Anda di halaman 1dari 15

Kehamilan disertai Penyakit

DIABETES MELITUS

Pendahuluan
Penyakit diabetes terdapat pada sekitar 1% wanita usia reproduksi dan 1–2%
diantaranya akan menderita diabetes gestasional. Diabetes melitus (DM) merupakan
suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia
(meningkatanya kadar gula darah) yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau keduanya.

Gejala Umum dari Diabetes Melitus (DM)


Banyak kencing (poliuria), Haus dan banyak minum (polidipsia),
lapar(polifagia), Letih, lesu, Penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya, Lemah badan, kesemutan, gatal, pandangan kabur, disfungsi
ereksi pada pria, dan pruritus vulvae pada wanita

Pembagian DM

DM tipe 1
- Kerusakan fungsi sel beta di pankreas
- Autoimun, idiopatik

DM Tipe 2
Menurunnya produksi insulin atau berkurangnya daya kerja insulin atau keduanya.

DM tipe lain:
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas, obat, infeksi, antibodi, sindroma
penyakit lain.

DM PADA MASA KEHAMILAN = GESTASIONAL DIABETES

Pada DM dengan kehamilan, ada 2 kemungkinan yang dialami oleh si Ibu:


1. Ibu tersebut memang telah menderita DM sejak sebelum hamil
2. Si ibu mengalami/menderita DM saat hamil

Klasifikasi DM dengan Kehamilan menurut Pyke:


Klas I : Gestasional diabetes, yaitu diabetes yang timbul pada waktu hamil dan
menghilang setelah melahirkan.
Klas II : Pregestasional diabetes, yaitu diabetes mulai sejak sebelum hamil dan
berlanjut setelah hamil.
Klas III : Pregestasional diabetes yang disertai dengan komplikasi penyakit
pembuluh darah seperti retinopati, nefropati, penyakit pemburuh darah panggul dan
pembuluh darah perifer.

90% dari wanita hamil yang menderita Diabetes termasuk ke dalam kategori DM
Gestasional (Tipe II) dan DM yang tergantung pada insulin (Insulin Dependent
Diabetes Mellitus = IDDM, tipe I).
Diagnosis
Kriteria Diagnosis:
1. Gejala klasik DM + gula darah sewaktu • 200
mg/dl. Gula darah
sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan
waktu makan terakhir. Atau:
2. Kadar gula darah puasa • 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori
tambahan sedikitnya 8 jam. Atau:
3. Kadar gula darah 2 jam pada TTGO •200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan
Standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa
anhidrus yang dilarutkan dalam air.

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994)


• Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
• Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air
putih tanpa gula tetap diperbolehkan
• Diperiksa kadar glukosa darah puasa
• Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa),
atau 1,75 g/Kg BB (anak-anak), dilarutkan
dalam 250 ml air dan diminum dalam
waktu 5 menit
• Berpuasa kembali sampai pengambilan
sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam
setelah minum larutan glukosa selesai
• Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa
• Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi criteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok TGT (Toleransi GlukosaTerganggu) atau GDPT
(Glukosa Darah Puasa Terganggu) dari hasil yang diperoleh.- TGT : glukosa darah
plasma 2 jam setelah pembebanan antara 140 – 199 mg/dl - GDPT : glukosa darah
puasa antara 100 – 125 mg/dl.

Reduksi Urine
Pemeriksaan reduksi urine merupakan bagian dari pemeriksaan urine rutin yang
selalu dilakukan di klinik. Hasil yang (+) menunjukkan adanya glukosuria. Beberapa
hal yang perlu diingat dari hasil pemeriksaan reduksi urine adalah:

Digunakan pada pemeriksaan pertama sekali untuk tes skrining, bukan untuk
menegakkan diagnosis
Nilai (+) sampai (++++)
Jika reduksi (+): masih mungkin oleh sebab lain, seperti: renal glukosuria, obat-
obatan, dan lainnya
Reduksi (++) ĺ kemungkinan KGD: 200 – 300 mg%
Reduksi (+++)ĺ kemungkinan KGD: 300 – 400 mg%
Reduksi (++++)ĺ kemungkinan KGD: • 400 mg%
Dapat digunakan untuk kontrol hasil pengobatan Bila ada gangguan fungsi ginjal,
tidak bisa dijadikan pedoman.
Risiko Tinggi DM Gestasional:
1. Umur lebih dari 30 tahun
2. Obesitas dengan indeks massa tubuh • 30 kg/m2
3. Riwayat DM pada keluarga (ibu atau ayah)
4. Pernah menderita DM gestasional sebelumnya
5. Pernah melahirkan anak besar > 4.000 gram
6. Adanya glukosuria
7. Riwayat bayi cacat bawaan
8. Riwayat bayi lahir mati
9. Riwayat keguguran
10. Riwayat infertilitas
11. Hipertensi

