Anda di halaman 1dari 7

TUGAS LITERATURE REVIEW

Tio Aditya Djohar/ PPDS-1 Ilmu Kesehatan Anak

“ OBESITAS SEBAGAI FAKTOR RESIKO DEFISIENSI VITAMIN D PADA ANAK –


SEBUAH TINJAUAN SISTEMATIS “

Latar Belakang

Obesitas merupakan topik yang banyak dibicarakan oleh para ahli pada beberapa
tahun terakhir ini, hal ini sehubungan beberapa penyakit yang erat kaitannya dengan obesitas.
Obesitas merupakan suatu global epidemi, sehingga sudah menjadi problem kesehatan yang
harus segera ditangani menurut keterangan dari WHO. Perubahan pola hidup yang menjurus
ke westernisasi dan sedentary ini kemungkinan menjadi penyebab sebagian besar terjadinya
epidemi obesitas ini.1
Vitamin D selama ini dikenal perannya dalam menjaga homeostasis kalsium yang
berperan untuk mineralisasi pembentukan tulang. 5 Saat ini peran non-skeletal vitamin D
diteliti lebih dalam. Reseptor vitamin D yang ditemukan pada berbagai sel tubuh seperti
sel hati, lambung, prostat, pankreas, dan pada sebagian usus besar mengarahkan fungsi
vitamin D tidak hanya sebatas pada mempertahankan homeostasis kalsium, namun
memiliki implikasi yang lebih luas. Vitamin D juga mampu menurunkan proliferasi sel
pada sel normal maupun sel abnormal. Bila kadar vitamin D berkurang akan berakibat
proliferasi sel terganggu sehingga tubuh akan merespon dengan pertumbuhan sel yang
abnormal. Dengan ditemukannya reseptor vitamin D pada sel imun, peran vitamin D
sebagai potent imunomodulator juga terus dikembangkan. Vitamin D mampu
menghambat maturasi monosit, makrofag dan sel dendritik yang memiliki peranan utama
dalam proses autoimun, seperti pada sklerosis multiple, rheumatoid arthritis, dan juga
diabetes mellitus tipe 1. 5,6
Terjadinya defisiensi vitamin D disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa
penelitian menyatakan terdapatnya hubungan Obesitas terhadap angka kejadian defisiensi
vitamin D pada anak. 9,10 Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan prevalensi defisiensi
vitamin D pada anak dengan berat normal, overweight, obese dan super obese masing-
masing sebesar 21%, 29%, 34%, dan 49%. 9 Penelitian yang dilakukan oleh Jacob (2000)
dan Xiao Mei (2012) juga menunjukkan anak dengan obese memiliki konsentrasi 25-
hydroxivitamin D3 (25(OH)D3) dalam darah yang lebih rendah dibandingkan dengan anak
tidak obese.10,11 Penelitian lain juga menujukkan pada anak obese dan tidak obese yang
mengalami defisiensi vitamin D diberikan paparan sinar UV-B dalam waktu yang sama,
peningkatan kadar vitamin D dalam darah pada anak obese 57% lebih rendah dibandingkan
dengan anak tidak obese meskipun anak dengan obese memiliki area permukaan tubuh yang
lebih luas.11
Defisiensi vitamin D pada anak obesitas dapat menyebabkan gangguan kesehatan
tulang dan kardiovaskularnya. Fraktur, penyakit Blount dan dislokasi epifisis femoral
sering terjadi pada anak obesitas dan peneliti memperkirakan defisiensi vitamin D akan
meningkatkan resiko kondisi tersebut. Resiko penyakit kardiovaskular dan gangguan
homeostasis glukosa juga berkaitan dengan defisiensi vitamin D dan lebih sering terjadi
pada anak dengan overweight dan obesitas. 9
Jurnal sistematik review ini dibuat dengan tujuan untuk mengidentifikasi dampak
defisiensi vitamin D pada anak yang mengalami obesitas.

Metode

Pada pembuatan tinjauan pustaka ini, kami melakukan pencarian sumber literatur
berupa jurnal ilmiah pada search engine yaitu Pubmed dan Google Scholar serta buku ajar
terbitan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Kata kunci yang digunakan adalah
“Children”, “vitamin D deficiency”, “Overweight”, "Obesity". Kriteria inklusi yang
digunakan adalah semua literatur yang membahas mengenai obesitas, kekurangan vitamin D,
serta hubungan keduanya yang diterbitkan dalam rentang waktu 5 tahun terakhir. Informasi
kemudian dikumpulkan, dicatat, dan dianalisa.

