Anda di halaman 1dari 4

Nama : Ihsanul Fikri

Kelas : Gizi B

NPM : 214102055

UAS Beban Masalah Gizi

1. Jelaskan dan berikan contoh kasus nyata terkait kejadian triple burden malnutrition
pada anak SD!
2. Jelaskan kaitan ekonomi,demografi, budaya, iklim, serta Ilmu pengetahuan dengan
pola makan, triple burden malnutrition dan pola penyakit?
3. Uraikan keterkaitan stunting dengan kejadian obesitas dan penyakit degeneratif?
4. Jelaskan penyebab kegemukan pada WUS ( wanita usia subur)!
5. Berikan contoh intervensi spesifik dan sensitif untuk mengatasi anemi pada remaja
putri?

JAWABAN

1. Triple Burden Malnutrition adalah 3 masalah gizi atau malnutrisi, yaitu gizi kurang
(undernutrition), gizi lebih (overnutrition), dan defisiensi mikronutrien (micronutrient
deficiency). Anak SD di Indonesia juga bisa terkena triple burden malnutrition, yaitu
obesitas, stunting,wasting ataupun defisiensi mikronutrien yang disebabkan oleh
beberapa faktor seperti faktor pengetahuan tentang gizi seimbang, ataupun faktor
ekonomi. Karena jika orang tua tidak mengetahui tentang pentingnya mikronutrien
untuk anak SD maka hal tersebut bisa menyebabkan defisiensi mikronutrien. Faktor
pengetahuan tentang gizi seimbang juga penting karena jika orang tua tidak mengerti
mengenai gizi seimbang akan menyebabkan stunting, wasting dan obesitas. Tetapi hal
tersebut juga bisa disebabkan oleh faktor ekonomi. Jika ekonominya tinggi, maka
konsumsi makanan tinggi lemak juga bisa menjadi faktor obesitas, sedangkan untuk
ekonomi rendah, bisa berisiko terkena stunting dan wasting karena sering memakai
prinsip “yang penting kenyang”.
2. Triple Burden Malnutrition tidak lepas dari kaitan faktor ekonomi, demografi, budaya,
iklim, serta ilmu pengetahuan.
Ketika ekonomi meningkat, maka angka kemiskinan di Indonesia bisa menurun dan
budaya pola makan pun akan berbeda dengan yang ekonomi rendah sehingga
menyebabkan transisi epidemiologi dari penyakit infeksi menjadi penyakit degeneratif
atau pergeseran masalah gizi kurang (undernutrition) menjadi masalah gizi lebih
(overnutrition). Tetapi hal tersebut juga akan menyebabkan jumlah usia lanjut
meningkat karena usia harapan hidup meningkat.
Perubahan iklim juga akan menjadi pemicu terjadinya food borne disease yang akan
mengakibatkan ketidakcukupan kualitas, kuantitas dan aksesibilitas dan hal itu
menjadi peluang munculnya masalah gizi kurang (undernutrition). Selain itu juga
perubahan iklim akan menyebabkan risiko penyakit tidak menular karena
menurunnya kualitas lingkungan yang akan menyebabkan tingginya tingkat polusi
lingkungan dan akan menyebabkan penyakit seperti kenker kulit, asma, dan gangguan
imun.
3. Obesitas yang terjadi pada anak stunting disebut stunted-obesity. Hal ini dapat terjadi
karena beberapa faktor yang pertama, anak stunting mengalami kekurangan insulin-
like growth factor. Hormon ini memiliki peran penting dalam mengatur fungsi
hormon-hormon pertumbuhan sehingga anak stunting memiliki permasalahan dalam
pembetukan otot, pertumbuhan tinggi badan, serta pemecahan dan oksidasi lemak.
Oleh karna itu, untuk meningkatkan berat badan anak yang stunting diberikan
makanan tinggi kalori, protein, dan lemak. Namun, alasan kedua yaitu terganggunya
kerja hormon ghrelin (berperan untuk mengatur sinyal lapar dan kenyang serta
metabolisme lemak) pada anak stunting menyebabkan tubuh anak mengubah asupan
makanan menjadi cadangan energi dalam bentuk lemak (yang seharusnya digunakan
untuk pertumbuhan dan membangun sel) dan menyebabkan pertumbuhan ke tubuh
depan dan samping atau terjadi obesitas. Alasan ketiga, keluaran enregi (energy
expenditure) pada anak stunting lebih rendah apalagi saat sedang beristirahat. Energi
