PLASENTA PREVIA
PEMBIMBING:
PENYUSUN:
2.1 DEFINISI
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah
uterus sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal
plasenta terletak diatas uterus.
Plasenta yang ada di depan jalan lahir. (prae = di depan, vias = jalan), jadi yang di
maksud adalah plasenta implantasinya tidak normal sehingga menutupi seluruh atau
sebahagian jalan lahir (Ostium Uteri Internium).
2.2 KLASIFIKASI
Klasifikasi plasenta previa tidak didasarkan pada keadaan anatomik melainkan
fisiologik. Sehingga klasifikasinya akan berubah setiap waktu. Umpamanya, plasenta previa
total pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi plasenta previa pada pembukaan
8 cm.
Klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan
jalan lahir pada waktu tertentu. Disebut plasenta previa totalis apabila seluruh pembukaan
tertutup oleh jaringan plasenta; plasenta previa parsialis apabila sebagian pembukaan tertutup
oleh jaringan plasenta; dan plasenta previa marginalis apabila pinggir plasenta berada tepat
pada pinggir pembukaan. Plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus, akan
tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir, disebut plasenta letak rendah. Pinggir
plasenta berada kira-kira 3 atau 4 cm di atas pinggir pembukaan jalan lahir.
Karena klasifikasi ini tidak didasarkan pada keadaan anatomic melainkan fisiologik, maka
klasifikasinya akan berubah setiap waktu. Umpamanya, plasenta previa totalis pada
pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi plasenta previa parsialis pembukaan 8 cm.
Tentu saja observasi seperti ini tidak akan terjadi dengan penanganan yang baik.
2.3 FREKUENSI
Kejadian plasenta previa sekitar 0,3% sampai 0,6% dari persalinan, sedangkan di rumah
sakit lebih tinggi, karena menerima rujukan dari luar.
2.4 ETIOLOGI
Mengapa plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu jelas dapat diterangkan.
Bahwasanya vaskularisasi yang berkurang, atau perubahan atropi pada desidua akibat
persalinan yang lampau dapat menyebabkan plasenta previa, tidaklah selalu benar, karena tidak
nyata dengan jelas bahwa plasenta previa didapati untuk sebagian besar pada penderita dengan
paritas tinggi.
Menurut Kloosterman (1973), Frekuensi plasenta previa pada primigravida yang berumur
lebih dari 35 tahun kira-kira 10 kali lebih sering dibandingkan dengan primigravida yang
berumur kurang dari 25 tahun; pada grande multipara yang berumur lebih dari 35 tahun kira-
kira 4 kali lebih sering dibandingkan dengan grande multipara yang berumur kurang dari 25
tahun.
Tabel
Hubungan frekuensi plasenta previa dengan umur ibu dan paritasnya di Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta
(1971-1975)
Umur Primigravida (%) Multigravida (%)
15-19 1,7 1,6
20-24 2,3 6,9
25-29 2,9 7,9
30-34 1,7 9,7
35- 5,6 9,5
Jumlah 2,2 7,7
Angka-angka dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada tabel diatas menunjukkan
bahwa frekuensi plasenta previa meningkat dengan meningkatnya paritas dan umur.
Berlainan dengan angka-angka yang dikemukakan oleh Kloosterman (1973), di Rumah
Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Frekuensi plasenta previa pada primigravida yang berumur
lebih dari 35 tahun kira-kira 2 kali lebih besar dibandingkan dengan primigravida yang berunur
kurang dari 25 tahun ; pada para 3 atau lebih yang berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 3 kali
lebih besar dibandingkan dengan para 3 atau lebih yang berumur kurang dari 25 tahun.
Tabel
Hubungan frekuensi plasenta previa dengan paritas ibu
di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
(1971-1975)
Paritas Frekuensinya (%)
0 2,2
1-3 6,2
4-6 8,6
7- 10,3
Jumlah 5,9
2.6 DIAGNOSIS
Pada setiap perdarahan antepartum, pertama kali harus dicurigai bahwa penyebabnya ialah
plasenta previa sampai ternyata dugaan itu salah. Penentuan jenis plasenta previa dapat
dilakukan dengan USG dan pemeriksaan dalam atau spekutum di kamar operasi
2.6.1 Anamnesis
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri,
tanpa alasan, terutama pada multigravida. Banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari
anamnesis, melainkan dari pemeriksaan hematokrit.