Hasil dan Pembahasan

Vitamin D

Makanan yang mengandung vitamin D misalnya lemak ikan dan derivatnya,


namun sebagian besar vitamin D di dalam tubuh dapat diperoleh melalui sintesis vitamin
D di kulit yang dimediasi paparan langsung sinar ultraviolet-B (UVB). Vitamin D yang
aktif kemudian memasuki sirkulasi dengan berikatan dengan protein-pengikat vitamin D
sehingga kompleks tersebut dapat masuk ke dalam sel. Agar dapat menghasilkan efek
pada sel targetnya, vitamin D berikatan dengan reseptor vitamin D (VDR) yang terdapat
pada berbagai tipe sel, antara lain pada sistem skeletal, ginjal, kulit, hepar, dan sel islet
pankreas. Ditemukannya reseptor vitamin D pada sel imun mendukung hipotesis dimana
vitamin D dapat mempengaruhi proses autoimun. 6

Berdasarkan rekomendasi dari Institute of Medicine, asupan harian vitamin D yang


adekuat adalah 400 IU untuk anak-anak dan dewasa usia 50 tahun, sedangkan mereka
yang berusia 51 hingga 70 tahun memerlukan 600 IU, dan 800 IU bagi mereka yang
berusia 71 tahun ke atas. Namun, dengan rendahnya paparan sinar matahari, baik anak-
anak dan dewasa memerlukan 800 hingga 1000 IU vitamin D setiap harinya. 4,5
Vitamin D selama ini dikenal perannya dalam menjaga homeostasis kalsium di
dalam tubuh aktif berperan dalam meningkatkan absorpsi kalsium di usus melalui
interaksi dengan reseptor vitamin D di usus. Saat ini peran non-skeletal vitamin D diteliti
lebih dalam. Reseptor vitamin D yang ditemukan pada berbagai sel tubuh, seperti sel
hepar, lambung, prostat, pankreas, dan pada sebagian usus besar mengarahkan fungsi
vitamin D tidak hanya sebatas pada mempertahankan homeostasis kalsium, namun
memiliki implikasi yang lebih luas. Dengan ditemukannya reseptor vitamin D pada sel
imun, peran vitamin D sebagai potent imunomodulator juga terus dikembangkan. Vitamin
D mampu menghambat maturasi monosit, makrofag dan sel dendritik yang memiliki
peranan utama dalam proses autoimun, seperti pada sklerosis multiple, rheumatoid
arthritis, dan juga diabetes mellitus tipe 1. Saat ini, vitamin telah digunakan sebagai
standar terapi psoriasis, penyakit autoimun yang menyerang kulit. 5,6
Status vitamin D diklasifikasikan berdasarkan rekomendasi American Academy of
Pediatrics menjadi normal dengan kadar vitamin D 30-100 ng/mL, insufisiensi dengan
kadar vitamin D 20-30 ng/mL, defisiensi dengan kadar vitamin D < 20 ng/mL. 5,12
Dengan menggunakan definisi diatas, diperkirakan satu miliar penduduk dunia
mengalami insufisiensi dan defisiensi vitamin D. Anak-anak dan remaja memiliki risiko
tinggi untuk mengalami kekurangan vitamin D karena sedang dalam masa pertumbuhan.
Di Indonesia sendiri belum terdapat data akurat mengenai prevalensi defisiensi vitamin D.
Namun, suatu studi cross-sectional yang dilakukan pada 91 anak sekolah dasar
menunjukkan mengalami kekurangan vitamin D, dengan 75,8% anak mengalami
insufisiensi dan mengalami defisiensi vitamin D. 7 Defisiensi vitamin D pada masa anak-
anak dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan dan deformitas tulang, rickets, dan
meningkatkan risiko fraktur. Sedangkan pada usia dewasa, defisiensi vitamin D
menyebabkan osteopenia dan osteoporosis, osteomalasia dan kelemahan otot. 5,8
Obesitas
Kata obesitas berasal dari bahasa Latin, yaitu: obesus, obedere, yang artinya gemuk
atau kegemukan. Obesitas atau kegemukan merupakan suatu kelainan atau penyakit yang
ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan. 13 Obesitas adalah suatu
keadaan di mana terjadi penimbunan lemak tubuh secara berlebihan sehingga berat badan
tubuh seseorang jauh di atas normal. Hal ini dapat terjadi akibat ketidakseimbangan asupan
(intake) dan pemakaian (expenditure) energi yang selanjutnya disimpan dalam bentuk
jaringan lemak.14 WHO menyatakan obesitas telah menjadi epidemi global, sehingga
merupakan suatu masalah kesehatan yang harus mendapat penanganan segera. 3 Obesitas
dapat terjadi pada semua usia, namun yang tersering terjadi pada tahun pertama kehidupan,
usia 5-6 tahun, dan pada masa remaja. 10 Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara
asupan energy dan keluaran energi (energy expenditure), sehingga terjadi kelebihan energi
yang selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Sebagian besar gangguan
homeostasis energy ini disebabkan oleh factor idiopatik (obesitas primer atau nutrisional)
sedangkan factor endogen (obesitas sekunder atau non nutrisional, yang disebabkan oleh
kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik) hanya mencakup kurang dari 10% kasus. 17
Pada bayi, penumpukan lemak terjadi akibat pemberian makanan pendamping air susu ibu
(ASI) yang terlalu dini, terutama apabila makanan tersebut memiliki kandungan karbohidrat,
lemak, dan protein yang tinggi. Pada masa anak-anak dan remaja, asupan energi dipengaruhi
oleh diet seseorang. Obesitas terjadi karena adanya kelebihan energi yang disimpan dalam
bentuk jaringan lemak. Gangguan keseimbangan energi ini sebagian besar disebabkan oleh
faktor eksogen (obesitas primer) sebagai akibat nutrisional dan faktor endogen (obesitas
sekunder) akibat adanya kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik hanya mencakup
kurang dari 10% kasus.22
Obesitas adalah suatu penyakit multifaktorial yang diduga bahwa sebagian besar
obesitas disebabkan oleh karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara
lain aktifitas fisik, nutrisional, dan sosial ekonomi. 16,18 Apabila asupan energi melebihi dari
yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa akan meningkat disertai dengan peningkatan kadar
leptin dalam sirkulasi darah. Leptin kemudian akan menstimulasi anorexigenic center di
hipotalamus agar menurunkan produksi neuro peptide-Y (NPY) sehingga terjadi penurunan
nafsu makan. Sebaliknya jika kebutuhan energi lebih besar daripada asupan energi, maka
jaringan adiposa berkurang dan menstimulasi orexigenic center di hipotalamus yang
menyebabkan peningkatan nafsu makan.20 Obesitas pada anak dan remaja ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan antopometri dan deteksi dini
komorbiditas yang dibuktikan dengan pemeriksaan penunjang terkait.15
Saat ini hubungan antara obesitas dengan defisiensi vitamin D semakin banyak
diteliti. Anak atau remaja yang mengalami obesitas masih memungkinkan untuk mengalami
defisiensi nutrisi meskipun asupan makanannya meningkat. 15 Vitamin D memiliki sifat
hidrofobik dan larut dalam lemak sehingga pada anak dengan obesitas, vitamin D yang
ada di sirkulasi akan berpindah ke jaringan adipose dalam jumlah yang besar. Hal ini
menyebabkan rendahnya kadar 25-hydroxivitamin D3 (25(OH)D3) dalam darah meskipun
total simpanan vitamin D dalam tubuh mencukupi. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa
lemak tubuh yang berlebih dapat mengganggu jalur hormonal, seperti contohnya leptin,
hormon turunan adiposit yang berikatan dengan osteoblast, menghambat jalur sintesis
bentuk aktif vitamin D di ginjal. 9,10
Rendahnya kadar vitamin D dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme pada
individu dengan obesitas antara lain: 23,24
1. Asupan makanan atau minuman rendah kandungan vitamin D
2. Sintesis vitamin D pada kulit menurun
3. Absorpsi intestinal yang menurun
4. Metabolism yang berubah
a. Penurunan aktivasi dan/atau peningkatan katabolisme
b. Terperangkapnya 25(OH)D3 pada jaringan adipose

