PENDAHULUAN
Upaya meningkatkan kesehatan ibu dan menurunkan angka kematian ibu
(AKI) telah menjadi topik pembicaraan penting dalam konferensi internasional
sejak tahun 1980. Salah satu dari delapan Millennium Development Goals (MDGs)
adalah meningkatkan kesehatan ibu. Komunitas internasional telah berkomitmen
untuk menurunkan AKI di negara masing-masing sebanyak 75% antara tahun 1999
sampai tahun 2015.1
Angka kematian ibu bersama dengan angka kematian bayi senantiasa
menjadi indikator keberhasilan pembangunan pada sektor kesehatan. Menurut
World Health Organization (WHO), diperkirakan kematian maternal terjadi lebih
dari 500.000 kasus per tahun di seluruh dunia, yang terjadi akibat proses reproduksi.
Salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan janin adalah hipertensi
dalam kehamilan khususnya preeklamsi dengan angka kejadiannya berkisar antara
0,51% - 38,4%. Menurut Depkes RI, pada tahun 2005 kasus preeklamsia dan
eklamsia memiliki persentase kasus sebesar 4,91% dari seluruh ka\sus obstetri di
rumah sakit di Indonesia, dengan Case Fatality Rate sebesar 2,35% yang
merupakan penyebab kematian ibu terbesar.1
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15% penyulit kehamilan dan
merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu
bersalin. Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga
masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan selain etiologi tidak jelas, juga oleh
perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non medis dan sistem
rujukan yang belum sempurna.3
Ada 2 hipertensi dalam kehamilan tanpa proteinuria yaitu hipertensi kronik
dan hipertensi gestasional dan ada 2 hipertensi dalam kehamilan dengan proteinuria
yaitu preeklampsia-eklampsia dan hipertensi kronik dengan superimposed
preeklampsia. Dimana kombinasi proteinuria selama kehamilan secara nyata
meningkatkan risiko mortalitas dan morbiditas perinatal. Hipertensi saja berkaitan
dengan peningkatan angka kematian janin sebesar tiga kali lipat.4
Memburuknya hipertensi terutama apa bila disertai proteinuria merupakan
pertanda buruk. Sebaliknya proteinuria tanpa hipertensi hanya menimbulkan efek
keseluruhan yang kecil pada angka kematian bayi.4
Selain menyebabkan mortalitas pada janin. Hipertensi dalam kehamilan
juga bisa mempengaruhi berat badan lahir bayi. Berat badan lahir bayi adalah berat
yang ditimbang dalam waktu 1 jam pertama setelah lahir. Ada beberapa klasifikasi
untuk bayi baru lahir diantaranya klasifikasi menurut berat lahir dan klasifikasi
menurut usia gestasi atau umur kehamilan. Wanita dengan hipertensi dalam
kehamilan berisiko untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Berat
badan lahir rendah adalah bayi yang dilahirkan dengan berat < 2500 gram tanpa
memandang masa gestasi. Pada preeklampsia berat, perfusi uteroplasenta
berkurang sehingga menyebabkan peningkatan insiden Intra Uterine Growth
Retardation (IUGR), hipoksia janin dan kematian perinatal. Dimana, intra uterine
growth retardation ini bisa mempengaruhi setiap organ walaupun efeknya pada
tiap organ tidak sama. Jika gangguan pertumbuhan terjadi pada akhir kehamilan,
pertumbuhan jantung, otak dan tulang rangka tampak paling sedikit terpengaruh.
Sedangkan ukuran hati,limpa dan timus sangat berkurang. Keadaan klinis ini
disebut gangguan pertumbuhan asimetris yang biasanya terjadi pada bayi yang
dilahirkan dari wanita penderita hipertensi dalam kehamilan. Selain itu berat lahir
ditentukan oleh kedua durasi kehamilan dan laju pertumbuhan janin.
Pada tahun 2014 di RS. Abdul Moeloek didapatkan data dari rekam medis
yaitu jumlah kasus hipertensi kehamilan khusunya preeklamsi dan eklamsi
sebanyak 365 kasus dan merupakan salah satu kasus tersering. Masih besarnya
angka kejadian hipertensi kehamilan di RS. Abdul Moeloek, membuat peneliti
berniat untuk membuat suatu karya ilmiah tentang hipertensi dalam kehamilan.
