Anda di halaman 1dari 33

CASE

KETUBAN PECAH DINI

Pembimbing :

dr. Doddy Rodiat Maula Sp.OG

Disusun oleh :

Dwian Akhmad Rinjani - 030.13.064


Megawati Soekarnoputri - 030.11.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KANDUNGAN DAN

KEBIDANAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

April 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala kemudahan, kelancaran
dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas case dalam Kepaniteraan Klinik
obstetri dan ginekologi di RSUD Karawang “Ketuban Pecah Dini”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Doddy Rodiat
Maula Sp. OG pembimbing atas pengarahnnya selama penulis belajar dalam Kepaniteraan Klinik
obstetri dan ginekologi.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan para pembaca.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih banyak kekurangan dan masih perlu banyak
perbaikan, oleh karena itu kritik dan saran diharapkan dari pembaca.

Karawang, April 2018

(Penulis)

i
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah laporan kasus yang berjudul:

“Ketuban Pecah Dini”

Yang disusun oleh

Dwian Akhmad Rinjani 030.13.064

Megawati Soekarnoputri 030.11.

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing:

Dr. Doddy Rodiat Maula Sp. OG

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan

Rumah Sakit Umum Daerah Karawang

April 2018

Karawang, April 2018

Dr. Doddy, Sp. OG

ii
DAFTAR ISI
Kata pengantar ...................................................................................................................... i

Lembar pengesahan .............................................................................................................. ii

Daftar isi ............................................................................................................................... iii

Bab I : Pendahuluan ........................................................................................................... 1

Bab II: Laporan kasus ........................................................................................................ 2

2.1 Identitas pasien................................................................................................................ 2

2.2 Anamnesis ....................................................................................................................... 2

2.3 Pemeriksaan fisik ............................................................................................................ 5

2.4 Pemeriksaan Penunjang .................................................................................................. 8

2.5 Resume............................................................................................................................ 10

2.6 Diagnosis......................................................................................................................... 10

2.7 Tatalaksana ..................................................................................................................... 11

2.8 Prognosis ......................................................................................................................... 11

2.9 Follow up ........................................................................................................................ 12

Bab III Analisis Kasus ........................................................................................................ 18

Bab IV Tinjauan pustaka ................................................................................................... 20

Definisi KPD......................................................................................................................... 24

Etiologi.................................................................................................................................. 24

Epidemiologi ......................................................................................................................... 26

Etiologi.................................................................................................................................. 26

Gambaran klinis .................................................................................................................... 27

iii
Faktor resiko ......................................................................................................................... 28

Patofisiologi .......................................................................................................................... 28

Diagnosis .............................................................................................................................. 29

Diagnosis Banding ................................................................................................................ 26

Tatalaksana ........................................................................................................................... 34

Komplikasi ............................................................................................................................ 37

Prognosis ............................................................................................................................... 38

Daftar pustaka..................................................................................................................... 39

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum terjadinya
persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau setelah usia gestasi 37 minggu dan disebut KPD
aterm atau premature rupture of membranes (PROM) dan sebelum usia gestasi 37 minggu atau KPD
preterm atau preterm premature rupture of membranes (PPROM). Perdarahan pada kehamilan harus
selalu dianggap sebagai kelainan yang berbahaya. Pedarahan antepartum biasanya di batasi pada
perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 28 Minggu, walaupun patofisiologi yang sama dapat
pula terjadi pada kehamilan sebelum 28 Minggu. Perdarahan setelah kehamilan 28 Minggu
biasanya lebih banyak & lebih berbahaya dari pada sebelum kehamilan 28 Minggu, oleh karena
itu memerlukan penanganan berbeda. 1

Dari seluruh kehamilan prevalensi KPD berkisar antara 3-18%. Saat aterm, 8-10 %
wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm
atau hanya sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan.2,3 Penanganan ketuban pecah dini memerlukan
pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi atau komplikasi pada ibu dan janin serta adanya tanda-tanda
persalinan. Saat aterm, 8-10 % wanita hamil datang dengan ketuban pecah dini yang akan memiliki risiko
lebih tinggi untuk mengalami infeksi intrauterin jika jarak waktu antara pecahnya ketuban dan persalinan
memanjang.3,4 Sekitar 1/3 dari perempuan yang mengalami KPD preterm akan mengalami infeksi yang
berpotensi berat, bahkan fetus/ neonatus akan berada pada risiko morbiditas dan mortalitas terkait KPD
preterm yang lebih besar dibanding ibunya, hingga 47,9% bayi mengalami kematian.2,4

Pada praktiknya manajemen KPD saat ini sangat bervariasi. Manajemen bergantung pada
pengetahuan mengenai usia kehamilan dan penilaian risiko relatif persalinan preterm versus manajemen
ekspektatif. Seiring dengan berkembangnya pengetahuan dan bertambah pemahaman mengenai risiko-
risiko serta faktor-faktor yang mempengaruhi, diharapkan ada suatu pedoman dalam praktik
penatalaksanaan KPD aterm dan KPD preterm.