Kesimpulan

Vitamin D merupakan salah satu vitamin yang mempunyai peran penting dalam tubuh
kita. Tidak hanya berperan untuk pembentukan tulang saat ini banyak penelitian yang
menjabarkan tentang pentingnya peran vitamin D pada organ-organ tubuh lain. Vitamin D
dapat diperoleh melalui makanan misalnya lemak ikan dan derivatnya, namun sebagian
besar vitamin D di dalam tubuh diperoleh dengan sintesis vitamin D di kulit yang
dimediasi paparan langsung sinar ultraviolet-B (UVB).

Obesitas adalah suatu penyakit multifaktorial yang diduga bahwa sebagian besar
obesitas disebabkan oleh karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara
lain aktifitas fisik, nutrisional, dan sosial ekonomi. Berbagai macam penelitian dilakukan
untuk mengidentifikasi obesitas sebagai faktor resiko deficiency vitamin D dimana salah satu
penyebab menurut salah satu penelitian adalah karena Vitamin D memiliki sifat hidrofobik
dan larut dalam lemak sehingga pada anak dengan obesitas, vitamin D yang ada di
sirkulasi akan berpindah ke jaringan adipose dalam jumlah yang besar. Hal ini
menyebabkan rendahnya kadar 25-hydroxivitamin D3 (25(OH)D3) dalam darah meskipun
total simpanan vitamin D dalam tubuh mencukupi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sri Murtiwi Aryono. Patogenesis Dan Penatalaksanaan Obesitas. Pusat Diabetes Dan
Nutrisi RSUD Dr.Soetomo – FK Unair Surabaya.
2. Sjarif D R, dkk. Diagnsosis, Tata Laksana Dan Pencegahan Obesitas Pada Anak Dan
Remaja. Rekomendasi IDAI UKK Nutrisi Dan Metabolik. 2014; Cetakan I.
3. World Health Organization. 2014a. Obesity And Overweight. Geneva, [Cited 2014
October 30]. Available From: Url:
Http://Www.Who.Int/Mediacentre/Factsheets/Fs311/En/.

