Studi Kasus: Asuhan Keperawatan Pada Klien Isolasi Sosial Pasca Pasung
1
Fakult as Ilmu Keperaw atan Universit as Indonesia, Kampus FIK UI
* Corresponding Aut hor: giurhargiana@ui. ac. id
Abstrak
Isolasi sosial merupakan keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan bahkan sama sekali t idak mampu
berint eraksi dengan orang lain di sekit arnya. Tujuanst udi kasus ini adalah unt uk menganalisis t ent ang asuhan
keperaw at an isolasi sosial pasca pasung pada Tn. P dengan skizofrenia paranoid. Proses asuhan keperaw at an dilakukan
berdasarkan st andar asuhan keperaw at an generalis selama enam hari raw at pada t anggal 7-12 M ei 2018 pada Tn. P
dengan usia 32 t ahun dan berjenis kelamin laki-laki. Hasil didapat kan masalah keperaw at an ut ama adalah isolasi sosial.
Implement asi keperaw at an berfokus pada kemampuan klien membina hubungan saling percaya dan meningkatkan
kemampuan klien berint eraksi secara bert ahap. Int ervensi keperaw at an memberikan dampak yang posit if kepada klien
dilihat dengan penurunan t anda dan gejala isolasi sosial pada aspek kognit if, afekt if, fisiologis dan sosial, namun belum
t ampak penurunan pada aspek perilaku. Fakt or yang menyebabkan klien sulit membina hubungan dengan peraw at yait u
fakt or int ernal dimana klien memiliki penilaian negat if t erhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan dan fakt or
ekst ernal dimana klien menganggap peraw at sebagai st ressor yang membahayakan. Rencana t indak lanjut pelayanan
keperaw at an diharapkan dapat dimaksimalkan baik secara individu, keluarga, kelompok dan komunit as.
Kata Kunci: isolasi sosial, skizofrenia paranoid, st andar asuhan keperaw at an
Abstract
Social isolat ion is charact erized by decline or loss inabilit y t o int eract w it h ot hers. This paper aimed t o analyze t he nursing
care of social isolat ion on M r. P w it h schizophrenia paranoid. The nursing care process is based on t he st andard of
generalist nursing care w hich provided for six days from M ay 7t h t hroughout 12t h 2018 on M r. P aged 32 years male.
M ain nursing problem w as social isolat ion. Nursing int ervent ion w as emphasized on client ’s abilit y t o est ablish mut ual
relat ionship and improve client ’s communicat ion skills gradually. Nursing int ervent ions affect ed client posit ively as
manifest ed gy decreased signs and symptoms of social isolat ion on t he cognit ive, affect ive, physiological and social
aspect s, but t here had not been a decline in behavioral aspect s. Client ’s barriers in est ablishing relat ionship w it h nurses
w ere int ernal fact ors in w hich client s had negat ive judgment s about themselves, ot hers and t he environment and
ext ernal factors w here client s considered the nurse as a t hreat ening st ressor. Nursing care follow -up plans are expect ed
t o be maximized for individually, family, group and communit y.
Keyw ords: schizophrenia paranoid, social isolat ion, st andard of nursing care
90
Faletehan Health Journal, 5 (2) (2018) 90-98
ht t ps:/ / journal.lppm-st ikesfa.ac.id
ISSN 2088-673X | 2597-8667
91
Faletehan Health Journal, 5 (2) (2018) 90-98
ht t ps:/ / journal.lppm-st ikesfa.ac.id
ISSN 2088-673X | 2597-8667
aneh, sering marah-marah dan bicara sendiri. Klien dirawat klien bekerja sebagai supir angkutan kota.
mengalami gejala berperilaku aneh sejak 13 tahun Klien mengatakan sekolah hanya sampai SMP.
