hiposekresi insulin, seperti yang terjadi pada pasien bedah pankreas, feokromositoma,
glukagonoma dan somatostatinoma.
Hipersekresi hormon ditengarai juga menginduksi diabetes tipe lain, yaitu tipe 1. Sinergi hormon
berbentuk sitokina, interferon-gamma dan TNF-, dijumpai membawa sinyal apoptosis bagi sel
beta, baik in vitro maupun in vivo.[8] Apoptosis sel beta juga terjadi akibat mekanisme Fas-FasL,
[9][10]
dan/atau hipersekresi molekul sitotoksik, seperti granzim dan perforin; selain hiperaktivitas
sel T CD8- dan CD4-.[10]

[sunting] Diagnosa

Tabel: Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan


Belum
Bukan
metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan
pasti
DM
diagnosis DM (mg/dl).[6]
DM

DM

Kadar glukosa darah sewaktu:


Plasma vena

<110 110 - 199

>2
00

Darah kapiler

<90

>2
00

90 - 199

Kadar glukosa darah puasa:


Plasma vena

<110 110 - 125

>1
26

Darah kapiler

<90

90 - 109

>1
10

[sunting] Diabetes mellitus tipe 1


Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onset diabetes, juvenile
diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena
berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta penghasil insulin pada
pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Sampai saat ini IDDM tidak dapat dicegah dan tidak dapat disembuhkan, bahkan dengan diet
maupun olah raga. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan
yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh
terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi
autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu
oleh adanya infeksi pada tubuh.
Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan
yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan
dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin.
Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa
mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan
olahraga). Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin
melalui pump, yang memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada
tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis (a bolus) dari insulin
yang dibutuhkan pada saat makan. Serta dimungkinkan juga untuk pemberian masukan insulin
melalui "inhaled powder".
Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan memengaruhi aktivitasaktivitas normal apabila kesadaran yang cukup, perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam
pemeriksaan dan pengobatan dijalankan. Tingkat Glukosa rata-rata untuk pasien diabetes tipe 1
harus sedekat mungkin ke angka normal (80-120 mg/dl, 4-6 mmol/l).[rujukan?] Beberapa dokter
menyarankan sampai ke 140-150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang bermasalah dengan
angka yang lebih rendah, seperti "frequent hypoglycemic events".[rujukan?] Angka di atas 200 mg/dl
(10 mmol/l) seringkali diikuti dengan rasa tidak nyaman dan buang air kecil yang terlalu sering
sehingga menyebabkan dehidrasi.[rujukan?] Angka di atas 300 mg/dl (15 mmol/l) biasanya
membutuhkan perawatan secepatnya dan dapat mengarah ke ketoasidosis.[rujukan?] Tingkat glukosa
darah yang rendah, yang disebut hipoglisemia, dapat menyebabkan kehilangan kesadaran.

[sunting] Diabetes mellitus tipe 2


Diabetes mellitus tipe 2 (bahasa Inggris: adult-onset diabetes, obesity-related diabetes, noninsulin-dependent diabetes mellitus, NIDDM) merupakan tipe diabetes mellitus yang terjadi
bukan disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan
metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen,[11] termasuk yang mengekspresikan
disfungsi sel , gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin[12] yang
disebabkan oleh disfungsi GLUT10[13] dengan kofaktor hormon resistin yang menyebabkan sel
jaringan, terutama pada hati menjadi kurang peka terhadap insulin[14] serta RBP4 yang menekan
penyerapan glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati.[14] Mutasi
gen tersebut sering terjadi pada kromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat yang
ditemukan pada manusia.[15]
Pada NIDDM ditemukan ekspresi SGLT1 yang tinggi,[16] rasio RBP4 dan hormon resistin yang
tinggi,[14] peningkatan laju metabolisme glikogenolisis dan glukoneogenesis pada hati,[14]
penurunan laju reaksi oksidasi dan peningkatan laju reaksi esterifikasi pada hati.[17]
NIDDM juga dapat disebabkan oleh dislipidemia[18], lipodistrofi,[14] dan sindrom resistansi
insulin.
Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang
ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.[rujukan?] Hiperglisemia dapat diatasi
dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi
produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin
berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan.[rujukan?] Ada beberapa teori yang
menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral
diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin, dalam kaitan dengan
pengeluaran dari adipokines ( nya suatu kelompok hormon) itu merusak toleransi glukosa.[rujukan?]
Obesitas ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis dengan jenis 2
kencing manis.[rujukan?] Faktor lain meliputi mengeram dan sejarah keluarga, walaupun di dekade
yang terakhir telah terus meningkat mulai untuk memengaruhi anak remaja dan anak-anak.[rujukan?]
Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis. Diabetes tipe 2 biasanya,
awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (olahraga), diet (umumnya pengurangan
asupan karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan. Ini dapat memugar kembali kepekaan
hormon insulin, bahkan ketika kerugian berat/beban adalah rendah hati,, sebagai contoh, di
sekitar 5 kg ( 10 sampai 15 lb), paling terutama ketika itu ada di deposito abdominal yang
gemuk. Langkah yang berikutnya, jika perlu,, perawatan dengan lisan [[ antidiabetic drugs.
[Sebagai/Ketika/Sebab] produksi hormon insulin adalah pengobatan pada awalnya tak terhalang,
lisan ( sering yang digunakan di kombinasi) kaleng tetap digunakan untuk meningkatkan
produksi hormon insulin ( e.g., sulfonylureas) dan mengatur pelepasan/release yang tidak sesuai
tentang glukosa oleh hati ( dan menipis pembalasan hormon insulin sampai taraf tertentu ( e.g.,

metformin), dan pada hakekatnya menipis pembalasan hormon insulin ( e.g., thiazolidinediones).
Jika ini gagal, ilmu pengobatan hormon insulin akan jadilah diperlukan untuk memelihara
normal atau dekat tingkatan glukosa yang normal. Suatu cara hidup yang tertib tentang cek
glukosa darah direkomendasikan dalam banyak kasus, paling terutama sekali dan perlu ketika
mengambil kebanyakan pengobatan.
Sebuah zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang disebut sitagliptin, baru-baru ini
diperkenankan untuk digunakan sebagai pengobatan diabetes mellitus tipe 2.[19] Seperti zat
penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang lain, sitagliptin akan membuka peluang bagi
perkembangan sel tumor maupun kanker.[20][21]
Sebuah fenotipe sangat khas ditunjukkan oleh NIDDM pada manusia adalah defisiensi
metabolisme oksidatif di dalam mitokondria[22] pada otot lurik.[23][24] Sebaliknya, hormon triiodotironina menginduksi biogenesis di dalam mitokondria dan meningkatkan sintesis ATP
sintase pada kompleks V, meningkatkan aktivitas sitokrom c oksidase pada kompleks IV,
menurunkan spesi oksigen reaktif, menurunkan stres oksidatif,[25] sedang hormon melatonin akan
meningkatkan produksi ATP di dalam mitokondria serta meningkatkan aktivitas respiratory
chain, terutama pada kompleks I, III dan IV.[26] Bersama dengan insulin, ketiga hormon ini
membentuk siklus yang mengatur fosforilasi oksidatif mitokondria di dalam otot lurik.[27] Di sisi
lain, metalotionein yang menghambat aktivitas GSK-3beta akan mengurangi risiko defisiensi
otot jantung pada penderita diabetes.[28][29][30]
Simtoma yang terjadi pada NIDDM dapat berkurang dengan dramatis, diikuti dengan
pengurangan berat tubuh, setelah dilakukan bedah bypass usus. Hal ini diketahui sebagai akibat
dari peningkatan sekresi hormon inkretin, namun para ahli belum dapat menentukan apakah
metoda ini dapat memberikan kesembuhan bagi NIDDM dengan perubahan homeostasis
glukosa.[31]
Pada terapi tradisional, flavonoid yang mengandung senyawa hesperidin dan naringin, diketahui
menyebabkan:[32]

