Anda di halaman 1dari 20

DIVISI

NUTRISI & PENYAKIT METABOLIK


DEFISIENSI VITAMIN D (RIKET)
(ICD 10: E55.0)

1. Pengertian (Definisi)
Riket adalah gangguan kalsifikasi matrik tulang rawan, Sedangkan osteomalasia
adalah gangguan kalsifikasi matrik tulang keras. Riket dan osteomalasia disebabkan
oleh kekurangan/defisiensi vitamin D. Riket terjadi pada anak dan osteomalasia
terjadi pada dewasa.

2. Patofisiologi
• Defisiensi vitamin D dapat disebabkan oleh kurangnya paparan UV-B yang
diperoleh dari sinar matahari dan kondisi medis/fisik yang berpengaruh terhadap
asupan vitamin D misalnya asupan vitamin D rendah, malabsorpsi lemak, obat-
obatan (OAE, rifampisin, ARV), gagal ginjal dan gagal hati, obesitas, kadar vitamin
D ibu rendah.
• Faktor risiko terjadinya riket pada anak yaitu: berat badan lahir rendah, lahir
prematur, bayi kembar, bayi dengan ibu osteomalasia.
• Vitamin D yang merupakan vitamin larut lemak, diperoleh dari 2 sumber utama,
yaitu: 1) asupan makanan berupa ergokalsiferol (D2) dan cholekalsiferol (D3) dari
sumber makanan misalnya minyak ikan dan telur, dan 2) 1,25
dihydrocholecalciferol (1,25 (OH)2 D3) yang berasal dari konversi vitamin D3 di
kulit (7-dihydrocholesterol) dengan bantuan sinar UV-B dan dihidroksilasi di hati
dan ginjal. Dihydrocholekalsiferol berfungsi sebagai hormon yang memfasilitasi
proses kalsifikasi tulang melalui peningkatan absorpsi kalsium dan fosfat di saluran
cerna dan reabsorpsi fosfat di ginjal, serta bersama hormon paratiroid dan
kalsitonin berfungsi mengatur kadar kalsium dan fosfat serum. Bila terjadi keadaan
kekurangan vitamin D, maka terjad perubahan tulang akibat jaringan osteoid yang
tidak mengalami kalsifikasi pada: 1) daerah metafisis tulang berupa penimbunan
berlebihan jaringan osteoid (rachitic metaphyses), 2) ujung tulang panjang berupa
penekanan jaringan osteoid (rachitic rosary), pelebaran sendi pergelangan
tangan/lutut, 3) subperiosteum tulang panjang berupa demineralisasi/resorpsi
sehingga korteks tulang tipis dan tidak keras yang kesemuanya itu mengakibatkan
deformitas tulang panjang dan fraktur patologis.

3. Anamnesis
• Riwayat asupan makanan dan paparan sinar matahari
• Riwayat faktor risiko (berat lahir rendah, prematur, lahir kembar, ibu osteomalasia)
• Riwayat penyakit saluran cerna, penyakit hati dan penyakit ginjal
• Riwayat pemakaian obat-obatan yang mengganggu absorpsi vitamin D
4. Pemeriksaan Fisis
• Penutupan ubun-ubun besar lambat
• Erupsi gigi terlambat
• Kraniotabes: fenomena ping pong pada palpasi kepala
• Frontal bossing: dahi menonjol dan prominen
• Rachitic rosary: costochondral junction melebar dan prominen
• Pelebaran pergelangan tangan dan kaki
• Genu varum/valgum

5. Kriteria Diagnosis
• Klinis pada pemeriksaan fisis mendukung suatu rikets
• Hipokalsemia, hipofosfatemia, kadar alkali fosfatase (ALP) meningkat
• Hormon 25 (OH)-D menurun, hormon paratiroid (PTH) meningkat
• Wrist X-ray: densitas tulang menurun, bentuk tulang ireguler

6. Diagnosis Kerja
Riket (ICD 10: E55.0)

7. Diagnosis Banding
Tidak ada

8. Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan laboratoris: kalsium dan fosfor serum, ALP, hormon 25 (OH)-D dan
PTH
• Pemeriksaan radiologis:wrist x-ray

