Anda di halaman 1dari 11

PENDAHULUAN

Publikasi pertama mengenai diabetes melitus dan kehamilan dilaporkan oleh Duncan
pada tahun 1982 yang melaporkan sebanyak 22 wanita diabetes melitus hamil. peel dkk pada
tahun 1909 mengumpulkan 66 kasus diabetes mellitus hamil, dimana 22% di antaranya
meninggal saat hamil atau 1-2 minggu setelah persalinan. Seperdelapan dari
kehamilan berakhir dengan abortus, sedang sepertiga dari kehamilan aterm melahirkan bayi
yang mati. Kecenderungan kematian ibu dan janin yang tinggi berkurang setelah
ditemukan insulin pada tahun 1922. Setelah era insulin angka kematian ibu menurun dengan
mencolok, dari 45% menurun sampai hanya 2% (gambar l ). Namun demikian
angka kematian perinatal menurun sangat lambat, dari angka kematian sekitar 80% menurun
sampai mencapai sekitar 3-5 % di sentra yang maju.
Menurunnya angka kematian perinatal disebabkan karena penatalaksanaan diabetes
melitus yang semakin baik, antara lain melalui penatalaksanaan terpadu, adanya insulin jenis
baru, dan diperkenalkannya cara memantau glukosa darah sendiri oleh pasien untuk mencapai
kendali glikemik yang ketat. Pada saat ini di sentra yang maju pasien diabetes melitus hamil
diperlakukan sebagai kehamilan dengan risiko tinggi, karena itu perlu penatalaksanaan
terpadu antara ahli penyakit dalam/ endokrinologis, ahli obstetri-ginekologi, dan ahli gizi.
Dengan penatalaksanaan diabetes melitus yang semakin baik, komplikasi perinatal akan lebih
ditentukan oleh keadaan normoglikemi sebelum dan selama hamil.

DEFINISI DAN PREVALENSI

Secara umum, DM pada kehamilan dibagi menjadi dua kelompok yaitu 1) DM yang memang
sudah diketahui sebelumnya dan kemudian menjadi hamil (Diabetes Melitus Hamil/ DMH/
DM pragestasional) dan 2) DM yang baru ditemukan saat hamil (Diabetes Melitus
Gestasional/DMG). Diabetes melitus gestasional didefinisikan sebagai suatu intoleransi
glukosa yang terjadi atau pertama kali ditemukan pada saat hamil. Definisi ini berlaku dengan
tidak memandang apakah pasien diabetes melitus hamil yang mendapat terapi insulin atau diet
saja, juga apabila pada pasca persalinan keadaan intoleransi glukosa masih
menetap. Demikian pula ada kemungkinan pasien tersebut sebelum hamil sudah terjadi
intoleransi glukosa. Meskipun memiliki perbedaan pada awal perjalanan penyakitnya, baik
penyandang DM tipe 1 dan 2 yang hamil maupun DMG memiliki penatalaksanaan yang
kurang lebih sama. Prevalensi diabetes melitus gestasional sangat bervariasi dari 1-14%,
tergantung dari subyek yang diteliti dan terutama dari kriteria diagnosis yang
digunakanDengan menggunakan kriteria yang sama yaitu yang digunakan oleh American
Diabetes Association prevalensi berkisar antara 2-3%. Penelitian di Makassar menggunakan
kriteria yang sedikit berbeda melaporkan angka prevalerui sebesar 2,0%. Ksanti melakukan
studi retrospektif pada 37 wanita hamil yang dikelola sebagai DMG di RSUPII
Dr. Cipto Mangunkusumo dalam rentang tahun 2000 - 2003. DMG lebih banyak didapatkan
pada usia diatas 32 tahun dan lebih dari 50% memiliki riwayat keluarga DM
Pada kelompok DMG dengan hasil pemeriksaan TTGO menunjukkan TGT (3 dari 37
subyek), semuanya dapat terkendali dengan pengaturan diet saja. Sedangkan pada
kelompok yang memenuhi kriteria DM pada pemeriksaan awal (18 dari 37 subyek), sebanyak
70% mendapat terapi insulin. Sedangkan pada kelompok DMG yang
(tidak memenuhi kriteria diagnosis ADA 1997 Perkeni 2002 untuk DMG), sebanyak 80 %
dikelola pengaturan diet saja. Tidak ada pemakaian insulin pada periode tersebut

