Pembimbing :
Ferdy Royland Marpaung, dr., Sp.PK
PENDAHULUAN
TTGO, Tes Toleransi Glukosa Oral, secara definisi adalah tes untuk mengukur
kemampuan tubuh dalam merespon glukosa yang masuk secara oral. Dalam
perkembangannya, Tes ini sekarang lebih sering dipakai untuk diagnosa diabetes mellitus
(DM) gestasional. DM gestasional bisa mengakibatkan komplikasi dalam kehamilan dan
persalinan, dan kadang memakai cara konvensional (tes glukosa darah puasa, glukosa darah
acak, maupun glukosa darah 2 jam post prandial kurang memadai.) Sejak 1970, WHO (world
health organization) menerbitkan standar prosedur baku dan nilai acuan untuk tes ini.
SEJARAH TTGO
Tes toleransi glukosa pertama kali dijelaskan pada tahun 1923 oleh Jerome W. Conn. Tes
ini didasarkan pada penelitian sebelumnya pada tahun 1913 oleh ATB Jacobson dalam
menentukan bahwa konsumsi karbohidrat menghasilkan fluktuasi glukosa darah, dan premis
(dinamakan Fenomena Staub-Traugott setelah pengamat pertamanya H. Staub pada 1921
dan K. Traugott pada tahun 1922) bahwa pasien normal yang diberi glukosa akan dengan
cepat kembali ke kadar glukosa darah normal setelah lonjakan awal, dan akan melihat
peningkatan reaksi terhadap pemberian glukosa berikutnya.
Sebenarnya ada tes toleransi glukosa secara intravena, tapi sudah jarang sekali
digunakan, karena dibandingkan dengan oral mempunyai kelemahan, sering sekali false high.
Diduga karena bila memasukkan glukosa secara intravena, akan mem-bypass proses fisiologis
(seperti menelan, rangsangan keluarkan air liur, rangsangan mengeluarkan hormon insulin,
dll. Sehingga reaksi tubuh untuk mengatur beban glukosa menjadi kurang adekuat dan
kurang cepat).
GLUKOSA
Dalam ilmu kedokteran , glukosa adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di
dalam darah . Konsentrasi glukosa, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan ketat di dalam
tubuh. Glukosa yang dialirkan melalui darah adalah sumber utama energi untuk sel-sel tubuh.
Umumnya tingkat glukosa bertahan pada batas yang sempit sepanjang hari: 4-8 mmol/l
(70-150 mg/dl). Tingkat ini meningkat setelah makan dan biasanya berada pada level
terendah pada pagi hari, sebelum orang makan
Kadar glukosa darah diatur melalui umpan balik negatif untuk mempertahankan
keseimbangan di dalam tubuh. Level glukosa di dalam darah dimonitor oleh pankreas. Bila
konsentrasi glukosa menurun, karena dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh,
pankreas melepaskan glukagon, hormon yang menargetkan sel-sel di lever (hati). Kemudian
sel-sel ini mengubah glikogen menjadi glukosa (proses ini disebut glikogenolisis). Glukosa
dilepaskan ke dalam aliran darah, hingga meningkatkan level glukosa.
Apabila level glukosa meningkat, entah karena perubahan glikogen, atau karena
pencernaan makanan, hormon yang lain dilepaskan dari butir-butir sel yang terdapat di
dalam pankreas. Hormon ini, yang disebut insulin, menyebabkan hati mengubah lebih
banyak glukosa menjadi glikogen. Proses ini disebut glikogenosis), yang mengurangi level
glukosa.
DM tipe 1 atau yang dulu dikenal dengan nama Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(IDDM), terjadi karena kerusakan sel b pankreas (reaksi autoimun). Bila kerusakan sel
beta telah mencapai 80--90% maka gejala DM mulai muncul. Perusakan sel beta ini
lebih cepat terjadi pada anak-anak daripada dewasa. Sebagian besar penderita DM
tipe 1 mempunyai antibodi yang menunjukkan adanya proses autoimun, dan sebagian
kecil tidak terjadi proses autoimun. Kondisi ini digolongkan sebagai tipe 1 idiopatik.
Sebagian besar (75%) kasus terjadi sebelum usia 30 tahun, tetapi usia tidak termasuk
kriteria untuk klasifikasi.