yang lalu mulai berobat secara tradisional namun Ketika ditanya apakah klien merasa puas dirinya
penyakit bertambah parah dan akhirnya dibawa ke sebagai laki-laki klien menjawab puas. Klien
rumah sakit. Sebelum masuk rumah sakit klien berperan sebagai anak ketika di ruamah dan
sempat dipasung dengan cara dikurung di kamar sebagai supir di kelompok angkutan kota. Klien
dan tangan diikat. mampu melaksanakan peran sebagai supir dan
Saat dilakukan pengkajian tanggal 7 Mei 2018 menyetir mobil dengan baik. Ketika ditanya
klien tampak mondar-mandir tanpa tujuan yang harapan klien menjawab ingin sembuh dan cepat
jelas, pakaian tidak rapi, celana miring, rambut pulang, ingin segera bekerja kembali, ingin
panjang dan tidak rapi, gigi kotor, kuku panjang menikah dan berkeluarga. Ketika sakit klien sering
dan kotor, kontak mata kurang, sering menatap ke mondar mandir di rumah, tidak mempunyai teman
satu arah dalam waktu yang lama, mulut berkomat dan tidak mau keluar rumah. Keluarga mengatakan
kamit dengan suara yang pelan, tubuh tampak klien mempunyai sifat pemalu dan betah tinggal di
membungkuk, gerakan kaki berulang-ulang seperti rumah.
orang yang sedang berjalan di tempat. Pembicaraan Berdasarkan hasil pengkajian dan analisis data
baik namun suara pelan dan klien tidak mampu didapatkan diagnosis keperawatan yaitu risiko
berinteraksi dalam waktu yang lama, tidak mampu perilaku kekerasan, isolasi sosial, defisit perawatan
berkonsentrasi, kehilangan rasa tertarik pada diri, gangguan sensori persepsi halusinasi
kegiatan sosial, klien tidak mampu memulai pendengaran, dan harga diri rendah kronis.
pembicaraan, menjawab pertanyaan seadanya, Diagnosis keperawatan utama yang diangkat
klien merasa tidak aman di dekat orang lain, dan berdasarkan prioritas adalah isolasi sosial. Data
cenderung menghindari pembicaraan dengan cara subjektif didapatkan klien mengatakan takut
pergi meninggalkan perawat tanpa sebab. Ketika bertemu orang lain. Data objektif yang ditemukan
ditanya bagaimana perasaannya klien menjawab yaitu klien bicara pelan, kontak mata kurang,
tidak nyaman dan takut bertemu orang lain. Klien mudah beralih, menghindari pembicaraan dan
mengatakan belum mandi, sikat gigi dan potong suara pelan, tidak mampu berinteraksi dalam waktu
kuku. Ketika ditanya apakah mendengan atau yang lama, klien tidak mampu memulai
melihat sesuatu yang tidak nyata klien mengatakan pembicaraan, klien menjawab pertanyaan
tidak ada, namun baru pada hari ke 5 klien seadanya, menghindari pembicaraan dengan pergi
mengatakan mendengar suara harimau. meninggalkan perawat.
Klien belum pernah masuk rumah sakit Rencana tindakan keperawatan pada klien:
gangguan jiwa pada masa lalu dan belum pernah Tujuan tindakan keperawatan untuk klien yaitu: 1)
mendapat pengobatan sebelumnya, namun klien membina hubungan saling percaya; 2) menyadari
pernah dibawa ke puskesmas dan mendapat penyebab isolasi sosial; dan 3) berinteraksi dengan
pengobatan di puskesmas namun kurang berhasil. orang lain. Tindakan keperawatan yang dapat
Klien mempunyai riwayat melakukan kekerasan diberikan yaitu: 1) membina hubungan saling
fisik yaitu dengan merusak kaca rumah dan percaya; 2) membantu klien mengenal penyebab
mengamuk tanpa sebab yang jelas. Sebelum sakit isolasi sosial; 3) membantu klien mengenali
klien bekerja sebagai supir angkutan kota dan keuntungan dari membina hubungan dengan orang
dikenal dengan orang yang rajin bekerja, namun lain; 4) membantu klien mengenal kerugian dari
klien menjadi berubah dan menjadi berperilaku tidak membina hubungan; 5) membantu klien
aneh tanpa sebab atau mempunyai suatu masalah untuk berinteraksi dengan orang lain secara
yang jelas. Riwayat anggota keluarga yang bertahap (Keliat, Akemat, Helena, & Nurhaeni,
mengalami gangguan jiwa tidak ada, namun klien 2011).