PATOFISIOLOGI
Pada kehamilan terjadi resistensi insulin fisiologis akibat peningkatan hormon-hormon
kehamilan (humon plocentol loctogen/HPL, progesterone, kortisol, prolaktin) yang
mencapai puncaknya pada trimester ketiga kehamilan. Tidak berbeda pada patofisiologi DM
tipe 2, pada DMG juga terjadi gangguan sekresi sel beta pankreas. Kegagalan
sel beta ini dipikirkan karena beberapa hal diantaranya: 1) autoimun, 2) kelainan genetik dan
3) resistensi insulin kronik. Studi oleh Xiang melaporkan bahwa pada wanita
dengan DMG mengalami gangguan kompensasi produksi insulin oleh sel beta sebesar 67%
dibandingkan kehamilan normal. Ada sebagian kecil populasi wanita ini yang
anti-body isclet cell (1,6-3,8%). Sedangkan sekitar 5% dari populasi DMG diketahui memiliki
gangguan sel beta akibat defek pada sel beta seperti mutasi pada glukokinase.
Resistensi insulin selama kehamilan merupakan mekanisme adaptif tubuh untuk menjaga
asupan nutrisi ke janin. Resistensi insulin kronik sudah terjadi sebelum kehamilan pada ibu-
ibu dengan obesitas. Kebanyakan wanita dengan DMG memiliki kedua jenis resistensi insulin
ini yaitu kronik dan fisiologis sehingga resistensi insulinnya biasanya lebih berat
dibandingkan kehamilan normal. Kondisi ini akan membaik segera setelah partus dan akan
kembali ke kondisi awal setelah selesai masa nifas, dimanakonsentrasi HPL sudah kembali
seperti awal.

PENJARINGAN DAN DIAGNOSIS


Berbeda dengan diabetes melitus yang sudah mempunyai keseragaman kriteria diagnosis,
diabetes mellitus gestasional sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai kriteria
diagnosis mana yang harus digunakan.
Pada saat ini terdapat dua kriteria diagnosis yaitu yang banyak dipakai diperkenalkan
oleh Americon Diobetes Associotion dan umumnya digunakan di negara Amerika Utara, dan
kriteria diagnosis dari WHO yang banyak digunakan di luar Amerika Utara.

