Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Oleh
Dea Lita Barozha, S. Ked
151802016

Pembimbing:
Dr. dr. Taufiqurrahman, Sp.OG (K)

KEPANITERAAN KLINIK
SMF OBSTETRI DAN GYNEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDOEL MOELOEK
2015

BAB I
PENDAHULUAN

Upaya meningkatkan kesehatan ibu dan menurunkan angka kematian ibu (AKI)
telah menjadi topik pembicaraan penting dalam konferensi internasional sejak
tahun 1980. Salah satu dari delapan Millennium Development Goals (MDGs)
adalah meningkatkan kesehatan ibu. Komunitas internasional telah berkomitmen
untuk menurunkan AKI di negara masing-masing sebanyak 75% antara tahun
1999 sampai tahun 2015.1
Angka kematian ibu bersama dengan angka kematian bayi senantiasa
menjadi indikator keberhasilan pembangunan pada sektor kesehatan. Menurut
World Health Organization (WHO), diperkirakan kematian maternal terjadi lebih
dari 500.000 kasus per tahun di seluruh dunia, yang terjadi akibat proses
reproduksi. Salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan janin adalah
hipertensi dalam kehamilan khususnya preeklamsi dengan angka kejadiannya
berkisar antara 0,51% - 38,4%. Menurut Depkes RI, pada tahun 2005 kasus
preeklamsia dan eklamsia memiliki persentase kasus sebesar 4,91% dari seluruh
ka\sus obstetri di rumah sakit di Indonesia, dengan Case Fatality Rate sebesar
2,35% yang merupakan penyebab kematian ibu terbesar.1
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15% penyulit kehamilan dan
merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu
bersalin. Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga
masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan selain etiologi tidak jelas, juga oleh
perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non medis dan sistem
rujukan yang belum sempurna.3
Ada 2 hipertensi dalam kehamilan tanpa proteinuria yaitu hipertensi kronik
dan hipertensi gestasional dan ada 2 hipertensi dalam kehamilan dengan
proteinuria

yaitu

preeklampsia-eklampsia

dan

hipertensi

kronik

dengan

superimposed preeklampsia. Dimana kombinasi proteinuria selama kehamilan


secara nyata meningkatkan risiko mortalitas dan morbiditas perinatal. Hipertensi
saja berkaitan dengan peningkatan angka kematian janin sebesar tiga kali lipat.4
Memburuknya hipertensi terutama apa bila disertai proteinuria merupakan

pertanda buruk. Sebaliknya proteinuria tanpa hipertensi hanya menimbulkan efek


keseluruhan yang kecil pada angka kematian bayi.4
Selain menyebabkan mortalitas pada janin. Hipertensi dalam kehamilan juga
bisa mempengaruhi berat badan lahir bayi. Berat badan lahir bayi adalah berat
yang ditimbang dalam waktu 1 jam pertama setelah lahir. Ada beberapa klasifikasi
untuk bayi baru lahir diantaranya klasifikasi menurut berat lahir dan klasifikasi
menurut usia gestasi atau umur kehamilan. Wanita dengan hipertensi dalam
kehamilan berisiko untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Berat
badan lahir rendah adalah bayi yang dilahirkan dengan berat < 2500 gram tanpa
memandang masa gestasi. Pada preeklampsia berat, perfusi uteroplasenta
berkurang sehingga menyebabkan peningkatan insiden Intra Uterine Growth
Retardation (IUGR), hipoksia janin dan kematian perinatal. Dimana, intra uterine
growth retardation ini bisa mempengaruhi setiap organ walaupun efeknya pada
tiap organ tidak sama. Jika gangguan pertumbuhan terjadi pada akhir kehamilan,
pertumbuhan jantung, otak dan tulang rangka tampak paling sedikit terpengaruh.
Sedangkan ukuran hati,limpa dan timus sangat berkurang. Keadaan klinis ini
disebut gangguan pertumbuhan asimetris yang biasanya terjadi pada bayi yang
dilahirkan dari wanita penderita hipertensi dalam kehamilan. Selain itu berat lahir
ditentukan oleh kedua durasi kehamilan dan laju pertumbuhan janin.
Pada tahun 2014 di RS. Abdul Moeloek didapatkan data dari rekam medis
yaitu jumlah kasus hipertensi kehamilan khusunya preeklamsi dan eklamsi
sebanyak 365 kasus dan merupakan salah satu kasus tersering. Masih besarnya
angka kejadian hipertensi kehamilan di RS. Abdul Moeloek, membuat peneliti
berniat untuk membuat suatu karya ilmiah tentang hipertensi dalam kehamilan.

BAB II

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

2.1. Definisi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik lebih besar dari atau sama dengan 140
mmHg dan / atau diastolik BP lebih besar dari atau sama dengan 90 mmHg.
Kenaikan tekanan darah sistolik lebih besar dari atau sama dengan 30 mmHg dan /
atau peningkatan tekanan darah diastolik lebih besar dari atau sama dengan 15
mmHg. Hipertensi berat pada kehamilan adalah didefinisikan TD sistolik lebih
besar atau sama dengan 160 mmHg dan / atau diastolik lebih besar dari atau sama
dengan 110 mmHg. Hipertensi berat memerlukan penilaian cepat dan manajemen
yang aktif.1
Pengukuran tekanan darah teknik pengukuran yang benar sangat penting untuk
diagnosis yang benar dari gangguan hipertensi. Konfirmasi hipertensi dilakukan
dua kali pemeriksaan berjarak 4-6 jam pada wanita yang sebelumnya normotensi.
Bila didapatkan tekanan darah sistolik dan diastolik (140/90 mmHg) maka
lakukan pemeriksaan kadar protein urin dengan tes celup urin atau protein urin 24
jam dan tentukan diagnosis dalam rawat inap atau rawat jalan.8
2.2.