Penanganan letak plasenta secara langsung. Untuk menegakkan diagnosis yang tepat
tentang adanya dan jens palenta previa ialah langsung meraba plasenta melalui kanalis
servikalis. Akan tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan
perdarahan banyak. Oleh karena itu pemeriksaan melalui kanalis servikalis hanya
dilakukan apabila penanganan pasif ditinggalkan, dan ditempuh penanganan aktif.
Pemeriksaan harus dilakukan dalam keadaan siap operasi. Pemeriksaan dalam di meja
operasi dilakukan sebagai berikut.
Perabaan formises. Pemeriksaan ini hanya bermakna apabila janin dalam presentasi
kepala. Sambil mendorong sedikit kepala janin ke arah pintu atas panggul, perlahan-lahan
seluruh fornises diraba dengan jari. Perabaannya terasa lunak apabila antara jari dan kepala
janin terdapat plasenta; dan akan terasa padat ( keras). Apabila antara jari dan kepala janin
tidak terdapat palsenta. Bekuan darah dapat dikelirukan dengan plasenta. Plasenta.
Plasenta yang tipis mungkin tidak terasa lunak. Pemeriksaan ini harus selalu mendahului
pemeriksaan melalui kanalis servikalis, untuk mendapat kesan pertama ada tidaknya
plasenta previa.
Pemeriksaan melalui kanalis servikalis. Apabila kanalis servikalis telah terbuka, perlahan-
lahan jari telunjuk dimasukkan ke dalam kanalis servikalis, dengan tujuan kalau-kalau
meraba kotiledon plasenta. Apabila kotiledon plasenta teraba, segera jari telunjuk
dikeluarkan dari kanalis servikalis. Jangan sekali-kali berusaha menyelusuri pinggir
plasenta seterusnya karena mungkin plasenta akan terlepas dari insersionya yang dapat
menimbulkan perdarahan banyak.
Pada pertengahan trimester II, plasenta menutup ostium internum pada 30% kasus.
Dengan perkembangan segmen bawah rahim, sebagian besar implantasi yang rendah
tersebut terbawa ke lokasi yang lebih atas.
USG transvaginal secara akurat dapat menentukan adanya plasenta letak rendah pada
segmen bawah uterus.
2.7 DIAGNOSA BANDING
Diagnosis banding plasenta previa antara lain solusio plasenta, vasa previa, laserasi serviks
atau vagina. Perdarahan karena laserasi serviks atau vagina dapat dilihat dengan inspekulo.
Vasa previa, dimana tali pusat berkembang pada tempat abnormal selain di tengah plasenta,
yang menyebabkan pembuluh darah fetus menyilang servix. Vasa previa merupakan keadaan
dimana pembuluh darah umbilikalis janin berinsersi dengan vilamentosa yakni pada selaput
ketuban. Hal ini dapat menyebabkan ruptur pembuluh darah yang mengancam janin. Pada
pemeriksaan dalam vagina diraba pembuluh darah pada selaput ketuban. Pemeriksaan juga
dapat dilakukan dengan inspekulo atau amnioskopi. Bila sudah terjadi perdarahan maka akan
diikuti dengan denyut jantung janin yang tidak beraturan, deselerasi atau bradikardi, khususnya
bila perdahan terjadi ketika atau beberapa saat setelah selaput ketuban pecah.