9. Terapi
• Terapi diberikan pada anak yang menunjukkan gejala klinis hipokalsemia akibat
defisiensi vitamin D, atau gejala klinis riket, atau kadar vitamin D pada tingkat
defisiensi (< 20 ng/ml)
• Terapi medikamentosa dengan :
ü Viitamin D2 50.000 IU/minggu selama 8 minggu, untuk riket berat dapat
ditambahkan dosis sama 8 minggu berikutnya. Bila didapatkan malabsorpsi
lemak dapat diberikan dosis sama 2-3 kali/minggu selama 8 minggu,
ü Vitamin D dapat diberikan untuk mencegah berulangnya defisiensi dengan
suplementasi: vitamin D2 50.000 IU 2 kali sebulan, atau vitamin D3 1000 IU 2
kali tiap bulan atau 100.000 IU tiap 3 bulan
ü Kalsium: bila ada tetani atau kejang diberikan kalsium glukonas 10-20
mg/kgBB (1-2 ml/kgBB kalsium glukonas 10%) perlahan dalam waktu 5-10
menit. Bila didapatkan hipokalsemia saja berikan suplementasi kalsium peroral
dosis 30-75 mg elemental kalsium/kgBB/hari terbagi 3 dosis. Dosis kalsium
diturunkan setengahnya setelah 1-2 minggu pengobatan, dan bila kadar 25
(OH) D sudah normal maka suplementasi kalsium dapat dihentikan
Monitor hasil terapi pada bulan pertama (kalsium, fosfat dan ALP), bulan ketiga
(kalsium, fosfat, magnesium, ALP, 25 (OH) D, PTH, rasio kalsium/kreatinin urin
dan evaluasi radiologis), serta evaluasi tiap tahun

10. Level of Evidence: vitamin D (I), kalsium (I)

11. Edukasi
• Suplementasi vitamin D 400 IU/hari pada bayi yang mendapatkan ASI eksklusif,
bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif namun konsumsi susu formula yang
difortifikasi vitamin D < 1000 ml/hari, anak dan remaja yang tidak mengkonsumsi
susu formula atau makanan yang difortifikasi vitamin D

12. Prognosis
• Ad vitam : dubia ad bonam
• Ad sanationam : dubia ad bonam
• Ad fungsionam : dubia ad bonam

13. Kompetensi : Dokter Umum (1), Dokter Spesialis Anak (4)

14. Indikator Medis


• 80% pasien dengan riket yang dirawat inap tertangani selama 3 hari
• 80% pasien dengan riket yang dirawat jalan tertangani

15. Kepustakaan
• Sidiarta IGL Defisiensi Vitamin D dan Kalsium. Dalam: Buku Ajar Nutrisi Pediatrik
dan Penyakit Metabolik Jilid 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2011
• Zhang R, Naughton DP. Vitamin D in Health and Disease: Current perspective.
Nutrition Journal. 2010; 9:1-37.
GIZI BURUK KWASHIORKOR
(ICD 10: E40)

1. Pengertian (Definisi)
Gizi Buruk Kwashiorkor adalah gangguan gizi yang disebabkan oleh karena
kekurangan protein.

2. Patofisiologi
• KEP adalah manifestasi dari kurangnya asupan protein dan energi, dalam
makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG), dan
biasanya juga diserta adanya kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya.
• Disebut malnutrisi primer bila kejadian gizi buruk akibat kekurangan asupan
nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh masalah sosial ekonomi, pendidikan
serta rendahnya pengetahuan di bidang gizi. Malnutrisi sekunder bila kondisi
masalah nutrisi seperti diatas disebabkan karena adanya penyakit utama, seperti
kelainan bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan pencernaan dan metabolik,
yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi yang turun
dan/meningkatnya kehilangan nutrisi.
• Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan
makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan
pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein
dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka
kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan
defisiensi protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih
diatas -3 SD (-2SD--3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi
akut/”decompensated malnutrition”). Pada kondisi ini penting peranan radikal
bebas dan anti oksidan. Peningkatan produksi radikal bebas (peroksida,
epoksida) akibat infeksi, invasi bakteri intestinal, makanan terkontaminasi dan
aflatoksin bersamaan dengan penurunan mekanisme antioksidan akibat
defisiensi mikronutrien (vitamin, zinc, selenium) dan glutathione, mengakibatkan
terjadinya akumulasi berlebihan radikal bebas yang pada akhirnya
mengakibatkan kerusakan membran sel dan vaskuler. Kerusakan ini
mengakibatkan perlemakan hati, dermatosis dan edema.