1
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 ANAMNESIS
2.1.1 IDENTIFIKASI PASIEN

Nama : Ny. S
Umur : 20 Tahun/ 11bln/ 16 hr
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : CABANG, Karawang
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No. RM : 00723494
Nama Suami : Tn. J
Masuk RS : 4 April 2018
Keluar RS : 6 April 2018
DPJP : dr. Farid, Sp.OG

2.1.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien di Ruang Bersalin (VK)
RSUD Karawang pada 4 April 2018 pukul 11.30 WIB

Keluhan utama :

Keluar air air yang tidak bisa di tahan dari vagina sejak 8 jam SMRS

2
Riwayat penyakit sekarang :

Pasien rujukan dari PKM Palu Jaya datang ke IGD VK RSUD Karawang dengan
Ketuban Pecah +- 8 jam yang lalu. Pasien merasa hamil 9 bulan. Hari pertama haid terakhir
tanggal 23 July 2017. Taksiran partus tanggal 30 April 2018. Usia kehamilan 36-37 minggu.
Pasien biasa melakukan asuhan antenatal rutin setiap bulan di Posyandu selama kehamilan.
Pasien sudah mendapatkan vaksin TT sebanyak 2 kali. Pasien pernah melakukan USG sebanyak
1 kali selama hamil di Klinik. Pada saat usia kehamilan 7 bulan dikatakan janin dalam kondisi
baik.

Pasien mengeluh keluar air-air dari jalan lahir sejak + 8 jam sebelum masuk rumah sakit.
Air-air yang keluar dirasakan cukup banyak, tidak bisa di tahan, dan sekarang masih merembes.
Air-air yang keluar berwarna putih bening dan tidak berbau. Keluhan disertai dengan mulas akan
tetapi masih jarang, keluar lendir darah dari jalan lahir (-), demam (-). Pasien mengaku terdapat
keputihan, warna putih kental, tidak berbau, tidak gatal. Os mengaku gerakan anak masih
dirasakan aktif.

Riwayat Ante Natal Care :

Pasien melakukan ANC rutin setiap bulan di Posyandu.

Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat penyakit asma, hipertensi, diabets melitus, dan penyakit jantung disangkal oleh
pasien. Riwayat hipertensi selama kehamilan sebelumnya juga disangkal oleh pasien.

Riwayat penyakit keluarga :

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit dan keluhan yang sama. Riwayat asma,
hipertensi, diabetes melitus dan penyakit jantung dalam keluarga disangkal oleh pasien.

Riwayat Menarche :

Pasien haid pertama kali usia 13 tahun, teratur, 7 hari/siklus, 2 kali ganti pembalut dalam
sehari, nyeri saat haid (-).

3
Riwayat Pernikahan :

Pasien menikah 1 kali pada usia 18 tahun

Riwayat Obstetri :

G1 P0 A0

No Tempat Penolong Umur Usia Jenis Penyulit BB Keadaan


Bersalin Kehamilan Persalinan
1. Hamil ini

Riwayat Kontrasepsi :

Pasien belum pernah menggunakan KB

2.2 PEMERIKSAAN FISIK

2.2.1 Status Generalis


Keadaan umum Baik
Kesadaran Compos mentis
GCS: 15 ( E: 4, M:6, V:5 )
Tanda vital TD : 110/80 mmHg
HR : 90x/menit
RR : 18x/menit
S : 36,60C
SpO2 : 97%
Status generalis Dbn
Kepala Normocephaly
Mata Konjungtiva Anemis (-/-)
Sklera Ikterik (-/-)
Hidung Sekret (-), pernapasan cuping hidung (-)
Telinga Liang telinga lapang (I/I), nyeri tekan (-/-),
sekret (-)

