Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

PENANGANAN ATONIA UTERI PADA SAAT SEKSIO SESAREA

Oleh Grace Pingkan Diane Reppi

Pembimbing

dr. Rudy A. Lengkong, SpOG(K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS 1 BAGIAN/SMF OBSTETRI GINEKOLOGI FK UNSRAT/RSUP PROF Dr. R.D. KANDOU MANADO 2011

PENDAHULUAN

Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal berkontraksi setelah kelahiran bayi. Secara fisiologis perdarahan yang terjadi post partum dikontrol oleh konstriksi dari serat-serat miometrium di sekitar pembuluh darah yang menyuplai tempat implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi bila miometrium tidak berkontraksi sebagai mana mestinya, sehingga tonus otot uterus post partum tidak dapat menyediakan hemostasis, akibatnya terjadi perdarahan post partum.
1,2,3

Perdarahan post partum didefinisikan sebagai kehilangan darah yang lebih dari 500 cc pada partus per vaginam atau lebih dari 1000 cc pada seksio sesarea. Sebenarnya terdapat kesulitan untuk benar-benar memperkirakan kehilangan darah yang terjadi pada persalinan atau seksio sesarea. Definisi lain yang dikemukan oleh Gilstrap dan Ramin untuk perdarahan post partum adalah perdarahan yang bermakna secara klinis yang memberikan gejala-gejala dan tanda-tanda ketidakstabilan hemodinamik.3,4 Perdarahan post partum dibagi menjadi :5,6,7 a. Perdarahan post partum primer atau dini, yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah melahirkan b. Perdarahan post partum sekunder atau lanjut, yaitu perdarahan yang terjadi setelah 24 jam sampai 6 minggu setelah melahirkan Perdarahan post partum merupakan penyebab paling sering kehilangan darah pada kehamilan dan persalinan, dan sebagian besar transfusi pada wanita hamil dilakukan untuk mengganti darah yang hilang pada persalinan. Perdarahan adalah penyebab ketiga terbesar mortalitas maternal di Amerika Serikat, sedangkan di negara-negara berkembang perdarahan adalah penyebab utama kematian maternal. Beberapa penyebab perdarahan obstetri dan kontribusinya pada morbiditas dan mortalitas maternal dapat dilihat pada gambar 1.1,2 Untuk memudahkan mengingat penyebab perdarahan post partum, dikenal istilah 4 T, yaitu : Tonus, Tissue, Trauma, dan Thrombin. 8,9

Tabel 1 menunjukkan penyebab perdarahan post partum. Di antara penyebab perdarahan post partum, atonia uteri merupakan penyebab yang tersering.1,2,3

Gambar 1. Penyebab perdarahan dalam obstetri dan kontribusinya terhadap morbiditas dan mortalitas1 Tabel 1. Penyebab perdarahan post partum9 Tonus (Atonia uteri) Overdistensi uterus : multiparitas, pollihidramnion, makrosomia Relaksan uterus : nifedipin, magnesium, beta-mimetik, indomethacin, nitrit oksida Partus presipitatus atau partus lama Induksi/augmentasi persalinan dengan oksitosin Korioamnionitis Anestesia halotan Uterus fibroid Tissue Retensi plasenta Abnormalitas plasenta : plasenta akreta Riwayat operasi uterus : miomektomi atau seksio sesarea Kala III memanjang Traksi berlebihan pada tali pusat Trauma Cedera vulvovaginal Episiotomi/robekan Thrombin (koagulopati) Trombositopenia pada sindroma HELLP, DIC, hipertensi pada kehamilan, sepsis Herediter Terapi antikoagulan