peningkatan mRNA glukokinase,

peningkatan ekspresi GLUT4 pada hati dan jaringan

peningkatan pencerap gamma proliferator peroksisom

peningkatan rasio plasma hormon insulin, protein C dan leptin[33]

penurunan ekspresi GLUT2 pada hati

penurunan rasio plasma asam lemak dan kadar trigliserida pada hati

penurunan rasio plasma dan kadar kolesterol dalam hati, antara lain dengan
menekan 3-hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme reductase, asil-KoA,
kolesterol asiltransferase

penurunan oksidasi asam lemak di dalam hati dan aktivitas karnitina


palmitoil, antara lain dengan mengurangi sintesis glukosa-6 fosfatase
dehidrogenase dan fosfatidat fosfohidrolase

meningkatkan laju lintasan glikolisis dan/atau menurunkan laju lintasan


glukoneogenesis

sedang naringin sendiri, menurunkan transkripsi mRNA fosfoenolpiruvat karboksikinase dan


glukosa-6 fosfatase di dalam hati.
Hesperidin merupakan senyawa organik yang banyak ditemukan pada buah jenis jeruk, sedang
naringin banyak ditemukan pada buah jenis anggur.

[sunting] Diabetes mellitus tipe 3


Diabetes mellitus gestasional (bahasa Inggris: gestational diabetes, insulin-resistant type 1
diabetes, double diabetes, type 2 diabetes which has progressed to require injected insulin, latent
autoimmune diabetes of adults, type 1.5" diabetes, type 3 diabetes, LADA) atau diabetes melitus
yang terjadi hanya selama kehamilan dan pulih setelah melahirkan, dengan keterlibatan
interleukin-6 dan protein reaktif C pada lintasan patogenesisnya.[34] GDM mungkin dapat
merusak kesehatan janin atau ibu, dan sekitar 2050% dari wanita penderita GDM bertahan
hidup.[rujukan?]
Diabetes melitus pada kehamilan terjadi di sekitar 25% dari semua kehamilan. GDM bersifat
temporer dan secara penuh bisa perlakukan tetapi, tidak diperlakukan, boleh menyebabkan
permasalahan dengan kehamilan, termasuk macrosomia (kelahiran yang tinggi menimbang),
janin mengalami kecacatan dan menderita penyakit jantung sejak lahir. Penderita memerlukan
pengawasan secara medis sepanjang kehamilan.
Resiko Fetal/Neonatal yang dihubungkan dengan GDM meliputi keanehan sejak lahir seperti
berhubungan dengan jantung, sistem nerves yang pusat, dan [sebagai/ketika/sebab] bentuk cacad
otot. Yang ditingkatkan hormon insulin hal-hal janin boleh menghalangi sindrom kesusahan dan
produksi surfactant penyebab hal-hal janin yang berhubung pernapasan. Hyperbilirubinemia
boleh diakibatkan oleh pembinasaan sel darah yang merah. Di kasus yang menjengkelkan,
perinatal kematian boleh terjadi, paling umum sebagai hasil kelimpahan placental yang
lemah/miskin dalam kaitan dengan perusakan/pelemahan yang vaskuler. Induksi/Pelantikan
mungkin ditandai dengan dikurangi placental fungsi. Bagian Cesarean mungkin dilakukan jika
ditandai kesusahan hal-hal janin atau suatu ditingkatkan risiko dari luka-luka/kerugian
dihubungkan dengan macrosomia, seperti bahu dystocia.

[sunting] Komplikasi
Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda), kegagalan kronis
ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan, serta
kerusakan saraf yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan risiko amputasi.
Komplikasi yang lebih serius lebih umum bila kontrol kadar gula darah buruk.
[sunting] Ketoasidosis diabetikum

Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan
cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam
darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin,
maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan
keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam
(ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan sering kencing,
mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan
cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita tercium
seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma,
kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin,
penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali
penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan atau penyakit yang serius.
Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala selama beberapa tahun. Jika kekurangan
insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering kencing dan haus. Jarang
terjadi ketoasidosis.[rujukan?] Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL,
biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami
dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan
yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.[rujukan?]
[sunting] Hipoglikemi

[sunting] Penanganan
Pasien yang cukup terkendali dengan pengaturan makan saja tidak mengalami kesulitan kalau
berpuasa. Pasien yang cukup terkendali dengan obat dosis tunggal juga tidak mengalami
kesulitan untuk berpuasa. Obat diberikan pada saat berbuka puasa. Untuk yang terkendali dengan
obat hipoglikemik oral (OHO) dosis tinggi, obat diberikan dengan dosis sebelum berbuka lebih
besar daripada dosis sahur. Untuk yang memakai insulin, dipakai insulin jangka menengah yang
diberikan saat berbuka saja. Sedangkan pasien yang harus menggunakan insulin (DMTI) dosis
ganda, dianjurkan untuk tidak berpuasa dalam bulan Ramadhan.[6]