ketika ditanya pengalaman tidak menyenangkan Implementasi keperawatan pada hari pertama
klien mengatakan pernah dikurung di kamar. didapatkan data subjektif klien mengatakan ingin
Klien mengatakan dirinya biasa saja, ketika pulang dan klien mengatakan tidak mengatakan
ditanya bagian tubuh yang tidak disukai klien tidak mengenal siapapun di sini. Data objektif yang
menunjukkan kaki kanannya dan ketika ditanya ditemukan yaitu mondar- mandir di kamar, kontak
bagian tubuh yang disukai klien tidak menunjuk mata kurang, gerakan kaki berulang-ulang, klien
bagian tubuh manapun. Klien mengatakan sebelum menghindari pembicaraan. Diagnosis keperawatan
92
Faletehan Health Journal, 5 (2) (2018) 90-98
ht t ps:/ / journal.lppm-st ikesfa.ac.id
ISSN 2088-673X | 2597-8667
yaitu isolasi sosial. Implementasi keperawatan Rencana tindak lanjut yaitu ulangi latihan
yang dilakukan yaitu membina hubungan saling mengenal isolasi sosial dan cara berkenalan dan
percaya, mengidentifikasi penyebab isolasi sosial, latih klien berkenalan dengan 1-2 orang
memasukkan kegiatan ke dalam jadwal harian. perawat/klien. Evaluasi subjektif didapatkan klien
Rencana tindak lanjut latih mengenal isolasi sosial mengatakan ingin ke kamar. Evaluasi objektif yaitu
dan cara berkenalan. Evaluasi subjektif yaitu klien mau berjabat tangan, menjawab salam,
mengatakan ingin kembali ke kamar. Evaluasi menyebutkan nama, klien mulai mampu mengingat
objektif yang mau berjabat tangan, mau menjawab nama perawat, klien pergi meninggalkan perawat
salam, menyebutkan nama, belum mampu padahal kontrak belum selesai, kontak mata
mengingat nama perawat, kontak mata kurang, kurang, klien menghindari pembicaraan, klien
klien menghindari pembicaraan dengan pergi tanpa belum mampu mengenal isolasi sosial dan klien
sebab, klien belum mampu mengenal isolasi social belum mampu mempraktekkan cara berkenalan.
dan klien belum mampu mempraktekkan cara Analisis yaitu masalah isolasi sosial belum teratasi.
berkenalan. Analisis masalah isolasi sosial belum Planning pasien yaitu latih mengenal isolasi sosial.
teratasi. Planning bagi klien yaitu latih mengenal Implementasi keperawatan pada hari keempat
isolasi sosial. didapatkan data subjektif yaitu klien mengatakan
Implementasi keperawatan pada hari ke-dua ingin masuk ke kamar dan klien mengatakan tidak
didapatkan data subjektif klien mengatakan ingin mau berkenalan dengan temannya. Data objektif
pulang dan klien mengatakan belum mempunyai yaitu mondar-mandir, kontak mata kurang, gerakan
teman. Data objektif yaitu mondar-mandir di kaki berulang-ulang, klien menghindari
kamar, kontak mata kurang, gerakan kaki pembicaraan dan klien mulai merangkul perawat.
berulang-ulang dan klien menghindari Diagnosis keperawatan yaitu isolasi sosial.