3. Anamnesis
• Pola makan
• Kualitas dan kuantitas makan
• Riwayat penyakit
• Sosial ekonomi
• Diare
• Muntah
• Pucat
• Bengkak

4. Pemeriksaan Fisis
• Edema yang dapat terjadi di seluruh tubuh (edema pada punggung kaki)
• Wajah sembab
• Rambut tipis kemerahan seperti jagung dan mudah patah
• Pembesaran hati
• Bercak kecoklatan di kulit dan mudah terkelupas (Crazy Pavement Dermatosis)
• Anemia
• Status antropometri (%BBI < 70 %, BB//PB < -3 SD atau < P5, LLA < -3 SD atau
< P5)
• Skor Mc Laren 9-15

5. Kriteria Diagnosis
• Anamnesis dan klinis gizi buruk
• Status antropometri
• Skor Mc Laren

6. Diagnosis Kerja
Gizi Buruk Kwashiorkor (ICD 10: E40)

7. Diagnosis Banding
• Sindroma nefrotik
• Sirosis hepatis
• Penyakit jantung kongestif
• Penyakit ginjal kronik

8. Pemeriksaan Penunjang
• Darah Lengkap
• Albumin
• Gula darah
• Ferritin
• Foto thorax
• Mantoux tes
• Urin Lengkap

9. Terapi
• Cegah dan atasi hipoglikemia
• Cegah dan atasi hipotermi
• Cegah dan atasi dehidrasi
ü Pada pasien dengan dehidrasi ringan sedang di berikan Resomal 5 ml/kgBB
setiap 30 menit selama 2 jam, kemudian diikuti pemberian F75 10 ml/kgBB
dan resomal 10 ml/kgBB selang-seling tiap jam sampai dengan 10 jam
• Koreksi gangguan elektrolit
• Cegah dan atasi infeksi
ü Pemberian antibiotik spektrum luas seperti ampicillin atau amoxicillin
• Koreksi defisiensi mikronutrien
ü Pemberian Vitamin A: umur > 1 tahun: 200.000 SI/kali; umur 6-12 bulan:
100.000 SI/kali; umur 0-5 bulan: 50.000 SI/kali
ü Minimal selama 2 minggu diberikan multivitamin, folic acid 1 mg/hari (berikan 5
mg pada hari I), Zinc 2 mg/kgBB/hari, Copper 0.3 mg/kgBB/hari, Fe 3
mg/kgBB/hari setelah berat badan naik.
• Mulai pemberian makanan
ü Fase stabilisasi : Menggunakan F75 dengan porsi kecil dan frekuensi sering
dengan target 100 kkal/kgBB/hari dan protein 1-1,5 gram/kgBB/hari
• Fasilitasi tumbuh kejar
ü Fase transisi : Menggunakan F100 dan makanan padat dengan target 100-
150 kkal/kgBB/hari dan protein 2-3 gram/kgBB/hari
ü Fase Rehabilitasi : Menggunakan F135 dan makanan padat dengan target
150-200 kkal/kgBB/hari dan protein 4-6 gram/kgBB/hari.
• Melakukan stimulasi sensoris dan perbaikan mental
ü Terapi bermain 15-30 menit/hari
ü Aktivitas fisik segera mungkin jika kondisi cukup baik
ü Peran aktif orang tua jika memungkinkan
• Perencanaan tindak lanjut setelah sembuh
ü Mengajarkan cara pembuatan makanan selama di rumah
ü Memberikan penjelasan tentang terapi bermain bagi anak selama di rumah
ü Disarankan untuk membawa anak kontrol secara teratur
ü Memastikan boster imunisasi diberikan
ü Memastikan vitamin A diberikan setiap 6 bulan.