[sunting] Lihat pula

Diabetes insipidus

Fosfatidil inositol-3 kinase

Atorvastatin

Lektin

[sunting] Catatan dan referensi


1. ^ IDF Chooses Blue Circle to Represent UN Resolution Campaign Unite for
Diabetes, 17 March, 2006
2. ^ a b World Health Organization Department of Noncommunicable Disease
Surveillance (1999). "Definition, Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus and its Complications" (PDF).
http://whqlibdoc.who.int/hq/1999/WHO_NCD_NCS_99.2.pdf.
3. ^ (en)"Neurodegenerative disorders associated with diabetes mellitus".
Department of Clinical Nutrition, German Institute for Human Nutrition;
Ristow M.. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15175861. Diakses pada 29
Juni 2010.
4. ^ (en)"(Pre)diabetes, brain aging, and cognition". Division of Geriatrics,
Department of Internal Medicine, Faculty of Medicine, University of So
Paulo-RP; S Roriz-Filho J, S-Roriz TM, Rosset I, Camozzato AL, Santos AC,
Chaves ML, Moriguti JC, Roriz-Cruz M..
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19135149. Diakses pada 29 Juni 2010.
5. ^ (en)"[Endocrine abnormalities and vessels in patients with diabetes"]. II.
intern klinika Lkarsk fakulty UK a FN Hradec Krlov; Cp J..
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20465095. Diakses pada 30 Juni 2010.
6. ^ a b c Tim FK UI, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1, Media Aesculapius,
Jakarta: 1999. ISBN 979-95607-0-5
7. ^ (en)"Secondary diabetes associated with principal endocrinopathies: the
impact of new treatment modalities". Department of Endocrinology and
Medical Sciences, Center of Excellence for Biomedical Research, University of
Genoa; Resmini E, Minuto F, Colao A, Ferone D..
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19322513. Diakses pada 29 Juni 2010.
8. ^ (en)"Cytokine synergism in apoptosis: its role in diabetes and cancer".
Department of Medicine, Samsung Medical Center, Sungkyunkwan University
School of Medicine and National Research Laboratory of Cell Death and
Diabetes Research; Lee MS.. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16248970.
Diakses pada 30 Juni 2010.

9. ^ (en)"The role of Fas ligand in beta cell destruction in autoimmune diabetes


of NOD mice". Autoimmunity Research Unit, Canberra Clinical School,
University of Sydney; Petrovsky N, Silva D, Socha L, Slattery R, Charlton B..
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12021107. Diakses pada 30 Juni 2010.
10.^ a b (en)"Prevention of type 1 diabetes: from the view point of beta cell
damage.". Department of Metabolism/Diabetes and Clinical Nutrition,
Nagasaki University Hospital of Medicine and Dentistry; Kawasaki E, Abiru N,
Eguchi K.. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15563975. Diakses pada 30
Juni 2010.
11.^ (en)"Insulin Response to Glucose Is Lower in Individuals Homozygous for
the Arg 64 Variant of the -3-Adrenergic Receptor". Johns Hopkins University
School of Medicine, et al; Jeremy Walston, Kristi Silver, et al..
http://jcem.endojournals.org/cgi/content/full/85/11/4019. Diakses pada 1 Mei
2010.
12.^ (en)"Clinical Characterization of Insulin Secretion as the Basis for Genetic
Analyses". Michael Stumvoll, Andreas Fritsche dan Hans-Ulrich Hring.
http://diabetes.diabetesjournals.org/content/51/suppl_1/S122.full. Diakses
pada 1 Mei 2010.
13.^ (en)"Sequence and functional analysis of GLUT10: a glucose transporter in
the Type 2 diabetes-linked region of chromosome 20q12-13.1". Department
of Internal Medicine, Wake Forest University School of Medicine; Dawson PA,
Mychaleckyj JC, Fossey SC, Mihic SJ, Craddock AL, Bowden DW..
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11592815. Diakses pada 5 Mei 2010.
14.^ a b c d e (en)"Leptin". John W. Kimball Biology Page.
http://users.rcn.com/jkimball.ma.ultranet/BiologyPages/L/Leptin.html. Diakses
pada 7 Mei 2010.
15.^ (en)"The DNA sequence and biology of human chromosome 19.". Stanford
Human Genome Center, Department of Genetics, Stanford University School
of Medicine; Grimwood J, Gordon LA, Olsen A, Terry A, Schmutz J, Lamerdin J,
Hellsten U, Goodstein D, Couronne O, Tran-Gyamfi M, Aerts A, Altherr M,
Ashworth L, Bajorek E, Black S, Branscomb E, Caenepeel S, Carrano A, Caoile
C, Chan YM, Christensen M, Cleland CA, Copeland A, Dalin E, Dehal P, Denys
M, Detter JC, Escobar J, Flowers D, Fotopulos D, Garcia C, Georgescu AM,
Glavina T, Gomez M, Gonzales E, Groza M, Hammon N, Hawkins T, Haydu L,
Ho I, Huang W, Israni S, Jett J, Kadner K, Kimball H, Kobayashi A, Larionov V,
Leem SH, Lopez F, Lou Y, Lowry S, Malfatti S, Martinez D, McCready P, Medina
C, Morgan J, Nelson K, Nolan M, Ovcharenko I, Pitluck S, Pollard M, Popkie AP,
Predki P, Quan G, Ramirez L, Rash S, Retterer J, Rodriguez A, Rogers S,
Salamov A, Salazar A, She X, Smith D, Slezak T, Solovyev V, Thayer N, Tice H,
Tsai M, Ustaszewska A, Vo N, Wagner M, Wheeler J, Wu K, Xie G, Yang J,
Dubchak I, Furey TS, DeJong P, Dickson M, Gordon D, Eichler EE, Pennacchio
LA, Richardson P, Stubbs L, Rokhsar DS, Myers RM, Rubin EM, Lucas SM..
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15057824. Diakses pada 10 Mei 2010.

16.^ (en)"SGLT1 is a novel cardiac glucose transporter that is perturbed in


disease states.". Cardiovascular Institute, University of Pittsburgh; Banerjee
SK, McGaffin KR, Pastor-Soler NM, Ahmad F..
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19509029. Diakses pada 7 Mei 2010.
17.^ (en)"Adipose tissue fatty acid metabolism in insulin-resistant men.".
Oxford Centre for Diabetes, Endocrinology and Metabolism, University of
Oxford; Bickerton AS, Roberts R, Fielding BA, Tornqvist H, Blaak EE,
Wagenmakers AJ, Gilbert M, Humphreys SM, Karpe F, Frayn KN..
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18504545. Diakses pada 8 Mei 2010.
18.^ (en)"High-throughput screening for fatty acid uptake inhibitors in
humanized yeast identifies atypical antipsychotic drugs that cause
dyslipidemias". Center for Metabolic Disease, Ordway Research Institute, Inc.,
and Center for Cardiovascular Sciences, Albany Medical College; Hong Li,
Paul N. Black, Aalap Chokshi, Angel Sandoval-Alvarez, Ravi Vatsyayan,
Whitney Sealls dan Concetta C. DiRusso.
http://www.jlr.org/cgi/content/full/49/1/230. Diakses pada 4 Mei 2010.
19.^ (en)"Transport of the dipeptidyl peptidase-4 inhibitor sitagliptin by human
organic anion transporter 3, organic anion transporting polypeptide 4C1, and
multidrug resistance P-glycoprotein.". Department of Drug Metabolism, Merck
& Co; Chu XY, Bleasby K, Yabut J, Cai X, Chan GH, Hafey MJ, Xu S, Bergman AJ,
Braun MP, Dean DC, Evers R.. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/entrez?
db=pubmed&cmd=search&term=17314201. Diakses pada 8 Mei 2010.
20.^ (en)"Dipeptidyl peptidase inhibits malignant phenotype of prostate cancer
cells by blocking basic fibroblast growth factor signaling pathway.".
Department of Microbiology and Molecular Genetics, Vermont Cancer Center,
University of Vermont; Wesley UV, McGroarty M, Homoyouni A..
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15735018. Diakses pada 8 Mei 2010.
21.^ (en)"CD26/dipeptidyl peptidase IV and its role in cancer". Department of
Lymphoma/Myeloma, Unit 429, M.D. Anderson Cancer Center; B. Pro dan N.H.
Dang. http://www.hh.um.es/Abstracts/Vol_19/19_4/19_4_1345.htm. Diakses
pada 8 Mei 2010.
22.^ (en)"Skeletal muscle mitochondrial protein metabolism and function in
ageing and type 2 diabetes". Department of Clinical Morphological and
Technological Sciences, Institute of Clinical Medicine, University of Trieste;
Barazzoni R.. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15090909. Diakses pada
22 Juli 2010.
23.^ (en)"Links between thyroid hormone action, oxidative metabolism, and
diabetes risk?". Research Division, Joslin Diabetes Center; Crunkhorn S, Patti
ME.. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18279023. Diakses pada 22 Juli
2010.