pembicaraan. Diagnosis keperawatan yaitu isolasi Implementasi keperawatan yaitu mengevaluasi
sosial. Implementasi keperawatan yang dilakukan kegiatan harian klien, mengidentifikasi isolasi
yaitu membina hubungan saling percaya, social, melatih klien berkenalan dengan 1 orang
mengevaluasi kegiatan klien, mengidentifikasi klien dan memasukkan kegiatan ke dalam jadwal
penyebab isolasi sosial, keuntungan berteman dan harian. Rencana tindak lanjut yaitu optimalkan
kerugian tidak berteman dan memasukkan kegiatan latihan mengenal isolasi sosial dan cara
ke dalam jadwal harian. Rencana tindak lanjut berkenalan, latih berkenalan dengan 1-2 orang
yaitu ulangi latihan mengenal isolasi sosial dan klien/perawat dan latih mengikuti aktivitas ruangan
cara berkenalan. Evaluasi subjektif didapatkan sambil berinteraksi dengan orang lain.
klien mengatakan belum mempunyai teman dan Evaluasi subjektif didapatkan yaitu klien
belum mau belajar cara berkenalan. Evaluasi mengatakan “mau kemana Pak?” dan klien
objektif yaitu mau berjabat tangan, menjawab mengatakan senang ikut jalan-jalan tadi pagi.
salam, menyebutkan nama, belum mampu Evaluasi objektif yaitu klien mulai mau menyapa
mengingat nama perawat, kontak mata kurang, perawat, klien mampu berinteraksi dengan perawat
klien menghindari pembicaraan dengan pergi tanpa dengan waktu yang singkat (5 menit), kontak mata
sebab, klien belum mampu mengenal isolasi sosial kurang, klien berusaha menghindari pembicaraan,
dan klien belum mampu mempraktekkan cara klien belum mampu mengenal isolasi sosial dan
berkenalan. Analisis yaitu masalah isolasi sosial klien mempraktekkan cara berkenalan dengan 1
belum teratasi. Planning untuk pasien yaitu latih orang klien dengan bantuan perawat. Analisis yaitu
mengenal isolasi sosial. masalah isolasi sosial belum teratasi. Planning
Implementasi keperawatan pada hari ke-tiga yaitu latih mengenal isolasi sosial dan latih
didapatkan data subjektif yaitu klien mengatakan berkenalan dengan 1 orang satu kali sehari.
ingin masuk ke kamar. Data objektif didapatkan Implementasi keperawatan pada hari ke-lima
mondar-mandir, kontak mata kurang, gerakan kaki didapatkan data subjektif klien mengatakan senang
berulang-ulang dan klien menghindari sendirian di kamar. Data objektif didapatkan klien
pembicaraan. Diagnosis keperawatan isolasi sosial. mondar-mandir di kamar, kontak mata kurang,
Implementasi keperawatan yaitu membina gerakan kaki berulang- ulang, klien menghindari
hubungan saling percaya, mengevaluasi kegiatan pembicaraan dan tidur malam cukup namun tidur
harian klien, mengidentifikasi isolasi sosial dan siang kurang. Diagnosis keperawatan yaitu isolasi
memasukkan kegiatan ke dalam jadwal harian. sosial. Implementasi yang dilakukan yaitu
93
Faletehan Health Journal, 5 (2) (2018) 90-98
ht t ps:/ / journal.lppm-st ikesfa.ac.id
ISSN 2088-673X | 2597-8667
94
Faletehan Health Journal, 5 (2) (2018) 90-98
ht t ps:/ / journal.lppm-st ikesfa.ac.id
ISSN 2088-673X | 2597-8667
mampu mengatasi stresornya (Stuart, Keliat & hubungan yang signifikan antara kemampuan
Pasaribu, 2016). perawat pelaksana yang memiliki kemampuan
Kondisi klien saat dilakukan pengkajian yaitu membina hubungan saling percaya dengan tanda
didapatkan tanda gejala aspek kognitif merasa dan gejala isolasi sosial dimana perawat yang
tidak aman di dekat orang lain, tidak mampu memiliki kemampuan yang tinggi dapat membantu
berkonsentrasi dan kehilangan rasa tertarik pada menurunkan tanda dan gejala klien isolasi sosial
kegiatan sosial, aspek afektif yaitu merasa tidak (Syafrini, Keliat & Putri, 2015). Pemberi asuhan
nyaman dengan orang lain, afek tumpul dan takut hendaknya meningkatkan hubungan perawat dan
berada dekat orang lain, aspek fisiologis yaitu sulit klien dengan cara hubungan yang alami sehingga
tidur dan wajah murung, aspek perilaku yaitu tidak klien lebih nyaman dan percaya dalam menerima
ada kontak mata, berdiam diri di kamar, banyak perawat (Harwood, et al, 2007).