4
Mulut Sianosis (-), bibir pucat (-)
Leher KGB dan tiroid tidak membesar dalam batas
normal
Thoraks Inspeksi
Bentuk dinding dada:
 Efloresensi bermakna (-)
 Simetris kanan/kiri saat inspirasi
maupun ekspirasi
 Retraksi sela iga (-)
 Iktus cordis tidak tampak
Palpasi
 Paru: vocal fremitus kanan/kiri sama
kuat
 Jantung : ictus cordis teraba pada ICS
IV 2 cm medial garis midclavikularis
sinistra
Perkusi
 Sonor pada kedua lapang paru
 Batas paru hepar sulit dinilai
 Batas paru-jantung kanan: ICS II-
ICS III linea para sternalis dextra
 Batas paru-jantung kiri: ICS IV linea
midclavikularis sinistra
 Batas paru atas –jantung: ICS II linea
parasternalis sinsitra
Auskultasi
 Paru : suara napas vesikuler +/+,
ronki -/-, wheezing -/-
 Jantung : S1>S2, irama reguler
85x/menit, murmur(-), gallop (-)

5
Abdomen Inspeksi
 TFU 30 cm
 Terdapat striae gravidarum
Auskultasi
 Bising usus terdengar, 2x/menit
 Venous Hum (-), Atrial Bruit (-)
Perkusi
 Sulit dinilai karena hamil
Palpasi
 Dinding perut supel, distensi (-)
 Nyeri tekan (-)
 Pembesaran hepar dan lien sulit
dinilai
Genitalia Inspeksi v/u tenang, perdarahan aktif (-)
Ekstremitas Inspeksi
 Tidak terdapat deformitas pada
ekstremitas atas maupun bawah
 Tidak terdapat oedem pada kedua
ekstremitas bawah
 Tidak didapatkan adanya efloresensi
yang bermakna
Palpasi
 Akral teraba hangat
 Oedem (-) pada kedua ekstremitas
 CTR < 2s

6
2.2.2 Status Obstetri
 Leopold
I : teraba masa bulat, kenyal, tidak melenting, kesan bokong

II : teraba tahanan memanjang di sebelah kanan ibu kesan punggung,

bagian-bagian kecil di sebelah kiri

III :Teraba massa bulat keras, melenting, kesan kepala

IV : 5/5 (kepala belum masuk PAP)

 TFU = 30cm
 TBJ = (30-13)x155= 2635 gram
 DJJ 146 dpm
 HIS : irreguler
 Genitalia
a. Inspeksi : perdarahan aktif (-)
b. Inspekulo : Portio Licin, livide, OUE tertutup, fluxus (-), fluor (+), Pooling (+),
Valsava (+)
c. VT : Portio kenyal, axial, tebal 3 cm, pembukaan 1cm, H-I

7
2.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG
2.3.1 Laboratorium (4 April 2018 pukul 11.45)

Parameter Normal Hasil


HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,7 – 15,5 g/dL 12,4 g/dL
Eritrosit 4,1 – 5,1 ribu/uL 4,18 ribu/uL
Leukosit 4,4 – 11,3 ribu/uL 15,88 ribu/uL
Trombosit 150.000-400.000 /ul 350.000/uL
Hematokrit 35 – 47 % 38 %
MCV 80 – 96 fL 90 fL
MCH 28 – 33 pg 31 pg
MCHC 33 – 36 g/dL 33 g/dL
RDW-CV 12.0 – 14.8 % 15,4%
Masa pendarahan/BT 1–3 2
Masa pembekuan/CT 5 – 11 10
Golongan darah ABO B
Golongan darah Rhesus Positif
IMUNOLOGI
HbsAg Rapid Non Reaktif Non reaktif

2.3.2 USG

Hasil USG:

 Janin Tunggal Hidup Presentasi Kepala


 Usia kehamilan 36-38 minggu
 TBJ 2980gr
 Placenta di Anterior
 ICA 8
 Biometri : BPD 89,1/ AC 313/ FL 78,5

8
2.3.3 CTG

CTG kategori : I

2.4 RESUME
Pasien rujukan dari PKM Palu Jaya datang ke IGD VK RSUD Karawang dengan
Ketuban Pecah +- 8 jam yang lalu. Pasien merasa hamil 9 bulan. Hari pertama haid terakhir
tanggal 24 July 2017. Taksiran partus tanggal 30 April 2018. Usia kehamilan 36-37 minggu.
Pasien biasa melakukan asuhan antenatal rutin setiap bulan di Posyandu selama kehamilan.
Pasien sudah mendapatkan vaksin TT sebanyak 2 kali. Pasien pernah melakukan USG sebanyak
1 kali selama hamil di Klinik. Pada saat usia kehamilan 7 bulan dikatakan janin dalam kondisi
baik. Pasien mengeluh keluar air-air dari jalan lahir sejak + 8 jam sebelum masuk rumah sakit.
Air-air yang keluar dirasakan cukup banyak, tidak bisa di tahan, dan sekarang masih merembes.
Air-air yang keluar berwarna putih bening dan tidak berbau. Keluhan disertai dengan mulas akan