24.^ (en)"Skeletal muscle mitochondrial dysfunction & diabetes".


Endocrinology Division, Mayo Clinic; Sreekumar R, Nair KS..
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17496364. Diakses pada 22 Juli 2010.
25.^ (en)"Effect of thyroid hormone on mitochondrial properties and oxidative
stress in cells from patients with mtDNA defects.". School of Kinesiology and
Health Science; Menzies KJ, Robinson BH, Hood DA..
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19036942. Diakses pada 22 Juli 2010.
26.^ (en)"Melatonin protects the mitochondria from oxidative damage reducing
oxygen consumption, membrane potential, and superoxide anion production".
Centro de Investigacin Biomdica, Parque Tecnolgico de Ciencias de la
Salud, Universidad de Granada; Lpez A, Garca JA, Escames G, Venegas C,
Ortiz F, Lpez LC, Acua-Castroviejo D..
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19054298. Diakses pada 22 Juli 2010.
27.^ (en)"Insulin regulation of mitochondrial proteins and oxidative
phosphorylation in human muscle". Protein Energy Metabolism Unit,
University of Auvergne/ Institut National de la Recherche Agronomique,
Human Nutrition Research Center, Human Nutrition Laboratory; Boirie Y..
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/14580754. Diakses pada 22 Juli 2010.
28.^ (en)"Metallothionein suppresses angiotensin II-induced nicotinamide
adenine dinucleotide phosphate oxidase activation, nitrosative stress,
apoptosis, and pathological remodeling in the diabetic heart". Department of
Medicine, University of Louisville School of Medicine; Zhou G, Li X, Hein DW,
Xiang X, Marshall JP, Prabhu SD, Cai L..
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18702970. Diakses pada 22 Juli 2010.
29.^ (en)"Inactivation of GSK-3beta by metallothionein prevents diabetesrelated changes in cardiac energy metabolism, inflammation, nitrosative
damage, and remodeling". Chinese-American Research Institute for Diabetic
Complications, Wenzhou Medical College; Wang Y, Feng W, Xue W, Tan Y, Hein
DW, Li XK, Cai L.. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19324938. Diakses
pada 22 Juli 2010.
30.^ (en)"Thyroid hormone-regulated cardiac gene expression and
cardiovascular disease". Division of Endocrinology and the Department of
Medicine, North Shore University Hospital/NYU School of Medicine; Danzi S,
Klein I.. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12165108. Diakses pada 22 Juli
2010.
31.^ (en)"Do Incretins play a role in the remission of type 2 diabetes after
gastric bypass surgery: What are the evidence?". New York Obesity Research
Center, St. Luke's Roosevelt Hospital Center, Columbia University College of
Physicians and Surgeons; Bose M, Olivn B, Teixeira J, Pi-Sunyer FX, Laferrre
B.. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18820978. Diakses pada 7 Agustus
2010.

32.^ (en)"Effect of citrus flavonoids on lipid metabolism and glucose-regulating


enzyme mRNA levels in type-2 diabetic mice". Department of Food Science
and Nutrition, Kyungpook National University; Jung UJ, Lee MK, Park YB, Kang
MA, Choi MS.. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16427799. Diakses pada
7 Agustus 2010.
33.^ (en)"The hypoglycemic effects of hesperidin and naringin are partly
mediated by hepatic glucose-regulating enzymes in C57BL/KsJ-db/db mice.".
Department of Food Science and Nutrition, Kyungpook National University;
Jung UJ, Lee MK, Jeong KS, Choi MS..
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15465737. Diakses pada 7 Agustus
2010.
34.^ (en)"[Association of serum interleukin-6 and high-sensitivity C-reactive
protein levels with insulin resistance in gestational diabetes mellitus"].
Department of Endocrinology, Nangfang Hospital, Southern Medical
University; Yu F, Xue YM, Li CZ, Shen J, Gao F, Yu YH, Fu XJ..
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17584642. Diakses pada 28 Juli 2010.

[sunting] Pranala luar

(en)Terapi Penyembuhan diabetes tipe 1 & 2 dengan Tahitian Noni Juice

(en)World Health Organization fact sheet on diabetes

(en)World Health Organization The Diabetes Programme

(en)International Diabetes Federation

(en)The Immunology of Diabetes Society

(en)Juvenile Diabetes Research Foundation

(en)MedlinePlus Diabetes from the U.S. National Library of Medicine

(id)List Info dan Tips Diet Sehat

(id)Diabetes Mellitus Indonesia

(id)Mencegah Diabetes Dengan Pola Makan Sehat

(id)Info Diabetes Melitus dan Pengobatannya !