Etiologi, Faktor Predisposisi, dan Faktor Resiko


Hipertensi sering disebut sebagai "disease of theories" dikarenakan etiologi masih
belum diketahui secara pasti, namun terdapat beberapa hipotesis mengenai faktor
predisposisi pre-eklampsia. Predisposisi genetik, imunologi, endokrinologi,
nutrisi, invasi trofoblas abnormal, kelainan koagulasi, kerusakan endotel vaskular,
maladaptation kardiovaskular, kekurangan atau kelebihanmakanan, dan infeksi
telah diusulkan sebagai faktor etiologi untuk preeklamsia / eklamsia 5. Produksi
prostanoid tidak seimbang dan peningkatan plasma antiphospholipids juga telah
terlibat dalam preeklampsia-eklampsia5.
Berikut ini dianggap faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan5:
nullipara
riwayat keluarga preeklampsia, preeklampsia sebelumnya dan eklampsia
Hasil buruk dari kehamilan sebelumnya, termasuk keterbelakangan pertumbuhan
intrauterine, solusio plasenta, atau kematian janin

multifetal kehamilan, mola hidatidosa, hidrops janin, primigravida


usia ibu saat hamil <20 tahun atau>35 tahun
primigravida
status sosial ekonomi rendah
Kondisi medis yang sudah ada berikut ini juga dianggap faktor risiko4:
Obesitas
hipertensi kronis
Penyakit ginjal
Sindrom antibodi antifosfolipid thrombophili
Kekurangan Kekurangan protein
Defisiensi Antithrombin
Vaskular dan gangguan jaringan ikat
Gestational diabetes
lupus erythematosus sistemik
Klasifikasi5

2.3.

Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan

Hipertensi Kronis
Preeklampsia-eklampsia
Hipertensi kronis dengan superimposed preeclampsia
Hipertensi gestasional

Penjelasan Pembagian Klasifikasi

Hipertensi Kronik: hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20


minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur
kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca

persalinan.
Preeklampsia: hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan

disertai dengan proteinuria.


Eklampsia: preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau
koma.

Hipertensi kronik denga superimposed preeclampsia: hipertensi kronik


disertai dengan tanda-tanda preeclampsia atau hipertensi kronik disertai

proteinuria.
Hipertensi gestasional (disebut juga transient hypertension): hipertensi
yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi
menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan

Penjelasan tambahan

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolik 140/90 mmHg.


Pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4

jam.
Proteinuria adalah adanya 300mg protein dalam urin selama 24 jam atau

sama dengan 1+ dipstick.


Edema, dahulu edema tungkai dipakai sebagai tanda-tanda preeclampsia,
tetapi sekarang edema tungkai tidak dipakai lagi, kecuali edema
generalisata (anasarka).

1. HIPERTENSI KRONIS
Diagnosis dari hipertensi kronis dalam kehamilan dapat menjadi sulit pada
wanita yang tekanan darah sebelum kehamilan atau awal trimester pertama
tidak diketahui. Sangat jarang preeclampsia dapat terdiagnosis sebelum
usia kehamilan 20 minggu dan abnormalitas tekanan darah pada trimester
kedua dapat mengaburkan diagnosis hipertensi kronis.9
Wanita dengan hipertensi kronis memiliki peningkatan risiko hipertensi
pada trimester ketiga, preeklamsia, kelainan pertumbuhan janin, solusio
plasenta, persalinan prematur dan IUFD. Peristiwa ini terlihat lebih sering
pada wanita yang mengalami preeklamsia. Hal ini dikarenakan tidak
terkontrolnya hipertensi pada trimester pertama yang menyebabkan
morbiditas janin dan ibu dan kematian yang meningkat nyata. Indikator
lain dari prognosis buruk dari kegagalan tekanan darah normal pada
trimester kedua adalah adanya hipertensi sekunder, riwayat hipertensi yang
buruk sebelum kehamilan, penyakit jantung dan / atau penyakit ginjal.2

Wanita dengan hipertensi kronis, baik primer atau sekunder, harus sering
dinilai selama kehamilan oleh dokter kandungan dengan menejemen
hipertensi pada kehamilan. Manfaat terapi untuk pengobatan hipertensi
kronis ringan dalam kehamilan belum terbukti. Secara umum, pengobatan
dipertimbangkan ketika tekanan darah sistolik melebihi 160 mmHg dan /
atau tekanan diastolik melebihi 110 mmHg. Pengobatan dini memberikan
manfaat termasuk pengurangan masuk rumah sakit (ketika hipertensi
bukan karena pre-eklampsia) dan perpanjangan usia kehamilan. Saat
hipertensi yang tidak terkontrol akan menyebabkan perujukan kehamilan.8
2.4.