10. Level of Evidence: terapi standar 10 langkah tatalaksana gizi buruk (I)

11. Edukasi
• Menjelaskan tentang Gizi Buruk Marasmus
• Menjelaskan tentang penatalaksanaan selama di rumah
• Menjelaskan bahwa penyakit ini bisa di obati
• Menjelaskan bahwa keadaan ini membutuhkan kesabaran dan membutuhkan
perawatan yang lama serta dukungan fisik dan moral dari seluruh anggota
keluarga

12. Prognosis
• Ad vitam : dubia ad bonam
• Ad sanationam : dubia ad bonam
• Ad fungsionam : dubia ad bonam / malam

13. Kompetensi: Dokter Umum (4), Dokter Spesialis Anak (4)

14. Indikator Medis


Pasien Gizi Buruk Kwashiorkor minimal membutuhkan rawat inap 14 hari

15. Kepustakaan
• WHO. Guidelines for inpatient treatment of severely malnourished children; 2003
• Devaera Y. Defisiensi Mikronutrien Khusus. Dalam: Buku Ajar Nutrisi Pediatrik
dan Penyakit Metabolik Jilid 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2011
• Hidayat B, Irawan R, Hidayati SN. Kurang Energi Protein (KEP) Dalam: Pedoman
Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak. Surabaya: RSUD
Dr.Soetomo, 2008
GIZI BURUK MARASMUS-KWASHIORKOR
(ICD 10: E42)

1. Pengertian (Definisi)
Gangguan gizi yang disebabkan oleh karena kekurangan protein.

2. Patofisiologi
• Gizi buruk adalah manifestasi dari kurangnya asupan protein dan energi, dalam
makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG), dan
biasanya juga diserta adanya kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya.
• Disebut malnutrisi primer bila kejadian gizi buruk akibat kekurangan asupan
nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh masalah sosial ekonomi, pendidikan
serta rendahnya pengetahuan di bidang gizi. Malnutrisi sekunder bila kondisi
masalah nutrisi seperti diatas disebabkan karena adanya penyakit utama, seperti
kelainan bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan pencernaan dan metabolik,
yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi yang turun
dan/meningkatnya kehilangan nutrisi.
• Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan
makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan
pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein
dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka
kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan
defisiensi protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih
diatas -3 SD (-2SD--3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi
akut/”decompensated malnutrition”). Pada kondisi ini penting peranan radikal
bebas dan anti oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi
dibawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi
kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka akan
terjadilah marasmik (malnutrisi kronik/compensated malnutrition). Pada gizi
buruk marasmik-kwashiorkor, gejala klinisnya dapat ditemukan kombinasi gejala
marasmus dan kwashiorkor.

3. Anamnesis
• Pola makan
• Kualitas dan kuantitas makan
• Riwayat penyakit
• Sosial ekonomi
• Diare
• Muntah
• Pucat
• Bengkak

4. Pemeriksaan Fisis
• Edema yang dapat terjadi di seluruh tubuh (edema pada punggung kaki)
• Wajah sembab
• Rambut tipis kemerahan seperti jagung dan mudah patah
• Pembesaran hati
• Bercak kecoklatan di kulit dan mudah terkelupas (Crazy Pavement Dermatosis)
• Anemia
• Status antropometri (%BBI < 70 %, BB//PB < -3 SD atau < P5, LLA < -3 SD atau
< P5)
• Skor Mc Laren 4-8

