Anda di halaman 1dari 5

HUBUNGAN VITAMIN D DENGAN MASSA OTOT

Vitamin D atau juga dikenal dengan sebutan kalsiferol merupakan turunan dari
molekul steoid yang merupakan salah satu turunan dari kolesterol. Bentuk aktif vitamin D
terdiri atas dua jenis yaitu vitamin D2 dan vitamin D3. Ketika kulit terpapar sinar
matahari, vitamin D yang dihasilkan akan dikirmkan ke organ hati. Sedangkan vitamin D
yang diperoleh dari makanan maupun suplemen akan diserap di usus lalu dikirimkan juga
ke hati. Di hati, vitamin D ini akan dibentuk menjadi suatu senyawa yang disebut 25 (OH)
D. Selanjutnya, senyawa ini akan menuju ke ginjal untuk diaktifkan dan dikirimkan ke
jaringan-jaringan tubuh yang membutuhkan.
Dalam keseharian, vitamin D dibutuhkan dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Namun,
tetap saja kebutuhan ini harus dipenuhi karena apabila tubuh mengalami defisiensi
maupun overdosis tentunya akan memberikan dampak yang tidak baik bagi kesehatan.
Berikut adalah anjuran konsumsi vitamin D harian sesuai dengan kelompok umur dan
kondisi tertentu

Saat terjadi defisiensi vitamin D maka akan menimbulkan banyak gangguan pada fungsi-
fungsi tubuh. Defisiensi ini dapat terjadi karena beberapa faktor seperti kurang terpapar
sinar matahari, kurangnya asupan dari makanan, gangguan penyerapan dan gangguan
fungsi ginjal. Defisiensi vitamin D biasanya sering terjadi pada orang-orang yang alergi
susu (lactose intolerant) dan vegetarian. Beberapa dampak yang ditimbulkan karena
defisiensi vitamin D diantaranya adalah riketsia (pada anak-anak) dan osteomalasia (pada
orang dewasa). Kekurangan vitamin D menyebabkan mineralisasi tulang terganggu
sehingga tulang menjadi lunak dan kelainan bentuk tulang. Sedangkan osteomalasia
menyebabkan tulang menjadi rapuh. Gejala nyeri tulang dan kelemahan otot dapat menjadi
indikasi jika Anda mengalami kekurangan vitamin D, tetapi gejala tersebut dapat tidak
terdeteksi pada tahap awal.
Sedangkan kelebihan konsumsi vitamin D dapat menyebabkan gejala non-spesifik seperti
anoreksia, penurunan berat badan, poliuria dan aritmia jantung. Lebih seriusnya, hal ini
juga dapat meningkatkan kadar kalsium darah yang dapat menyebabkan kalsifikasi
jaringan, kemudian kerusakan akan berlanjut ke jantung, pembuluh darah, dan ginjal.
Namun, saat terpapar matahari yang berlebihan ini tidak akan menyebabkan kelebihan
vitamin D, karena yang dihasilkan dari paparan sinar matahari adalah provitamin D.
Seperti yang telah disebutkan di atas, vitamin D dapat berasal dari paparan matahari dan
dapat pula berasal dari makanan maupun suplemen. Makanan sumber vitamin D
diantaranya yaitu salmon, tuna, makarel, telur, keju, jamur dan makanan yang difortifikasi
(diperkaya kandungan gizinya).