Komplikasi pada Ibu


1. Hipoglikemia, terjadi pada enam bulan pertama kehamilan
2. Hiperglikemia, terjadi pada kehamilan 20- 30 minggu akibat resistensi insulin
3. Infeksi saluran kemih
4. Preeklampsi
5. Hidramnion
6. Retinopati
7. Trauma persalinan akibat bayi besar

Masalah pada anak


1. Abortus
2. Kelainan kongenital spt sacral agenesis, neural tube defek
3. Respiratory distress
4. Neonatal hiperglikemia
5. Makrosomia
6. hipocalcemia
7. kematian perinatal akibat diabetic ketoasidosis
8. Hiperbilirubinemia
Penderita DM Gestasional memunyai resiko yang tinggi terhadap kambuhnya
penyakit diabetes yang pernah dideritannya pada saat hamil
sebelumnya. Saran: 6-8 minggu setelah melahirkan, ibu tersebut melakukan test
plasma glukosa puasa dan OGTT 75 gram glukosa. Pasien gemuk penderita GDM,
sebaiknya mengontrol BB, karena diperkirakan akan menjadi DM dalam 20 tahun
kemudian

Prinsip Pengobatan DM:


1. Diet
2. Penyuluhan
3. Exercise (latihan fisik/olah raga)
4. Obat: Oral hipoglikemik, insulin
5. Cangkok pancreas

Tujuan Pengobatan:
Mencegah komplikasi akut dan kronik.
Meningkatkan kualitas hidup, dengan menormalkan KGD, dan dikatakan penderita
DM terkontrol, sehingga sama dengan orang normal.
Pada ibu hamil dengan DM, mencegah komplikasi selama hamil, persalinan, dan
komplikasi pada bayi.

Prinsip Diet
Tentukan kalori basal dengan menimbang berat badan.
Tentukan penggolongan pasien: underweight
(berat badan kurang), normal, overweight (berat badan berlebih), atau obesitas
(kegemukan)
Persentase = BB (kg)/(Tinggi Badan (cm) –100) X 100%

Underweight: < 90%


Normal: 90–110%
Overweight: 110–130%
Obesitas: > 130%

Jenis kegiatan sehari hari; ringan, sedang, berat, akan menentukan jumlah kalori
yang ditambahkan. Juga umur dan jenis kelamin. Status gizi Penyakit penyerta
Serat larut dan kurangi garam Kenali jenis makanan
Penyuluhan terpadu untuk penderita DM dan lingkungannya Penyuluhan dari
Dokter, Perawat dan ahli gizi - di beberapa RS sudah ada Klinik Diabetes Terpadu.
Sasaran: Penderita, keluarga penderita, lingkungan sosial penderita.

Obat DM
Meningkatkan jumlah insulin Sulfonilurea (glipizide GITS, glibenclamide,
dsb.)
Meglitinide (repaglinide, nateglinide)
Insulin injeksi
Meningkatkan sensitivitas insulin Biguanid/metformin
Thiazolidinedione (pioglitazone, rosiglitazone)
Memengaruhi penyerapan makanan
Acarbose
Hati-hati risiko hipoglikemia berikan glukosa oral
(minuman manis atau permen)

Sasaran pengontrolan gula darah


Kadar gula darah sebelum makan 80-120mg/dl Kadar gula darah 2 jam sesudah
makan < 140 mg/dl Kadar HbA1c < 7%

Penanganan Diabetes pada Kehamilan


Kehamilan harus diawasi secara teliti sejak dini untuk mencegah komplikasi pada
ibu dan janin.
Tujuan utama pengobatan DM dengan hamil:
1. Mencegah timbulnya ketosis dan hipoglikemia.
2. Mencegah hiperglikemia dan glukosuria seminimal mungkin.
3. Mencapai usia kehamilan seoptimal mungkin.
Biasanya kebanyakan penderita diabetes atau DM gestasional yang ringan dapat di
atasi dengan pengaturan jumlah dan jenis makanan, pemberian anti diabetik secara
oral, dan mengawasi kehamilan secara teratur. Karena 15-20% dari pasien akan
menderita kekurangan daya pengaturan glukosa dalam masa kehamilan, maka
kelompok ini harus cepat-cepat diidentifikasi dan diberikan terapi insulin. Bila kadar
plasma glukosa sewaktu puasa 105 mg/ml atau kadar glukosa setelah dua jam
postprandial 120 mg/ml pada dua pemeriksaan atau lebih, dalam tempo 2 (dua)
minggu, maka dianjurkan agar penderita diberikan terapi insulin. Obat DM
oral kontraindikasi. Penentuan dosis insulin bergantung pada: BB ibu, aktivitas,
KGD, komplikasi yang ada.
Prinsip: dimulai dengan dosis kecil reguler insulin 3 kali sehari, dosis dinaikkan
bertahap sesuai respons penderita.