DM tipe 2 merupakan 90% dari kasus DM yang dulu dikenal sebagai non insulin
dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Pada diabetes ini terjadi penurunan
kemampuan insulin bekerja di jaringan perifer (insulin resistance) dan disfungsi sel
beta. Akibatnya, pankreas tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk
mengkompensasi insulin resistan. Kedua hal ini menyebabkan terjadinya defisiensi
insulin relatif. Gejala minimal dan kegemukan sering berhubungan dengan kondisi
ini,yang umumnya terjadi pada usia > 40 tahun. Kadar insulin bisa normal, rendah,
maupun tinggi, sehingga penderita tidak tergantung pada pemberian insulin.
(Di sumber lain ada yang membagi tipe 4, yaitu diabetes melitus tipe lain. Namun tidak
akan dibahas lebih lanjut di tutor ini.)
DM GESTASIONAL
DM gestasional menurut WHO tahun 2013 prevalensi sekitar 1 - 14% dari semua
kehamilan. Menurut data Fakultas Kedokteran Indonesia, tahun 2016 di Indonesia
prevalensinya sekitar 1,9 - 3,6% dari seluruh kehamilan. DM gestasional perlu untuk dideteksi
dini, karena komplikasinya cukup berbahaya bagi ibu maupun janin, antara lain:
2) Distosia bahu
5) Hipoglikemia
Karena komplikasi - komplikasi diatas, TTGO disarankan untuk ibu hamil untuk menjalani
pemeriksaan TTGO untuk menyingkirkan diagnosa DM gestasional. Kalaupun ibu hamil
terbukti DM gestasional, bisa segera dilakukan langkah - langkah untuk menjaga
kesehatannya.
Seringkali penderita DM gestasional datang tanpa gejala. Namun bila ada ciri - ciri
dibawah ada, patut dicurigai sebagai DM gestasional, dan disarankan periksa :
a) Sering haus
c) Sering lapar
d) Sering kesemutan
f) Mudah lelah
g) Mata buram
Menurut WHO dan ACOG (American College of Obtetric and Gynecology), ada 3 macam
prosedur TTGO, yaitu:
Disini dilakukan pembebanan glukosa sebanyak 75 gram. Dosis sama walaupun dia
gemuk atau kurus, dewasa tua atau dewasa muda. Dan akan diperiksa kadar glukosa
darah puasa, saat 1 jam, dan saat 2 jam.
Bedanya disini kadar glukosa yang dipakai adalah 1,75 gram/ kgBB, dengan dosis
maksimal 75 gram. Yang lain sama dengan dewasa.
Disini seharusnya memakai pembebanan glukosa 100 gram. Dan akan diperiksa
kadar glukosa darah puasa, saat 1 jam, saat 2 jam, dan saat 3 jam.
Tapi di indonesia, jarang dipakai pemeriksaan TTGO dengan pembebanan glukosa 100
gram. Di Amerika sendiri sebagian sentra kesehatan masih ada yang memakai pembebanan
100 gram untuk ibu hamil, ada yang memakai 75 gram saja. Untuk di RS dr Soetomo TTGO
dilakukan di lab K14 dengan beban 100 gram. Tapi di RS Cipto Mangunkusumo memakai
pembebanan 75 gram.
Adapun alasan kenapa sebagian sentra pendidikan memilih TTGO dengan beban 75
gram adalah untuk mengurangi ketidaknyamanan pasien. Karena efek samping meminum
glukosa oral dalam waktu singkat menyebabkan mual dan rasa sebah di perut (2 efek
samping yang tersering), kadang juga bisa terjadi muntah, keringat berlebihan, kepala pusing.
2. Menurut WHO: TTGO direkomendasikan bila tes GDP antara 110 – 125 mg/dL.
Secara umum ada 2 pendekatan, yaitu single step dan double step. Dimana single step
langsung memeriksa TTGO ibu hamil yang memiliki faktor resiko, dan double step dimulai
dulu dengan challenge test dulu, bila hasil challenge test positif, baru dilanjutkan TTGO. Saat
ini pendekatan double step lebih sering dikerjakan di Amerika, kalau di Indonesia lebih sering
pakai single step saja. RS Cipto Mangunkusumo memakai single step saja.
