Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Preeklampsia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas maternal


dan perinatal di seluruh dunia. Menurut WHO, UNFPA dan UNICEF,
preeklampsia-eklampsia merupakan penyebab utama masalah kesehatan di negara
berkembang. Setiap tahun, diperkirakan 50.000 kematian ibu di seluruh dunia dan
mempengaruhi 5% - 7% kehamilan di seluruh dunia.

Asia Tenggara mengalami penurunan angka kematian ibu dan anak selama
dua dekade terakhir. Akan tetapi, di Indonesia yang tergabung dalam ASEAN
(Ascociation of Southeast Asian Nations) mengalami penurunan angka kematian
tersebut masih lambat yang memiliki tingkat kematian 50 per 1000 kelahiran
dibanding dengan negara-negara lainnya seperti Brunei Darussalam, Singapura,
Malaysia memiliki angka kematian di bawah 10 per 1000 kelahiran.

Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk menurunkan Angka Kematian Ibu


(AKI) dari 390 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1991 menjadi 228 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Namun,ternyata untuk mencapai 102
per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 sebagai tujuan MDGs masih belum
tercapai. Angka kematian Ibu di Indonesia pada tahun 2015 yaitu 346 per 100.000
kelahiran hidup. Penyebab utama kematian ibu disamping perdarahan dan infeksi
adalah preeklampsia.

Preeklampsia didefinisikan secara umum sebagai hipertensi dan proteinuria


yang timbul setelah 20 minggu kehamilan yang sebelumnya normal yang
disebabkan oleh banyak faktor. Pada kondisi berat, preeklamsia dapat menjadi
eklampsia dengan penambahan gejala kejang-kejang. Teori yang dewasa ini
banyak dikemukakan sebagai sebab preeklampsia adalah iskemia plasenta. Akan
tetapi, teori ini tidak dapat menerangkan semua hal yang berhubungan dengan
penyakit itu.

Rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor


yangmenyebabkan terjadinya preeklampsia dan eklampsia (multiple

1
causation). Faktor-faktor yang menyebabkan hal tersebut diantaranya nulipara,
primigravida, genetik, kehamilan ganda, usia kurang dari 20 tahun atau lebih
dari 35 tahun, riwayat hipertensi, dan obesitas.

Di Indonesia ada trias yaitu penyakit yang dialami ibu hamil, bersalin dan
nifas bahkan menjadi salah satu penyebab dari trias kematian pada ibu. Trias
kematian pada kondisi ibu yang selama ini terjadi adalah pendarahan, infeksi dan
preeklamsia.1,2

Di Indonesia (2010) kelompok kehamilan risiko tinggi sekitar 34%.


Kategori dengan risiko tinggi mencapai 22,4%, dengan rincian umur ibu <18
tahun sebesar 4,1%, umur ibu > 34 tahun 3 sebesar 3,8%, jarak kelahiran < 24
bulan sebesar 5,2%, dan jumlah anak yang terlalu banyak (>3 orang) sebesar
9,4%. Penyebab kematian ibu yang paling umum di Indonesia adalah penyebab
obstetri langsung yaitu perdarahan 28 %, preeklampsi/eklampsi 24 %, infeksi 11
%, sedangkan penyebab tidak langsung adalah trauma obstetri 5 % dan lain – lain
11 %.1
.2 Rumusan Masalah
Apakah penegakkan diagnosis dan penanganan pada kasus ibu hamil
dengan preeklamsia di Puskesmas Sukra sudah sesuai dengan SOP?

.3 Ruang Lingkup
Mini project ini dibuat berdasarkan data primer yaitu data yang diperoleh
dari kunjungan ibu hamil dengan PEB di Puskesmas Sukra.

.4 Tujuan
.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui penatalaksanaan kasus ibu hamil dengan
preeklampsia di Puskesmas Sukra.
.4.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam mini projek ini adalah:
a. Mengetahui  penentuan diagnosis PEB pada ibu hamil
b. Mengetahui cara penanganan PEB pada ibu hamil.