Penyuntikan Insulin
1. Kenali jenis insulin yang ada, kandungan/ml (unit/ml).
2. Kenali jenis spuit insulin yang tersedia: 40 u/ml, 100 u/ml, 50u/0,5 ml.
3. Suntikan diberikan subkutan di deltoid, paha bagian luar, perut, sekitar pusat.
4. Tempat suntikan sebaiknya diganti-ganti.
5. Suntikan diberikan secara tegak lurus.
6. Pasien segera diberi makan setelah suntikan diberikan. Paling lama setengah jam
setelah suntikan diberikan.
7. Kalau pasien suntik sendiri, harus dapat melihat dengan jelas angka pada alat
suntik.
8. Saat ini ada alat suntik bentuk pena dengan kontrol dosis yang lebih mudah dan
lebih tepat, dan mudah dibawa-bawa.

Bagaimana wanita dengan diabetes?


Dapat hamil dan punya anak sepanjang gula darah terkontrol. Disarankan memilih
kontrasepsi dengan kadar estrogen rendah. Dapat memakai pil tambahan hormon
progesteron. IUD dapat menimbulkan risiko infeksi.

Tanda Komplikasi DM
Makrovaskular: stroke, penyakit jantung koroner, ulkus/ gangren.
Mikrovaskular: retina (retinopati) dan ginjal (gagal ginjal kronik), syaraf (stroke,
neuropati).
Koma: hiperglikemi, hipoglikemi, stroke.

PENYAKIT JANTUNG PADA KEHAMILAN

Pertimbangan Umum Pada Penatalaksanaan

Kehamilan menginduksi perubahan fisiologis yang luas pada sistem kardiovaskular.,


yang menyebabkan gangguan pada jantung dan sirkulasi yang patut dipertimbangkan. Hasil
adaptasi kardiorespirasi dapat ditoleransi dengan baik pada wanita yang sehat. Namun
perubahan-perubahan ini dapat menjadi ancaman pada wanita dengan penyakit jantung.

Walaupun penyakit jantung jarang muncul secara de novo selama kehamilan, namun
banyak wanita dengan penyakit jantung yang telah diketahui sebelumnya atau wanita dengan
potensi penyakit jantung mengalami kehamilan.Keseluruhan insiden dari penyakit jantung
pada kehamilan adalah sekitar 1% dan terus meningkat. Perubahan ini mungkin sebagai hasil
dari kemajuan penatalaksaan penyakit jantung selama beberapa dekade terakhir, yang telah
menyebabkan peningkatan jumlah wanita dengan penyakit jantung bawaan mencapai usia
untuk mampu melahirkan.

Kemajuan pada terapi operasi dan medika mentosa telah menyebabkan penurunan
penyakit jantung rematik secara drastis dibandingkan dengan penyakit jantung kongenital di
dunia barat. Namun di negara berkembang, penyakit jantung rematik masih predominan.
Secara keseluruhan, walaupun tidak umum, dapat berlanjut menjadi penyebab utama
kematian pada maternitas, terhitung 35 kematian secara tidak langsung di Inggris dari tahun
1997-1999. Permintaan keterangan terbaru secara rahasia tentang kematian maternitas di
Malaysia, yang diterbitkan tahun 2000, melaporkan 77 kematian terjadi akibat penyakit
jantung pada kehamilan, sekitar 16,4% dari seluruh kematian pada kehamilan dari tahun
1995-1996. Sebagai tambahan, masih terdapat angka morbiditas yang patut dipertimbangkan
berkenaan dengan gagal jantung kongestif, komplikasi tromboemboli, dan gangguan irama
jantung.

Komplikasi pada fetus mencakup keguguran, restriksi pertumbuhan intrauterinne, dan


kelahiran prematur. Walaupun prognosis untuk kehamilan pada wanita dengan penyakit
jantung biasanya baik, penatalaksanaan pada pasien membutuhkan beberapa perhatian.
Artikel ini membahas pendekatan klinis untuk praktek penatalaksanaan yang praktis pada
penyakit jantung pada kehamilan dan menyelidiki kontroversi pada penatalaksanaan yang
dapat muncul.

KLASIFIKASI PENYAKIT JANTUNG DAN KATEGORI RESIKO

Secara umum, penyakit jantung dapat diklasifikasikan menjadi penyakit jantung


sianosis dan penyakit jantung asianosis. Tabel 1 menunjukkan klasifikasi penyakit jantung
asianotik, diambil dari penelitian tahun 1998 oleh Chia et al. Tidak didapatkan kasus
penyakit jantung sianosis dalam seri ini. Keterlibatan katup jantung yang multipel tidak
umum terjadi, termasuk 17 wanita dengan penyakit yang melibatkan 2 katup, sedangkan 2
wanita memiliki penyakit jantung yang melibatkan 3 katup jantung. Penelitian ini merupakan
studi retrospektif yang membandingkan kasus penyakit jantung dengan populasi obstetri
secara umum selama lebih dari periode 3 tahun. Tingkat induksi kelahiran tidak berbeda.