Single step maksudnya hanya dilakukan sekali saja pemeriksaan pembebanan dengan
glukosa. Diambil darahnya tetap pada saat puasa, saat 1 jam, dan saat 2 jam. Challenge test
mirip seperti TTGO, bedanya pada pembebanan glukosa hanya 50 gram, dan pasien tidak
perlu puasa dulu sebelumnya.
Di Indonesia yang diperiksa TTGO adalah yang memliki kriteria sebagai berikut:
3. Hasil glukosa acak, atau glukosa puasa dalam batas normal. (di RS dr Soetomo,
ibu hamil diperiksa bila GDP antara 110 - 125 mg/dL, atau GDA antara 110 - 199
mg/dL, sesuai dengan konsensus pengelolaan DM).
Gambar 1. alur pemeriksaan TTGO ibu hamil
a. Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan (dengan karbohidrat yang
cukup) dan melakukan kegiatan jasmani seperti kebiasaan sehari-hari.
b. Pasien berpuasa (tidak ada asupan kalori, air putih diperbolehkan) selama 8-14
jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan.
d. Sampel pertama yang diambil pada pagi hari merupakan pemeriksaan glukosa
darah puasa.
e. Setelah sampel GDP diambil, diberikan glukosa 75 gram (dewasa) atau 1,75
gram/kgBB, maksimal 75 gram (anak-anak) yang dilarutkan dalam 250 ml air, dan
diminum dalam waktu 5 menit.
Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.
Dalam TTGO, pembebanan glukosa dibuat dengan cara melarutkan 75 gram glukosa
dengan 250 ml air hangat. Kalau di Amerika sudah ada sediaan botol khusus untuk TTGO,
dengan kadar terukur yang bervariasi (50 gram, 75 gram, dan 100 gram), ada beberapa
pilihan rasa pula. Sehingga pasien bisa memilih mana yang disuka. Dan ada beberapa
pabrikan yang memproduksinya.
Efek samping dari minum larutan TTGO ada beberapa, yang sering adalah rasa mual dan
rasa kembung. Kadang juga terjadi muntah, pusing kepala. Salah satu cara yang dipakai di RS
Cipto mangunkusumo untunk mencegahnya adalah dengan mencampur glukosa dengan air
lebih sedikit (200 ml atau kurang), minum sedikit demi sedikit, minum dalam kondisi duduk,
bila perlu minum obat anti mual. Karena bila pasien muntah sebelum hasil darah 2 jam
diambil, maka pasien harus mengulang prosedur dari awal besoknya.
Menurut WHO, sampel yang diperiksa dalam TTGO harus dari plasma darah. Tapi dalam
sebagian literatur, sampel darah bisa juga diambil dari darah kapiler. Walaupun begitu masih
memakai nilai acuan yang sama (tidak pakai faktor konversi. Karena menurut jurnal lain,
kadar glukosa kapiler lebih rendah dari kadar glukosa plasma.).
Dan juga, nilai acuan baik bila memakai beban 100 gram, maupun beban 75 gram ada
perbedaan. Sayangnya penulis belum tahu kenapa bisa berbeda, dan kapan dipakai nilai
tersebut.
Nilai acuan TTGO yang dipakai bila memakai beban 75 gram, ada 2 versi yang penulis
dapatkan, dimana disebut DM gestasional. Dan juga bila memakai beban 100 ada 2 versi.
Penulis masih belum jelas kapan memakai salah satu versi nilai acuan. RS Cipto
Mangunkusumo nilai acuan yang dipakai adalah versi ADA. Kalau di RS dr Soetomo memakai
nilai acuan Carpenter-Coustan.
Bila memakai kurva TTGO diatas, pada populasi normal, GDP normal ( < 126 mg/dL),
mencapai puncaknya dalam 1 jam, dan akan berangsur turun, dan pada sekitar 2 jam nilai
glukosa darah akan kembali menyerupai keadaan awal. Berbeda dengan populasi DM,
minimal akan ada 1 nilai yang diatas batas.
Keterangan tambahan, renal threshold adalah ambang dimana bila nilai glukosa dalam
darah melebihi nilai tersebut, maka besar kemungkinan terjadi glukosa bisa melewati ginjal,
dan muncul dalam urin (glukosuria). nilai glukosuria tiap orang berbeda - beda, antara 160 -
180 mg/dL.