melamun, aspek sosial yaitu menarik diri, sulit Teknik komunikasi yang dilakukan dalam
berinteraksi dengan orang lain dan curiga terhadap intervensi klien isolasi sosial yang digunakan yaitu
orang lain. Data tersebut masuk dalam batasan menghadirkan diri (presence) yaitu perawat berada
karakteristik diagnosis keperawatan isolasi sosial bersama klien baik secara fisik maupun psikologis
dari NANDA yaitu klien ingin sendiri, menarik pada saat klien membutuhkan kehadiran orang lain
diri, merasa tidak aman di tempat umum, tidak ada (Bulechek, et al, 2013). Perawat melakukan
kontak mata dan adanya tindakan berulang menghadirkan diri agar terjadi fondasi yang baik
(Herdman & Kamitsuru, 2015). Townsend (2011) untuk menunjukkan adanya caring dari perawat.
juga menjelaskan batasan karakteristik isolasi Penelitian menunjukkan bahwa kehadiran perawat
sosial yaitu menyendiri di kamar, tidak dapat meningkatkan keefektifan manajemen
komunikatif, menarik diri, tidak ada kontak mata, keperawatan dan meningkatkan caring oleh
sedih, tidur dengan posisi fetal, mengungkapkan perawat (Gomes & Miguel, 2012). Saat melakukan
rasa penolakan atau kesepian, aktivitas yang tidak teknik kehadiran ini, respons yang diberikan Tn P
bermakna, dan menolak interaksi. yaitu menghindar dan meninggalkan perawat tanpa
Penelitian menunjukkan bahwa klien dengan sebab sehingga kontak sosial menjadi kurang.
isolasi sosial sulit untuk mencapai hubungan saling Penulis melakukan strategi dengan melakukan
percaya karena beberapa faktor yaitu faktor kontak sosial yang singkat namun sering dalam
internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu proses membina hubungan saling percaya.
bahwa klien dengan isolasi sosial memiliki Penelitian menunjukkan adanya hubungan yang
penilaian negatif terhadap diri sendiri, orang lain signifikan antara frekuensi kontak sosial terhadap
dan lingkungan sehingga menimbulkan perilaku gejala negatif, fungsi psikososial dan kalitas hidup
negatif yaitu menarik diri. Faktor eksternal yang klien dengan skizofrenia dimana semakin tinggi
dapat dirasakan oleh klien yaitu pemberi asuhan kontak sosial klien akan menurunkan gejala negatif
keperawatan itu sendiri. Penelitian menunjukkan skizofrenia dan meningkatkan fungsi sosial secara
bahwa klien isolasi sosial biasanya menilai bahwa bersamaan (Siegrist,et al, 2015).