9
tetapi masih jarang, keluar lendir darah dari jalan lahir (-), demam (-). Pasien mengaku terdapat
keputihan, warna putih kental, tidak berbau, tidak gatal. Os mengaku gerakan anak masih
dirasakan aktif.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit ringan, kesadaran
compos mentis. Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 90 x/menit, pernafasan 18 x/menit, suhu
36,60C, SaO2 97%. Pada status generalis didapatkan kedua konjungtiva tidak tampak anemis,
status generalis lain dalam batas normal. Status obstetri didapatkan janin tunggal hidup intra
uterin, TFU 30cm dengan punggung di kanan ibu, bagian terbawah adalah kepala, penurunan
janin masih 5/5, DJJ 146 dpm, HIS irreguler, TBJ klinis 2635 gram. Pada inspeksi genitalia tidak
ditemukan perdarahan aktif. Pada pemeriksaan inspekulo ditemukan portio licin, livide, OUE
tertutup, fluor +, pooling +, valsava +. Pada pemeriksaan dalam ditemukan Portio kenyal, axial,
tebal 3 cm, pembukaan 1cm, kepala di H-I

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 12,4 g/dL, leukosit 15,88 ribu/ul, hematokrit
38%, trombosit 350 ribu/ul. USG didapatkan janin tunggal hidup intra uterin, kepala di bawah,
plasenta di corpus anterior, taksiran berat janin 2980 gram.

2.5 DIAGNOSIS KERJA


Ibu :

1. G1P0A0 hamil 36-37 minggu dengan KPD +- 8 jam , serviks belum matang, belum
inpartu (PS 1), air ketuban berkurang (ICA 8)
2. Janin : Janin presentasi kepala tunggal hidup intra uterin

2.6 TATALAKSANA
MONITORING

 Observasi keadaan umum, tanda vital, His, DJJ, tanda infeksi, tanda kompresi tali pusat.
 Cek DPL, CTG, USG
TERAPI
 Infus Ringer laktat 15 tpm
 Injeksi ceftriaxone 2x1gr (skin test)

10
 Drip Oksitosin 5 IU dalam RL 500cc
 Terminasi per CTG. CTG kategori I -> induksi pematangan serviks misoprostol 25 mcg /
6 jam pervaginam
 Rawat VK

2.7 LAPORAN PERSALINAN


5 April 2018
Pukul. 05.00 WIB
Pembukaan lengkap.
Pukul. 05.20 WIB
Os dipimpin mengedan dan dilakukan episiotomy (rupture perineum grade II).
Pukul. 05.30 WIB
Lahir neonatus hidup, perempuan, BB 2600gr, PB 46cm, Apgar Score 6/8.
Air ketuban hijau

Pukul. 05.40 WIB


Lahir lengkap plasenta secara spontan. Dilakukan perineoraphy pada rupture perineum
dengan catgut cromic 2.0 secara jelujur. Perdarahan aktif (-). Keadaan umum ibu post
partum baik.

2.7 PROGNOSIS
Ibu
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungtionam : dubia ad bonam
Janin
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungtionam : dubia ad bonam

11
2.8 FOLLOW UP
Tanggal 5 April 2018

S Pasien mengeluh nyeri pada luka jahitan, ASI belum keluar, demam
(-)

O O: Compos mentis

TD : 120/70 mmHg S : 36,50C

N : 83x/menit RR : 18x/menit

Status Generalis : dalam batas normal

Status Obs: TFU 2 jari di bawah pusat

Iv/u tenang, Perdarahan aktif -

A P1A0 partus maturus spontan, nifas hari ke I + perineoraphy

P  Infus Ringer laktat 10 tpm


 Cefadroxil tab 2x500mg
 SF 1x1
 Asam mefenamat 3x1

Tanggal 6 April 2018

S nyeri pada luka jahitan berkurang, ASI keluar sedikit, demam (-)

O O: Compos mentis

TD : 120/70 mmHg S : 36,50C

N : 86x/menit RR : 18x/menit

Status Generalis : dalam batas normal

Status Obs: TFU 2 jari di bawah pusat

Iv/u tenang, Perdarahan aktif -

A P1A0 partus maturus spontan, nifas hari ke 2 + perineoraphy

P  Cefadroxil tab 2x500mg

12
 SF 1x1
 Asam mefenamat 3x1
 Cek DPL -> rencana pulang

Hasil Laboratorium post partus spontan (6 April 2018)