Prinsip : Glukosa mereduksi ion cupri (Cu2+) menjadi ion cupro (Cu+) dalam larutan
alkali. Dengan pemanasan ion cupro dapat membentuk cupro oksida (Cu2O) yang dapat
dideteksi dengan metode Folin-Wu maupun metode Somogyi- Nelson.
panas
OH-
Kelemahan : bias positipnya besar, karena bereaksi juga dengan jenis gula lain, kreatinin,
asam askorbat dan bahan lain.
2. Metode Ortho-toluidine
Waterbath 1000C
Glukosa oksidase
peroksidase
Di dalam darah ada dua bentuk glukosa, 36% α-D-glukosa dan 64% β-D-glukosa. Oleh
karena itu glukosa yang berada dalam bentuk α, harus dirubah dulu menjadi β dengan
bantuan enzim mutarotase sebagai akselerator.
Kelemahan: Asam urat, bilirubin dan asam askorbat dapat dioksidasi oleh peroksidase.
Kondisi ini dapat mencegah oksidasi bahan kromogenik oleh peroksidase dan menyebabkan
hasil rendah palsu.
Reaksi yang terjadi pada metode ini dapat diukur secara elektrokimia ataupun fotometri.
Pada teknik elektrokimia, enzim glukosa dehidrogenase akan mengkatalisis reaksi antara
glukosa dan NAD+ menghasilkan D-glucono delta-lactone, NADH dan H+. NADH selanjutnya
akan teroksidasi dan melepaskan elektron. Arus listrik yang dihasilkan dari reaksi ini dapat
diukur secara amperometri. Pada teknik fotometri, NADH yang terbentuk dapat dibaca pada
340 nm.
Kelemahan: Enzim glukosa dehidrogenase bereaksi juga terhadap karbohidrat lain
seperti galaktosa, xylosa, dan fruktosa.
3. Metode Heksokinase
Prinsip : reaksi kimia antara glukosa dengan ATP dengan enzim heksokinase sebagai
katalisator merubah glukosa menjadi glukosa 6 fosfat. Glukosa 6 fosfat dan kofaktor NADP+
menghasilkan 6-fosfoglukonat dan NADPH dengan bantuan enzim glukosa-6-fosfat
dehidrogenase. NADPH mempunyai absorban yang kuat dan terbaca pada spektrofotometer
dengan panjang gelombang 340 nm, dimana nilai NADPH sebanding dengan kadar glukosa
sampel.
heksokinase
G6PDH
Kelebihan metode ini memiliki akurasi dan presisi yang sangat baik dan merupakan
metode referens, karena enzim yang digunakan spesifik untuk glukosa. Bahkan PERKENI sejak
1998 memasukkan heksokinase sebagai metode rujukan pemeriksaan glukosa darah.
Kekurangan heksokinase dibadingkan dengan metode lain adalah ini secara eksklusif
memeriksa glukosa-6-fosfat, sehingga terfosforilasi fruktosa dan manosa tidak bereaksi
dalam reaksi indikator.
Di RS dr Soetomo, kadar glukosa diukur memakai alat dimension RXL. Dengan sampel
plasma darah, yang diambil dengan tabung tutup kuning (disebut juga SST/ Serum Separator
Tube, berisi Silica sebagai Clot Activator dan Polymer Gel Inert sebagai pemisah serum
sehingga diperoleh kualitas serum yang bagus dan mengurangi resiko timbulnya fibrin yang
bisa menyumbat instrumen).
Glukosa dapat diukur dari serum, plasma atau darah utuh. Saat ini, sering pengukuran
glukosa dilakukan pada serum atau plasma. Darah vena merupakan spesimen pilihan. Darah
kapiler dapat digunakan pada bayi atau bila pengukuran darah vena mangalami kesulitan.
Pada suhu kamar 250C, kadar glukosa mengalami penurunan sekitar 7 mg/dL/h (0,4
mmol/L/h). Sedangkan pada suhu 40C glukosa mengalami penurunan sekitar 2 mg/dL/h. Laju
metabolisme akan semakin tinggi apabila ada kontaminasi bakteri atau leukositosis.