proses pemberian asuhan keperawatan dianggap Klien Tn. P juga memiliki diagnosis
sebagai suatu stressor yang dapat menimbulkan keperawatan defisit perawatan diri. Hal ini
bahaya bagi klien, yang menyebabkan klien membuat strategi penulis untuk membina
menolak interaksi kepada perawat (Syafrini, et al, hubungan saling percaya dan meningkatkan
2015; Stuar, et al, 2016). interaksi dengan klien. Intervensi NIC memberikan
Hubungan saling percaya dilakukan oleh pilihan intervensi keperawatan pada klien isolasi
penulis agar klien lebih nyaman dan percaya dalam sosial yaitu bantuan perawatan diri (Bulechek, et
menerima perawat yang dibuktikan dengan klien , al, 2013). Hal ini bertujuan meningkatkan kontak
mau berjabat tangan, mau menjawab salam, mau dengan klien yaitu dengan memenuhi kebutuhan
menyebutkan nama dan mau berkenalan (Syafrini, harian klien seperti mandi, berhias, makan, dan
et al, 2015; Jumaini, Keliat & Hastono, 2010). eliminasi. Namun demikian diperlukan juga
Namun klien belum mampu menerima kehadiran strategi lain yaitu dengan memperhatikan jarak
perawat yaitu pada saat interaksi klien menghindari ketika interaksi dengan klien pada area yang
pembicaraan dengan cara memutus interaksi dan ditoleransi oleh klien agar mengurangi kecemasan
pergi meninggalkan perawat tanpa alasan yang klien. Mencari tempat berinteraksi yang sepi dan
jelas. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat kondusif dan berada di luar dari wilayah teritori
95
Faletehan Health Journal, 5 (2) (2018) 90-98
ht t ps:/ / journal.lppm-st ikesfa.ac.id
ISSN 2088-673X | 2597-8667
klien agar klien merasa tidak terancam teritorinya. maka akan semakin cepat dan bermakna perubahan
Strategi posisi tubuh juga penting dimana ketika pada respons yang ditampilkan klien.
klien merasa terancam dengan bertatap muka maka Hambatan yang lain yaitu klien mendapat
posisi diubah menjadi posisi duduk menyamping terapi pengobatan yang dapat mempengaruhi tanda
dan perawat dapat memberikan sentuhan pada saat dan gejala isolasi sosial klien. Penelitian
yang tepat dan dilakukan dengan hati-hati (Stuart, menunjukkan bahwa pemberian terapi
Keliat & Pasaribu, 2016). psikofarmaka dapat menyebabkan tidak adanya
Tanda dan gejala isolasi sosial dapat hubungan yang signifikan antara pemberian asuhan
berkurang dengan diberikan tindakan keperawatan keperawatan dengan pendekatan manajemen,
sesuai rencana asuhan keperawatan yang telah kompensasi dan penghargaan serta hubungan
ditetapkan. Penelitian menunjukkan bahwa tanda profesional dengan tanda dan gejala klien isolasi
dan gejala isolasi sosial dapat berkurang setelah sosial (Syafrini, Keliat & Putri, 2015). Proses
klien mendapat asuhan keperawatan isolasi sosial asuhan keperawatan pada klien berakhir karena
secara berkesinambungan (Komala, Mustikasari & masa rawat inap klien sudah mencapai batas
Wardani, 2017). Penelitian lain juga menemukan maksimal hari rawat menurut kebijakan rumah
bahwa terjadi penurunan tanda dan gejala isolasi sakit dan jaminan kesehatan. Klien pulang
sosial yang ada pada klien pada aspek kognitif, dijemput keluarga yang bekerjasama dengan
afektif, fisiologis, perilaku dan sosial pemerintah kabupaten Tasikmalaya. Walaupun
(Rachmawati, Keliat & Wardani 2015). Respons kondisi klien belum maksimal, proses pemulangan
kognitif terjadi penurunan yaitu klien mulai merasa tetap harus dilakukan. Pemberian asuhan
aman dekat dengan orang lain dan mulai keperawatan diakhiri di rumah sakit dan akan
mempunyai ketertarikan pada kegiatan sosial yang dilanjutkan di rumah. Oleh karena itu perlunya
ada di ruangan (Rachmawati, et al, 2015; pendidikan kesehatan bagi keluarga agar keluarga
Renidayati, et al, 2008). mampu merawat klien ketika di rumah berupa
Respons afektif terjadi penurunan ditunjukkan psikoedukasi keluarga (Rachmawati, et al, 2015).