5. Kriteria Diagnosis
• Anamnesa dan klinis gizi buruk
• Status antropometri
• Skor Mc Laren

6. Diagnosis Kerja
Gizi Buruk Marasmus-Kwashiorkor (ICD 10: E42)

7. Diagnosis Banding
• Sindrom nefrotik
• Sirosis hepatis
• Penyakit jantung kongestif
• Penyakit ginjal kronik

8. Pemeriksaan Penunjang
• Darah Lengkap
• Albumin
• Gula darah
• SI/TIBC/Fe
• Foto thorax
• Tes Mantoux
• Urine Lengkap

9. Terapi
• Cegah dan atasi hipoglikemia
• Cegah dan atasi hipotermi
• Cegah dan atasi dehidrasi
ü Pada pasien dengan dehidrasi ringan sedang di berikan Resomal 5 ml/kgBB
setiap 30 menit selama 2 jam, kemudian diikuti pemberian F75 10 ml/kgBB
dan resomal 10 ml/kgBB selang-seling tiap jam sampai dengan 10 jam
• Koreksi gangguan elektrolit
• Cegah dan atasi infeksi
ü Pemberian antibiotik spektrum luas seperti ampicillin atau amoxicillin
• Koreksi defisiensi mikronutrien
ü Pemberian Vitamin A: umur > 1 tahun: 200.000 SI/kali; umur 6-12 bulan:
100.000 SI/kali; umur 0-5 bulan: 50.000 SI/kali
ü Minimal selama 2 minggu diberikan multivitamin, folic acid 1 mg/hari (berikan 5
mg pada hari I), Zinc 2 mg/kgBB/hari, Copper 0.3 mg/kgBB/hari, Fe 3
mg/kgBB/hari setelah berat badan naik.
• Mulai pemberian makanan
ü Fase stabilisasi : Menggunakan F75 dengan porsi kecil dan frekuensi sering
dengan target 100 kkal/kgBB/hari dan protein 1-1,5 gram/kgBB/hari
• Fasilitasi tumbuh kejar
ü Fase transisi : Menggunakan F100 dan makanan padat dengan target 100-
150 kkal/kgBB/hari dan protein 2-3 gram/kgBB/hari
ü Fase Rehabilitasi : Menggunakan F135 dan makanan padat dengan target
150-200 kkal/kgBB/hari dan protein 4-6 gram/kgBB/hari.
• Melakukan stimulasi sensoris dan perbaikan mental
ü Terapi bermain 15-30 menit/hari
ü Aktivitas fisik segera mungkin jika kondisi cukup baik
ü Peran aktif orang tua jika memungkinkan
• Perencanaan tindak lanjut setelah sembuh
ü Mengajarkan cara pembuatan makanan selama di rumah
ü Memberikan penjelasan tentang terapi bermain bagi anak selama di rumah
ü Disarankan untuk membawa anak kontrol secara teratur
ü Memastikan boster imunisasi diberikan
ü Memastikan vitamin A diberikan setiap 6 bulan.

10. Level of Evidence: terapi standar 10 langkah tatalaksana gizi buruk (I)

11. Edukasi
• Menjelaskan tentang Gizi Buruk
• Menjelaskan tentang penatalaksanaan selama di rumah
• Menjelaskan bahwa penyakit ini bisa di obati
• Menjelaskan bahwa keadaan ini membutuhkan kesabaran dan membutuhkan
perawatan yang lama serta dukungan fisik dan moral dari seluruh anggota
keluarga

12. Prognosis
• Ad vitam : dubia ad bonam
• Ad sanationam : dubia ad bonam
• Ad fungsionam : dubia ad bonam / malam

13. Kompetensi: Dokter Umum (4), Dokter Spesialis Anak (4)

14. Indikator Medis


Pasien Gizi Buruk Marasmus-Kwashiorkor minimal membutuhkan rawat inap 14
hari

15. Kepustakaan
• WHO. Guidelines for inpatient treatment of severely malnourished children; 2003
• Devaera Y. Defisiensi Mikronutrien Khusus. Dalam: Buku Ajar Nutrisi Pediatrik
dan Penyakit Metabolik Jilid 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2011
• Hidayat B, Irawan R, Hidayati SN. Kurang Energi Protein (KEP) Dalam: Pedoman
Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak. Surabaya: RSUD
Dr.Soetomo, 2008
GIZI BURUK MARASMUS
(ICD 10: E41)