Penggunaan analgesia epidural yang lebih tinggi pada persalinan memicu


bertambahnya tingkat kelahiran dengan alat, walupun tidak ada perbedaan dengan tingkat
persalinan dengan opeasi caesar. Banyak bayi yang dilahirkan dengan berat badan yang lebh
ringan pada kelompok dengan penyakit jantung, namun angka mortalitas perinatal tidak
berubah. Tidak ada kasus penyakit jantung sianosis selama periode penelitian ini. Secara
mencolok, pada penelitian tentang penyakit jantung sianosis (tidak termasuk Eisenmenger’s
complex) ditemukan bahwa komplikasi kardiovaskular pada kehamilan muncul pada 32%
pasien dengan 1 kematian, dan hanya 43% dari kehamilan yang dapat lahir hidup.

Penyakit jantung juga bisa dikategorikan menurut risiko kematian, yang tergantung
dari lesi jantung yang mendasari dan klasifikasi fungsional dari New York Heart Association
(NYHA) (tabel 2). Kategori berdasarkan resiko akan memandu kepada evaluasi lebih lanjut
yang lebih komprehensif dan penatalaksanaan yang optimal dari tiap kasus.

PERUBAHAN HEMODINAMIK NORMAL SELAMA KEHAMILAN

Selama kehamilan volume plasma mulai meningkat sejak dini mulai minggu keenam
dan mendekati 150 % dari status normal pada saat melahirkan. Kenaikan ini terjadi secara
cepat pada kehamilan dini sampai trimester kedua dan menetap pada trimester ketiga sampai
melahirkan. Pertukaran kompleks dari sistem renin angiotensin aldosteron, hormon
reproduksi, prostaglandin, dan faktor natriuretik atrium memberi peranan pada perubahan
volume ini. Bertambahnya volume darah ini meningkatkan volume distribusi obat.
Penyesuaian dosis obat harus dipertimbangkan, dengan hasil meningkatnya klirens obat pada
ginjal (laju filtrasi glomerulus meningkat hingga 150%) dan meningkatnya metabolisme obat
di hepar.

Penelitian secara longitudinal menunjukkan peningkatan cardiac output mendekati 1.3


sampai 1.5 l selama kehamilan. Cardiac output meningkat pada usia kehamilan 5 minggu dan
meningkat sampai 45 % diatas garis batas pada gestasi 24 minggu. Hal ini dicapai dengan
meningkatnya heart rate ( 29% ) dan stroke volume ( 18% ) penelitian Pulsed Doppler juga
telah mengkonfirmasi perubahan ini. Pada kehamilan kembar peningkatan ini lebih tinggi.
Perubahan hemodinamik yang paling dalam muncul selama proses melahirkan, terutama
akibat konstriksi uterus, rasa sakit, dan kecemasan.

Autotransfusi transien muncul dengan kontraksi uterus dan sekitar 500 mL darah
memasuki sirkulasi sentral, meningkatkan stroke volume dan cardiac output. Terdapat
penambahan 12% demand pada kala 1 persalinan dengan peningkatan cardiac output 34%
pada kala akhir. Segera setelah kelahiran terdapat peningkatan yang nyata pada intravaskular
yang berhubungan dengan terlepasnya kompresi vena kava inferior secara tiba-tiba, yang
menyebabkan peningkatan cardiac output yang lebih tinggi. Diluar perubahan ini, tekanan
darah tetap tidak berubah. Stroke volume, heart rate dan cardiac output tetap meningkat
selama 2 hari pertama postpartum dan turun secara drastis menuju garis batas dalam 10 hari.

KEHAMILAN YANG MENGGAMBARKAN PENYAKIT JANTUNG

Banyak gejala pada kehamilan yang dapat menggambarkan penyakit jantung. Selama
kehamilan terus berlangsung, pembesaran uterus menekan diagfragma ke atas sehingga
menurunkan kapasitas vital dan total volume paru, menyebabkan sulit bernafas. Udema pada
ekstremitas terjadi pada hampir semua wanita hamil, sebagai akibat meningkatnya total
sodium dan air dalam tubuh dan kompresi vena kava inferior pada uterus yang matang.
Kompresi vena kava inferior menyebabkan menurunnya venous return ke jantung dan
menyebabkan sakit kepala ringan dan sinkop. Palpitasi bisa terjadi dan biasanya merupakan
tanda sinus takikardi, yang normal pada kehamilan. Bagaimanapun, paroksismal nokturnal
dyspnoea dan sinkop, hemoptisis dan nyeri dada bukan merupakan gejala normal pada
kehamilan dan harus dievaluasi lebih lanjut. Peningkatan volume plasma menyebabkan vena
jugularis terisi lebih banyak dan tekanan vena sentral sedikit meningkat.