dengan klien mulai merasa aman dan nyaman Beberapa studi telah dilakukan sebagai
dengan perawat dan tidak takut berada didekat alternatif untuk mengatasi masalah isolasi sosial
perawat (Rachmawati, et al, 2015; Wakhid, et al, dengan memberikan berbagai intervensi
2013; Townsend, 2014). Perubahan pada aspek keperawatan yaitu Social Affiliation Enhancement
fisiologis yaitu dari hari pertama perawatan klien Tasks,SocializationEnhancement, Social Network
sulit tidur namun pada hari ke enam klien mulai Intervention, Behavior Modification:social skills,
mudah tidur (Rachmawati, et al, 2015; Wakhid, et e-Intervention, Strategies Against Stigma and
al, 2013; Stuart, et al, 2016). Respons sosial klien Discrimination (SASD), Psycho-education Social
setelah diberikan intervensi yaitu klien menjadi Skills Training (SST), dan Cognitive Behavioral
mau berinteraksi dan berkomunikasi dengan Therapy (CBT) (Kopelowicz & Liberman, 2003;
perawat dan mampu berpartisipasi dalam kegiatan Li, et al, 2010; Gomes & Miguel, 2012; Tarzian, et
sosial di ruangan seperti jalan santai dan senam al, 2013; Bulechek, et al, 2013; McCarthy, et al,
pagi (Rachmawati, et al, 2015; Keliat, et al, 1999). 2017; Chipps, Jarvis & Ramlall, 2017).
Respons perilaku klien Tn. P secara umum belum
terjadi penurunan tanda dan gejala isolasi sosial Simpulan
yaitu klien masih berdiam diri di kamar, tidak ada Masalah keperawatan utama yang ditemukan
kontak mata dan sering melamun sendirian. pada klien kelolaan Tn. P yaitu masalah isolasi
Hambatan dalam proses pemberian asuhan sosial. Proses pemberian asuhan keperawatan pada
keperawatan kepada klien yaitu lama perawatan, masalah isolasi sosial berfokus pada kemampuan
terapi psikofarmaka dan kesinambungan proses klien membina hubungan saling percaya dan
perawatan. Brady (2004) dalam Syafrini, Keliat meningkatkan kemampuan klien berinteraksi
dan Putri (2015) menyebutkan bahwa jarak antara secara bertahap. Faktor yang memengaruhi klien
munculnya gejala dengan perawatan dan sulit mendapatkan hubungan saling percaya antara
pengobatan pertama akan mempengaruhi perawat dan klien yaitu faktor internal berupa klien
kecepatan dan kualitas respons pengobatan dan memiliki penilaian negatif terhadap diri sendiri,
gejala negatif yang muncul, dimana semakin cepat orang lain serta lingkungan. Factor selanjutnya
klien mendapat pengobatan setelah terdiagnosis adalah faktor eksternal, klien menganggap perawat
96
Faletehan Health Journal, 5 (2) (2018) 90-98
ht t ps:/ / journal.lppm-st ikesfa.ac.id
ISSN 2088-673X | 2597-8667
sebagai stressor eksternal yang mengancam rasa empowerment-part I. CANNT Journal, 17(1):
aman dan nyamannya. 22
Intervensi keperawatanmemberikan manfaat Herdman, T . H. , & Kamitsuru, S. (2015).
bagi klien, hal ini ditandai dengan adanya Diagnosis KeperawatanDefinisi &
penurunan tanda dan gejala isolasi sosial pada Klasifikasi2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC.
klien. Pemberian asuhan keperawatan memerlukan Jumaini, Keliat, B. A. & Hastono, S. P. (2010).
waktu untuk memberikan perubahan pada klien, Pengaruh cognitive behavioral social skills
namun karena keterbatasan waktu dalam masa training (CBSST) terhadap kemampuan
perawatan maka diperlukan langkah lain berupa bersosialisasi klien isolasi sosial di BLU RS
edukasi kepada keluarga agar keluarga mampu DR. H. Marzoeki Mahdi. Tesis. Depok: UI
meneruskan perawatan pada klien selama di ANA.
rumah. Rencana tindak lanjut terhadap kondisi Junardi, Daulima, N. H. C. & Wardani, I. Y.