2
.5 Manfaat
.5.1 Masyarakat
 Dapat menjadi sumber informasi awal dalam mengantisipasi kehamilan
dengan preeklampsia.
.5.2 Puskesmas
 Menambah pengetahuan untuk diagnosa dan alur tatalaksana ibu hamil
dengan preeklampsia sesuai dengan protap.
.5.3 Dokter Internsip
 Untuk menambah pengetahuan tentang penatalaksanan terhadap ibu hamil
dengan preeklampsia.
 Memenuhi salah satu syarat kelulusan program internsip dokter indonesia.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hipertensi Dalam Kehamilan


2.1.1. Definisi
Menurut American College Obstetric and Gynaecologist
(ACOG). Hipertensi adalah suatu keadaan dengan tekanan darah
diastolik minimal 90 mmHg atau tekanan sistolik minimal 140 mmHg
atau kenaikan tekanan diastolik minimal 15 mmHg atau kenaikan
tekanan sistolik minimal 30 mmHg. Tekanan darah harus diukur 2 kali
dengan selang waktu 6 jam.
Beberapa definisi yang berhubungan dengan hipertensi dalam
kehamilan adalah sebagai berikut :
 Preeklampsia adalah suatu keadaan hipertensi yang disertai
proteinuria, edema, atau keduanya (trias) yang terjadi akibat
kehamilan di atas 20 minggu dan paling sering mendekati aterm
dan dapat timbul sebelum kehamilan 20 minggu bila terjadi
penyakit trofoblas.
 Eklampsia adalah keadaan terjadinya kejang-kejang pada wanita
dengan kriteria klinis preeklampsia yang bukan disebabkan
penyakit neurologi seperti epilepsi.
 Superimposed preeklampsia adalah suatu keadaan preeklampsia-
eklampsia yang terjadi pada wanita yang sebelumnya telah
menderita hipertensi vaskuler kronis atau penyakit ginjal.
 Hipertensi kronis adalah keadaan hipertensi yang menetap
dengan penyebab apapun yang sudah diderita sebelum konsepsi
atau sebelum kehamilan 20 minggu atau menetap selama 6
minggu post partum.
 Transient hipertensi yaitu timbulnya hipertensi dalam kehamilan
sesudah trimester II atau dalam 24 jam pertama post partum
tanpa ada tanda-tanda hipertensi kronis atau preeklampsia-
eklampsia dan gejala ini akan hilang setelah 10 hari post partum.
2.1.2. Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan

4
Istilah hipertensi gestasional digunakan sekarang ini untuk
menjelaskan setiap bentuk hipertensi yang berhubungan dengan
kehamilan. Istilah ini telah dipilih untuk menekankan hubungan
sebab dan akibat antara kehamilan dan hipertensi – preeklamsi dan
eklamsi.
Wanita hamil dengan hipertensi secara luas dapat dibagi
menjadi 3 kategori yaitu hipertensi kronis, hipertensi non-proteinuri
(kadang dikenal sebagai pregnancy-induced hypertension), dan pre-
eklamsi. Menurut The International Society for the Study of
Hypertension in Pregnancy (ISSHP) klasifikasi hipertensi pada
wanita hamil dibagi menjadi :
1. Hipertensi gestasional dan/atau proteinuria selama kehamilan,
persalinan, atau pada wanita hamil yang sebelumnya normotensi
dan non-proteinuri.
- Hipertensi gestasional (tanpa proteinuria)
- Proteinuria gestasional (tanpa hipertensi)
- Hipertensi gestasional dengan proteinuria (pre-eklamsi)
2. Chronic hypertension (sebelum kehamilan 20 minggu) dan
penyakit ginjal kronis (proteinuria sebelum kehamilan 20
minggu)
- Hipertensi kronis (without proteinuria)
- Penyakit ginjal kronis (proteinuria dengan atau tanpa hipertensi)
- Hipertensi kronis dengn superimposed
- Pre-eklamsi (proteinuria)
3. Unclassified hypertension dan/atau proteinuria
4. Eklampsia.
Klasifikasi hipertensi pada kehamilan oleh Working Group
of the NHBPEP (2000) dibagi menjadi 5 tipe, yaitu :
1. Hipertensi gestasional
2. Preeklamsi
3. Eklamsi
4. Preeklamsi superimposed pada hipertensi kronis
5. Hipertensi kronis.

5
2.1.3. Insiden
Spellacy dkk, melaporkan bahwa pada wanita > 40 tahun
insiden hipertensi meningkat 3 kali lipat dibandingkan dengan
wanita usia 20-30 tahun. Hansen melaporkan peningkatan insiden
preeklampsia sebesar 2-3 kali pada nullipara yang berusia di atas 40
tahun bila dibandingkan dengan usia 25-29 tahun. Secara umum
insiden preeklampsia ± 5% dari seluruh kehamilan, hampir 70%
diantaranya adalah nullipara. Hampir 20% nullipara menderita
hipertensi sebelum, selama persalinan, dan masa nifas jika
dibandingkan dengan multipara sebesar 7%. Menurut Cunningham
dan Leveno di RS Parkland selama tahun 1986 ditemukan insiden
hipertensi sebesar 18% pada ras kulit putih, 20% hispanik, dan 22%
ras kulit hitam. Insiden hipertensi dalam kehamilan pada multipara
adalah 6,2% pada kulit putih, 6,6% pada hispanik, dan 8,5% pada
ras kulit hitam.