Perubahan ukuran dan massa pada ventrikel kiri yang berhubungan dengan
peningkatan volume dapat menyebabkan apical impulse bergeser ke kiri. Elevasi dan rotasi
jantung yang disebabkan pelebaran uterus, juga memberi kontribusi pada pergeseran ini.
Perubahan pada auskultasi pada kehamilan normal telah didokumentasikan dengan baik.
Intensitas bunyi jantung I dan bunyi jantung III terdengar pada 84% pasien. Hal ini dapat
menyebabkan kebingungan, karena dapat diinterpretasikan sebagai suatu murmur diastolik
atau suatu opening snap. Bunyi jantung IV umumnya tidak terdengar pada kehamilan dan
terdengar hanya pada sekitar 4% pasien. Ejeksi murmur sistolik umumnya terdengar pada
96% wanita hamil normal, baik pada batas sternum bawah atau pada daerah katup pulmonal.

Hal ini terjadi secara sekunder terhadap perubahan hiperdinamik, mengindikasi


adanya peningkatan aliran yang melalui katup aorta. Oleh karena itu, kecurigaan adanya
murmur ejeksi sistolik, yang perlu dirujuk kepada ahli jantung, termasuk murmur pansistolik
yang menyebar ke seluruh prekordium dan karotis dan kelainan lain dengan intensitas yang
tidak berubah dengan posisi. Murmur diastol tidak umum ditemukan pada kehamilan dan
biasanya menandai adanya fungsi atau anatomi jantung yang tidak normal, yang memerlukan
evaluasi lebih jauh. Sebagai tambahan, murmur sistolik atau kontinyu dapat terdengar pada
ruang intercosta kanan atau kiri, berkenaan dengan meningkatnya aliran darah pada arteri
mammaria interna. Murmur ini dapat berubah saat dilakukan penekanan pada stetoskop atau
saat pasien pada posisi tegak lurus. Suara redup vena pada fossa supraklavikula kanan dapat
membingungkan dengan murmur kontinyu pada patent ductus arteriosus (PDA) atau fistula
arteri-vena.

Secara umum, murmur sistolik pada stenosis katup meningkat intensitasnya selama
gestasi sebagai akibat dari meningkatnya volume sirkulasi darah dan stroke volume dan
murmur regurgitasi menurun intensitasnya sebagai akibat menurunnya tahanan perifer total.

MENYELIDIKI PASIEN DENGAN PENYAKIT JANTUNG PADA KEHAMILAN

Elektrokardiografi (EKG)

Perubahan normal pada pembacaan EKG yang muncul selama kehamilan mencakup
sinus takikardi, pergeseran axis QRS ke kiri atau ke kanan dan denyut prematur atrium atau
ventrikel. Denyut prematur atrium dan ventrikel, sinus aritmia, sinus arrest dengan irama
nodal escape, wandering atrial pacemaker dan paroksismal supraventrikular takikardi,
umumnya tidak terjadi selama proses melahirkan. ST segment elevasi, depresi, atau
perubahan amplitudo gelombang P, QRS, atau T harus diinterpretasikan secara hati-hati.
Beberapa pengarang telah melaporkan hal ini tidak menjadi masalah. Dengan tidak adanya
gejala, banyak perubahan EKG yang tidak spesifik ini tidak membutuhkan evaluasi lebih
lanjut. EKG lebih berguna untuk mendiagnosa aritmia daripada untuk menggambarkan
kelainan struktural.
Ekokardiografi

Ekokardiografi (m-mode, two-dimensional, Doppler) merupakan tes diagnostik non


invasif yang terpilih pada kehamilan dan tidak menimbulkan bahaya terhadap janin. Prosedur
ini akan menyediakan informasi mengenai cadangan kardiovaskular, termasuk diagnosa
definitif dari berbagai kelainan struktural. Transesophageal echocardiography aman dan
berguna untuk menyelidiki kelainan jantung kongenital yang kompleks dan endokarditis
infektif, terutama pada pasien dengan katup prostetik atau pasien yang sebelumnya menjalani
operasi. Perubahan echocardiography normal selama kehamilan mencakup peningkatan
ukuran jantung dan massa ventrikel kiri. Sebuah efusi perikardial yang kecil dapat tercatat.
Penyelidikan lain telah menunjukkan regurgitasi ringan pada katup, yang tidak memiliki
makna klinis. Bagaimanapun, kelainan apapun pada ekokardiogram membutuhkan evaluasi
klinis.

Radiografi dada

Paparan terhadap sinar X, terutama selama trimester pertama, dapat berbahaya


terhadap janin, dan harus dihindari selama kehamilan. Bagaimanapun, radiografi dada normal
dengan memberi penutup pada abdomen memberi dosis sekitar 0,1 rad terhadap ibu dan
hanya sekitar 0,008 rad terhadap janin. Ini berarti janin dapat terpapar terhadap 625 kali
radiografi dada sebelum melebihi batas 5 rads untuk durasi pada kehamilan. Perubahan yang
terlihat pada radiografi dada pada kehamilan normal dapat menggambarkan adanya penyakit
jantung. Hal ini mencakup peningkatan ringan ukuran jantung , pergeseran jantung secara
horizontal yang meningkat seiring gestasi, batas jantung kiri dan supply pembuluh darah
pulmonal yang penuh seiring pembesaran palsu (pseudoenlargement) di atrium kiri yang
berkaitan dengan lordosis tulang belakang.