(id)Membuktikan Timbulnya Penyakit Diabetes

(ms)Tanya Jawab Diabetes Mellitus

(ms)Penyakit Kencing Manis

(ms)Panduan singkat mengenai penyakit kencing manis

(en)Variations in Insulin Secretion in Carriers of Gene Variants in IRS-1 and -2

(en)Bloodletting Ameliorates Insulin Sensitivity and Secretion in Parallel to


Reducing Liver Iron in Carriers of HFE Gene Mutations

PENATALAKSANAAN PASIEN DIABETES MELITUS DI POLIKLINIK


RUMAH SAKIT
SANGLAH DENPASAR
Losen Adnyana, Hensen, Anak Agung Gde Budhiarta
Division of Endocrinology and Metabolism Department of Internal
Medicine
Udayana University/Sanglah Hospital Denpasar.
ABSTRACT

MANAGEMENT OF DIABETIC PATIENTS AT DIABETES CLINIC


SANGLAH HOSPITAL DENPASAR
A cross-sectional study was conducted from March until May 2003 among 100
diabetic patients, registered in
Diabetic Clinic, Department of Internal Medicine Sanglah Hospital for
management of diabetes for more than 12
months. Primary objective was to evaluate diabetes control, diabetes
management and late complications status in the
diabetic population managed by Diabetic Clinic as urban health care clinics. The
subjects were 65% men and 35%
women with mean of age 59.4 years and known having diabetes since 1-5 years
(mean 2.1 years). Samples consist of
4% type-1 diabetes; 95% type-2 diabetes and 1% gestational diabetes.
Antidiabetic medication were sulfonylurea
67%; metformin 55%; insulin 26% and others (glucosidase inhibitors,
thiazolidenedione and others) were 0%.
According to the level of AIC, lipid profile and blood pressure, 40% (AIC < 6.5%);
50% (HDL-chol >-45 mg/dl);
27.0% (LDL-cho! < 100 mg/dl); 67.6% (triglyceride < 150 mg/dl) and 23% (blood
pressure < 130/80 mmHg) were
categorized as good diabetic controls. Large proportion of poor diabetic controls
partly may be due to low proportion
of education days received on diabetes in the past year (57% have only I
education day and 32% with zero education
day). This condition also impact on lifestyle modification where 63% not regularly
and 14% never follow the diet and
50% never . exercise. Also 12% still smoker and 4% sti 11 consume alcohol on a
regu lar basis. Micral test to detect
microalbuminuria as an early I phase of diabetic nephropathy were not commonly
used (7%), and dipstick to detect

makroalbuminuria (99%). Blood test for serum creatinin showed 89% with serum
creatinin <2 mg/dl and 11% with
serum creatinin >2 mg/dl. Another chronic complication were neuropathy
(10.1%); cataract (10.4%); background
retinopathy (8.6%), healed ulcer (3%), stroke (2%), leg amputation (1%), absence
of foot pulse (1%), acute
ulcer/gangrene (1%), myocard infard/CABG/angioplasty (1%).
Keywords: diabetes mellitus, diabetes control, diabetes management, late
complication.

PENDAHULUAN
Diabetes melitus (DM) saat ini merupakan
penyakit yang banyak dijumpai dengan prevalensi
diseluruh dunia 4%. Prevalensinya akan terus
meningkat dan diperkirakan pada tahun 2025 akan
mencapai 5,4% WHO memperkirakan di Cina dan
India pada tahun jumlahnya akan mencapai 50
juta. Di meskipun belum didapat data yang resmi
diperkirakan prevalensinya akan terus meningkat.
Penatalaksanaan Pasien Diabetes Melitus Di Poliklinik Rumah Sakit Sanglah Denpasar
Losen Adnyana, Hensen, Anak Agung Gde Budhiarta

187

DM ditandai dengan hiperglikemia karena


gangguan sekresi insulin, kerja insulin ataupun
keduanya. Keadaan hiperglikemi kronis pada DM
berhubungan dengan kerusakan jangka panjang,
gangguan fungsi dan kegagalan fungsi berbagai
organ terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan
pembuluh darah.3
Berbagai proses patologis berperan dalam
terjadinya DM, mulai dari kerusakan autoimun
dari sel pankreas yang berakibat defisiensi
insulin sampai kelainan yang menyebabkan
resistensi terhadap kerja insulin. Kelainan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein pada
DM disebabkan kurangnya kerja insulin pada
jaringan target.3 Pengendalian DM tidak hanya
ditujukan untuk menormalkan kadar glukosa
darah tetapi juga mengendalikan faktor risiko
lainnya yang sering dijumpai pada penderita
dengan DM. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui tingkat pengendalian,
penatalaksanaan, status komplikasi kronis dan
mencari hubungan antara tingkat pengendalian
diabetes, penatalaksanaan dan komplikasi kronis
penderita DM yang berobat jalan di Poliklinik

Diabetes Bagian Penyakit Dalam RS Sanglah


Denpasar. Data yang didapat sangat berguna
sebagai bahan acuan untuk meningkatkan standar
pelayanan poliklinis pasien DM di RS Sanglah.
BAHAN DAN CARA
Penelitian dilakukan secara cross-sectional pada
penderita DM yang berobat jalan di Poliklinik
Diabetes Bagian Penyakit Dalam RS Sanglah
Denpasar antara Maret s/d Mei 2003. Penderita
yang diikutsertakan dalam Penelitian ini adalah
penderita DM baik pria maupun [Wanita dan
telah berobat teratur selama lebih 12 bulan di
Poliklinik Diabetes Bagian Penyakit Dalam RS
Sanglah Denpasar. Pengumpulan data dilakukan
dengan berdasar formulir yang telah disediakan
oleh Diabcare- Asia 2003 yang meliputi:
1. Data dasar penderita (umur, jenis kelamin,
onset diabetes, jumlah kunjungan).
2. Tipe diabetes dan faktor risiko (perokok,
konsumsi alkohol).
3. Pemeriksaan klinis (berat badan, tinggi badan,
lingkar pinggang, tekanan darah, gula darah
puasa, A1C, kolesterol total, kol-HDL,
trigliserida, serum kreatinin, mikroalbumin,
proteinuria).
4. Pengobatan hipertensi {ACE-inhibitor,
Ca+2antagonist, diuretika, -blocker,
angiotensin 2 antagonist/ angiotensin 2
receptor blocker dan lainnya), dan
hiperlipidemia (fibrat. statin dan lainnya).
5. Pemeriksaan mata (kebutaan, fotokoagulasi,
katarak, background retinopati dan advanced
diabetic eye disease).
6. Pemeriksaan ekstremitas (amputasi kaki,
hilangnya pulsasi didaerah kaki,
penyembuhan ulkus, ulkus akut/ganggren dan
bypass/angioplasty).
7. Komplikasi DM lainnya (stroke, neurupati.
infark miokard, bedah pintas, angioplasti,
gagal ginjal stadium akhir yang memerlukan
dialisis/transplantasi.
Data diperoleh berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan klinis sesuai yang diperoleh pada

catatan medik masing-masing penderita dan


pemeriksaan laboratorium (A1C). Pemeriksaan
A1C dikerjakan di Lembaga Biologi Molekul
Eijkman Jakarta. Nilai normal adalah 4,6-6,5%.
HASIL PENELITIAN
Penelitian dilakukan antara bulan Maret
s/d Mei 2003 dan telah diperiksa sebanyak 100