Bagan 1. Alur penanganan perdarahan post partum dan retensi plasenta5

Alur penanganan perdarahan post partum menurut rekomendasi WHO dapat dilihat pada bagan 1. Dalam bagan tersebut ditunjukkan bahwa penanganan akhir suatu atonia uteri adalah dengan histerektomi. Cesarean hysterectomy pertama kali dilakukan pada tahun 1869. Pada awalnya tindakan ini hanya dilakukan pada situasi darurat, tetapi pada awal abad ke-20, cara ini diterima juga sebagai salah satu metode sterilisasi.4 Cesarean hysterectomy emergensi diindikasikan terutama pada ruptura uteri, abnormal plasentasi dan atonia uteri dengan perdarahan yang terjadi sesudah bayi dilahirkan. Tindakan ini merupakan tindakan definitif untuk mengatasi perdarahan yang tidak teratasi dengan medikamentosa dan tindakan lainnya.3,4,10 Fona et al11 mengevaluasi insiden, faktor risiko, indikasi, luaran dan komplikasi yang terjadi pada emergency hysterectomy yang dilakukan sesudah seksio sesarea (cesarean hysterectomy) dan partus per vaginam (postpartum hysterectomy) di sebuah rumah sakit rujukan di Atlanta, Georgia, dan mendapatkan bahwa atonia uteri merupakan indikasi paling sering dilakukannya histerektomi. Angka kejadian peripartum hysterectomy adalah 0,8 dari 1000 persalinan, di mana indikasi histerektomi karena atonia uteri adalah 56,4 %. Bateman BT et al12 melakukan analisis terhadap peripartum hysterectomy selama tahun 1994 2007, mendapatkan bahwa selang 14 tahun terjadi peningkatan 15 % angka kejadian peripartum hysterectomy di Amerika Serikat, di mana histerektomi karena atonia uteri meningkat hampir empat kali lipat pada seksio sesarea ulangan, dua setengah kali lipat pada seksio sesarea primer dan satu setengah kali lipat pada persalinan per vaginam. Berikut ini akan dilaporkan suatu kasus atonia uteri yang ditangani dengan cesarean hysterectomy di Bagian/SMF Obstetri Ginekologi FK Unsrat/RSUP Prof Dr. R.D. Kandou Manado.

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PENDERITA Nama Umur Alamat Status Agama Pendidikan terakhir Pekerjaan Masuk Rumah Sakit ANAMNESIS Pasien dirujuk dari RS Budi Mulia, Bitung dengan diagnosis : G1P0A0, 20 tahun, hamil 40-41 minggu + gagal oksitosin drips; Janin intra uterin tunggal hidup letak kepala. Rencana seksio sesarea Anamnesis Utama Pasien telah dilakukan oksitosin drips di RS Budi Mulia Bitung, dari jam 11.45, hingga jam 23.00 sebanyak 2 labu, namun tidak ada kemajuan. Direncanakan seksio sesarea tapi petugas anestesi tidak ada sehingga dirujuk ke RS Prof R D Kandou Nyeri perut bagian bawah ingin melahirkan sejak jam 16.00 (1 Agustus 2011) Pelepasan lendir campur darah (+) Pelepasan air dari jalan lahir (+) Sejak jam 23.00 ( 31 Juli 2011) Pergerakan janin masih dirasakan saat MRS Riwayat penyakit jantung, paru-paru, ginjal, hati, kencing manis, darah tinggi, disangkal BAB/BAK biasa : Ny. Julia Ansar : 20 tahun : Pateten Dua Lingkungan IV Bitung : Menikah : Kristen : SMA : Ibu Rumah Tangga : 2 Agustus 2011, jam 02.00

Anamnesis Kebidanan Menarche usia 15 tahun, siklus haid teratur, lamanya + 5 hari HPHT : 24 Oktober 2010 TTP : 31 Juli 2011

PAN : 9 kali di PKM Pateten Tinumbala Kawin : 1 kali selama 5 bulan Riwayat kehamilan G1P0A0 KB : (-)

PEMERIKSAAN FISIK Status praesens : Keadaan umum Tekanan Darah Respirasi Konjungtiva C/P Status Obstetrik : TFU BJJ TBBA Meteorismus Pemeriksaan Dalam Eff 90%, pembukaan 3-4 cm, Ketuban (-) slight meconium, PP kepala H I-II, Kaput (+), foetor (-) LABORATORIUM Hb 13,1 g/dl, leukosit 18.000/mm3, trombosit 295.000/mm3, PCV 38,6 % GDS 82 mg/dl : 37 cm : 15-14-14 : 3800 : (+) Letak janin His : letak kepala U punggung kiri : jarang jarang : Sedang : 130/80 mmHg : 32 x/mt : anemis (-) : dalam batas normal Kesadaran Nadi Suhu Sklera Ekstremitas : CM : 112 x/mt : 37,8 0 C : ikterik (-) : edema (-)