Magneting resonance imaging

Prosedur ini hanya memberi sedikit peranan, walaupun terdapat peningkatan minat
dan penelitian dalam hal ini. MRI merupakan model yang menarik untuk penyelidikan,
selama tidak melibatkan iradiasi. Bagaimanapun, berbaring secara datar merupakan masalah
yang serius pada kehamilan dengan penyakit jantung.
Radioisotope scanning

Radioisotope scan, seperti thallium scan atau positron emission tomography,


menggunakan paparan terhadap irradiasi sehingga berpotensi mendatangkan resiko pada
kehamilan. Informasi yang sama dapat diperoleh menggunakan modalitas lain seperti stress
echocardiography, yang tidak menggunakan radiasi. Uji latih dapat dilakukan secara aman
pada kehamilan untuk menduga penyakit jantung iskemik atau kapasitas fungsional.
Bradikardi janin telah dilaporkan dengan uji maksimal dan untuk itu pasien tidak diizinkan
untuk melebihi 75% dari heart rate maksimalnya.

Invasive investigations

Kateterisasi jantung menghasilkan paparan sekitar 0,005 rads pada janin yang telah
dilindungi penutup. Jika kateterisasi jantung diperlukan, akses dari arteri radialis atau arteri
brakialis sebaiknya digunakan daripada pendekatan dari arteri femoral, yang berarti paparan
radiasi yang lebih sedikit terhadap janin. Akses dari arteri radialis sekarang lebih populer
daripada pendekatan dari arteri brakhialis, dengan kateter yang lebih kecil dan bentuk balon
dan stent yang lebih baik, percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA) dapat
dibawa keluar secara aman melalui rute arteri radialis, jika diperlukan.

PENATALAKSANAAN PASIEN HAMIL DENGAN PENYAKIT JANTUNG

Pertimbangan umum

Untuk meminimalkan resiko maternal dan fetal pada wanita hamil dengan penyakit
jantung yang terjadi bersamaan membutuhkan usaha bersama dari para spesialis yang
berpengalaman dengan penatalaksanaan mereka. Tim ini hendaknya melibatkan dokter ahli
kandungan, ahli jantung, ahli anestesi dan jika perlu, ahli bedah jantung. Klinik yang berisi
berbagai ahli lebih dipilih dan kunjungan sebelum kehamilan akan memerlukan konseling
yang sesuai berkenaan dengan potensi resiko meternal dan fetal pada kehamilan. Pengaturan
ini akan memberi dugaan yang akurat dari keparahan dan perjalanan lesi jantung pada wanita
tsb dan cadangan kardiovaskularnya.
Kehamilan merupakan kontraindikasi pada Eisenmenger sindrom, hipertensi
pulmonal ( didefinisikan sebagai tekanan pulmonal lebih dari 40 mmHg) dan sindrom Marfan
dengan keterlibatan aorta (diameter lebih dari 40mm), masing-masing berhubungan dengan
resiko tinggi. Wanita dengan riwayat kardiomiopati peripartum sebelumnya disarankan untuk
tidak hamil lagi karena kondisi ini akan kambuh dan memiliki prognosis buruk.

Terapi obat harus ditinjau ulang. Kebanyakan obat kardiovaskulas dapat digunakan
pada kehamilan saat ada indikasi, dengan mempertimbangkan potensi resiko dan keuntungan
untuk ibu dan janin. Bagaimanapun, obat-obat tertentu, seperti angiotensin-converting
enzyme inhibitor, harus dihindari pada kehamilan berkenanan dengan gagal ginjal neonatal
dan kematian. Sindrom Marfan memiliki model genetik Mendelian yang diturunkan secara
genetik dimana penyakit jantung kongenital diturunkan secara multifaktorial.

Penatalaksanaan pada pasien ini juga mencakup konseling tentang implikasi genetik
pada janin. Walaupun resikonya kecil namun dapat setinggi 10% saat dua anggota keluarga
terkena dan 50% jika tiga anggota keluarga terkena. Saat hamil, wanita dengan penyakit
jantung secepat mungkin ditangani oleh berbagai ahli di klinik. Sebagian besar dari mereka
tidak memiliki masalah hemodinamik dan hanya membutuhkan sedikit intervensi atau tidak
sama sekali, sementara sebagian lainnya dapat memperlihatkan gejala dekompensasi jantung.