Penilaian dasar6
Ibu

Pemeriksaan tekanan darah


Pemeriksaan Mata.
Protein urin: rasio kreatinin mana ada keraguan tentang proteinuria

pada dipstick, yaitu, 1 atau +2 Proteinuria.


Elektrolit serum.
EKG
Katekolamin urin jika pada hipertensi berat.

Janin

Dasar USG untuk penilaian anatomi janin.


Tindak lanjut USG pada 26-28 minggu.
Dari 28 minggu, USG setiap 2-3 minggu untuk mengevaluasi
pertumbuhan janin.

2.5.

Penatalaksanaan7
A. Obat anti hipertensi oral yang digunakan dalam kehamilan
1. Sympatetic Nervous System Inhibitor
a. Metildopa
Metildopa emrupakan obat pilihan pertama untuk hipertensi
kronik berat pada kehamilan yang dapat menstabilkan aliran darah
uteroplasentadan hemodinamik janin. Obat ini merupakan
golongan a2 agonis sentral yang memiliki mekanisme kerja
dengan menstimulasi reseptor a2 adenergik di otak. Stimulasi ini
akan mempengaruhi aliran simpatik dari pusat vasomotor di otak

sehingga

meningkatkan

aktivitas

parasimpatik

yang

akan

menurunkan denyut jantung, cardiac output, resistensi perifer,


aktivitas renin plasma, dan reflek baroreseptor. Metildopa aman
bagi ibu dan anak karena telah digunakan dalam jangka waktu
yang lama. Dan belum ada laporan efek samping pada
pertumbuhan dan perkembangan anak.
b. Klonidin
Klonisin merupakan obat agonis a2 yang megurangi aliran
adrenergik setral cara kerja klonidin adalah langsung pada sistem
saraf pusat, sehinngga aman untuk ibu hamil. Klonidin tidak
menurunkan aliran darah ginjal atau filtrasi glomerular dan
karenanya berguna untuk pengobatan hipertensi yang mempunyai
komplikasi penyakit ginjal. Klonidin termasuk dalam kategori C
dikarenakan data penelitiannya masih kurang akan tetapi tingkat
keamanannya sama dengan metildopa.
2. Peripherally acting agent
a. Daksazosin
Merupakan penyekat kompetitif selektif reseptor a1. Obat ini
memang bermanfaat untuk hipertensi dengan menyebabkan
relaksasi otot polos arteri dan vena. Efek sampingnya juga ringan
dan hanya merubah sedikit curah jantung, dan individu yang telah
diobati oat ini tidak menjadi toleran terhadap kerjanya, sehingga
aman untuk ibu hamil.
b. Labetalol
Labetalol merupakan obat antihipertensi golongan a dan b bloker
yang akan menurunkan tekanan darah dengan menurunkan
resistensi perifer. Obat ini tergoong katagori C dapat menyebabkan
efek penurunan berat badan janin dan penurunan aliran darah ke
plasenta serta pada dosis besar akan berefek hipoglikemia pada
janin.
3. Calcium chanel blocker (CCB)
Nifedipin merupakan kalsium antagonis dengan kerja yang sangat
cepat dan bisa diberikan peroral. Nifedipin merupakan obat yang

aman diberikan kepada ibu hamil dna poten untuk menurunkan


tekanan darah pada kondisi hipertensi berat yang diinduksi kehamilan.
Serta penggunannya aman digunakan pada wanita hamil karena tidka
menimbulkan efek teratogenik pada janin yang dilahirkan.
4. Direct vasodilators
a. Hidralazin
Bekerja sebagai anti hipertensi dengan cara merelaksasi otot polos
pembuluh arteriola. Hidralazin merupakan obat anti hipertensi
yang poten digunakan untuk ibu hamil pada kondisi kritis
hipertensi bila dibandingkan dengan nifedipin yang biasanya
digunakan di Indonesia untuk menurunkan tekanan darah dengan
cepat.
b. Natrium nitroprussid
Obat ini dikontraindikasikan secara relatif karena berisiko
terjadinya intoksikasi sianida pada fetus. Mekanisme obat ini
adalah menghambat NO secara non selektif sehingga merelaksasi
otot-otot polos pembuluh darah sehingga terjadi vasodilatasi dan
menurunkan tekanan darah. Indikasi pemeberian obat ini
diguanakn dalam kondisi emergency.
B. Obat Hipertensi Yang Tidak Direkomendasikan Untuk Digunakan Dalam
Kehamilan
a. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) dan Angiotensin
Receptor Blocker (ARB)
Obat golongan ACEI dan ARB dikontraindikasikan pada kehamilan
trimester kedua dan ketiga karena menyebabkan penurunan perfusi
renal pada ginjal janin. Penggunaan kedua golongan ini juga
dihubungkan terhadap angka kejadian malformasi kardiovaskuler dan
sistem saraf pusat.
b. Diuretik
Obat golongan diuretik juga tidak digunakan pada ibu hamil mengingat
efek pengurangan volume plasma dan berkurangnya tekanan pada
plasma yang dapat menggangu kesehatan janin.
c. Reserpin

Sebaiknya

tidak

digunakan

kepada

ibu

hamil

karena

dapat

menyebabkan hilangnya fungsi pengaturan suhu tubuh bayi.


d. Obat-obat penyekat Neuroadrenergik
Obat seperti debrisokuin dan guanetidin dapat menyebabkan hipotensi
postural dan menurunkan perfusi uretero plasenta.