1. Uji pematangan paru janin dengan test kocok dari hasil amniosentesis
2. Bila setelah usia kehamilan di atas 34 minggu, plasenta masih berada disekitar ostium
uteri internum, maka dugaan plasenta previa menjadi jelas, sehingga perlu dilakukan
observasi dan konseling untuk menghadapi kemungkinan keadaan gawat darurat
3. Bila perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama, pasien
dapat dipulangkan untuk rawat jalan (kecuali apabila rumah pasien di luar kota dan
jarak untuk mencapai rumah sakit lebih dari 2 jam)
4. Terapi aktif (tindakan segera)
Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak, harus
segera ditatalaksana secara aktif tanpa memandang maturitas janin. Cara menyelesaikan
persalinan dengan plasenta previa
Pengelolaan plasenta previa tergantung dari banyaknya perdarahan, umur kehamilan dan
derajat plasenta previa. Setiap ibu yang dicurigai plasenta previa hams dikirim ke rumah sakit
yang memiliki fasilitas untuk transfusi darah dan operasi. Sebe- lum penderita syok, pasang
infus NaCl/RL sebanyak 2 -3 kali jumlah darah yang hilang. Jangan melakukan pemeriksaan
dalam atau tampon vagina, karena akan memperbanyak perdarahan
dan menyebabkan infeksi
. Bila usia kehamilan kurang 37 minggu/TBF < 2500 g: Perdarahan sedikit keadaan ibu
dan anak baik maka biasanya penanganan konservatif sampai umur kehamilan aterm.
Penanganan berupa tirah baring, hematinik, antibiotika dan tokolitik bila ada his. Bila selama
3 hari tak ada perdarahan pasien mobilisasi bertahap. Bila setelah pasien berjalan tetap tak ada
perdarahan pasien boleh pulang. Pasien dianjurkan agar tidak coitus, tidak bekerja keras dan
segera ke rumah sakit jika terjadi perdarahan. Nasihat ini juga dianjurkan bagi pasien yang
didiagnosis plasenta previa dengan USG namun tidak mengalami perdarahan. Jika perdarahan
banyak dan diperkirakan membahayakan ibu dan janin maka dilakukan resusitasi cairan dan
penanganan secara aktif
Bila umur kehamilan 37 minggu/lebih dan TBF 2500 g maka dilakukan penanganan
secara aktif yaitu segera mengakhiri kehamilan, baik secara pervagina/perabdominal.
Persalinan pervagina diindikasikan pada plasentaprevia marginalis, plasenta previa letak
rendah dan plasenta previa lateralis dengan pem- bukaan 4 cm/lebih. Pada kasus tersebut bila
tidak banyak perdarahan maka dapat dilakukan pemecahan kulit ketuban agar bagian bawah
anak dapat masuk pintu atas panggul menekan plasenta yang berdarah. Bila his tidak adekuat
dapat diberikan pitosin drip. Namun bila perdarahan tetap ada maka dilakukan seksio sesar.
Persalinan dengan seksio sesar diindikasikan untuk plasenta previa totalis baik janin mati atau
hidup, plasenta previa lateralis dimana perbukaan <4 cm atau servik belum matang, plasenta
previa dengan perdarahan yang banyak dan plasenta previa dengan gawat janin. Plasenta previa
dengan perdarahan merupakan keadaan darurat kebidanan yang memerlukan penanganan yang
baik. Bentuk pertolongan pada plasenta previa adalah:
1. Segera melakukan operasi persalinan untuk dapat menyelamatkan ibu dan anak atau
untuk mengurangi kesakitan dan kematian.
2. Memecahkan ketuban di atas meja operasi selanjutnya pengawasan untuk dapat
melukakan pertolongan lebih lanjut.
3. Bidan yang menghadapi perdarahan plasenta previa dapat mengambil sikap melakukan
rujukan ke tempat pertolongan yang mempunyai fasilitas yang cukup.
Dalam melakukan rujukan penderita plasenta previa sebaiknya dilengkapi dengan:
- Pemasangan infus untuk mengimbangi perdarahan
- Sedapat mungkin diantar oleh petugas
- Dipersiapkan donor darah untuk transfusi darah.
Pertolongan persalinan seksio sesaria merupakan bentuk pertolongan yang paling banyak
dilakukan. Bentuk operasi lainnya seperti:
a. Cunam Willet Gausz
- Menjepit kulit kepala bayi pada plasenta previa yang ketubannya telah dipecahkan
- Memberikan pemberat sehingga pembukaan dipercepat
- Diharapkan persalinan spontan
- Sebagian besar dilakukan pada janin telah meninggal.
b. Versi Braxton Hicks
- Dilakukan versi ke letak sungsang
- Satu kaki dikeluarkan sebagai tampon dan diberikan pemberat untuk mempercepat
pembukaan dan menghentikan perdarahan.