Kriteria American Diabetes Association


American Diobetes Association menggunakan skrining diabetes melitus gestasional
melalui pemeriksaan glukosa darah dua tahap. Tahap pertama dikenal dengan nama tes
tantangan glukosa yang merupakan tes skrining. Pada semua wanita hamil yang datang di
klinik diberikan minum glukosa sebanyak-50 gram kemudian diambil contoh darah satu jam
kemudian.. Hasil glukosa darah (umumnya contoh darah adalah plasma vena) >140 mg/dl
disebut tes tantangan positif dan harus dilanjutkan dengan tahap kedua yaitu tes toleransi
glukosa oral. Untuk tes toleransi glukosa oral harus dipersiapkan sama dengan pada
pemeriksaan bukan pada wanita hamil. Perlu diingat apabila pada pemeriksaan awal
ditemukan konsentrasi glukosa plasma puasa >126 mg/dl atau glukosa plasma sewaktu >200
mgldl, maka mereka hanya dilakukan pengulangan tes darah, apabila hasilnya sama maka
diagnosis diabetes melitus sudah dapat ditegakkan dan tidak diperlukan lagi pemeriksaan tes
toleransi glukosa
oral. Untuk tes toleransi glukosa oral Americon Diobetes Associotion mengusulkan dua jenis
tes yaitu yang disebut tes toleransi glukosa oral tiga jam, dan tes toleransi
glukosa oral dua jam. Perbedaan utama ialah jumlah beban glukosa, yaitu pada yang tiga jam
menggunakan beban glukosa 100 gram sedang yang pada dua jam hanya 75
gram (Gambar 2). Penilaian hasil tes toleransi glukosa oral untuk menyatakan diabetes
melitus gestasional, baik untuk tes toleransi glukosa tiga jam maupun yang hanya dua jam
berlaku sama yaitu ditemukannya dua atau lebih angka yang abnormal (Tabel 1)
Kriteria Diagnosis Menurut WHO
WHO dalam buku Diagnosis and classification of diabetes mellitus tahun 1999
menganjurkan untuk diagnosis diabetes melitus gestasional harus dilakukan tes toleransi
glukosa oral dengan beban glukosa 75 gram. Kriteria diagnosis sama dengan yang bukan
wanita hamil yaitu puasa >126 mg/dl dan dua jam pasca beban >200 mg/ dl, dengan tambahan
mereka yang tergolong toleransi glukosa terganggu didiagnosis juga sebagai diabetes melitus
gestasional.(Tabel2).
Dinyatakan diabetes melitus gestasional bila glukosa plasma puasa >126 mg/dl dan/atau
2 jam setelah beban glukosa >200 mg. atau toleransi glukosa terganggu. Definition, Diagnosis
and clossificotion of diabetes mellitus ond its complicotions. Report of o WHO Consultotion.
World Heolth Orgonbation, Genevo 1999 (Tech Rep Ser 894).
Siapa yang Harus Diskrining dan Kapan Harus Diskrining
Wanita dengan diabetes melitus gestasional hampir tidak pernah memberikan keluhan,
sehingga perlu dilakukan skrining. Oleh karena hanya sekitar 3-4% dari wanita hamil yang
menjadi diabetes melitus gestasional, menjadi pertanyaan apakah semua wanita hamil harus
dilakukan skrining untuk diabetes melitus gestasional atau hanya mereka yang
dikelompokkan sebagai risiko tinggi. Penelitian di Makassar oleh Adam dari 2074 wanita
hamil yang diskrining ditemukan prevalensi 3,0% pada mereka yang berisiko tinggi dan
hanya 1,2% pada mereka
yang tanpa risiko. Sebaiknya semua wanita hamil hanrs dilakukan skrining untuk diabetes
melitus gestasional Beberapa klinik menganjurkan skrining diabetes mellitus gestasional
hanya dilakukan pada mereka dengan risiko tinggi diabetes melitus gestasional. Pada mereka
dengan risiko tinggi, skrining sebaiknya sudah dimulai pada saat pertama kali datang ke klinik
tanpa memandang umur kehamilan. Apabila hasil tes normal, maka perlu dilakukan tes
ulangan pada minggu kehamilan antara24-28 minggru Sedang pada mereka yang tidak
berisiko tinggi tidak perlu dilakukan skrining. Faktor risiko DMG yang dikenal adalah:
a. Faktor risiko obstetri
b. Riwayat keguguran beberapa kali
c. Riwayat melahirkan bayi meninggal tanpa sebab jelas
d. Riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan Riwayat melahirkan bayi >4000 gram
e. Riwayat pre eklamsia
f. Polihidramnion

b.Riwayat umum
Usia saat hamil >30 tahun
Riwayat DM dalam keluarga
Riwayat DMG pada kehamilan sebelumnya
lnfeksi saluran kemih berulang saat hamil
Di lndonesia, untuk dapat meningkatkan diagnosis Iebih baik, Perkeni menyarankan untuk
melakukanpenapisan pada semua ibu hamil pada pertemuan pertama dan mengulanginya pada
usia kehamilan 26-28 minggu apabila hasilnya negatif. Perkeni memodifikasi cara yang
dianjurkan WHO dengan menganjurkan pemeriksaan TTGO menggunakan 75 gram glukosa
dan penegakan diagnosis cukup melihat hasil pemeriksaan glukosa darah 2jam pasca
pembebanan glukosa. Seperti yang tercantum pada consensus Perkeni 2006, persiapan TTGO
adalah sebagai berikut: .
Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.
Berpuasa paling sedikit delapan jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air
putih tanpa gula tetap diperbolehkan. .
Diberikan glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu
lima menit' .
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan dua jam setelah
minum larutan glukosa selesai.
Diperiksa konsentrasi glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa .
Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap beristirahat dan tidak merokok
Hasil pemeriksan TTGO dibagi menjadi 3 yaitu: .
Glukosa darah 2 jam <140 mg/dl = normal .
Glukosa darah 2 jam 140 - <200 mg/dl = TGT.
Glukosa darah 2 jam >200 mg/dL = DM
Pada kehamilan, subyek dengan hasil pemeriksaan TlTGO menunjukkan TGT akan
dikelola sebagai DMG