J Peny Dalam, Volume 7 Nomor

orang penderita yang telah menjalani


pengobatan secara teratur minimal 12 bulan di
Poliklinik Diabetes RS Sanglah Denpasar.
Terdiri dari pria 65 orang dan wanita 35 orang,
dengan rentang umur antara 34-79 tahun (rerata
59,4 tahun) dan mengidap DM antara 1-5 tahun
(lihat tabel 1).
Karakteristik Demografi
Dan 100 penderita DM yang diperiksa
didapatkan DM tipe-1 sebanyak 4 orang (4%),
DM tipe-2 sebanyak 95 orang (95%) dan diabetes
gestasi 1 orang (1%), dengan umur rerata 59,4
9,4 tahun dan lama mengidap DM 2,1 1,0
tahun. IMT rerata adalah 25,1 3,3 kg/m2 dengan
48% overweight (IMT > 23 kg/m2).
Tabel 1. Data dasar dari penderita yang diteliti

Mean SD
Umur(th) 59,4 9,4
Lama menderita DM (th) 59,4 9,4
Berat badan (kg) 2,1 1,0
Tinggi badan (m) 63,7 10,6
Lingkar perut (cm) 1,6 0,07
IMT 89,68,7
Tekanan darah sistolik (mmHg) 25,1 33
Tekanan darah diastolik (mmHg) 136,2 20,1
Glukosa puasa (mg/dl) 78,4 9,8
Glukosa 2jam PP(mg/dl) 143,5 59,7
Kol- total (mg/dl) 198,2 79,8
Trigliserida (mg/<H) 207,7 48,9
Kol-HDL (mg/dl) 49,7 17,6
Kol-UL(mg/dl) 129.2 39,0
AIC(%) 7,4 1.9

188

3 September 2006

Tabel 2. Tipe Dm dan Jenis Kelamin

Tipe DM Kelamin
1 2 DMG n Laki Wanita
N rr (%)
(%) (%) (%) (%) (%)
100 100.0 4 95 1 65,9 35,0

n: jumlah data valid dari pasien yang dianalisa;


DMG: Diabetes melitus getasi; rr : respon rate (%)
Tabel 3. Umur, lama mengidap DM dan umur

onset

Umur (Tahun) Lama DM (tahun) Umur Onset


n Mean SD n Mean SD n Mean SD
100 59,4 9,3 100 2,1 1,0 100 50,8 9,3

Tabel 4. Berat Badan

n Mean SD IMT (kg/m2)


Mean SD <23 (%) _ 23 (%)
100 100 25,1 3,3 52,0 48,0

Overweight didefinisikan sebagai indek masa


tubuh (IMT) _ 23 kg/m*
Edukasi
Tabel dibawah ini memperlihatkan proporsi
penderita yang mendapat edukasi pada tahun
sebelumnya.
Tabel 5. Jumlah hari edukasi

n rr(%) Jumlah hari edukasi dalam 1 tahun


1 (%) 2 (%) 3 (%) > 3 (%) ? (%)
100 100,0 57 9 2 0 32

*Non-responden termasuk pasien dengan tanpa


mengalami edukasi (zero education day)
Perubahan perilaku (Life-style)
Hanya 37% penderita yang mentaati diit yang
dianjurkan oleh ahli Gizo dan hanya 36% yang
berolahraga secara teratur.

Diit Latihan Jasmani


n rr(%) Tidak Jarang Teratur Tidak Jarang Teratur
(%) (%) (%)
n rr(%)
(%) (%) (%)
100 100.0 0 63 37 100 100.0 14 50 36

* Tidak : tidak pernah melakukan olah raha;

Faktor Risiko
Kebanyakan pendeirta tidak perokok (88%) dan
tidak minum alkohol (96%)

Penatalaksanaan Pasien Diabetes Melitus Di Poliklinik Rumah Sakit Sanglah Denpasar


Losen Adnyana, Hensen, Anak Agung Gde Budhiarta

Jarang : olah raga 1-2 kali/minggu;


Teratur : olah raga 3 kali / minggu, selama jam

189

Tabel 7. Faktor risiko

Perokok Alkohol*
n rr(%) Ya
(%)
Tidak
(%)
?
(%)
n rr(%) Ya
(%)
Tidak
(%)
?
(%)
100 100.0 12 88 0.0 100 100.0 4 96.0 0.0

*Konsumsi alkohol > 3 kali/minggu


Pengobatan DM
Yang paling banyak dipergunakan dari
Obat Hipoglikemi Oral (OHO) adalah
sulfonylurea 67,0% dan metformin 55,0%

sedangkan yang mempergunakan insulin insulin


26,0%. Dosis insulin antara 8-130 unit/ hari
(dosis rerata 53,0 26,4 unit).
Tabel 8. Penggunaan insulin dan obat
hipoglikemik oral (OHO)
n= 100. %
Insulin 26
Metformin 55
Sulfonilurea 67
Glukosidase inhibitor 0
Tiazolidedione 0
OHO lainnya 0
Pengobatan tradisional 0
Kontrol glikemik
Tabel 9. Kadar glukosa darah puasa (BSN) dan 2
jam postprandial (2jPP)

BSN (mg/dl) 2 jPP (mg/dl)


n rr(%) Baik
(%)
Sedang
(%)
Buruk
(%)
n rr(%) Baik
(%)
Sedang
(%)
Buruk
(%)
100 100.0 22 21 57 100.0 99 25.3 21.2 53.5

Kriteria pengendalian5
Untuk BSN : baik (80-109 mg/dl); sedang (110-125 mg/dl); buruk
(126 mg/dl)
Untuk 2 jPP: baik (80-144 mg/dl); sedang (145-179 mg/dl); buruk
(180 mg/dl)

Dari 100 penderita yang diteliti hanya 3% yang


mempergunakan alat glukometer untuk memantau
sendiri glukosa darah.
Tabel 10. Kadar A1C

A1C (mg/dl)*
n rr(%)
Baik (%) Sedang (%) Buruk (%)
100 100.0 40 32 28

Kriteria pengendalian5
Baik : < 6,5; Sedang: 6-5-8% ; Buruk : > 8%

Faktor risiko kardiovaskuler


Dari 100 penderita, hanya 74 orang menjalani
pemeriksaan profil lemak. Kadar rerata
kholesterol total 207,6 mg/dl; triglisenda 143,5
mg/dl; khol-HDL 49,7 mg/dl.
Tabel 11. Kadar Kolesterol -HDL

n rr(%) Kol-HDL (mg/dl)*


_45(%) > 45 (%)

100 74,0 50 50
* Kriteria pengendalian 5
Pengendalian baik apabila kol-HDL > 45 mg/dl

Tabel 12. Kadar kolesterol-LDL

Kol-LDL(mg/dl)*
n rr(%)
Baik (%) Sedang (%) Buruk (%)
100 74,0 27,0 21,6 51,4

* Kriteria pengendalian 5
Baik < 100 mg/dl; Sedang 100-129 mg/dl; Buruk 130 mg/dl