2.2. Preeklampsia
2.2.1. Definisi Preeklampsia
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa
berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel,
yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria.
Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu,
paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat
juga timbul kapan saja pada pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat
berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai preeklampsia yang
berat.
2.2.2. Epidemiologi Preeklampsia
Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena
banyak faktor yang mempengaruhinya, jumlah primigravida, keadaan
sosial ekonomi, perbedaan kriteria dalam penentuan diagnosis dan lain-
lain.
Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10%
(Triatmojo, 2003). Sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa
kejadian preeklampsia sebanyak 5% dari semua kehamilan (23,6 kasus

6
per 1.000 kelahiran) (Dawn C Jung, 2007). Pada primigravida frekuensi
preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida,
terutama primigravida muda. Sudinaya (2000) mendapatkan angka
kejadian preeklampsia dan eklampsia di RSU Tarakan Kalimantan
Timur sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1.431 persalinan selama periode 1
Januari 2000 sampai 31 Desember 2000, dengan preeklampsia sebesar
61 kasus (4,2%) dan eklampsia 13 kasus (0,9%). Di samping itu,
preeklampsia juga dipengaruhi oleh paritas. Surjadi dkk, mendapatkan
angka kejadian dari 30 sampel pasien preeklampsia di RSU Dr. Hasan
Sadikin Bandung paling banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu
sebanyak 19 kasus dan juga paling banyak terjadi pada usia kehamilan
diatas 37 minggu yaitu sebanyak 18 kasus. Peningkatan kejadian
preeklampsia pada usia > 35 tahun mungkin disebabkan karena adanya
hipertensi kronik yang tidak terdiagnosis dengan superimposed PIH.

2.2.3. Faktor Risiko Preeklampsia


Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab
terjadinya preeklampsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan
sejumlah faktor yang mempengaruhi terjadinya preeklampsia. Faktor
risiko tersebut meliputi :
1) Riwayat preeklampsia. Seseorang yang mempunyai riwayat
preeklampsia atau riwayat keluarga dengan preeklampsia maka akan
meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia.
2) Primigravida, karena pada primigravida pembentukan antibodi
penghambat (blocking antibodies) belum sempurna sehingga
meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia. Perkembangan
preklamsia semakin meningkat pada umur kehamilan pertama dan
kehamilan dengan umur yang ekstrem, seperti terlalu muda atau
terlalu tua.
3) Kegemukan
4) Kehamilan ganda. Preeklampsia lebih sering terjadi pada wanita
yang mempuyai bayi kembar atau lebih.
5) Riwayat penyakit tertentu. Wanita yang mempunyai riwayat
penyakit tertentu sebelumnya, memiliki risiko terjadinya

7
preeklampsia. Penyakit tersebut meliputi hipertensi kronik, diabetes,
penyakit ginjal atau penyakit degenerati seperti reumatik arthritis
atau lupus.

2.2.4. Etiologi Preeklampsia


Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui
secara pasti, sehingga penyakit ini disebut dengan “The Diseases of
Theories”. Beberapa faktor yang berkaitan dengan terjadinya
preeklampsia adalah:
a. Faktor Trofoblast
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkina
terjadinya Preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan
Molahidatidosa. Teori ini didukung pula dengan adanya kenyataan
bahwa keadaan preeklampsia membaik setelah plasenta lahir.
b. Faktor Imunologik
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang
timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan
diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan
“Blocking Antibodies” terhadap antigen plasenta tidak sempurna,
sehingga timbul respons imun yang tidak menguntungkan terhadap
Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan berikutnya,
pembentukan “Blocking Antibodies” akan lebih banyak akibat
respos imunitas pada kehamilan sebelumnya, seperti respons
imunisasi.
Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang
mendukung adanya sistem imun pada penderita Preeklampsia-
Eklampsia :
a) Beberapa wanita dengan Preeklampsia-Eklampsia mempunyai
komplek imun dalam serum.
b) Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system
komplemen pada Preeklampsia-Eklampsia diikuti dengan
proteinuri.
c. Faktor Hormonal