Pemisahan serum dari sel sebaiknya dilakukan 30 menit sesudah pengambilan spesimen, jika
lebih lama perlu ditambahkan sodium fluorida yang mampu menghambat glikolisis. Bila
spesimen serum tanpa kontaminasi bakteri atau leukositosis, masih bisa dipakai sesudah 90
menit, sebelum pemisahan serum darah. Bila darah penuh disentrifus, perlu ditambahkan 2
mg sodium fluorida per mililiter darah penuh untuk mencegah glikolisis dan mampu
pertahan selama 48 jam.
Menurut panduan dari WHO, TTGO sebaiknya memakai sampel dari bahan plasma, dan
diukur dengan menggunakan alat laboratorium. Namun di beberapa literatur, bisa boleh
mengambil sampel dari bahan darah kapiler, dan diperiksa dengan alat POCT. Di RS dr
Soetomo sendiri mengambil sampel kapiler dan diperiksa dengan alat POCT Stat Strip.
INTERFERENS HASIL
1. Interferens chemical
Yaitu bahan - bahan interferen yang bisa ikut dalam reaksi, sehingga
mempengaruhi nilai. Contoh yang umum adalah bahan yang bersifat oksidator atau
reduktor kuat
2. Interferens spectral
Yaitu bahan - bahan interferen yang tidak ikut dalam reaksi, namun karena
warnanya bisa mempengaruhi pembacaan. Biasa ditemukan pada alat yang
pakai metode kolorimetri.
Menurut panduan WHO, pemeriksaan kadar glukosa dengan POCT pada TTGO
sebenarnya tidak dianjurkan. Tapi dalam lapangan, boleh dilakukan bila di tempat
tersebut ada keterbatasan dalam mengakses pemeriksaan dengan lab.
POCT yang ada dipasaran umumnya memakai metode glukosa oksidase, yang nanti
deteksinya menggunakan prinsip amperometri.
POCT yang ada memiliki biosensor, yaitu perangkat sensor yang menggabungkan
senyawa biologi dengan transducer. Kadang disebut : immunosensors, resonant mirrors,
glucometers, biochips, biocomputer.
Prinsip kerja biosensor: senyawa aktif biologi akan berinteraksi dengan suatu
molekul yang hasilnya berupa panas,arus listrik,potensial listrik --> dimonitor oleh
transducer kemudian akan diproses sebagai sinyal --> hasil yang dapat dimengerti.
Syarat pemeriksaan kadar glukosa dengan POCT menurut FDA adalah: memiliki
error < 20% dibandingkan dengan laboratorium pada konsentrasi glukosa antara 1,65-22
mmol/L (30-400 mg/dl).
Nilai rentang pemeriksaan glukosa dengan POCT generasi awal adalah 20 - 600
mg/dL. Bila kadar di sampel di luar rentang tersebut, maka pada alat akan terbaca LO
atau HI.
Darah
ENZYME
Enzyme
G +Y e-
2. Direaksikan dg mediator menghasilkan
1. Darah diteteskan
elektron
+
e-
e- Detector
e-
150 mg/dl
Secara umum , kadar glukosa dalam plasma akan lebih tinggi daripada dalam
sampel whole blood. Dalam literatur disebutkan kadar plasma antara 15 - 20% lebih
tinggi. Hal ini disebabkan karena sifat dari molekul glukosa sendiri. Molekul glukosa
bersifat hidrofilik, yaitu suka terhadap air, larut dalam air, karena itu konsentrasi glukosa
lebih tinggi di sampel yang mengandung banyak air.
Gambar 7. perbedaan kadar glukosa dari sampel berbeda
Dalam jurnal tahun 2009, disebutkan perbandingan kadar glukosa dalam berbagai
sampel. Bila kadar glukosa dalam plasma 100%, maka kadar dalam whole blood adalah 88%,
dan kadar terendah dalam sampel packed red cell, yaitu sekitar 70% dari sampel plasma.
Ada literatur lain, yang mengatakan perbedaan kadar glukosa dalam plasma dan whole
blood bisa diukur dengan rumus, yaitu : Kadar glukosa plasma = kadar glukosa whole blood x
1,14.
Daftar Pustaka
4. https://www.verywellhealth.com/the-oral-glucose-tolerance-test-1087684 (diambil
pada 3 desember 2018)
7. Kelly Close. Oral Glucose Tolerance Test Uses, Procedure and Results. Verywellhealth.
2018 https://www.verywellhealth.com/the-oral-glucose-tolerance-test-1087684
(diambil pada 3 desember 2018)