yang dikeluarkan pun lebih banyak dari karbohidrat, bukan lemak. Maka semakin
banyak cadangan lemak pada tubuh anak diiringi dengan semakin banyak asupan
nutrisi yang tidak seimbang (tinggi lemak dan karbohidrat, kebiasaan makan makanan
cepat saji). Kemudian faktor keempat atau yang terakhir adalah kebiasaan makan anak
stunting saat kecil yang terus diberikan makanan tinggi karbohidrat membuat
metabolisme tubuh semakin tinggi. Hal ini berdampak ketika anak sudah keluar dari
fase stunting dan mencapai usia dewasa dengan pola makan yang sama ketika dia
anak-anak, maka asupan makanan yang masuk akan melebihi dari kebutuhan
tubuhnya dan akan disimpan dalam bentuk lemak di tubuh yang menyebabkan
obesitas.
Obesitas (penumpukan lemak) yang dibiarkan terlalu lama di dalam tubuh akan
menyebabkan penyakit degeneratif seperti peningkatan sindrom metabolik,
aterosklerosis, penyakit kardiovaskular, diabetes tipe-2, batu empedu, gangguan
fungsi paru, hipertensi dan dislipidemia.
4. Penyebab obesitas pada wanita usia subur sebenarnya sama dengan penyebab obesitas
pada kalangan lain. Penyebabnya dikarenakan faktor pola makan, gaya hidup,
pengetahuan tentang gizi seimbang yang rendah, serta faktor genetik dan gender.
Faktor pola makan dan gaya hidup adalah faktor terbesar untuk kejadian obesitas
karena mengkonsumsi makanan dengan gizi yang tidak seimbang dan juga makan
terlalu berlebihan. Sedangkan gaya hidup tidak sehat seperti malas berolahraga dan
senang mengonsumsi junkfood akan menyebabkan energi yang masuk lebih besar
daripada energi yang keluar. Selain itu faktor genetik dan gender juga menjadi salah
satu faktor penyebab obesitas, tetapi hal ini tidak bisa dihindari karena sudah menjadi
takdir untuk kita, tetapi kita bisa merubah gaya hidup dan makan makanan bergizi
seimbang agar terhindar dari obesitas.
Wanita memiliki lemak tubuh yang lebih banyak dibandingkan pria yaitu sekitar 25-
30%, jika lebih dari 30% maka wanita dianggap obesitas. Wanita usia subur dapat
terkena obesitas jika tidak memperhatikan faktor faktor yang disebutkan di atas
karena pada intinya obesitas disebabkan oleh energi yang masuk lebih besar daripada
energi yang dikeluarkan.
5. Intervensi spesifik adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mengatasi penyebab
langsung masalah anemia pada remaja putri sedangkan Intervensi sensitif adalah
kegiatan yang dilaksanakan untuk mengatasi penyebab tidak langsung masalah
anemia pada remaja putri.
a. Contoh intervensi spesifik yang dapat dilakukan untuk mengatasi anemia
pada remaja putri, yaitu “Pemberian Tablet Tambah Darah”. Pemberian tablet
tambah darah ini dilakukan untuk mengurangi kejadian anemia pada remaja
putri mengingat kejadian anemia pada remaja putri masih sangat tinggi di
Indonesia.
b. Contoh intervensi sensitif yang dapat dilakukan untuk mengatasi anemia pada
remaja putri, yaitu “Edukasi Gizi tentang Bahaya Penyakit Anemia”. Edukasi
ini diberikan agar para remaja putri tidak menyepelekan penyakit anemia
mengingat dampak yang ditimbulkan ketika seseorang menderita anemia,
yaitu lemas, sering ngantuk, sering tertidur yang mengakibatkan kegiatan
yang akan dilakukan terhambat karena keluhan yang dirasakan.

Selain itu bisa memberikan intervensi berupa pemberian Suplementasi Zat Besi dan
Asam Folat pada Remaja Putri
a. Intervensi spesifik : Menyediakan suplemen zat besi dan asam folat yang
sesuai dengan kebutuhan remaja putri. Program ini dapat dilakukan melalui
pemberian suplemen di sekolah atau pusat kesehatan.
b. Intervensi sensitif : Mempertimbangkan preferensi budaya dan sosial dalam
pemilihan suplemen untuk memastikan penerimaan yang baik serta elibatkan
keluarga dan komunitas dalam mendukung program suplementasi.

Anda mungkin juga menyukai