Tabel 13. Kadar kolesterol-total

Kol-total(mg/dl)*
n rr(%)
Baik (%) Sedang (%) Buruk (%)
100 74,0 45,9 28,4 25,7

* Kriteria pengendalian 5
Baik < 100 mg/dl; Sedang 200-239 mg/dl; Buruk 240 mg/dl

J Peny Dalam, Volume 7 Nomor

Tabel 14. Kadar trigliserida

Trigliserida(mg/dl)*
n rr(%)
Baik (%) Sedang (%) Buruk (%)
100 74,0 67,6 20,3 12,2

* Kriteria pengendalian 5
Baik < 150 mg/dl; Sedang 150-199 mg/dl; Buruk 200 mg/dl

190

3 September 2006

Dari 74 orang yang telah menjalani pemantuan


profil lipid ternyata tidak ada yang mendapat
pengobatan untuk penatalaksanaan dilipidemia
Tabel 15. Tekanan Darah

n rr(%) Tekanan darah (mmHg)*


Baik (%) Sedang (%) Buruk (%)
100 100 23 44 33
* Kriteria pengendalian 5
Baik < 130/80 mmHg; Sedang 130-14/80-90 mmHg;
Buruk > 140-90 mmHg

Tabel 16. Pengobatan hipertensi

Pengobatan Hipertensi Apabila ya n (%)


n 100 ACE-inhibitor 53
rr (%) 100% Ca antagonis 2
Ya (%) 55% Diuretik 0
Tidak (%) 45% -blocker 0
? (%) 0.0 -blocker 0
ARB 0
Lain-lain 0

ACE-inhibitor: angiotensin converting enzym-inhibitor


ARB: angiotensin 2 receptor inhibitor

Fungsi ginjal
Evaluasi terhadap rungsi ginjal dilakukan
den-gan pemeriksaan tes mikral untuk mendeteksi
mikro-albuminuria, protein dipstik untuk protein
uria dan serum kreatinin. Tes mikral dikerjakan

7% (4% negative dan 3% positip), sedangkan


93% tidak dikerjakan. Protein dipstick dikerjakan
99% dan hanya 1% tidak dikerjakan (lihat tabel).
Pemeriksaan serum kreatinin dikerjakan 100%
dengan perincian serum kreatinin <2 mg/dl
sebanyak 89% dan serum kreatinin >2 mg/dl
sebanyak 11%.
Tabel 17. Hasil pemeriksaan protein dipstick

Proteinuria mg/dl (%)


n rr(%)
< 15 15-30 100 300
100 99 72,7 21,2 5,0 1,0

Keterangan : (-) < 15 mg/dl; (trace) 15-30 mg/dl; (+) 30 mg/dl;


(++) 100 mg/dl; (+++) 300 mg/dl; (++++) > 1000 mg/gl

Komplikasi kronis lainnya


Tabel 18. Komplikasi mata

Ya (%) Tidak (%)


Legal Blindness (rr 100%) 2 98
Fotokoagulasi (rr 100%) 1 99
Katarak (rr 97%) 10,4 89,6
Background retinopathy (rr 93%) 8,6 91,4
Adv diabetic eye disease (rr 100%) 1 99

Tabel 19. Komplikasi esktremitas

Ya (%) Tidak (%)


Legal Blindness (rr 100%) 2 98
Fotokoagulasi (rr 100%) 1 99
Katarak (rr 97%) 10,4 89,6
Background retinopathy (rr 93%) 8,6 91,4
Adv diabetic eye disease (rr 100%) 1 99

Tabel 20. Komplikasi lain

Ya (%) Tidak (%)


Stroke (rr 100%) 2 98
Neuropati (rr 99%) 10,1 89,9
MI/CABG/Angioplasti (rr 100%) 1 99
End Stage Renal Failure (rr 100%) 1 99

Catatan: Data-data penelitian ini didapat dari


Diabcarc-Asia 2003.

Penatalaksanaan Pasien Diabetes Melitus Di Poliklinik Rumah Sakit Sanglah Denpasar


Losen Adnyana, Hensen, Anak Agung Gde Budhiarta

191

PEMBAHASAN
Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang
memerlukan perawatan medis dan penyuluhan
untuk self management yang berkesinambungan
untuk mencegah komplikasi akut maupun kronis.
Untuk mencegah dan menghambat komplikasi
mikrovaskuler dan makrovaskuler,
penatalaksanaan diabetes ditujukan untuk
pengendalian faktor metabolik dan faktor risiko
kardiovaskuler.4 Kontrol glukosa darah

merupakan hal yang terpenting di dalam


penatalaksanaan DM. Pada Diabetes Control and
Complication Trial (DCCT) dan UKProspective
Diabetes Study (UKPDS) telah terbukti bafrwa
pengendalian glukosa darah yang baik
berhubungan dengan menurunnya kejadian
retinopati, nefropati, dan neuropati. Regimen
pengobatan yang dapat menurunkan A1C _ 7%
(~ 1% diatas batas atas angka normal)
berhubungan dengan komplikasi kronis yang
lebih rendah.3 Pada sampel yang kami periksa,
menurut kriteria pengendalian DM, berdasarkan
pemeriksaan kadar glukosa darah puasa (57%),
dan 2 jam pp (53,5%) termasuk pengendalian
buruk, dan berdasar pemeriksaan A1C ternyata
40% pengendalian baik (<6,5%); 32%
pengendalian sedang dan 28% pengendalian
buruk (tabel 9 dan 10). Tingginya persentase
tingkat pengendalian sedang dan buruk
menunjukkan masih belum optimal-nya
dilaksanakan berbagai pilar dari pengelolaan DM
seperti edukasi, perencanaan makan, latihan
jasmani dan pemakaian OHO dan insulin secara
efektii? Pari data yang diperoleh 57% penderita
mendapat penyuluhan diabetes 1 hari dalam 1
tahun dan 32% tidak mendapat penyuluhan
selama kurun waktu satu tahun. Meskipun jadwal
penyuluhan diabetes secara berkelompok di Poliklinik
Diabetes dilakukan setiap minggu, tetapi
banyak penderita yang belum memanfaatkan
kesempatan ini karena berbagai sebab seperti
kesibukan, kesulitan menjangkau tempat
pelayanan karena berbagai kendala. Materi yang
diberikan adalah pengenalan mengenai penyakit
diabetes, penatalaksanaan DM secara umum.
perencanaan makan,.DM dan latihan jasmani.
obat-obatan untuk mengendalikan DM,
pemantauan glukosa darah secara mandiri.
komplikasi DM dll.3-3
Perubahan perilaku termasuk diit, hanya
37% yang menjalani diit secara teratur dan 63%
jarang melakukan diit secara teratur. Demikan
juga mengenai latihan jasmani hanya 36%