RESUME MASUK G1P0A0, 20 tahun, masuk rumah sakit tanggal 2 Agustus 2011 jam 02.00 dirujuk dari RS Budi Mulia Bitung dengan diagnosis: G1P0A0, 20 tahun, hamil 40-41 minggu + gagal oksitosin drips; Janin intra uterin tunggal hidup letak kepala. Rencana seksio sesarea. Riwayat dilakukan oksitosin drips, dimulai + 14 jam sebelum masuk rumah sakit selama + 11 jam. Tanda-tanda inpartu (+) sejak + 10 jam sebelum masuk rumah sakit. Pecah ketuban (+) sejak + 26 jam sebelum masuk rumah sakit. Pergerakan janin (+). RPD (-). HPHT 24/11/2010, TTP 31/7/2011. PAN (+) 9 x di Puskesmas. Status praesens : Tekanan Darah : 130/80 mmHg, Nadi : 112 x/mt, Respirasi : 32 x/mt, Suhu : 37,8 0 C. Status obstetrik : TFU : 37 cm, letak janin : letak kepala U punggung kiri, BJJ : 15-14-14, His : jarang jarang, Meteorismus : (+). PD : Eff 90%, pembukaan 3-4 cm, Ketuban (-) slight meconium, PP kepala H I-II, Kaput (+), foetor (-). DIAGNOSIS G1P0A0 20 tahun hamil 40-41 minggu, Inpartu kala I + gagal oksitosin drips + Maternal exhaustion Janin intra uterin tunggal hidup letak kepala H I-II SIKAP Rehidrasi, antibiotika Seksio Sesarea Cito Konseling, informed consent, cross match Sedia donor, setuju operasi Observasi Vital Sign, His, BJJ Lapor Konsulen advis : Seksio Sesarea Observasi:

Jam 02.00 03.00 Jam 03.00 03.30

His: jarang - jarang His: jarang - jarang

BJJ: 15-14-14 BJJ: 15-14-14

Jam 03.30 : Penderita didorong ke OK Cito Jam 04.03 : Operasi dimulai, dilakukan SCTP Jam 04.08 : Lahir bayi laki-laki, BBL: 4250 gram, PBL: 51 cm, AS: 7-9 Lahir plasenta kesan lengkap dengan selaputnya, BPL 600 gr Kontraksi uterus (-), TD: 110/70 mmHg, N: 100x/mnt, perdarahan 700 cc Ass. : Atonia uteri Sikap : - Masase uterus - Uterotonika : - Oksitosin 1 amp i.v - Oksitosin drips 2 amp dalam RL 500 cc - Metil ergometrin maleat 1 amp i.v Jam 04.15 : Kontraksi uterus (-) TD: 90/60 mmHg, N: 120x/mnt Sikap : - Transfusi - Masase uterus - Uterotonika (oksitosin 1 amp i.v, metil ergometrin maleat 1 amp i.v) - Misoprostol 4 tablet per rektal - Resusitasi oleh bagian anestesi Lapor konsulen Advis: - Masase uterus - Uterotonika Jam 04.20 : Kontraksi uterus (-), TD: 120/80 mmHg, N: 108x/mnt Sikap : - Masase uterus - Uterotonika ( Oksitosin 2 ampul intramural ) Jam 04.25 : Kontraksi uterus (-) TD: 100/60 mmHg, N: 110x/mnt Sikap : - Kompresi uterus - Uterotonika Jam 04.30 : Kontraksi uterus (-) Tensi ; 80/50 mmHg, Nadi: 120x/mnt Sikap : - Histerektomi subtotal - Konseling, informed consent