Terminasi kehamilan atau operasi jika ada indikasi, mungkin dibutuhkan. Idealnya
operasi apapun hendaknya dilaksanakan sebelum kehamilan, namun pasien dengan
intractable heart failure atau gejala yang tidak bisa ditoleransi dan kegagalan terapi medis
dapat memerlukan bedah jantung. Pada pasien dengan mitral stenosis yang berat, jika ada
indikasi ( contoh saat balloon valvuloplasti menjadi kontraindikasi ) valvotomi mitral tertutup
lebih disarankan daripada operasi jantung terbuka dimana terdapat risiko tinggi terhadap
janin. Dengan tehnik anastesi dan operasi yang canggih dan pemilihan pasien secara hati-hati,
risiko valvulotomi tertutup tidak lebih tinggi daripada keadaan tidak hamil. Stres pada operasi
itu sendiri dapat memicu persalinan dan untuk itu penggunaan tokolitik harus secara
bijaksana. Terkadang suatu PDA harus diligasi selama kehamilan karena derajat pirau kiri-
kanan yang berat.

Namun, penutupan defek septum atrium atau ventrikel sebaiknya dilakukan selama
kehamilan karena perubahan hemodinamik yang dapat dipicu oleh penggunaan
cardiopulmonary bypass. Namun telah dilaporkan beberapa operasi sukses dilakukan.
Cardiopulmonary bypass dapat mengatasi hipotermia, perfusi arteri yang berkurang dan
perubahan pada koagulasi, dan keseimbangan asam basa pada plasenta dan janin. Angka
mortalitas janin yang dilaporkan adalah antara 2,9% dan 20,2% dan anangka mortalitas
maternal adalah antara 0 sampai 21 %. Untuk menghindari komplikasi ini, cardiopulmonary
support harusnya dengan aliran tinggi, normothermic, dan diaktifkan tanpa hyperkalaemic
arrest.

Operasi hendaknya dilakukan pada posisi left decubitus dengan persiapan untuk
caesar jika kehamilan sudah lebih dari masa gestasi 24 minggu. Wanita dengan penyakit
jantung paling baik diterapi pada klinik berbagai ahli pada pusat pelayanan tersier. Tujuan
utama dari penatalaksanaan selama kehamilan adalah untuk menghindari faktor-faktor yang
dapat meningkatkan resiko gagal jantung dan untuk memulai terapi secara tepat. Faktor
resiko gagal jantung mencakup anemia, infeksi (terutama infeksi saluran kemih), hipertensi,
perkembangan aritmia dan kehamilan multipel. Pengawasan terhadap berat, tekanan darah
dan denyut nadi, termasuk pemeriksaan kardiovaskular secara detail, hendaknya dilakukan
setiap pemeriksaan antenatal untuk meyakinkan status hemodinamik pasien tetap optimal
selama kehamilan.

Pemeriksaan ultrasound dini merupakan hal yang penting untuk mengkonfirmasi usia
gestasi. Scan Ultrasound resolusi tinggi dengan echocardiography janin dilakukan pada usia
gestasi 18- 22 minggu untuk menyingkirkan kelainan srtuktural, terutama kelainan jantung
janin pada wanita dengan penyakit jantung kongenital seperti VSD (ventricular septal defect)
, atrial septal defect , dan PDA. Penilaian perkembangan janin dengan scan ultrasound secara
serial adalah penting pada wanita dengan penyakit jantung berat dan lesi jantung kongenital
sianosis. Jika pertumbuhan intrauterine yang terhambat terlihat, keadaan janin sebaiknya
dinilai dengan Doppler velocimetry dan biophysical profile .

Persalinan sebaiknya tanpa induksi karena alasan jantung, juga kemungkinan gagal
induksi dan sepsis merupakan kontraindikasi. Bagaimanapun, induksi persalinan untuk alasan
obstetri harus tetap dilakukan. Telah disepakati bahwa induksi yang mendekati persalinan
dapat dibenarkan untuk rencana persalinan selama jam-jam siang pada kasus yang rumit,
sehingga perawatan pasien dapat optimal. Secara umum, persalinan spontan lebih baik karena
tidak ada bukti yang mengatakan bahwa operasi caesar elektif memberi keuntungan, baik
untuk ibu maupun untuk janin. Namun untuk beberapa pasien dengan penyakit jantung berat,
operasi caesar elektif dapat tetap menjadi pilihan yang terbaik. Penatalaksanaan intrapartum
pada pasien dengan penyakit jantung sama pentingnya seperti pada wanita sehat.

Persalinan yang lebih cepat akan meminimalkan stress persalinan pada ibu dan efek
hipoksia pada janin. Penanganan harus dilakukan untuk menghindari supine hypotension
berkenaan dengan efek kompresi aortocaval oleh uterus yang gravid. Hal ini dapat dicapai
dengan menopang ibu dengan bantal atau dengan berbaring pada posisi lateral kiri..
Keseimbangan cairan memerlukan perhatian lebih. Banyak persalinan yang tidak familier
dengan kateter Swan-Ganz yang digunakan untuk monitor tekanan. Namun menjadi indikasi
pada kasus-kasus resiko tinggi saat penggunaan cairan, diuretik dan agen ionotropic pada
persalinan diperlukan. Untungnya, pada kebanyakan pasien, persalinan berlangsung cepat dan
tanpa komplikasi. Pada sebagian besar pasien dengan cadangan sirkulasi yang adekuat,
anestesi epidural cukup efektif dan dapat ditoleransi dengan baik.