PENATALAKSANAAN DAN TARGET PENGENDALIAN


Penatalaksanaan DMG sebaiknya dilaksanakan secara terpadu oleh spesialis penyakit dalam,
spesialis Obsetric Ginekologi, ahli gizi dan spesialis anak. Tujuan penatalaksanaan adalah untuk
menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu, kesakitan dan kematian perinatal. Penggunaan
obat hipoglikemi oral sejauh ini tidak direkomendasikan. Beberapa ahli tidak mutlak
melarang penggunaan OHO pada kehamilan untuk daerah-daerah terpencil dengan fasilitas
kurang dan belum ada insulin
Penatalaksanaan harus dimulai dengan terapi nutrisi medik yang diatur oleh ahli gizi. Secara
umum, pada trimester pertama tidak diperlukan penambahan asupan kalori. Sedangkan pada ibu
hamil dengan berat badan normal secara umum memerlukan tambahan 300 kcal pada trimester
kedua dan ketiga. Jumlah kalori yang dianjurkan adalah 30 kcal/berat badan saat hamil.Pada
mereka yang obes dengan indeks massa tubuh >30 kg/ m2 maka pembatasan kalori perlu
dilakukan yaitu jumlah kalori hanya 25kcal/ kg berat badan. Asupan karbohidrat sebaiknya
terbagi sepanjang hari untuk mencegah ketonemia yang berdampak pada perkembangan kognitif
bayi.
Aktivitas fisik selama kehamilan sempat menjadi topik yang kontroversial karena beberapa tipe
olah raga seperti sepeda ergometer, senam erobik dan treadmill dapat memicu kontraksi uterus.
Para ahli menyarankan pada setiap ibu hamil yang sedang berolah raga untuk meraba perut
selama berolah raga agar dapat mendeteksi kontraksi subklinis dan bila ada segera menghentikan
olah
raganya. Namun, mengingat dampak positif yang didapat dengan berolah raga (penurunan A1c,
glukosa puasa dan 1 jam post prandial), ADA menyarankan untuk melanjutkan aktifits fisik
sedang pada ibu hamil tanpa kontraindikasi medis maupun obstetrik
Sasaran glukosa darah yang ingin dicapai adalah konsentrasi glukosa plasma puasa puasa
<105 mg/dl dan dua jam setelah makan <120 mg/dl Apabila sasaran tersebut tidak tercapai maka
perlu ditambahkan insulin. Beberapa klinik menganjurkan apabila konsentrasi glukosa
plasma puasa >130 mg/dl dapat segera dimulai dengan insulin (Gambar 3). Jenis insulin yang
dipakai adalah insulin human. lnsulin analog belum dianjurkan untuk wanita hamil mengingat
struktur asam aminonya berbeda dengan insulin human. Perbedaan struktur ini menimbulkan
perbedaan afinitas antara insulin analog dan insulin human terhadap reseptor

insulin dan reseptor IGF-1. Mengingat kerja Human Placental Lactogen (HPL) melalui
reseptor IGF-1, maka perubahan afinitas ini dikhawatirkan dapat mempengaruhi janin atau
kehamilan. Beberapa studi tentang pemakaian insulin lispro menunjukkan dapat memperbaiki
profil glikemia dengan episode hipoglikemia yang lebih sedikit, pada usia kehamilan 14-32
minggu. Namun dirasa masih perlu penelitian jangka penjang untuk menilai
keamanannya pada kehamilan dan FDA mengkategorikan keamanannya di tingkat B.
Dosis dan frekuensi pemberian insulin sangat tergantung dari karakteristik rerata konsentrasi
glukosa darah setiap pasien. Berbeda dengan diabetes hamil pragestasional, pemberian insulin
pada diabetes mellitus gestasional selain dosis yang lebih rendah juga frekuensi pemberian lebih
sederhana. Pemberian insulin kombinasi kerja singkat dan kerja sedang seperti Mixtard
(NovoNordik) atau Humulin 30-70 (Eli Lilly) dilaporkan sangat berhasil.
Kendali glikemik ketat sangat dibutuhkan pada semua wanita diabetes melitus dengan
kehamilan. Penting sekali memantau glukosa darah sendiri oleh pasien di rumah, terutama pada
mereka yang mendapat suntikan insulin. Pasien perlu dibekali dengan alat meter (Reflectance
meter) untuk memantau glukosa darah sendiri di rumah. Penggunaan HbAlc sebagai pemantauan
belum menunjukkan dampak yang signifikan dalam kendali glukosa darah