Parameter Normal Hasil
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,7 – 15,5 g/dL 11,8 g/dL
Eritrosit 4,1 – 5,1 ribu/uL 4,10 ribu/uL
Leukosit 4,4 – 11,3 ribu/uL 16,88 ribu/uL
Trombosit 150.000-400.000 /ul 372.000/uL
Hematokrit 35 – 47 % 36 %

13
BAB III

ANALISA KASUS
Pasien Ny. S usia 20 tahun datang ke IGD VK tanggal 4 April pukul 11.30 WIB dengan
keluhan utama keluar air-air dari jalan lahir sejak 8 jam yang lalu. Setelah melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka didapatkan diagnosis G1P0A0 hamil 36-37
minggu dengan ketuban pecah dini 8 jam janin tunggal hidup presentasi kepala.
Diagnosis KPD didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium. Pada kasus, berdasarkan anamnesis didapatkan HPHT 23 july 2017, dengan rumus
niegel di dapatkan taksiran partus 30 april 2018, usai kehamilan 36-37 minggu. Pasien mengeluh
keluar air-air dari jalan lahir sejak + 8 jam sebelum masuk rumah sakit. Air-air yang keluar
dirasakan cukup banyak, tidak bisa di tahan, dan sekarang masih merembes. Air-air yang keluar
berwarna putih bening dan tidak berbau. Keluhan disertai dengan mulas akan tetapi masih
jarang, keluar lendir darah dari jalan lahir (-), demam (-). Pasien mengaku terdapat keputihan,
warna putih kental, tidak berbau, tidak gatal. Dalam anamnesis ini ditemukan terdapat factor
resiko untuk terjadinya ketuban pecah dini yaitu adanya keputihan.

Pada kasus, pemeriksaan fisik secara umum dalam batas normal, baik pemeriksaan
tanda vital, maupun status generalisata dari pasien. Pada pasien belum didapatkan adanya tanda-
tanda infeksi. Suhu pasien normal yaitu 36,6o C. Denyut nadinya juga dalam batas normal, yaitu
90 kali per menit. Tekanan darah pasien juga dalam batas normal yaitu 110/80mmHg.
Berdasarkan teori, pemeriksaan fisik pada kasus KPD ini penting untuk menentukan ada
tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu. Hal ini terkait dengan penatalaksanaan KPD selanjutnya
dimana risiko infeksi ibu dan janin meningkat pada KPD. Umumnya dapat terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Selain itu juga didapatkan adanya nadi yang cepat.
Tetapi pada kasus ini tidak didapatkan sehingga belum ada tanda-tanda infeksi pada ibu.
Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan pertama terhadap
kecurigaan KPD. Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari
orifisium uteri eksternum (OUE). Pada pasien KPD akan tampak cairan keluar dari vagina.
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna, bau dan pHnya. Air ketuban yang keruh

14
dan berbau menunjukkan adanya proses infeksi. Pada kasus ini dilakukan inspekulo ditemukan
portio licin, livide, OUE tertutup, fluor +, pooling +, valsava +.
Pada kasus, dilakukan pemeriksaan dalam 1x untuk menentukan ada tidaknya
pembukaan. Pada saat di lakukan pemeriksaan dalam pada pasien ini terdapat pembukaan 1cm
dan selaput ketuban (-). Pemeriksaan dalam vagina dibatasi seminimal mungkin untuk mencegah
infeksi.
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium didapatkan bahwa leukosit pasien meningkat
yaitu 15.880/mm3. Hal ini menunjukkan adanya proses infeksi. Pada pemeriksaan USG di
dapatkan air ketuban berkurang (ICA 8). Pada pemeriksaan CTG didapatkan kategori I, dapat
diartikan bahwa janin dalam kondisi baik, tidak ada tanda tanda fetal distress ataupun gawat
janin.
Faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengambil tindakan terhadap pasien KPD,
yaitu umur kehamilan, ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu, dan ada tidaknya tanda tanda
gawat janin. Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Waktu
pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakkan. Pada kasus
ini pasien segera diberikan antibiotik ceftriaxone 2x1gr dan diinduksi dengan misoprostol tab 25
mcg/6jam pervaginam dan oxytocin 5 IU.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan, pasien pada kasus ini didiagnosis sebagai KPD. Kasus yang ditemukan sudah sesuai
dengan teori yang ada. Penatalaksanaan KPD pada pasien ini pada umumnya tepat.