- Diharapkan persalinan spontan
- Janin sebagian besar akan meninggal
c. Pemasangan kantong karet metreurynter
- kantong karet dipasang untuk menghentikan perdarahan dan mempercepat
pembukaan sehingga persalinan dapat segera berlangsung.Dengan kemajuan dalam
operasi kebidanan, pemberiam transfusi, dan cairan maka tatalaksana pertolongan
perdarahan plasenta previa hanya dalam bentuk :
- memecahkan ketuban
- melakukan seksio sesaria
- untuk bidan segera melakukan rujukan sehingga mendapat pertolongan yang cepat dan
tepat.
2.9 KOMPLIKASI
Komplikasi ibu yang sering terjadi adalah perdarahan post partum dan syok karena kurang
kuatnya kontraksi segmen bawah rahim, infeksi dan trauma dan uterus/servik
1. Perdarahan dan syok.
2. Infeksi.
3. Laserasi serviks.
4. Plasenta akreta. Pada kondisi ini, plasenta berimplantasi terlalu dalam dan kuat pada dinding
uterin, yang menyebabkan sulitnya plasenta terlepas secara spontan saat melahirkan. Hal ini
dapat menyebabkan perdarahan hebat dan perlu operasi histerektomi. Keadaan ini jarang,
tetapi sangat khas mempengaruhi wanita dengan plasenta previa atau wanita dengan sesar
sebelumnya atau operasi uterus lainnya
5. Prematuritas atau lahir mati
6. Prolaps tali pusar.
7. Prolaps plasenta
Komplikasi bayi yang sering terjadi adalah prematuritas dengan angka kematian ± 5%
2.10 PROGNOSIS
2.10.1 Maternal
Tanpa melakukan tindakan Double setup, langsung melakukan tindakan seksio sesar
dan pemberian anaestesi oleh tenaga kompeten, maka angka kematian dapat
diturunkan sampai < 1%
2.10.2 FETAL
Mortalitas perinatal yang berhubungan dengan plasenta previa kira-kira 10%
Meskipun persalinan prematur, solusio plasenta, cedera talipusat serta perdarahan
yang tak terkendali tak dapat dihindari, angka mortalitas dapat sangat diturunkan
melalui perawatan obstetrik dan neonatus yang ideal
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF. Antepartum Bleeding. Williams Obstetrics. 20th
ed. Norwalk: Appleton & Lange, 1997.
Chalik TMA. Plasenta Previa. Dalam: Hemoragi Utama Obstetri dan Ginekologi. Ed.1. Jakarta:
Widya Medika, 1997. hal 129-143
Prawirohardjo. S, Ilmu Kebidanan, Ed. III, cet.II, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 1992,hal.365-376.
Mochtar. R, Sinopsis Obstetri I, Ed. II, Jakarta, EGG, 1989,hal.300-311.
Bagian Obstetri & Ginekologi Fak. Kedokteran Universitas Sumatera Utara/R.S Dr. Pringadi
Medan, Pedoman Diagnosis dan Therapi Obstetri-Ginekologi R.S. Dr. Pringadi Medan,
1993, halo 6-10,
Bagian Obstetri & Ginekologi Fak.Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung, Obstetri
Patologi, Ed. 1984, Elstar Offset Bandung, halo 110-120
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1999. hal 362-376. Perdarahan Antepartum
dalam: Obstetri Patologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran Bandung. Elstar Offset Bandung, 1982. hal. 110-120
pp. 755-60.
Tucker DE. Low Lying Placenta. 1998. Available from: http://www.womens.healt
co.uk/praevia.htm.
Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNPAD Bandung. Obstetri Patologi.
Bandung: Elstar offset, 1982; 110-27.
PB. POGl, Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. Bagian 1, Jakarta: Balai Penerbit
FK UI, 1991; 9-13.
Mochtar R. Sinopsis Obstetri 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1990; 296-322.
Heller L. Emergencies in Gynaecology and Obstetrics. diterjemahkan oleh Mochaznad
Martoprawiro dan Adji Dharma. Gawat Darurat Ginekologi dan Obstetri. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1988; 25-9.
Klapholz H. Placenta Previa.. In: Friedman EA, Acker DB, Sachs BP, Obstetrical Decision
Making,2 nd ed. Philadelphia: BC Decker mc, 1987; 88-9.