8
Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan
Aldosteron antagonis, sehingga menimbulkan kenaikan relative
Aldoteron yang menyebabkan retensi air dan natrium, sehingga
terjadi Hipertensi dan Edema.
d. Faktor Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia /
eklampsia bersifat diturunkan melalui gen resesif tunggal.2
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetic pada
kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain :
a) Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b) Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi
Preeklampsia-Eklampsia pada anak-anak dari ibu yang
menderita Preeklampsia-Eklampsia.
c) Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-
Eklampsia pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat
Preeklampsia-Eklampsia.
e. Faktor Gizi
Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang
mengandung asam lemak essensial terutama asam Arachidonat
sebagai precursor sintesis Prostaglandin akan menyebabkan “Loss
Angiotensin Refraktoriness” yang memicu terjadinya preeklampsia.
f. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada
endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin
(PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi
penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin
dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III,
sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan
pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi
vasospasme dan kerusakan endotel.

2.2.5. Patofisiologi Preeklampsia


Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi
perburukan patologis pada sejumlah organ dan sistem yang

9
kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia. Wanita
dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan
respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin,
tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi
platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi
sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf
lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju
filtrasi glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis
hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes
fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan
volume intavaskular, meningkatnya cardiac output dan peningkatan
tahanan pembuluh perifer.
Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia
dan trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta
menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin
dalam rahim.

Perubahan pada organ-organ :


 Perubahan kardiovaskuler
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi
pada preeklampsia dan eklamsia. Berbagai gangguan tersebut pada
dasarnya berkaitan dengan peningkatan afterload jantung akibat
hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh
berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang
secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid
intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang
ektravaskular terutama paru.
 Metabolisme air dan elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan
eklamsia tidak diketahui penyebabnya. Jumlah air dan natrium
dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeklampsia dan
eklamsia daripada pada wanita hamil biasa atau penderita dengan

10
hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan
dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan
oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali
tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak
menunjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi
kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas
normal.
 Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh
darah. Selain itu dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh
edema intra-okuler dan merupakan salah satu indikasi untuk
melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukan tanda
preklamsia berat yang mengarah pada eklamsia adalah adanya
skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya
perubahan preedaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks
serebri atau didalam retina.

 Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema
dan anemia pada korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat
ditemukan perdarahan.
 Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan
gangguan pada plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan
janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada
preeklampsia dan eklamsia sering terjadi peningkatan tonus rahim
dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga terjadi partus
prematur.
 Paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklamsia biasanya
disebabkan oleh edema paru yang menimbulkan dekompensasi
kordis. Bisa juga karena terjadinya aspirasi pneumonia, atau abses
paru.

11
2.2.6. Diagnosis Preeklampsia
Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik
dan pemeriksaan laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka
preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu :
1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
a) Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15
mmHg atau lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih
setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat tekanan darah
normal.
b) Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+
pada urine kateter atau midstearm.
2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:
a) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
b) Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif
3+ atau 4+
c) Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.
d) Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa
nyeri di epigastrium.
e) Terdapat edema paru dan sianosis
f) Trombositopeni
g) Gangguan fungsi hati
h) Pertumbuhan janin terhambat.
2.2.7. Penatalaksanaan Preeklampsia Berat
Prinsip penatalaksanaan preeklamsia berat adalah mencegah
timbulnya kejang, mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan
intrakranial serta kerusakan dari organ-organ vital, pengelolaan cairan,
dan saat yang tepat untuk persalinan.Perawatannya dapat meliputi :
a. Perawatan aktif, yang berarti kehamilan segera diakhiri.
Indikasi bila didapatkan satu atau lebih dari keadaan berikut ini
1) Ibu :
a) Kehamilan lebih dari 37 minggu
b) Adanya tanda-tanda terjadinya impending eklampsia
c) Kegagalan terapi pada perawatan konservatif.

12
2) Janin :
a) Adanya tanda-tanda gawat janin
b) Adanya tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat.
3) Laboratorium : Adanya sindroma HELLP
b. Pengobatan Medikamentosa
1) Pemberian obat : MgSO4 40% dalam larutan RL 500 cc (60-125
cc/jam)
2) Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
3) Diuretikum diberikan bila ada edema paru, payah jantung
kongestif, atau anasarka. Diuretikum yang dipakai adalah
furosemid.
4) Pemberian antihipertensi apabila TD ≥160/110 mmHg. Anti
hipertensi lini pertama adalah nifedipin dosis 10-20 mg per oral,
diulangi setiap 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam.
c. Pengelolaan Konservatif, yang berarti kehamilan tetap
dipertahankan.
Indikasi : Kehamilan kurang bulan (< 37 minggu) tanpa disertai
tanda-tanda impending eklamsi dengan keadaan janin baik.