15
BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Ketuban pecah dini atau spontaneus/early/premature rupture of membrans
(PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum
menunjukkan tanda-tanda persalinan / inpartu (keadaan inpartu didefinisikan sebagai
kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan terjadinya
efficement atau dilatasi serviks) atau bila satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda
awal persalinan atau secara klinis bila ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm pada
primigravida dan kurang dari 5 cm pada multigravida. Pecahnya selaput ketuban
dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm maupun preterm. Saat aterm
sering disebut dengan aterm prematur rupture of membrans atau ketuban pecah dini
aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini
preterm / preterm prematur rupture of membran (PPROM) dan bila terjadi lebih dari
12 jam maka disebut prolonged PROM.1

ETIOLOGI
Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya elastisitas
yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan perubahan yang besar.
Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan
kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar
kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta,
fibroblas serta pada korion di daerah lapisan retikuler atau trofoblas, dimana
sebagaian bear jaringan kolagen terdapat pada lapisan penunjang (dari epitel amnion
sampai dengan epitel basal korion). Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen
dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi intrleukin-1 dan prostaglandin. Adanya
infeksi dan inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan enzim
protease dan mediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator ini
menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada
selaput korion/amnion menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah

16
spontan. Selain itu mediator terebut membuat uterus berkontraksi sehingga membran
mudah ruptur akibat tarikan saat uterus berkontraksi.1,2
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan
beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban pecah dini, antara
lain:
1. Infeksi
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup
untuk melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri patogen
di dalam vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatal akan
meningkat 10 kali. Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan
oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat
pada membran melepaskan substrat seperti protease yang menyebabkan melemahnya
membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks metalloproteinase
merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi.1
2. Defisiensi vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen.
Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai elastisitas
yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu.2
3. Faktor selaput ketuban
Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang berlebihan atau
terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam kavum amnion, di samping juga
ada kelainan selaput ketuban itu sendiri. Hal ini terjadi seperti pada sindroma Ehlers-
Danlos, dimana terjadi gangguan pada jaringan ikat oleh karena defek pada sintesa
dan struktur kolagen dengan gejala berupa hiperelastisitas pada kulit dan sendi,
termasuk pada selaput ketuban yang komponen utamanya adalah kolagen. Dimana 72
% penderita dengan sindroma Ehlers-Danlos ini akan mengalami persalinan preterm
setelah sebelumnya mengalami ketuban pecah dini preterm.1,5
4. Faktor umur dan paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion
akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.1
5. Faktor tingkat sosio-ekonomi
Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan
insiden KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak, serta jarak
kelahiran yang dekat.1

17
6. Faktor-faktor lain
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan pecahnya
selaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari kavum uteri.
Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat meningkatkan risiko
terjadinya ketuban pecah dini. Pada perokok, secara tidak langsung dapat
menyebabkan ketuban pecah dini terutama pada kehamilan prematur. Kelainan letak
dan kesempitan panggul lebih sering disertai dengan KPD, namun mekanismenya
belum diketahui dengan pasti. Faktor-faktor lain, seperti : hidramnion, gamelli, koitus,
perdarahan antepartum, bakteriuria, pH vagina di atas 4,5, stres psikologis, serta flora
vagina abnormal akan mempermudah terjadinya ketuban pecah dini.1,2
Berdasarkan sumber yang berbeda, penyebab ketuban pecah dini mempunyai
dimensi multifaktorial yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
 Serviks inkompeten.
 Ketegangan rahim yang berlebihan : kehamilan ganda, hidramnion.
 Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.
 Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah belum
masuk pintu atas panggul, disproporsi sefalopelvik.
 Kelainan bawaan dari selaput ketuban.
 Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban
dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.5

EPIDEMIOLOGI
Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat aterm, 8-
10 % wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan
kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. KPD diduga dapat
berulang pada kehamilan berikutnya, menurut Naeye pada tahun 1982 diperkirakan
21% rasio berulang, sedangkan penelitian lain yang lebih baru menduga rasio
berulangnya sampai 32%. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko
morbiditas pada ibu atau pun janin. Komplikasi seperti : korioamnionitis dapat terjadi
sampai 30% dari kasus KPD, sedangkan solusio plasenta berkisar antara 4-7%.
Komplikasi pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana 80% kasus
KPD preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari. Risiko infeksi meningkat
baik pada ibu maupun bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan,

18
3-15% pada KPD prolonged, 15-25% pada KPD preterm dan mencapai 40% pada
ketuban pecah dini dengan usia kehamilan kurang dari 24 minggu. Sedangkan insiden
sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada KPD lebih daripada 24 jam.2,3