KOMPLIKASI PADA IBU DAN ANAK


Dibandingkan dengan diabetes melitus pragestasional, komplikasi pada ibu hamil diabetes melitus
gestasional sangat kurang. Komplikasi dapat mengenai baik ibu maupun bayinya. Komplikasi
yang dapat ditemukan pada ibu antara lain preeklamsi, infeksi saluran kemih, persalinan
seksio sesaria, dan trauma persalinan akibat bayi besar. Hasil penelitiain di Ujung Pandang dari 40
pasien diabetes melitus gestasionalyang dipantau selama 3,5 tahun, seksio sesaria dilakukan
sebanyak 17,5% Komplikasi pada bayi antara lain makrosomia, hambatan pertumbuhan janin,
cacat bawaan, hipoglikemia, hipokalsemia dan hipomagnesemia, hiperbilirubinemia, polisitemia
hiperviskositas, sindrom gawat napas neonatal. Komplikasi yang paling sering adalah terjadinya
makrosomia, hal ini mungkin karena pada umumnya diabetes melitus gestasional didiagnosis agak
terlambat terutama di negara kita. Selain komplikasi jangka pendek(juga terdapat komplikasi
jangka panjang. Pada anak, dapat terjadi gangguan toleransi glukosa, diabetes dan obesitas,
sedangkan pada ibu adalah gangguan toleransi glukosa sampai DM

PEMANTAUAN PASCA PERSALINAN

Mestman et al (1972) meneliti kekerapan kejadian gangguan toleransi glukosa pasca persalinan
sampai dengan lima tahun kemudian pada 360 wanita hamil. Pada masa kehamilan, sebanyak 51
subyek (14,2%) memilili peningkatan glukosa darah puasa, 181 subyek (50,3% memiliki hasil
pemeriksaan TTGO abnormal, 90 subjek (25%) memiliki hasil positif pada Prednisolone Glucose
Tolerance Test (PGTT) dan 38 subyek (10,5%) sisanya normal. Pada kelompok dengan GDP
meningkat, hanya 2% yang menunjukkan pemeriksaan GDP, TTGO dan PGTT normal selama
pemantauan post partum hingga 5 tahun kemudian. Sedangkan pada kelompok TTGO abnormal,
PGTT positif dan normal, pada periode pemantaua, sebanyak 22,6% ,47,7 % dan 89% tetap
menunjukkan hasil normal. lni menunjukkan tingginya kekerapan gangguan toleransi glukosa
pasca melahirkan pada kelompok wanita hamil dengan gangguan toleransi glukosa selama
kehamilan. Hasil studi tersebut menyarankan untuk mengulang pemeriksaan skrining TTGO pada
6 mirggp post partum dan setiap tahun setelahnya. Studi di Pandang dengan lama pemantauan
selama 6 tahun
46 wanita pasca DMG melaporltan angka kejadian DMG dan toleransi glukosa terganggu sebesar
56,6%. Mengingat diabetes melitus gestasional risiko tinggi untuk mendapat diabetes melitus
kemudian hari, maka disepakati agar enam minggu pasca persalinan harus dilakukan tes toleransi
glukosa oral untuk mendeteksi adanya diabetes melitus, glukosa puasa terganggu atau toleransi
glukosa terganggu Apabila tes toleransi glukosa oral normal, maka dianjurkan tes ulangan setiap
tiga tahun. Bagi mereka dengan glukosa puasa terganggu dan toleransi glukosa terganggu
dilakukan tes ulangan setiap tahun. Perlu dilakukan studi epidemiologi untuk menghitung
kekerapan dan kejadian TGT dan DM tipe 2 pada subyek DMG dan faktor-faktor dapat dijadikan
prediktornya, mengingat ras Asia memiliki risiko kejadian DMG lebih tinggi dibandingkan ras
kaukasia dan perubahan gaya hidup yang mengarah ke pada dekade terakhir

Anda mungkin juga menyukai