BAB II
HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
2.1. Definisi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik lebih besar dari atau sama dengan 140
mmHg dan / atau diastolik BP lebih besar dari atau sama dengan 90 mmHg.
Kenaikan tekanan darah sistolik lebih besar dari atau sama dengan 30 mmHg dan /
atau peningkatan tekanan darah diastolik lebih besar dari atau sama dengan 15
mmHg. Hipertensi berat pada kehamilan adalah didefinisikan TD sistolik lebih
besar atau sama dengan 160 mmHg dan / atau diastolik lebih besar dari atau sama
dengan 110 mmHg. Hipertensi berat memerlukan penilaian cepat dan manajemen
yang aktif.1
Pengukuran tekanan darah teknik pengukuran yang benar sangat penting
untuk diagnosis yang benar dari gangguan hipertensi. Konfirmasi hipertensi
dilakukan dua kali pemeriksaan berjarak 4-6 jam pada wanita yang sebelumnya
normotensi. Bila didapatkan tekanan darah sistolik dan diastolik (≥140/90 mmHg)
maka lakukan pemeriksaan kadar protein urin dengan tes celup urin atau protein
urin 24 jam dan tentukan diagnosis dalam rawat inap atau rawat jalan.8
2.2. Etiologi, Faktor Predisposisi, dan Faktor Resiko
Hipertensi sering disebut sebagai "disease of theories" dikarenakan etiologi
masih belum diketahui secara pasti, namun terdapat beberapa hipotesis mengenai
faktor predisposisi pre-eklampsia. Predisposisi genetik, imunologi, endokrinologi,
nutrisi, invasi trofoblas abnormal, kelainan koagulasi, kerusakan endotel vaskular,
maladaptation kardiovaskular, kekurangan atau kelebihanmakanan, dan infeksi
telah diusulkan sebagai faktor etiologi untuk preeklamsia / eklamsia5. Produksi
prostanoid tidak seimbang dan peningkatan plasma antiphospholipids juga telah
terlibat dalam preeklampsia-eklampsia5.
Berikut ini dianggap faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan5:
• nullipara
• riwayat keluarga preeklampsia, preeklampsia sebelumnya dan eklampsia
• Hasil buruk dari kehamilan sebelumnya, termasuk keterbelakangan pertumbuhan
intrauterine, solusio plasenta, atau kematian janin
• multifetal kehamilan, mola hidatidosa, hidrops janin, primigravida
• usia ibu saat hamil <20 tahun atau>35 tahun
• primigravida
• status sosial ekonomi rendah
Kondisi medis yang sudah ada berikut ini juga dianggap faktor risiko4:
• Obesitas
• hipertensi kronis
• Penyakit ginjal
• Sindrom antibodi antifosfolipid thrombophili
• Kekurangan Kekurangan protein
• Defisiensi Antithrombin
• Vaskular dan gangguan jaringan ikat
• Gestational diabetes
• lupus erythematosus sistemik
2.3. Klasifikasi5
Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan
Hipertensi Kronis
Preeklampsia-eklampsia
Hipertensi kronis dengan superimposed preeclampsia
Hipertensi gestasional
Penjelasan Pembagian Klasifikasi
Hipertensi Kronik: hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20
minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur
kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca
persalinan.
Preeklampsia: hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria.
Eklampsia: preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau
koma.
Hipertensi kronik denga superimposed preeclampsia: hipertensi kronik
disertai dengan tanda-tanda preeclampsia atau hipertensi kronik disertai
proteinuria.
Hipertensi gestasional (disebut juga transient hypertension): hipertensi yang
timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang
setelah 3 bulan pasca persalinan
Penjelasan tambahan
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolik ≥ 140/90 mmHg.
Pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4
jam.
Proteinuria adalah adanya 300mg protein dalam urin selama 24 jam atau
sama dengan ≥ 1+ dipstick.