2.6.

Pencegahan5
1. Memperhatikan pola makan. Memperbanyak konsumsi sayuran, ikan,
buah-buahan, serta air putih. Penuhi kebutuhan gizi ibu hamil setiap
hari dan pasyikan kebutuhan protein, mineral, karbohidrat, vitamin
dan serat tercukupi. Selain itu, kurangi konsumsi makanan yang
mengandung hidrat arang dan garam.
2. Konsumsi makanan yang dapat menurunkan tekanan darah seperti
ikan, coklat, pisang, dan jeruk.
3. Terapkan pola hidup sehat. Kebiasaan mengonsumsi alkohol dan
merokok dapat memicu timbulnya hipertensi. Bahkan pola hidup yang
kurang sehat sehat tersebut dapat berdampak buruk pada kesehatan
janin.
4. Olahraga. Olahraga bermanfaat melancarkan sirkulasi darah dan
oksigen dalam tubuh. Olahraga ringan seperti jalan kaki, yoga, renang,
dan sebagainya dapat membantu menurunkan tekanan darah.
5. Hindari stress, karena stress dapat memicu tekanan darah naik. Maka
dari itu, agar tekanan darah tetap normal usahakan agar ibu tetap
tenang dan gembira.
6. Hindari

kelelahan.

Kelelahan

menyebankan tekanan darah tinggi.

dan

kurangnya

istirahat

dapat

7. Rajinlah mengontrol kondisi kandungan pada dokter kandungan atau


bidan. Dengan melakukan pengecekan pada tekanan darah secara rutin
untuk deteksi dini hipertensi dalam kehamilan.
2. PREEKLAMSIA3,4,5
Preeklampsia adalah sindrom klinis didefinisikan sebagai onset baru
hipertensi dan proteinuria pada trimester kedua kehamilan. Seseorang
mengalami preeklampsia apabila tekanan darah 140/90 mmHg setelah
usia kehamilan 20 minggu dalam wanita dengan tekanan darah yang
normal sebelumnya dan terdapat proteinuria (>0,3 gr protein urin di 24
jam)3.

Diagnosis dapat dibuat ketika:


Hipertensi muncul setelah usia kehamilan 20 minggu
Dikonfirmasi pada 2 atau lebih kali
Disertai dengan satu atau lebih dari:
proteinuria signifikan
rasio protein urin acak / kreatinin lebih besar dari atau sama
dengan 30 mg / mmol
ekskresi urin 24 jam tidak umumnya diperlukan
keterlibatan ginjal
serum atau plasma kreatinin lebih besar dari atau sama dengan
90 mikromol / L atau
oliguria
keterlibatan hematologi
trombositopenia
hemolysis
DIC
keterlibatan hati
mengangkat transaminase
parah nyeri kuadran atas epigastrium atau kanan
keterlibatan neurologis
sakit kepala parah
gangguan visual persisten (katung, scotomata, kebutaan
kortikal, vasospasme retina)

hyperreflexia dengan klonus berkelanjutan


kejang (eklampsia)
Stroke
edema paru
Gangguan pertumbuhan janin intrauterin (IUGR)
placental abruption.6

PATOFISIOLOGI5
1)

Teori kelainan vaskularisasi plasenta


Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran
darah dari cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika yang
menembus miometrium dan menjadi arteri arkuata, yang akan
bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis menembus
endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi
cabang arteri spiralis5.
Pada hamil normal, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot
arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut
sehingga terjadi distensi dan vasodilatasi arteri spiralis, yang akan
memberikan dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi
vaskular, dan peningkatan aliran darah pada utero plasenta.
Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan
juga meningkat, sehingga menjamin pertumbuhan janin dengan baik.
Proses ini dinamakan remodelling arteri spiralis5.

Gambar 1. Invasi Trofoblas pada Hamil Normal dan pada Preeklampsia.

Pada preeklampsia terjadi kegagalan remodelling menyebabkan


arteri spiralis menjadi kaku dan keras sehingga arteri spiralis tidak
mengalami distensi dan vasodilatasi. Sehingga aliran darah utero
plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta5.
2)

Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel


a. Iskemia plasenta dan pembentukan radikal bebas
Karena kegagalan remodelling arteri spiralis akan berakibat
plasenta

mengalami

iskemia,

yang

akan

merangsang

pembentukan radikal bebas, yaitu radikal hidroksil (-OH) yang


dianggap sebagai toksin. Radikal hidroksil akan merusak
membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh
menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak juga akan merusak
nukleus dan protein sel endotel5.

Gambar 2. Kerusakan Pembuluh Darah pada Preeklampsia


b. Disfungsi endotel
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya
fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel.
Keadaan ini disebut disfungsi endotel, yang akan menyebabkan
terjadinya :
-

Gangguan metabolisme prostaglandin, yaitu menurunnya


produksi prostasiklin (PGE2), yang merupakan suatu
vasodilator kuat.

Agregrasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang


mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi
tromboksan (TXA2), yaitu suatu vasokonstriktor kuat.
Dalam keadaan normal, kadar prostasiklin lebih banyak dari
pada tromboksan. Sedangkan pada preeklampsia kadar
tromboksan lebih banyak dari prostasiklin, sehingga
menyebabkan vasokonstriksi yang akan menyebabkan
peningkatan tekanan darah.

Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus


(glomerular endotheliosis).

Peningkatan permeabilitas kapiler

Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu


endotelin. Kadar NO menurun, sedangkan endotelin
meningkat.

3)

Peningkatan faktor koagulasi.

Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin


Pada perempuan normal, respon imun tidak menolak adanya hasil
konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human
leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang dapat melindungi
trofoblas janin dari lisi oleh sel natural killer (NK) ibu. HLA-G juga
akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan desidua
ibu5.
Pada plasenta ibu yang mengalami PE, terjadi penurunan ekspresi
HLA-G, yang akan mengakibatkan terhambatnya invasi trofoblas ke
dalam desidua. Kemungkinan terjadi Immune-Maladaptation pada
preeklampsia5.

4)

Teori adaptasi kardiovaskular


Pada kehamilan normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan
vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap
ransangan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih
tinggi untuk menimbulkan respon vasokonstriksi. Refkrakter ini
terjadi akibat adanya sintesis prostaglandin oleh sel endotel.
Pada PE terjadi kehilangan kemampuan refrakter terhadap bahan
vasopresor, sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap
bahan vasopresor sehingga pembuluh darah akan mengalami
vasokonstriksi dan mengakibatkan hipertensi dalam kehamilan5.

5)

Teori genetik
Wanita yang mengalami PE pada kehamilan pertama akan meningkat
mendapatkan PE pada kehamilan berikutnya. Odegard dkk di
Norwegia menemukan risiko 13,1% pada kehamilan kedua bila
dengan partner yang sama dan sebesar 11,8% jika berganti pasangan.
Mostello mengatakan kejadian PE akan meningkat pada kehamilan
kedua bila ada kehamilan dengan jarak anak yang terlalu jauh.

Cincotta menemukan bahwa bila dalam keluarga ada riwayat pernah


PE maka kemungkinan mendapat PE pada primigravida tersebut
akan meningkat empat kali5.
6)

Teori defisiensi gizi


Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa defisiensi gizi berperan
dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Hal ini dibuktikan oleh
penelitian pemberian berbagai elemen seperti zinc, kalsium, dan
magnesium untuk mencegah preeklampsia. Pada populasi umum
yang melakukan diet tinggi buah-buahan dan sayuran yang memiliki
aktivitas antioksidan, seperti tomat, wortel, brokoli, apel, jeruk,
alpukat, mengalami penurunan tekanan darah.
Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan,
dapat mengurangi risiko preeklampsia. Minyak ikan mengandung
banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi
tromboksan,

menghambat

aktifasi

trombosit,

dan

mencegah

vasokonstriksi pembuluh darah5.


7)

Teori stimulus inflamasi


Teori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam
sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses
inflamasi. Pada kehamilan normal, pelepasan debris trofoblas masih
dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas
wajar. Berbeda dengan proses apoptosis pada PE, dimana pada PE
terjadi peningkatan stres oksidatif sehingga produksi debris trofoblas
dan nekrorik trofoblas juga meningkat. Keadaan ini mengakibatkan
respon inflamasi yang besar juga. Respon inflamasi akan
mengaktivasi sel endotel dan sel makrofag/granulosit yang lebih
besar pula, sehingga terjadi reaksi inflamasi sistemik yang
menimbulkan gejala-gejala PE pada ibu5.
Dalam perjalanannya faktor-faktor di atas tidak berdiri sendiri, tetapi
kadang saling berkaitan dengan titik temunya pada invasi trofoblas

dan terjadinya iskemia plasenta. Pada Preeklampsia ada dua tahap


perubahan yang mendasari patogenesanya. Tahap pertama adalah:
hipoksia plasenta yang terjadi karena berkurangnya aliran darah
dalam arteri spiralis. Hal ini terjadi karena kegagalan invasi sel
trofoblas pada dinding arteri spiralis pada awal kehamilan dan awal
trimester kedua kehamilan sehingga arteri spiralis tidak dapat
melebar dengan sempurna dengan akibat penurunan aliran darah
dalam ruangan intervilus diplasenta sehingga terjadilah hipoksia
plasenta5.
Hipoksia plasenta yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat
toksis seperti sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase
dalam sirkulasi darah ibu, dan akan menyebabkan terjadinya stres
oksidatif yaitu suatu keadaan di mana radikal bebas jumlahnya lebih
dominan dibandingkan antioksidan. Stres oksidatif pada tahap
berikutnya bersama dengan zat toksis yang beredar dapat
merangsang terjadinya kerusakan pada sel endotel pembuluh darah
yang disebut disfungsi endotel yang dapat terjadi pada seluruh
permukaan endotel pembuluh darah pada organ-organ penderita
preeklampsia. Pada disfungsi endotel terjadi ketidakseimbangan
produksi zat-zat yang bertindak sebagai vasodilator seperti
prostasiklin dan nitrat oksida, dibandingkan dengan vasokonstriktor
seperti endotelium I, tromboksan, dan angiotensin II sehingga akan
terjadi vasokonstriksi yang luas dan terjadilah hipertensi5.