Anestesi epidural menurunkan cardiac output dengan menurunkan pengisian vena


yang diikuti dengan dilatasi arteri perifer. Hal ini ditandai dengan tekhnik anestesi lokal dosis
rendah. Anestesi epidural tinggi dapat berbahaya karena dapat menghambat plexus simpatis
jantung yang dapat memicu denyut nadi yang menurun secara tiba-tiba. Walaupun anestesi
epidural dapat menstabilkan hemodinamik, tatap harus digunakan secara hati-hati pada
hipertensi pulmonal primer atau pirau kanan ke kiri. Di bawah keadaan ini, anestesi umum
dapat menjadi pilihan yang lebih aman. Kebanyakan pasien mengalami persalinan yang
cepat, terutama saat mereka telah mengkonsumsi digoxin. Weaver dan Pearson membuat
sebuah postulat bahwa digoxin memiliki efek stimulasi secara langsung pada myometrium.

Persalinan dibantu untuk meminimalkan peningkatan tekanan darah secara drastis


yang disebabkan usaha mengedan. Namun melakukan persalinan dengan bantuan alat pada
pasien yang mudah mendorong bayi keluar dengan sendirinya tidak memberi keuntungan
apapun. Saat operasi caesar diindikasikan, pilihan jenis anestesi harus ditentukan sesuai
individu, tergantung pada kepentingan dan status penyakit maternal. Anestesi epidural aman
selama tetap memperhatikan pengisian cairan dan pengawasan ketat. Anestesi spinal dapat
menurunkan tekanan darah secara drastis. Walaupun kontroversial, anestesi umum mungkin
lebih dipilih pada sindrom Eisenmenger. Penggunaan obat sitotoksik pada kala III persalinan
masih diperdebatkan. Syntometrine, kombinasi Syntocinon dan ergometrine, menurut teori
akan menyebabkan kontraksi tonik pada uterus, memaksa sekitar 500 ml darah memasuki
sirkulasi.
Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri dan merugikan pada pasien
dengan stenosis mitral yang signifikan. Bagaimanapun, dalam situasi dimana perdarahan
postpartum sulit diatasi, egometrine merupakan obat pilihan. Pada keseimbangan, Syntocinon
lebih dipilih untuk profilaksis daripada ergometrine sejak syntocinon memiliki efek pada
pembuluh darah dan dapat digunakan sbagai cairan infus. Obat ini juga dapat digunakan
dalam kombinasi dengan diuretik seperti furosemide. Oxytocics digunakan bersamaan pada
pasien dengan gagal jantung. Karena tingginya angka mortalitas pada endokarditis infektif,
banyak pusat kesehatan yang telah menetapkan praktek pemberian antibiotik profilaksis saat
persalinan dan masa puerperium (tabel 3). Pembenaran penggunaan antibiotik berdasarkan
pada munculnya bakteremia transien yang asimptomatik pada lebih dari 5% ibu saat
persalinan dan pada laporan endokarditis pada masa puerperium. Namun tidak ada bukti yang
menunjukkan bahwa regimen antibiotik ini memiliki efek pada frekuensi endokarditis.

Pada lebih dari 2165 wanita dengan penyakit jantung rematik atau penyakit jantung
kongenital dimana tidak digunakan antibiotik peripartum rutin, hanya ada 2 kasus (0,05%)
dari endokarditis infektif yang secara samar-samar berhubungan dengan persalinan. Lebih
jauh lagi, antibiotik profilaksis rutin membawa resiko toksisitas obat dan endokarditis resisten
antibiotik. Di Inggris direkomendasikan antibiotik profilaksis hanya pada wanita dengan
katup artifisial yang mempunyai resiko tinggi. Bagaimanapun, karena adanya potensi
konsekuensi yang berat dan fatal pada endokarditis dan terapi biaya rendah, banyak yang
menganjurkan antibiotik profilaksis pada pasien dengan penyakit jantung struktural. Tabel 3.
Profilaksis endokarditis.

Kriteria· Katup jantung prostetik (termasuk katup bioprostetik dan homograft· Malformasi
kongenital· Endokarditis bakterial sebelum· Rematik dan disfungsi katup didapat (bahkan
setelah operasi katup)· Kardiomiopati hipertrofi.· Prolaps katup mitral dengan regurgitasi
katup. Regimen yang direkomendasi1 g ampicillin intravena/intramuscular + 120 mg
gentamicin iv/im saat onset persalinan atau ruptur membran atau saat induksi anestesi dan 6-8
jam pasca persalinan.Jika alergi terhadap penisilin , berikan 1 g vancomycin iv.

Anda mungkin juga menyukai