Edema, dahulu edema tungkai dipakai sebagai tanda-tanda preeclampsia,
tetapi sekarang edema tungkai tidak dipakai lagi, kecuali edema generalisata
(anasarka).
1. HIPERTENSI KRONIS
Diagnosis dari hipertensi kronis dalam kehamilan dapat menjadi
sulit pada wanita yang tekanan darah sebelum kehamilan atau awal trimester
pertama tidak diketahui. Sangat jarang preeclampsia dapat terdiagnosis
sebelum usia kehamilan 20 minggu dan abnormalitas tekanan darah pada
trimester kedua dapat mengaburkan diagnosis hipertensi kronis.9
Wanita dengan hipertensi kronis memiliki peningkatan risiko
hipertensi pada trimester ketiga, preeklamsia, kelainan pertumbuhan janin,
solusio plasenta, persalinan prematur dan IUFD. Peristiwa ini terlihat lebih
sering pada wanita yang mengalami preeklamsia. Hal ini dikarenakan tidak
terkontrolnya hipertensi pada trimester pertama yang menyebabkan
morbiditas janin dan ibu dan kematian yang meningkat nyata. Indikator lain
dari prognosis buruk dari kegagalan tekanan darah normal pada trimester
kedua adalah adanya hipertensi sekunder, riwayat hipertensi yang buruk
sebelum kehamilan, penyakit jantung dan / atau penyakit ginjal.2
2. PREEKLAMSIA3,4,5
Preeklampsia adalah sindrom klinis didefinisikan sebagai onset baru
hipertensi dan proteinuria pada trimester kedua kehamilan. Seseorang
mengalami preeklampsia apabila tekanan darah 140/90 mmHg setelah
usia kehamilan 20 minggu dalam wanita dengan tekanan darah yang
normal sebelumnya dan terdapat proteinuria (>0,3 gr protein urin di 24
jam)3.
Diagnosis dapat dibuat ketika:
Hipertensi muncul setelah usia kehamilan 20 minggu
Dikonfirmasi pada 2 atau lebih kali
Disertai dengan satu atau lebih dari:
proteinuria signifikan
rasio protein urin acak / kreatinin lebih besar dari atau sama dengan
30 mg / mmol
ekskresi urin 24 jam tidak umumnya diperlukan
keterlibatan ginjal
serum atau plasma kreatinin lebih besar dari atau sama dengan
90 mikromol / L atau
oliguria
keterlibatan hematologi
trombositopenia
hemolysis
DIC
keterlibatan hati
mengangkat transaminase
parah nyeri kuadran atas epigastrium atau kanan
keterlibatan neurologis
sakit kepala parah
gangguan visual persisten (katung, scotomata, kebutaan
kortikal, vasospasme retina)
hyperreflexia dengan klonus berkelanjutan
kejang (eklampsia)
Stroke
edema paru
Gangguan pertumbuhan janin intrauterin (IUGR)
placental abruption.6
PATOFISIOLOGI5
1) Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah
dari cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika yang menembus
miometrium dan menjadi arteri arkuata, yang akan bercabang menjadi
arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri
basalis dan arteri basalis memberi cabang arteri spiralis5.
Pada hamil normal, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri
spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga
terjadi distensi dan vasodilatasi arteri spiralis, yang akan memberikan
dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan
peningkatan aliran darah pada utero plasenta. Akibatnya aliran darah
ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga
menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan
remodelling arteri spiralis5.
2. Preeklampsia berat
Preeklampsia berat merupakan preeklampsia dengan tekanan darah
sistolik ≥160 mmHg dan tekanan diastolik ≥110 mmHg disertai
proteinuria lebih 5 gr/24 jam. Diagnosis preeklampsia berat ditegakkan
berdasarkan kriteria berikut 5:
- Tekanan darah ≥160/110 mmHg dan tidak menurun meskipun ibu
sudah melakukan tirah baring.
- Proteinuria ≥5gr/24 jam atau +4 dalam pemeriksaan kualitatif.
- Oligouria, produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.
- Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala,
skotoma, dan pandangan kabur.
- Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen.
- Edema paru dan sianosis.
- Trombositopenia berat: <100.000 sel/mm3
- Pertumbuhan janin intrauterin terhambat
- Sindrom HELLP.
Terapi5,6,8
Tujuan dasar dari penatalaksanaan dari komplikasi kehamilan dari
preeklampsia adalah:
Mencegah terjadinya eklampsia
Kelahiran anak dengan kemungkinan hidup yang besar
Persalinan dengan trauma yang seminimal mungkin dengan upaya menghindari
kesulitan untuk persalinan berikutnya
Mencegah hipertensi yang menetap
Preeklampsia Ringan
Rawat jalan
Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan ambulasi sesuai keinginannya
Diet reguler: tidak perlu diet khusus
Roboransia
Tidak perlu restriksi konsumsi garam
Tidak perlu pemberian diuretik, anti hipertensi dan sedativum
Kunjungan ulang setiap 1 minggu
Rawat inap
Indikasi preeklampsia ringan dirawat inap:
1. Hipertensi menetap selama > 2 minggu
2. Proteinuria menetap selama > 2 minggu
3. Hasil tes laboratorium abnormal
4. Adanya gejala atau tanda satu atau lebih preeklamsia berat
Pemeriksaan dan monitoring pada ibu:
1. Pengukuran desakan darah tiap 4 jam kecuali ibu tidur
2. Pengamatan yang cermat adanya edema pada muka dan abdomen
3. Penimbangan berat badan pada waktu ibu masuk RS dan
penimbangan dilakukan setiap hari
4. Pengamatan dengan cermat gejala preeklampsia dengan impending
eklampsia: nyeri kepala frontal atau oksipital, gangguan visus, nyeri
kuadran kanan atas perut dan nyeri epigastrium.
Pemeriksaan laboratorium:
1. Proteinuria
2. Hematokrit dan trombosit
3. Tes fungsi hepar
4. Tes fungsi ginjal
5. Pengukuran produksi urin tiap 3 jam
Pemeriksaan kesejahteraan janin:
1. Pengamatan gerakan janin setiap hari
2. NST 2 kali seminggu
3. Profil Biofisik janin bila NST non reaktif
4. Evaluasi pertumbuhan janin dengan USG setiap 3-4 minggu
5. Ultrasound Doppler arteri umbilicalis dan arteri uterina
Preeklampsia Berat
Dasar pengobatan adalah istirahat, diet, sedatif, obat anti hipertensi, dan
induksi persalinan. Penderita dapat ditangani secara konservatif maupun aktif. Pada
perawatan konservatif, kehamilan dipertahankan bersamaan dengan pemberian
pengobatan medisinal. Sedangkan pada pengobatan aktif, kehamilan segera
diinduksi dengan pemberian pengobatan medisinal.
Pengelolaan Preeklampsia Berat:
Rawat bersama dengan bagian yang terkait ( Penyakit dalam, Penyakit saraf, Mata,
Anestesi , dll ).
1. Perawatan Aktif
a. Indikasi
Bila didapatkan satu/ lebih keadaan dibawah ini :
I. Ibu :
1. kehamilan > 37 minggu
2. adanya gejala impending eklamsi
II. Janin :
1. adanya tanda – tanda gawat janin
2. adanya tanda – tanda PJT yang disertai hipoksia
III. Laboratorik :
Adanya HELLP syndrome: kenaikan SGOT, SGPT, LDH,
Trombositopenia 150.000/ml.
b. Pengobatan medisinal
1. Infus larutan Ringer Laktat
2. Pemberian MgSO4
5. Lain-lain
Obat-obat antipiretik:
Diberikan bila suhu rektal > 38,5 c.
Dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol.
Antibiotika
Diberikan atas indikasi.
Anti nyeri
Bila pasien karena kontraksi rahim dapat diberikan 50-75 mg 1x saja.
c. Pengelolaan Obstetrik
Cara terminasi kehamilan :
- Belum Inpartu :
1. Induksi persalinan: amniotomi+tetes oksitosin dengan syarat skor bishop ≥ 6.
2. Sectio Caesaria
Bila:
i. tetes oksitosin tidak dipenuhi atau adanya kontra indikasi tetes
oksitosin.
ii. 8 Syarat jam sejak dimulainya tetes oksitosin belum masuk fase
aktif.