Klasifikasi Preeklampsia:
Preeklampsia terbagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat.
1. Preeklampsia ringan
Preeklampsia ringan merupakan sindroma spesifik kehamilan dengan
menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme
pembuluh darah dan aktivasi endotel. Diagnosis preeklampsia ringan
ditegakkan berdasarkan timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan
atau edema setelah kehamilan 20 minggu5.
-

Tekanan darah 140/90 mmHg.

Proteinuria 300 mg/24 jam atau +1 dipstik

Edema: edema pada lengan, muka, perut, dan edem generalisata.

2. Preeklampsia berat
Preeklampsia berat merupakan preeklampsia dengan tekanan darah
sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 110 mmHg disertai

proteinuria lebih 5 gr/24 jam. Diagnosis preeklampsia berat ditegakkan


berdasarkan kriteria berikut 5:
-

Tekanan darah 160/110 mmHg dan tidak menurun meskipun ibu


sudah melakukan tirah baring.

Proteinuria 5gr/24 jam atau +4 dalam pemeriksaan kualitatif.

Oligouria, produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.

Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala,


skotoma, dan pandangan kabur.

Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen.

Edema paru dan sianosis.

Trombositopenia berat: <100.000 sel/mm3

Pertumbuhan janin intrauterin terhambat

Sindrom HELLP.

Preeklampsia berat dibagi menjadi:


a. Preeklampsia berat tanpa impending eklampsia
b. Preeklampsia berat dengan impending eklampsia, yaitu bila disertai
dengan gejala-gejala subyektif seperti nyeri kepala hebat, gangguan
visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif
tekanan darah.
Terapi5,6,8
Tujuan dasar dari penatalaksanaan dari komplikasi kehamilan dari
preeklampsia adalah:

Mencegah terjadinya eklampsia

Kelahiran anak dengan kemungkinan hidup yang besar

Persalinan dengan trauma yang seminimal mungkin dengan upaya


menghindari kesulitan untuk persalinan berikutnya

Mencegah hipertensi yang menetap

Preeklampsia Ringan
Rawat jalan

Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan ambulasi sesuai keinginannya

Diet reguler: tidak perlu diet khusus

Roboransia

Tidak perlu restriksi konsumsi garam

Tidak perlu pemberian diuretik, anti hipertensi dan sedativum

Kunjungan ulang setiap 1 minggu

Rawat inap

Indikasi preeklampsia ringan dirawat inap:


1. Hipertensi menetap selama > 2 minggu
2. Proteinuria menetap selama > 2 minggu
3. Hasil tes laboratorium abnormal
4. Adanya gejala atau tanda satu atau lebih preeklamsia berat

Pemeriksaan dan monitoring pada ibu:


1. Pengukuran desakan darah tiap 4 jam kecuali ibu tidur
2. Pengamatan yang cermat adanya edema pada muka dan abdomen
3. Penimbangan berat badan pada waktu ibu masuk RS dan
penimbangan dilakukan setiap hari
4. Pengamatan dengan cermat gejala preeklampsia dengan impending
eklampsia: nyeri kepala frontal atau oksipital, gangguan visus,
nyeri kuadran kanan atas perut dan nyeri epigastrium.

Pemeriksaan laboratorium:
1. Proteinuria
2. Hematokrit dan trombosit
3. Tes fungsi hepar
4. Tes fungsi ginjal
5. Pengukuran produksi urin tiap 3 jam

Pemeriksaan kesejahteraan janin:

1. Pengamatan gerakan janin setiap hari


2. NST 2 kali seminggu
3. Profil Biofisik janin bila NST non reaktif
4. Evaluasi pertumbuhan janin dengan USG setiap 3-4 minggu
5. Ultrasound Doppler arteri umbilicalis dan arteri uterina

Preeklampsia Berat
Dasar pengobatan adalah istirahat, diet, sedatif, obat anti hipertensi, dan
induksi persalinan. Penderita dapat ditangani secara konservatif maupun aktif.
Pada perawatan konservatif, kehamilan dipertahankan bersamaan dengan
pemberian pengobatan medisinal. Sedangkan pada pengobatan aktif, kehamilan
segera diinduksi dengan pemberian pengobatan medisinal.
Pengelolaan Preeklampsia Berat:
Rawat bersama dengan bagian yang terkait ( Penyakit dalam, Penyakit saraf,
Mata, Anestesi , dll ).
1.

Perawatan Aktif
a. Indikasi
Bila didapatkan satu/ lebih keadaan dibawah ini :
I.

Ibu :
1. kehamilan > 37 minggu
2. adanya gejala impending eklamsi

II.

Janin :
1. adanya tanda tanda gawat janin
2. adanya tanda tanda PJT yang disertai hipoksia

III.

Laboratorik :
Adanya HELLP syndrome: kenaikan SGOT, SGPT, LDH,
Trombositopenia 150.000/ml.

b.