PATOFISIOLOGI
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya
selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang
ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks
ekstraseluler pada selaput ketuban.2

Gambar 2.1. Gambar skematik struktur selaput ketuban saat aterm.2

Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan


jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan
aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh matriks
metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah
komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput
ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix dari kolagen
fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga
memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat
metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-1 menghambat
aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2.
TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-1.2

19
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh
karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi.
Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan
kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan
menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban.
Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis
pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan
aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar protease
yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah.2
Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan
pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien
lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalah asam
askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Zat
tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan ketuban pecah dini.
Pada wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang rendah.2
Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme.
Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus dan
Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya
degradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap
infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan
prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis
faktor α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan
MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang
produksi prostalglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan
ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi
kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2
yang melepaskan prekursor prostalglandin dari membran fosfolipid. Respon
imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel
korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga
terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam
arakidonat menjadi prostalglandin. Sampai saat ini hubungan langsung antara
produksi prostalglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun
prostaglandin terutama E2 dan F2α telah dikenal sebagai mediator dalam persalinan

20
mamalia dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu sintesis kolagen pada selaput
ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-33. Indikasi terjadi
infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik, yaitu temperatur rektal ibu
dimana dikatakan positif jika temperatur rektal lebih 38°C, peningkatan denyut
jantung ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau.2

Tabel 2.1. Frekuensi gejala yang berhubungan dengan infeksi intra-amniotik.2

Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ekstraseluler
pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan menurunkan konsentrasi
MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks
dari kelinci percobaan. Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan
penurunan produksi kolagenase pada babi walaupun kadar yang lebih rendah dapat
menstimulasi produksi kolagen. Ada juga protein hormon relaxin yang berfungsi
mengatur pembentukan jaringan ikat diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan
plasenta. Hormon ini mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh
progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam
membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput
ketuban manusia saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam patogenesis
pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan.2

Kematian Sel Terprogram


Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian
sel terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan selaput
ketuban. Pada korioamnionitis terlihat sel yang mengalami apoptosis melekat dengan
granulosit, yang menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya kematian
sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi matriks
ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan

21
penyebab degradasi tersebut. Namun mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum
diketahui dengan jelas.2

Peregangan Selaput Ketuban


Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput
ketuban seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga
merangsang aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari sel
amnion dan korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas
kolegenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan proses
sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya
selaput ketuban.2

Gambar. 2.2. Mekanisme multifaktorial menyebabkan ketuban pecah dini.2

DIAGNOSIS
Menegakkan diagnosis KPD secara tepat sangat penting, karena diagnosis
yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal
atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosis
yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi
yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu,
diperlukan diagnosis yang cepat dan tepat. Diagnosis KPD ditegakkan dengan cara :

22
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesa pasien dengan KPD merasa basah pada vagina atau mengeluarkan
cairan yang banyak berwarna putih jernih, keruh, hijau, atau kecoklatan sedikit-sedikit
atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba dari jalan lahir. Keluhan tersebut dapat disertai
dengan demam jika sudah ada infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa persalinan,
tidak ada nyeri maupun kontraksi uterus. Riwayat umur kehamilan pasien lebih dari
20 minggu. 5
Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan tidak adanya
nyeri tekan. Tinggi fundus harus diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang
diharapkan menurut hari pertama haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan
perkiraan ukuran janin dan presentasi.5
2. Pemeriksaan dengan spekulum
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD untuk mengambil sampel cairan
ketuban di forniks posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan
pemeriksaan bakteriologis.5,8
Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini adalah :
1. Pooling : Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior.
2. Nitrazine Test : Kertas nitrazin merah akan jadi biru.
3. Ferning : Cairan dari fornix posterior di tempatkan pada objek glass dan
didiamkan dan cairan amnion tersebut akan memberikan gambaran seperti daun
pakis.8
Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa adanya
cairan amnion dalam vagina. Perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari
ostium uteri eksternum apakah ada bagian selaput ketuban yang sudah pecah.
Gunakan kertas lakmus. Bila menjadi biru (basa) adalah air ketuban, bila merah
adalah urin. Karena cairan alkali amnion mengubah pH asam normal vagina. Kertas
nitrazine menjadi biru bila terdapat cairan alkali amnion. Bila diagnosa tidak pasti,
adanya lanugo atau bentuk kristal daun pakis cairan amnion kering (ferning) dapat
membantu. Bila kehamilan belum cukup bulan penentuan rasio lesitin-sfingomielin
dan fosfatidilgliserol membantu dalam evaluasi kematangan paru janin. Bila
kecurigaan infeksi, apusan diambil dari kanalis servikalis untuk pemeriksaan kultur
serviks terhadap Streptokokus beta group B, Clamidia trachomatis dan Neisseria
gonorea.8
3. Pemeriksaan dalam