1. Pengertian (Definisi)
Gizi Buruk Marasmus adalah gangguan gizi yang disebabkan oleh karena
kekurangan kalori.

2. Patofisiologi
• Gizi buruk adalah manifestasi dari kurangnya asupan protein dan energi, dalam
makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG), dan
biasanya juga disertai adanya kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya.
• Disebut malnutrisi primer bila kejadian gizi buruk akibat kekurangan asupan
nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh masalah sosial ekonomi, pendidikan
serta rendahnya pengetahuan di bidang gizi. Malnutrisi sekunder bila kondisi
masalah nutrisi seperti diatas disebabkan karena adanya penyakit utama, seperti
kelainan bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan pencernaan dan metabolik,
yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi yang turun
dan/meningkatnya kehilangan nutrisi.
• Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan
makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan
pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein
dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka
kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan
defisiensi protein yang relatif. Bila kondisi kekurangan dan stress katabolik ini
berlanjut melewati malnutrisi akut/”decompensated malnutrition” dan kekurangan
terus teradaptasi sampai di bawah -3 SD maka terjadilah kondisi marasmik
(malnutrisi kronik/”compensated malnutrition”). Adaptasi yang terjadi pada kondisi
marasmik disebabkan oleh tingginya kadar kortisol dan growth hormone serta
penurunan kadar insulin.
• Dengan demikian pada KEP dapat terjadi : gangguan pertumbuhan, atrofi otot,
penurunan kadar albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem
kekebalan tubuh, penurunan berbagai sintesis enzim.

3. Anamnesis
• Pola makan
• Kualitas dan kuantitas makan
• Riwayat penyakit
• Sosial ekonomi
• Diare
• Muntah
• Pucat

4. Pemeriksaan Fisis
• Sangat kurus
• Muka seperti orang tua (Old Man Face)
• Kulit keriput
• Jaringan subkutan tidak ada/minimal
• Perut cekung
• Iga gambang
• Baggy pant
• Status antropometri (%BBI < 70 %, BB//PB < -3 SD atau < P5, LLA < -3 SD atau
< P5)
• Skor Mc Laren 0-3

5. Kriteria Diagnosis
• Anamnesis dan Klinis gizi buruk
• Status antropometri
• Skor Mc Laren

6. Diagnosis Kerja
Gizi Buruk Marasmus (ICD 10: E41)

7. Diagnosis Banding
Tidak ada

8. Pemeriksaan Penunjang
• Darah Lengkap
• Albumin
• Gula darah
• Ferritin
• Foto thorax
• Mantoux tes
• Urin Lengkap
• Serum Elektrolit
9. Terapi
• Cegah dan atasi hipoglikemia
• Cegah dan atasi hipotermi
• Cegah dan atasi dehidrasi
ü Pada pasien dengan dehidrasi ringan sedang di berikan Resomal 5 ml/kgBB
setiap 30 menit selama 2 jam, kemudian diikuti pemberian F75 10 ml/kgBB
dan resomal 10 ml/kgBB selang-seling tiap jam sampai dengan 10 jam
• Koreksi gangguan elektrolit
• Cegah dan atasi infeksi
ü Pemberian antibiotik spektrum luas seperti ampicillin atau amoxicillin
• Koreksi defisiensi mikronutrien
ü Pemberian Vitamin A: umur > 1 tahun: 200.000 SI/kali; umur 6-12 bulan:
100.000 SI/kali; umur 0-5 bulan: 50.000 SI/kali
ü Minimal selama 2 minggu diberikan multivitamin, folic acid 1 mg/hari (berikan 5
mg pada hari I), Zinc 2 mg/kgBB/hari, Copper 0.3 mg/kgBB/hari, Fe 3
mg/kgBB/hari setelah berat badan naik.
• Mulai pemberian makanan
ü Fase stabilisasi : Menggunakan F75 dengan porsi kecil dan frekuensi sering
dengan target 100 kkal/kgBB/hari dan protein 1-1,5 gram/kgBB/hari
• Fasilitasi tumbuh kejar
ü Fase transisi : Menggunakan F100 dan makanan padat dengan target 100-
150 kkal/kgBB/hari dan protein 2-3 gram/kgBB/hari
ü Fase Rehabilitasi : Menggunakan F135 dan makanan padat dengan target
150-200 kkal/kgBB/hari dan protein 4-6 gram/kgBB/hari.
• Melakukan stimulasi sensoris dan perbaikan mental
ü Terapi bermain 15-30 menit/hari
ü Aktivitas fisik segera mungkin jika kondisi cukup baik
ü Peran aktif orang tua jika memungkinkan
• Perencanaan tindak lanjut setelah sembuh
ü Mengajarkan cara pembuatan makanan selama di rumah
ü Memberikan penjelasan tentang terapi bermain bagi anak selama di rumah
ü Disarankan untuk membawa anak kontrol secara teratur
ü Memastikan boster imunisasi diberikan
ü Memastikan vitamin A diberikan setiap 6 bulan.