4. Mathieu C, Badenhoop K. Vitamin D and Type 1 Diabetes Mellitus: State of Art.


Trends, in Endocrinology and Metabolism. 2005;16(6):6-261.
5. Hollick M F. Vitamin D Deficiency. The New England Journal of Medicine. 2007;
357: 266-81.
6. Busta A, Alfonso B, Poretsky L. Role of Vitamin D in The Pathogenesis and Therapy
pf Type 1 Diabetes Mellitus. Liu, C.P.Editor. Type I Diabetes Complications,
Pathogenesis And Alternative Treatment. 2011;403-15.
7. Pulungan A B. 75% Anak Indonesia Kekurangan Vitamin D. Eannacia. 2011;1.1(2):
76.
8. Goswami R, Mishra S K, Kochupillai N. Prevalence And Potential Significance of
Vitamin D Deficiency in Asian Indians. Indian Journal Medical Research. 2008;127:
229-38.
9. Christy B T, Hua Lin, Glenn F. Prevalence of Vitamin D Deficiency Among
Overweight and Obese Us Children. Pediatric. 2013; Volume 131, Number 1.
10. Xiao-Mei Mai, dkk. Cross-Sectional and Prospective Cohort Study of Serum 25-
Hydroxyvitamin D Level and Obesity in Adults. American Journal of Epidemiology.
2012 Februari;Vol.175,No.10.
11. Wortsman, J, dkk. Decreased Bioavailability of Vitamin D in Obesity. Am J Clin Nutr.
2000;72:690-3.
12. Rosen C J. Vitamin D Insuffisiency. The New England Journal Of Medicine. 2011.
Januari;364;3.
13. Nevid J S, Rathus S A, Greene B. Psikologi Abnormal. 2005;Edisi Kelima.
14. Yussac M A A, dkk. Prevalensi Obesitas pada Anak Usia 4-6 Tahun dan Hubungannya
dengan Asupan Serta Pola Makan. Majalah Kedokteran Indonesia. 2007;57(2):47-53.

15. Gahagan S. Overweight And Obesity. In: Kliegman, R. M., Stanton, B. F., St. Geme
Iii, J. W., Schor, N. F., Behrman, R. E., Editors. Nelson Textbook Of Pediatrics.
2011;Edisi 19:P.44.

16. Maffeis, C., Schutz, Y., Grezzani, A., Provera, S., Plancentini, G., Tato, I. Meal-
Induced Thermogenesis And Obesity: Is A Fat Meal A Risk Factor For Fat Gain In
Children?. J Clin Endocrinol Metab. 2001;86(1):214-9.

17. Williams, C. L., Campanaro, L. A., Squillace, M., Bollella, M. Management Of


Childhood Obesity In Pediatric Practice. Ann N Y Acad Sci. 1997;817:225-40.

18. Heird, W. C. Parental Feeding Behavior And Children’s Fat Mass. Am J Clin Nutr.
2002. 75:451-452.

19. Sjarif, D. R. Obesitas Anak Dan Remaja. In: Sjarif, D. R., Lestari, E. D., Mexitalia,
M., Nasar, S. S., Editors. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik Dan Penyakit Metabolik.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014. P. 236-250.

20. Kumar, V., Abbas, A. K., Fausto, N., Aster, J. Robbins And Cotran Pathologic Basis
Of Disease. 8th Edition. Philadelphia: Saunders. 2010. P.438-442.

21. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementrian Kesehatan RI Tahun


2013. Riset Kesehatan Dasar. 2013.
22. Sjarif, D.R. Obesitas Pada Anak Dan Permasalahannya. Dalam: Trihono, P.P.,
Pujiarto, P.S., Sjarif, D.R., Hegar, B., Gunardi, H., Oswari, H., Kadim, M.,
Penyunting. Naskah Lengkap Pkb-Ika Xlv. Hot Topics In Pediatrics Ii.Jakarta: Balai
Penerbit Fkui; 2002.H.219-34.
23. Guasch Et Al. Plasma Vitamin D And Parathormone Are Associated With Obesity
And Atherogenic Dyslipidemia: A Cross-Sectional Study Cardiovascular Diabetology
2012,11:149.
24. Simon Vanlint. Vitamin D And Obesity. Nutrients. 2013; 5: 949-956.

Anda mungkin juga menyukai