23
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan dilatasi
serviks. Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan bagian presentasi janin dan
menyingkirkan kemungkinan prolaps tali pusat. Periksa dalam harus dihindari kecuali
jika pasien jelas berada dalam masa persalinan atau telah ada keputusan untuk
melahirkan.8
4. Pemeriksaan penunjang
 Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas lakmus merah
menjadi biru.
 Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000 /mm3 kemungkinan ada
infeksi.
 USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letak janin, letak
plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban.
 Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin secara dini
atau memantau kesejahteraan janin. Jika ada infeksi intrauterin atau peningkatan
suhu, denyut jantung janin akan meningkat.
 Amniosintesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin - sfingomielin dan
fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi kematangan paru janin.4

PENATALAKSANAAN
Konservatif
 Rawat di rumah sakit.
 Berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak tahan
dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari).
 Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
 Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa
negatif : beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan
janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
 Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam.
 Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi.
 Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).

24
 Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal
selama 2 hari, deksametason i.m 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.6,7
Aktif
 Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal pikirkan seksio
sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50µg intravaginal tiap 6 jam
maksimal 4 kali.
 Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan
diakhiri jika :
a. Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian induksi.
Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
b. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.1

Tabel. 2.2 Penatalaksanaan ketuban pecah dini.7,11

25
Gambar. 2.3 Alur penatalaksanaan ketuban pecah dini.7

KOMPLIKASI
 Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode
laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi di dalam
24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24
jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50%
persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan
terjadi dalam 1 minggu.9,10

26
 Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada
ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia,
omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada
ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara
umum, insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini meningkat sebanding
dengan lamanya periode laten.10
 Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali
pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara
terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air
ketuban, janin semakin gawat.10
 Sindroma deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan
anggota badan janin, serta hipoplasia pulmonal.10

27
DAFTAR PUSTAKA
1. Soewarto, S. 2009. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Winkjosastro H., Saifuddin
A.B., dan Rachimhadhi T. (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal. 677-680.
2. American College of Obstetrics and Gynecology. ACOG Practice Bulletin No.
80: Premature rupture of membranes. Clinical management guidelines for
obstetrician- gynecologists. Obstet Gynecol. 2007 Apr;109(4):1007-19.
3. Gde Manuaba, I.B. Ketuban Pecah Dini (KPD). Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan & Keluarga Berencana. Jakarta: EGC; 2001. Hal: 229-232.
4. Saifudin A.B. 2006. Ketuban Pecah Dini, Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hal : 218-220.
5. Medina, Tanya M. and Hill, Ashley D. Preterm Premature Rupture of
Membranes: Diagnosis and Management. Am Fam Physician 2006;73:659-64.
6. Myers VS. Premature rupture of membranes at or near term. In: Berghella V.
Obstetric evidence based guidelines. Series in maternal fetal medicine. Informa
heathcare. Informa UK Ltd, 2007.
7. Bergehella V. Prevention of preterm burth. In: Berghella V. Obstetric evidence
based guidelines. Series in maternal fetal medicine. Informa heathcare. Informa
UK Ltd, 2007.
8. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Premature Birth. In: Williams Obstetric. 23rd Ed. McGrawHill Medical, New
York, 2010.
9. Manuaba I.B.G, Chandranita Manuaba I.A, Fajar Manuaba I.B.G.(eds) Pengantar
Kuliah Obstertri. Bab 6: Komplikasi Umum Pada Kehamilan. Ketuban Pecah
Dini. Cetakan Pertama. Jakarta. Penerbit EGC. 2007. Pp 456-60.
10. Nili F., Ansaari A.A.S. Neonatal Complications Of Premature Rupture Of
Membranes. Acta Medica Iranica. [Online] 2003. Vol 41. No.3. Diunduh dari
http://journals.tums.ac.ir/upload_files/pdf/59.pdf.
11. Women and Newborn Health Service. King Edward Memorial Hospital. Clinical
Guidelines Obstetrics and Midwifery Guidelines. September
2002.www.kemh.health.wa.gov.au/development/manuals/O&G_guidelines/secti
onb/2/5172.pdf

28

Anda mungkin juga menyukai