10. Level of Evidence: terapi standar 10 langkah tatalaksana gizi buruk (I)

11. Edukasi
• Menjelaskan tentang Gizi Buruk Marasmus
• Menjelaskan tentang penatalaksanaan selama di rumah
• Menjelaskan bahwa penyakit ini bisa diobati
• Menjelaskan bahwa keadaan ini membutuhkan kesabaran dan membutuhkan
perawatan yang lama serta dukungan fisik dan moral dari seluruh anggota
keluarga

12. Prognosis
• Ad vitam : dubia ad bonam
• Ad sanationam : dubia ad bonam
• Ad fungsionam : dubia ad bonam / malam

13. Kompetensi: Dokter Umum (4), Dokter Spesialis Anak (4)

14. Indikator Medis


Pasien Gizi Buruk Marasmus minimal membutuhkan rawat inap 10 hari

15. Kepustakaan
• WHO. Guidelines for inpatient treatment of severely malnourished children; 2003
• Devaera Y. Defisiensi Mikronutrien Khusus. Dalam: Buku Ajar Nutrisi Pediatrik
dan Penyakit Metabolik Jilid 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2011
• Hidayat B, Irawan R, Hidayati SN. Kurang Energi Protein (KEP) Dalam: Pedoman
Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak. Surabaya: RSUD
Dr.Soetomo, 2008
OBESITAS
(ICD 10: E66)

1. Pengertian (Definisi)
Obesitas atau kegemukan adalah kelainan atau penyakit yang ditandai dengan
penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara tiga komponen energi yaitu ambilan makanan,
pengeluaran energi, dan penyimpanan energi.

2. Patofisiologi
• Obesitas terjadi karena adanya kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk
jaringan lemak. Gangguan keseimbangan energi ini dapat disebabkan oleh faktor
eksogen (obesitas primer) sebagai akibat nutrisional (90%) dan faktor endogen
(obesitas sekunder) akibat adanya kelainan hormonal, sindrom atau defek
genetik (meliputi 10%).
• Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses
fisiologis, yaitu: pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju
pengeluaran energi dan regulasi sekresi hormon. Proses dalam pengaturan
penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (yang berpusat di
hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer (jaringan adipose,
usus dan jaringan otot). Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan
rasa lapar serta menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat
katabolik (anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2
kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang.
• Sinyal pendek mempengaruhi porsi makan dan waktu makan, serta berhubungan
dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yang diperankan
oleh kolesistokinin (CCK) sebagai stimulator dalam peningkatan rasa lapar.
• Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang
mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi.
• Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa
meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah.
Leptin kemudian merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar
menurunkan produksi Neuro Peptide–Y (NPY), sehingga terjadi penurunan nafsu
makan. Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan
energi, maka jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic
center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada
sebagian besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya
kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu makan.
3. Anamnesis
• Sejak kapan mulai timbulnya obesitas (prenatal, early adiposity rebound, remaja)
• Riwayat tumbuh kembang yang mendukung obesitas endogen
• Menilai asupan makan dengan food recall
• Menilai pola asupan makan dengan food frequency questionnaire
• Aktivitas fisik sehari-hari
• Riwayat obesitas pada keluarga sebagai bahan pertimbangan kemungkinan
adanya faktor genetik, disertai dengan adanya risiko seperti penyakit
kardiovaskuler di usia muda, hiperkolesterolemia, hipertensi dan diabetes
mellitus tipe 2
• Riwayat sosial/psikologis seperti kebiasaan merokok, kelainan perilaku makan,
depresi

4. Pemeriksaan Fisis
• Pemeriksaan umum yaitu pengukuran antropometri yang meliputi BB, TB, IMT,
lingkar perut/pinggang, tebal lipatan kulit
• Wajah bulat dengan pipi tembem atau dagu rangkap
• Leher relatif pendek
• Dada membusung dengan payudara membesar
• Perut membuncit (pendulous abdomen)
• Striae abdomen
• Pada anak laki-laki bisa ditemukan penis yang tenggelam sehingga tampak
tenggelam (burried penis) dan ginekomastia
• Pubertas dini
• Genu valgum (tungkai berbentuk X) dengan kedua pangkal paha bagian dalam
saling menempel dan bergesekan yang dapat menyebabkan laserasi kulit.