- Sudah Inpartu
Kala I
Fase Laten :
Amniotomi + tetes oksitosin dengans yarat skor bishop ≥ 6
Fase Aktif :
Amnoiotomi
Bila his tidak adekuat, diberikan tetes oksitosin
Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap,
pertimbangkan S.C.
Catatan : amniotomi dan tetes oksitosin dilakukan sekurang-
kurangnya 15 menit setelah pemberian pengobatan medisinal
Kala II
Pada persalinan pervaginam diselesaikan dengan partus buatan.
2. Pengelolaan Konservatif
a. Indikasi :
Kehamilan preterm (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending
eklampsi dengan keadaan janin baik.
b. Pengobatan medisinal :
Sama dengan perawatan medisinal pengelolaan secara aktif. Hanya dosis awal
Mg SO4 tidak diberikan i.v cukup i.m saja (MgSO4 40% 8 gram i.m).
Pemberian MgSO4 dihentikan bila sudah mencapai tanda-tanda preelamsi
ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.
c. Pengelolaan Obstetrik
1. Selama perawatan konservatif, tindakan observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif, termasuk pemeriksaan tes tanpa kontraksi dan USG untuk
mamantau kesejahteraan janin.
2. Bila setelah 2 x 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap
sebagai kegagalan pengobatan medisinal dan harus diterminasi. Cara
terminasi sesuai dengan pengelolaan aktif.
3. HIPERTENSI GESTASIONAL4,5
Onset hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan. Tidak ada tanda
dan gejala preeclampsia
Hipertensi hilang dalam waktu 3 bulan setelah melahirkan.
Flow chart penanganan preeklamsia dan hipertensi gestasional5
Lakukan
Lakukan penilaian ulang,
Lakukan
penilaian ulang minta rujukan
penilaian ulang
dan tegakkan spesialis atau
dan tegakkan
diagnosis HDK konsultan
diagnosis HDK
Apakah Lab
darah dan
Keadaan janin
baik?
IYA TIDAK
dokter melakukan penilaian dokter melakukan penilaian
ulang, jika uji diagnostik ulang, jika uji diagnostik
telah dapat dipastikan, telah dapat dipastikan,
maka lakukan rujukan ke maka lakukan rujukan ke
4. HIPERTENSIspesialis atau KRONIS DENGAN SUPERIMPOSSED spesialis atau
konsultan konsultan
PREEKLAMSI4,5,8
Hipertensi kronik superimpose preeklampsia berat merupakan hipertensi
kronik yang disertai tanda-tanda pre-eklampsia berat, di mana hipertensi
kronik sendiri mempunyai arti:
a. Hipertensi yang terjadi sebelum usia 20 minggu kehamilan, atau
b. Hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah usia kehamilan 20
minggu dan kondisi hipertensi tersebut menetap sampai 12 minggu
pasca persalinan.
c. Klasifikasi
Ringan: tekanan sistolik 140-159 mmHg, tekanan diastolik 90-109
mmHg
Berat: tekanan sistolik ≥160 mmHg, tekanan diastolik: ≥110 mmHg.
Seorang wanita dengan sebelumnya terdiagnosis penyakit vaskular kronis,
yang terlihat untuk pertama kalinya pada 20 minggu, sering memiliki
tekanan darah dalam kisaran normal. Selama trimester ketiga, namun, dapat
terjadi tekanan darah kembali ke level awalnya hipertensi, sehingga sulit
untuk menentukan apakah hipertensi kronis atau diinduksi oleh kehamilan.
Bahkan pencarian bukti kerusakan end-organ yang sudah ada mungkin sia-
sia karena banyak wanita-wanita memiliki penyakit ringan. Dengan
demikian, mungkin tidak ada bukti dari hipertrofi ventrikel, perubahan
pembuluh darah retina kronis, atau disfungsi ginjal ringan.