melakukannya secara teratur dan 14% tidak


melakukan dan 50% jarang melakukan latihan
jasmani (tabel 6). Hal ini juga berakibat 48%
masih memiliki berat badan berlebih
(IMT>.23%).
Mengenai perubahan perilaku lainnya
ternyata 12% penderita masih merokok dan 4%
masih memiliki kebiasan minum alkohol.
Disamping pengendalian kadar glukosa darah,
pengobatan hipertensi dan dislipidemia
merupakan faktor penting untuk mencegah
komplikasi kardiovaskuler pada penderita
diabetes. Untuk tingkat pengendalian baik,
sasarannya adalah tekanan darah 130/80, kadar
kol-total <200 mg/dl, kolesterol HDL >45
mg/dl, kolesterol LDL <100 mg/dl dan
trigliserida 150 mg/dl.7 Pada sampel yang diteliti
ternyata berdasar tekanan darah 33%; kolesterol
total 25,7%; kolesterol LDL 51,4%; kolesterol
HDL 50% dan trigliserida 12,2% termasuk
pengendalian buruk.
Pada pasien yang diteliti hanya 55% yang
mendapat pengobatan anti hipertensi yang terdiri
dari 53% dengan ACE-inhibitor dan 2% dengan
Ca antagonis. Hipertensi juga merupakan faktor
risiko untuk terjadinya komplikasi penyakit
serebrovaskuler dan mikrovaskuler seperti
retinopati dan nefropati. Pada DM tipe 2
hipertensi dapat timbul sebagai bagian dari
sindroma metabol ik yang diikuti dengan
tingginya risiko penyakit serebrovaskuler.
Berbagai penelitian membuktikan bahwa
menurunkan teknan darah <140/ 80 pada
penderita DM akan menurunkan kejadian penyakit

J Peny Dalam, Volume 7 Nomor

jantung koroner, strok*dan nefropati/ Sehmgga


target pencapaian tekanan darah pada penderita
DM adalah <130/80.3,5
Pada sampel yang kami teliti ternyata
hanya 23% tekanan darahnya <l 30/80 mmHg dan
44% tekanan darahnya 130-140/80-90 mmHg
sedangkan 33% tekanan darahnya > 140/90.
Penderita DM dengan tekanan darah Mstotik 130-

192

3 September 2006

139 mmHg atau tekanan distolik 80-89 mmHg


hams merubah pola hidup atau perilaku selama
maksimal 3 bulan dan bila tidak terjadi penurunan
tekanan darah sesuai target, mulai mendapat
pengobatan dengan obat yang dapat menghambat
sistem renin angiotensin. Pengobatan awal untuk
penderita DM dengan tekanan darah >140/90
mmHg disarankan deng obat kejadian penyakit
serebro vaskuler seperti ACE inhibit ARBs, _blockers, diuretika dan calcium channel block ers.
Semua penderita DM dengan hipertensi sebaibv
diterapi dengan regimen yang mengandung ACE
inhibitor atau ARB. Apabila satu golongan tidak
ditoleransi, hams diganti oleh golongan obat yang
satunya.3 Pada sampel yang kami teliti tidak
tampak adanya pemakaian obat golongan ARB
hal mi raungkin karena dari segi ekonomis obat
golongan ARB relatif lebih mahal dan belum
masuk kedalam daftar obat untuk pelayanan
Asuransi Kesehatan (ASKES).
Prevalensi disiipidemia pada DM tipe 2
cukup tinggi dan berperan terhadap tingginya
risiko penyakit kardiovaskuler. Penatalaksanaan
lipid bertujuan untuk menurunkan kolesterolLDL, meningkatkan kolesterol-HDL dan
menurunkan trigliserida telah terbukti
menurunkan angka kejadian penyakit
makrovaskuler dan mortalitas pada penderita DM
tipe 2. Berbagai penelitian yang mempergunakan
golongan statin maupun gemfibrosil keduanya
dapat menurunkan angka kejadian penyakit
jantung koroner dan serebrovaskuler.3,7 Pada
sampel yang kami teliti hanya 50% penderita
dengan kadar kolesterol HDL baik, 27% dengan
kadar kolesterol LDL dan 67,6% kadar trigliserida
sesuai dengan target pengendalian disiipidemia
pada DM sehmgga selebihnya masih memerlukan
penatalaksaan dengan diit dan perubahan perilaku
maupun pengobatan dengan statin atau
gemfibrosil. Dari 100 sampel yang kami teliti
hanya 74 orang (74%) yang menjalani
pemeriksaan profil lipid dan tidak ada yang
mendapat pengobatan & dengan statin atau

gemfibrosil. Keadaan ini mungkin disebabkan


karena kedua golongan obat tersebutnya relative
mahal dan untuk sebagian besar penderita adalah
pemilik kaitu ASKES dimana kedua obat tersebut
belum termasuk di dalam daftar untuk pelayanan
ASKES
Pemantauan untuk komplikasi kronis DM
dilakukan dengan pemeriksaan urine dengan tes
mikral untuk deteksi mikroalbuminuria (30-299
mg/24 jam) dan dipstik untuk makroalbuminuria
(>300 mg/24 jam), pemeriksaan test fungsi ginjal,
EKG, foto torak, pemeriksaan neurologi dan
pemeriksaan mata. Ternyata hanya 7% yang
menjalani pemeriksaan test mikral untuk deteksi
awal terjadinya nefropati diabetika dan sebagai
marker meningkatnya risiko penyakit
serebrovaskuler. Penderita dengan
mikroalbuminuria apabila tidak ditangani dengan
baik akan berlanjut menjadi makroalbuminuria
dan selanjutnya akan mengalami end stage renal
disease (ESRD).3 Pada sampel yang kami teliti
pemeriksaan protein dipstik dikerjakan 99%,
diantaranya 27 orang (27,2%) sudah mengalami
makroalbuminuria. Keadaan ini diikuti 11%
dengan serum kreatinin > 2 mg/dl. Pengobatan
diabetes secara intensif dengan sasaran untuk
mencapai kadar glukosa darah mendekati normal
telah terbukti dapat menghambat terjadinya
mikroalbuminuria dan progresi mikro menjadi
makroalbuminuria, sehinga pemeriksaan test
mikral secara bcrkala mutlak diperlukan. Dari
hasil pemenatauan ternyata katarak dijumpai
10.4%, disusul dengan neuropti10,1%,%
background retinopati 8,6%, kebutaan 2%,
penyakit jantung koroner (miokard infark CABG/
angioplasty 1%, end stage renal failure 1% (tabel
19 dan 20).

Penatalaksanaan Pasien Diabetes Melitus Di Poliklinik Rumah Sakit Sanglah Denpasar


Losen Adnyana, Hensen, Anak Agung Gde Budhiarta

193

Anda mungkin juga menyukai