- Lapor konsulen Setuju histerektomi subtotal Jam 04.30: Histerektomi subtotal dimulai Jam 07.00: Operasi selesai LAPORAN OPERASI Penderita dibaringkan terlentang di atas meja operasi, dilakukan tindakan anestesi spinal. Selanjutnya dilakukan tindakan a dan antisepsis pada daerah abdomen dan sekitarnya, ditutup dengan doek steril kecuali lapangan operasi. Dilakukan insisi linea mediana inferior, insisi diperdalam lapis demi lapis sampai fascia. Fascia dijepit dengan dua kocher, diperlebar ke atas dan ke bawah. Otot disisihkan secara tumpul ke lateral. Identifikasi peritoneum, dijepit dengan dua pinset, setelah yakin usus tidak ikut terjepit di bawahnya, digunting kecil dan diperlebar ke atas dan ke bawah. Setelah peritoneum dibuka tampak uterus gravidarum. Identifikasi plika vesikouterina, digunting kecil dan diperlebar ke kanan dan ke kiri, vesika urinaria disisihkan ke bawah dan dilindungi dengan haak abdomen. Identifikasi SBR, diinsisi semilunar, insisi diperdalam dan ditembus secara tumpul dengan jari, keluar cairan slight meconium sedikit. Identifikasi bayi letak kepala, dilahirkan dengan cara meluksir kepala. Jam 04.08 lahir bayi laki-laki, BBL 4250 gr, PBL 51 cm, AS 7-9. Sementara jalan napas dibersihkan, tali pusat diklem di dua tempat kemudian digunting di antaranya, selanjutnya bayi diserahkan kepada sejawat neonati untuk penanganan selanjutnya. Luka SBR dijepit dengan beberapa ringtang, identifikasi plasenta implantasi di fundus, plasenta dilahirkan dengan tarikan ringan pada tali pusat. Kavum uteri dibersihkan dari sisa selaput dan bekuan darah. Luka SBR dijahit secara jelujur dua lapis. Evaluasi lanjut kontraksi uterus (-) dilakukan masase uterus dan pemberian uterotonika. Dievaluasi lanjut kontraksi uterus (-) dilakukan pemberian ulangan uterotonika intravena dan misoprostol tablet per rektal sambil tetap dilakukan masase uterus. 5 menit kemudian kontraksi uterus (-) dilakukan pemberian uterotonika intramural sambil tetap dilakukan masase uterus. Dievaluasi kembali kontraksi uterus (-) dilakukan kompresi uterus dan pemberian uterotonika ulang. Evaluasi ulang 5 menit

kemudian, kontraksi uterus tetap (-) diputuskan dilakukan histerektomi subtotal dalam general anestesi. Ligamentum rotundum kiri dijepit dengan dua klem, digunting dan dijahit. Demikian pula sisi sebelahnya. Ligamentum latum dibuat jendela pada bagian avaskuler, lalu tuba pars ismika, mesosalfings dan ligamentum ovarii proprium kiri dijepit dengan 2 klem, digunting dan dijahit. Demikian pula sisi sebelahnya. Identifikasi arteri uterina, arteri uterina dijepit dengan 3 klem, digunting dan dijahit double ligasi. Kontrol perdarahan (-). Selanjutnya SBR dijepit dengan 2 klem bengkok, digunting kemudian uterus dikeluarkan. Selanjutnya uterus dijahir secarea jelujur interlocking dengan benang dexon no. 1. Kontrol perdarahan (-). Dilakukan retroperitonealisasi. Kontrol perdarahan (-). Kavum abdomen dibersihkan dari sisa darah dan bekuan darah. Peritoneum dijahit secara jelujur dengan plain catgut, otot dijahir secara simpul dengan plain catgut, fascia dijahit secara jelujur dengan dexon no. 1, lemak dijahit secara simpul dengan plain catgut, kulit dijahit sub kutikuler dengan chromic catgut. Luka operasi ditutup kasa betadine. Operasi selesai Keadaan Post operasi Kesadaran : CM TD : 140/90 N : 96x/m R : 24x/m S : 36,9o C Perdarahan : 1700 cc Diuresis : 600cc Durante operasi dan post operasi transfusi 3 kantong WB Instruksi pasca bedah 1) Kontrol perdarahan 2) Puasa sampai peristaltik usus normal 3) Infus Ringer Laktat : Dextrose 5% 2:2 4) Antibiotik : - Cefrtiaxone inj 3 x 1 gr IV - Metronidazole inj 2 x 0,5 gr drips IV 5) Vitamin C 1 x 1 amp 6) Kaltrofen Supp 1x II per rektal 7) Cek Hb 2 jam dan 6 jam post operasi, bila Hb < 10 gr/dL transfusi