Pengobatan medisinal

1. Infus larutan Ringer Laktat

2. Pemberian MgSO4
Cara pemberian MgSO4 :
1. pemberian melalui intravena secara kontinyu ( dengan menggunakan
infusion pump)
Dosis awal :

4 gram ( 20 cc MgSO4 20 % ) dilarutkan kedalam 100 cc ringer


laktat, diberikan selama 15 20 menit

Dosis pemeliharaan :

10 gram ( 50cc MgSO4 20% ) dalam 500 cc cairan RL, diberikan


dengan kecepatan 1 2 gram/jam ( 20 30 tetes per menit )

2. Pemberian melalui intramuskuler secara berkala :


a. Dosis awal :

4 gram MgSO4 ( 20 cc MgSO4 20% ) diberikan secara i.v. dengan


kecepatan 1 gram/ menit

b. Dosis pemeliharaan

Selanjutnya diberikan MgSO4 4 gram ( 10 cc MgSO 4 40% ) i.m.


setiap 4 jam tambahkan 1 cc lidokain 2% pada setiap pemberian i.m.
untuk mengurangi perasaan nyeri dan panas.

Syarat syarat pemberian MgSO4


1. harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas 10 % ( 1 gram dalam
10 cc ) dibrikan i.v. dalam waktu 3 5 menit
2. Refleks patella ( + ) kuat
3. Frekuensi pernafasan 16 kali per menit
4. Produksi urin 30 cc dalam 1 jam sebelumnya ( 0,5 cc/Kg bb/jam )
Sulfas magnesikus dihentikan bila :
Ada tanda tanda intoksikasi (respiratory rate <16x/menit, refleks patella -,
urin output <25ml/jam)
Setelah 24 jam pasca persalinan

Dalam 6 jam pasca persalinan sudah terjadi perbaikan tekanan darah


(normotensif)
3. Diuretikum tidak diberkan kecuali bila ada :
a. Edem paru
b. payah jantung kongestif
c. edem anasarka
4. Anti Hipertensi diberikan bila :
1. Tekanan darah : Bila tensi 160/110
5. Lain-lain

Obat-obat antipiretik:
Diberikan bila suhu rektal > 38,5 c.
Dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol.

Antibiotika
Diberikan atas indikasi.

Anti nyeri
Bila pasien karena kontraksi rahim dapat diberikan 50-75 mg 1x saja.

c. Pengelolaan Obstetrik
Cara terminasi kehamilan :
- Belum Inpartu :
1. Induksi persalinan: amniotomi+tetes oksitosin dengan syarat skor bishop 6.
2. Sectio Caesaria
Bila:
i. tetes oksitosin tidak dipenuhi atau adanya kontra indikasi tetes
oksitosin.
ii.

8 Syarat jam sejak dimulainya tetes oksitosin belum masuk fase


aktif.

- Sudah Inpartu
Kala I
Fase Laten :
Amniotomi + tetes oksitosin dengans yarat skor bishop 6

Fase Aktif :

Amnoiotomi

Bila his tidak adekuat, diberikan tetes oksitosin

Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap,


pertimbangkan S.C.

Catatan : amniotomi dan tetes oksitosin dilakukan sekurangkurangnya 15 menit setelah pemberian pengobatan medisinal

Kala II
Pada persalinan pervaginam diselesaikan dengan partus buatan.
2.

Pengelolaan Konservatif

a.

Indikasi :
Kehamilan preterm (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending
eklampsi dengan keadaan janin baik.

b.

Pengobatan medisinal :
Sama dengan perawatan medisinal pengelolaan secara aktif. Hanya dosis awal
Mg SO4 tidak diberikan i.v cukup i.m saja (MgSO4 40% 8 gram i.m).
Pemberian MgSO4 dihentikan bila sudah mencapai tanda-tanda preelamsi
ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.
c. Pengelolaan Obstetrik
1. Selama perawatan konservatif, tindakan observasi dan evaluasi sama
seperti perawatan aktif, termasuk pemeriksaan tes tanpa kontraksi dan
USG untuk mamantau kesejahteraan janin.
2. Bila setelah 2 x 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap
sebagai kegagalan pengobatan medisinal dan harus diterminasi. Cara
terminasi sesuai dengan pengelolaan aktif.
3. HIPERTENSI GESTASIONAL4,5
Onset hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan. Tidak ada
tanda dan gejala preeclampsia
Hipertensi hilang dalam waktu 3 bulan setelah melahirkan.

Flow chart penanganan preeklamsia dan hipertensi gestasional5


Wanita yang telah dilakukan pemeriksaan fisik
dan diduga mengalami Gestational Hipertensi
atau Pre-Eklampsia
Dokter melakukan penilaian dan menetapkan
rata-rata tekanan darah
Rata-rata TD
140/90 mm
Hg
dan proteinuria
<1 + atau rasio
kreatinin
protein
<25g / L

USG +/CTG

Lakukan
penilaian ulang
dan tegakkan
diagnosis HDK

Rata-rata TD
140/90 mm
Hg
dan proteinuria
> 1 + atau
Protein /
kreatinin rasio
> 25g / L

USG +/CTG

Rata-rata TD

Rata-rata TD

140-160 / 90-99
mm Hg
dan proteinuria >
1 + atau protein /
kreatinin
> 25g / L protein /
kreatinin

160 / 100mm
Hg
dan proteinuria >
1 + atau protein /
kreatinin rasio
> 25 g / L

USG +/CTG

Lakukan
penilaian ulang
dan tegakkan
diagnosis HDK
Apakah Lab darah dan
Keadaan janin baik?