5. Kriteria Diagnosis
• Klinis pada pemeriksaan fisk mendukung suatu obesitas
• BB/TB > 120%
• Indeks Massa Tubuh (IMT) > Persentil 95

6. Diagnosis Kerja
Obesitas (ICD 10: E66)

7. Diagnosis Banding
Tidak ada

8. Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan laboratoris: darah lengkap, gula darah, profil lipid
• Pemeriksaan radiologis,
• Ekokardiografi (jika didapatkan tanda-tanda kelainan)
• Tes fungsi paru (jika didapatkan tanda-tanda kelainan)

9. Terapi
• Terapi non medikamentosa dengan memperbaiki life style seperti menentukan
target penurunan berat badan, pengaturan diet serta aktifitas fisik yang cukup.
• Terapi medikamentosa dengan :
ü Obat-obatan yang mempengaruhi asupan energi dengan menekan nafsu
makan, merangsang termogenesis pada jaringan adipose, dan meningkatkan
pengeluaran energi (energy expenditure) seperti sibutramin
ü Obat-obatan yang mempengaruhi penyimpanan energi dengan menghambat
absorbsi zat-zat gizi seperti orlistat, leptin, octreotide dan metformin
ü Obat-obatan yang meningkatkan penggunaan energi

10. Level of Evidence: non medikamentosa (I), medikamentosa (IIa)

12. Edukasi
• Perubahan sikap yaitu melakukan self monitoring dengan bantuan keluarga untuk
lebih meningkatkan kesadaran anak terhadap jenis makanan yang dikonsumsi
serta jumlahnya, mengubah kebiasaan pola makanan serta menghindari kegiatan
yang diam seperti menonton tv, bermain video games dan komputer.
• Pengaturan diet yaitu dengan prinsip: meningkatkan asupan makanan dengan
kandungan karbohidrat rendah, menurunkan asupan lemak dengan lemak tidak
jenuh dan kolesterol maksimal 300 mg/hari, meningkatkan asupan makanan
tinggi serat, meningkatkan asupan zat besi, kalsium dan fluor, dan membatasi
asupan garam maksimal 5 g/hari.
• Pengaturan aktifitas fisik dengan cara melakukan latihan fisis aerobik-penguatan
otot dan tulang (misalnya: bersepeda, berenang, menari, karate, senam,
sepakbola, basket) selama minimal 60 menit dan meningkatkan aktifitas harian
(misalnya berjalan kaki/bersepeda ke sekolah, naik-turun tangga) selama 20-30
menit setiap hari.

13. Prognosis
• Ad vitam : dubia ad bonam
• Ad sanationam : dubia ad bonam
• Ad fungsionam : dubia ad bonam

13. Kompetensi : Dokter Umum (4), Dokter Spesialis Anak (4)

14. Indikator Medis


• 80% pasien dengan obesitas yang dirawat inap tertangani selama 3 hari
• 80% pasien dengan obesitas yang dirawat jalan tertangani

15. Kepustakaan
• Sjarif DR. Obesitas Anak dan Remaja. Dalam: Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan
Penyakit Metabolik Jilid 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2011
• Sjarif DR, Gultom LC, Hendarto A, Lestari ED, Sidiartha IGL, Mexitalia M.
Rekomendasi IDAI: Diagnosis, Tatalaksana dan Pencegahan Obesitas pada
Anak dan Remaja. UKK NPM IDAI. Jakarta, 2014.
• Subardja D, Cahyono HA, Moelyo AG. Obesitas pada Anak. Dalam: Batubara
JL,Tridjaja B, Pulungan AB. Buku Ajar Endokrinologi Anak Edisi I, cetakan kedua.
Jakarta: UKK endokrinologi Anak dan Remaja IDAI, 2010.
• Hidayat B, Irawan R, Hidayati SN. Obesitas Dalam: Pedoman Diagnosis dan
Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak. Surabaya: RSUD Dr.Soetomo, 2008

Anda mungkin juga menyukai