klien yang belum maksimal dapat dilakukan (2015). Asuhan keperawatan spesialis j iwa
dengan memberikan intervensi-intervensi terbaru pada klien dengan isolasi sosial melalui
yang mempunyai evidence based practice dan pendekatan teori stres adaptasi Stuart di ruang
melakukan rujukan kepada perawat spesialis jiwa Antareja Rumah Sakit dr. H. Marzoeki Mahdi
yang memiliki kompetensi yang lebih mumpuni. Bogor. Karya Ilmiah Akhir. Depok: UI ANA.
Keliat, B. A. , & Akemat. (2010). Model praktik
Referensi keperawatan profesional jiwa. Jakarta:
Bulechek, G. M. , Butcher, H. K. , Dochterman, J. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
M. , & Wagner, C. M. (Eds) (2013). Nursing Keliat, B. A, Akemat, Helena, N. , dan Nurhaeni,
intervention classification (NIC). 6th Ed. St, H. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa
Louis Missouri: Mosby Elsevier. Komunitas CMHN (Basic Course). Jakarta:
Cacioppo, J. T. , Cacioppo, S. , Capitanio, J. P. & EGC.
Cole, S. W. (2015). The neuroendocrinology Keliat, B. A. , & Pawirowiyono. (2015).
of social isolation. The Annual Review of Keperawatan jiwa: terapi aktivitas
Psychology, 66(9), 1-9. kelompok(2nd ed. ). Jakarta: Penerbit Buku
Chipps, J. , Jarvis. , M. A. , & Ramlall, S. (2017). Kedokteran EGC.
The effectiveness of e-Interventions on Keliat, B. A. , Panjaitan, R. U. , Mustikasari, &
reducing social isolation in older persons: A Helena, N. (1999). Pengaruh model terapi
systematic review of systematic reviews. aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS)
Journal of Telemedicine and Telecare. terhadap kemempuan komunikasi verbal dan
sagepub. co. uk/journalsPermissions. nav. non verbal pada klien menarik diri di rumah
DOI:10. 1177/1357633X17733773 sakit jiwa. Jurnal Keperawatan Indonesia. 2
DeVylder, J. E. , & Hilimire, M. R. (2015). Suicide (8).
Risk, Stress Sensitivity, and Self-Esteem Kemenkes RI. (2013). Riset kesehatan dasar
among Young Adults Reporting Auditory (RISKESDAS) 2013. Laporan Nasional 2013.
Hallucinations. Health and SocialWork, Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
40(3), 175-182. http://doi. org Kesehatan Kementrtian Kesehatan RI.
Gomes, L. M. & Miguel, L. (2012). Nursing http://doi. org
presence as a nursing care: study of Komala, E. P. E. , Mustikasari & Wardani, I. Y.
development of nursing presence in (2017). Perubahan tanda gejala dan
psychiatric context. Thesis. Research Gate: kemampuan klien isolasi social setelah
tersedia dalam https://www. researchgate. net dinerikan latihan keterampilan social dan
Halter, M. J. (2014). Varcarolis’ foundation of psiedukasi keluarga. Karya Ilmiah Akhir.
psychiatric mental health nursing (7th ed. ). Depok: UIANA.
St. Louis: Saunders Elsevier Kopelowicz, A. & Liberman, R. (2003).
Harwood, L. , et al. (2007). Nurses’ perceptions of Integrating treatment with rehabilitation for
the impact of a renal nursing professional persons with major mental illnesses.
practice model on nursing outcomes, Psychiatric Services, 54 (11): 25-32.
characteristics of a practice environments and Li, J. , Huang, Y. G. , Ran, M. S. , Fan, Y. , Chen,
W. , Lacko, S. E. , & Thornicroft, G. (2010).
97
Faletehan Health Journal, 5 (2) (2018) 90-98
ht t ps:/ / journal.lppm-st ikesfa.ac.id
ISSN 2088-673X | 2597-8667
98