IYA
dokter melakukan
penilaian ulang, jika uji
diagnostik telah dapat
dipastikan, maka
lakukan rujukan ke
spesialis atau
konsultan

USG +/CTG

Lakukan
penilaian ulang,
minta rujukan
spesialis atau
konsultan

TIDAK
dokter melakukan
penilaian ulang, jika uji
diagnostik telah dapat
dipastikan, maka
lakukan rujukan ke
spesialis atau
konsultan

4. HIPERTENSI

KRONIS

DENGAN

SUPERIMPOSSED

PREEKLAMSI4,5,8
Hipertensi kronik superimpose preeklampsia berat merupakan hipertensi
kronik yang disertai tanda-tanda pre-eklampsia berat, di mana hipertensi
kronik sendiri mempunyai arti:
a. Hipertensi yang terjadi sebelum usia 20 minggu kehamilan, atau
b. Hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah usia kehamilan 20
minggu dan kondisi hipertensi tersebut menetap sampai 12 minggu
pasca persalinan.
c. Klasifikasi
Ringan: tekanan sistolik 140-159 mmHg, tekanan diastolik 90-109
mmHg
Berat: tekanan sistolik 160 mmHg, tekanan diastolik: 110
mmHg.
Seorang wanita dengan sebelumnya terdiagnosis penyakit vaskular kronis,
yang terlihat untuk pertama kalinya pada 20 minggu, sering memiliki
tekanan darah dalam kisaran normal. Selama trimester ketiga, namun,
dapat terjadi tekanan darah kembali ke level awalnya hipertensi, sehingga
sulit untuk menentukan apakah hipertensi kronis atau diinduksi oleh
kehamilan. Bahkan pencarian bukti kerusakan end-organ yang sudah ada
mungkin sia-sia karena banyak wanita-wanita memiliki penyakit ringan.
Dengan demikian, mungkin tidak ada bukti dari hipertrofi ventrikel,
perubahan pembuluh darah retina kronis, atau disfungsi ginjal ringan.
Pada beberapa wanita dengan hipertensi kronis, tekanan darah akan
meningkat jauh di atas , dan ini biasanya setelah 24 minggu. Jika disertai
oleh

proteinuria,

maka

superimposed

preeklampsia

didiagnosis.

superimposed preeklampsia umumnya dapat berkembang pada awal


kehamilan dari preeklampsia "murni". Superimposed preeklampsia
cenderung lebih parah dan sering disertai dengan pertumbuhan janin
terhambat. Kriteria yang sama juga digunakan untuk mengetahui
keparahan karakter preeklampsia.

BAB III
KESIMPULAN
Hipertensi dalam kehamilan adalah sindrom klinis didefinisikan sebagai onset
baru hipertensi (tekanan darah 140/90 mmHg) dengan atau tanpa proteinuria pada
trimester kedua kehamilan atau setelah usia kehamilan 20 minggu, dan pada
wanita dengan tekanan darah yang normal sebelumnya, serta terdapat proteinuria.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi hipertensi dalam kehamilan yaitu
kondisi ibu seperti penyakit penyerta, infeksi, serta riwayat hipertensi

sebelumnya. Banyak teori yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi dalam


kehamilan namun yang dipakai sekarang adalah teori kelainan vaskularisasi
plasenta dan pembentukan radikal bebas. Penatalaksanaan untuk hipertensi yang
kurang dari 160/110 mmHg hanya memerlukan pemantauan keadaan umum, tanda
vital, pengawasan diet dan pengurangan faktor risiko seperti merokok, obesitas,
dan pola hidup. Untuk preeklamsi dan hipertensi kronik dengan superimpossed
preeklamsi dilakukan penatalaksanaan pencegahan kejang dengan pemberian
MgSO4. Setelah keadaan umum baik lanjutkan dengan manajemen aktif dan
konservatif.

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.

World Health Organization. Maternal Mortality in 2005.


Estimates Developed by WHO, UNICEF, UNFPA, and the
World Bank. Geneva: WHO Press; 2007
Hasnawati, Sugito, Purwanto H, Brahim R, editors. Pofil
Kesehatan Indonesi. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia; 2009
Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Pre-eklampsia dan
eklampsia. In: Winkjaosastro H, editor. Ilmu Kebidanan. Edisi
ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka; 2010.
Leveno KJ, Cunningham FG,Gant NF; Alecander JM,
Bloom SL, Dashe JS, et al. Obstetri Williams . Edisi 21.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.
Rachimhadhi S., Wiknjasastro T. Hipertensi dalam
Kehamilan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2010.
Clinical Guidelines. Complications of pregnancy,
Hypertension in pregnancy. Maternal Fetal Assessment Unit -

Quick Reference Guide Gestational Hypertension And Pre


eclamsia. UK: Women and New Born Health Service; 2014
7.
Anggraini DI, Darwis I. Farmakoterapi Pada Kehamilan
Evidence Based Medicine. Lampung: Aura Printing &
Publishing; 2013
8.
Clinical Guidelines. Complications of pregnancy,
Hypertension in pregnancy. Medical Management. UK:
Women and New Born Health Survive; 2014.
9.
Maternity and Neonatal Clinical Guidelines. 2010.
Hypertensive disorders of pregnancy. USA: Queensland
Clinical Guidelines.

Anda mungkin juga menyukai