Hubungan Vitamin D dan otot

Sebuah studi pada tahun 2013 dilakukan pada 419 laki-laki dan perempuan sehat
dengan rentang usia 20 hingga 76 tahun, mereka di uji kekuatan isometrik dan isokinetik
lengan dan kaki, kemudian  hasilnya dihubungkan dengan kadar serum 25(OH) D. Hasil
penelitian tersebut menyebutkan bahwa kadar serum 25 (OH) D berhubungan dengan
kekuatan otot lengan dan kaki. Semakin rendah kadar serum 25 (OH) D, maka semakin
lemah pula kekuatan otot, begitu pula sebaliknya.
Kemudian, Pada penelitian lain sampel diberikan suplementasi vitamin D sebanyak
800 IU per hari, selanjutnya dilakukan tes untuk menilai kekuatan otot. Setelah dilakukan
analisa, diketahui bahwa suplementasi vitamin D tersebut meningkatkan kekuatan otot
quardicep dan menurunkan risiko jatuh pada lansia.
Vitamin D memiliki peran penting terhadap pengaturan transportasi kalsium, metabolisme
fosfat, ekspresi protein sitoskeletal, dan aktivasi mitogen yang mengaktifkan jalur dari
signal protein kinase pada otot skeletal. Hal inilah yang menyebabkan vitamin D dapat
mempengaruhi kekuatan otot.
Vit D dikaitkan dengan Sarkopenia, Sarkopenia difenisikan sebagai kehilangan
massa otot yang progresif yang berhubungan dengan proses menua. Sarkopenia
umumnya diiringi inaktivitas fisik, penurunan mobilitas, cara berjalan yang lambat, dan
ketahanan fisik yang rendah. Sarkopenia merupakan kondisi yang dapat terjadi pada usia
lanjut yang sehat.
Kejadian sarkopenia sering ditemukan bersama dengan status defisiensi vitamin
D.Vitamin D memilki fungsi dalam menjaga pengaturan kalsium,fosfat serta
metabolisme tulang dan otot.Penelitian yang dilakukan oleh Rinaldi et,al tahun 2007
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kadar vitamin D serum dengan kekuatan
otot tungkai (quadriceps femoris) lansia wanita Indonesia.Penelitian lain pada 976 orang
lansia berusia 65-102 tahun mendapatkan bahwa status vitamin D yang kurang dari 20
ng/ml berhubungan dengan penurunan kekuatan otot dan performa fisik.
Vitamin D merupakan mikronutrien yang termasuk golongan secosteroid larut
lemak. Vitamin D memiliki fungsi untuk mempertahankan kadar kalsium dan fosfat
dalam sirkulasi tetap normal untuk mendukung proses mineralisasi tulang, fungsi
metabolik serta fungsi neuromuskular. Vitamin D diduga memiliki kontribusi dalam
proses sintesis protein otot, melalui mekanisme genomik dan non-genomik. Vitamin D
receptor (VDR) merupakan mediator dalam proses komunikasi sel (celluler signaling)
otot, yang proses aktivasinya membutuhkan peranan vitamin D. VDR berperan sebagai
faktor transkripsi dalam proses sintesis protein otot (aktin dan miosin). Aktivitas VDR
berkurang seiring dengan
pertambahan usia. Kadar vitamin D yang rendah dalam sirkulasi ( kurang dari 50 nmol/l) dapat
didefinisikan sebagai defisiensi vitamin D. Defisiensi vitamin D yang diakibatkan proses
penuaan dapat meningkatkan kebolehjadian terjadinya sarkopenia

Menurut EWGSOP, diagnosis sarkopenia dapat ditegakkan bila didapatkan setidaknya 2


dari 3 kriteria berikut, yaitu: penurunan massa otot, penurunan kekuatan otot dan performa fisik
yang kurang. Presarkopenia dapat ditegakkan apabila hanya ada penurunan massa otot,
sedangkan apabila 3 kriteria tersebut teridentifikasi maka diagnosis sarkopenia berat dapat
ditegakkan.
Sebuah analisis meta yang mengambil 35 studi dengan total sampel sebesar 58.404 orang
usia lanjut sehat baik dari Asia maupun non Asia menunjukkan prevalensi sarkopenia sebesar
0,35% hingga 36,6%, dengan rerata 10% (8-12%, IK 95%) pada laki-laki dan 10% (8-13%, IK
95%) pada wanita.7 Studi pendahuluan pada tahun 2018 menyebutkan bahwa proporsi
sarkopenia pada 308 usia lanjut di komunitas Kota Surabaya dengan menggunakan kriteria
diagnosis AWGS adalah sebesar 41,8%.
Pengukuran massa otot dapat dilakukan dengan pemeriksaan menggunakan dual-energy
X-ray absorptiometry (DEXA) yang dianggap sebagai standar baku emas. Pengukuran kekuatan
otot dapat dilakukan dengan penilaian kekuatan otot tangan, tungkai dan repeated chair stands
test. Penilaian performa fisik dapat diukur dengan skoring short physical performance battery
(SPPB) yang merupakan penjumlahan skor dari 3 tes, yaitu: kecepatan berjalan biasa 4 menit,
keseimbangan, dan tes duduk berdiri. Penilaian lain yang dapat dilakukan adalah tes berjalan 6
menit, tes timed go-up and go, dan tes kekuatan menaiki tangga.
Penilaian kekuatan otot dapat dapat dilakukan dengan beberapa metode yang berbeda.
Survei yang dilakukan dalam bidang kesehatan dan rheumatologi lansia menyarankan untuk
menggunkan metode pengujian kekuatan otot tangan dan tungkai sebagai indikator kekuatan
otot. Kekuatan otot tangan dapat dinilai dengan uji kekuatan genggaman tangan atau handgrip
strength yang secara luas telah digunakan dan disarankan oleh European Working Group on
Sarcopenia in Older People (EWGSOP).

Anda mungkin juga menyukai