13
BAB III
METODE

3.1. Desain Penelitian


Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Metode Kualitatif dengan
pendekatan Studi kasus. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong 1994;3)
mendifinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang diamati.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian


Hari/Tanggal :
Waktu : Pukul 10.00-12.00 WIB
Tempat : PONED UPTD Puskesmas Sukra

1.1 Subjek Penelitian


1. Populasi target :
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi target adalah bidan di wilayah
kerja UPTD puskesmas sukra.
2. Sampel
Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 1 orang yang memenuhi kriteria
sampel penelitian. Adapun kriteria sampel penelitian yang dimaksud adalah
sebagai berikut

a. Sampel merupakan bidan yang bekerja di wilayah UPTD puskesmas


sukra
b. Sampel telah bekerja di wilayah UPTD puskesmas sukra > 6 bulan

3.4. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data


1. Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer

2. Tekhnik Pengumpulan Data


Tekhnik pengumpulan data menggunakan studi observasi dan wawancara
yang didapatkan dari bidan di UPTD Puskesmas Sukra.

14
BAB IV
HASIL

4.1 Profil UPTD Puskesmas Sukra


Wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukra meliputi 8 desa yaitu Sukra, Sukra Wetan,
Bogor, Ujung Gebang, Tegal Taman, Sumuradem, Sumuradem Timur, Karang
Layung.

4.2

No Pertanyaan Jawaban

1
Bidan yang menerima pasien preeklampsia di
Puskesmas Sukra rata-rata mendiagnosis
preeklampsia berdasarkan ada darah tinggi,
kaki bengkak, dan cek protein urin. Biasanya
pasien diketahui menderita preeklampsia
sebelum masa persalinan (inpartu), sehingga
sudah tercatat di buku KIA sehingga saat
mereka datang ke PONED Puskesmas Sukra
Bagaimana anda menegakkan diagnosis untuk bersalin sudah bisa langsung diketahui
preeklampsia pada pasien tersebut? dari catatan tersebut.
2
• Apakah ada panduan penatalaksanaan
preeklampsia, preeklampsia berat, dan
eklampsia di Ruang Bersalin
Puskesmas Sukra?
3 •

15
16
1. Cunningham, et all. 2012. Williams Obstetric 23rd edition. EGC : Jakarta
2. Kelompok Kerja Penyusunan Hipertensi dalam Kehamilan-Himpunan Kedokteran
Fetomaternal POGI, Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di
Indonesia, edisi ke-2, Angsar M, penyunting, 2005: 1-27
3. Krisnadi S, Mose J, Effendi J, Hipertensi Dalam Kehamilan, dalam Pedoman
Diagnosis dan terapi Obstetri dan Ginekologi RS dr.Hasan Sadikin, bagian
pertama, edisi ke-2, Bandung : Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran RS dr.Hasan Sadikin, 2005 : 60-70
4. Manuaba,Chandranita,dkk. Gawat Darurat Obstetri-Giekologi dan Obstetri-
Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan.Jakarta: ECG. 2008.
5. Mose J, Gestosis, dalam Obstetri Patologi : Ilmu Kesehatan Reproduksi, edisi ke-
2, Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah F, penyunting, Jakarta :
EGC, 2003 : 68-82
6. Prawirohardjo S, Pre-eklampsia dan Eklampsia, dalam Ilmu Kebidanan, edisi ke-
3, Wiknjosastro H, Saifuddin A, Rachimhadhi T, penyunting, Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005: 281-301
7. Scott J, Disaia P, Hammond C, Spellacy W, Gordon J, Danforth Buku Saku
Gangguan Hipertensi dalam Kehamilan, dalam Obstetri dan Ginekologi, edisi ke-
1, Koesoema H, penyunting, Jakarta : Widya Medika, 2002: 202-213
8. Seely E, Maxwell C, Chronic Hypertension in Pregnancy. 2007, diakses tanggal
24 Oktober 2009, dari http : //circ.ahajournals.org/cgi/content/full/115

17

Anda mungkin juga menyukai