10

Laboratorium : Hb 11,9 g/dl, leukosit 21.000/mm3, trombosit 261.000/mm3, PCV 35,5 % FOLLOW UP Tanggal 3 Agustus 2011 S O : : Keluhan (-), flatus (+) Status praesens KU = Cukup Kes = CM TD : 110/80 mmHg, Nadi: 88x/mnt, Respirasi: 24 x/mnt Sb: 36,7C Status Puerpuralis : Mammae : laktasi +/+, infeksi -/Abdomen : Datar, lemas, luka operasi tertutup gaas, peristaltik (+) normal, nyeri tekan (-), massa (-) Laboratorium : Hb 11,1 g/dl, leukosit 17.700/mm3, trombosit 248.000/mm3, PCV 31,6 % A : P1A0 20 tahun, post SCTP ai gagal oksitosin drips + maternal exhaustion + histerektomi subtotal ai atonia uteri (H1) Lahir bayi laki-laki, BBL 4250 gr, PBL 52 cm, AS 7-9 P : - Infus Ringer Laktat : Dextrose 5% ; 2:2 - Ceftriaxone inj 3 x 1 gr IV - Metronidazole inj 2 x 0,5 gr drips IV - Ascorbic acid 3 x 100 mg - Mobilisasi - Minum bebas/makan lunak Tanggal 4 Agustus 2011 S O : : Keluhan (-) Status praesens KU = Cukup Kes = CM TD : 120/80 mmHg, Nadi: 84x/mnt, Respirasi: 24 x/mnt Sb: 36,5C Status Puerpuralis :

11

Mammae : laktasi +/+, infeksi -/Abdomen : Datar, lemas, luka operasi kering, pus (-) A : P1A0 20 tahun, post SCTP ai gagal oksitosin drips + maternal exhaustion + histerektomi subtotal ai atonia uteri (H2) Lahir bayi laki-laki, BBL 4250 gr, PBL 52 cm, AS 7-9 P : - Cefixime 2 x 100 mg - Metronidazole 3 x 500 mg - SF 1 x 1 tab - Ascorbic acid 3 x 100 mg - Mobilisasi - Minum/minum biasa - Rawat luka Tanggal 5 Agustus 2011 S O : : Keluhan (-) Status praesens KU = Cukup Kes = CM TD : 120/80 mmHg, Nadi: 88x/mnt, Respirasi: 24 x/mnt Sb: 36,5C Status Puerpuralis : Mammae : laktasi +/+, infeksi -/Abdomen : Datar, lemas, luka operasi tertutup gaas A : P1A0 20 tahun, post SCTP ai gagal oksitosin drips + maternal exhaustion + histerektomi subtotal ai atonia uteri (H3) Lahir bayi laki-laki, BBL 4250 gr, PBL 52 cm, AS 7-9 P : - Cefixime 2 x 100 mg - Metronidazole 3 x 500 mg - SF 1 x 1 tab - Ascorbic acid 3 x 100 mg Tanggal 6 Agustus 2011 S : Keluhan (-)

12

Status praesens KU = Cukup Kes = CM TD : 110/80 mmHg, Nadi: 84x/mnt, Respirasi: 24 x/mnt Sb: 36,5C Status Puerpuralis : Mammae : laktasi +/+, infeksi -/Abdomen : Datar, lemas, luka operasi kering, tanda-tanda infeksi (-)

P1A0 20 tahun,

post SCTP ai gagal oksitosin drips + maternal

exhaustion + histerektomi subtotal ai atonia uteri (H4) Lahir bayi laki-laki, BBL 4250 gr, PBL 52 cm, AS 7-9 P : - Cefixime 2 x 100 mg - Metronidazole 3 x 500 mg - SF 1 x 1 tab - Ascorbic acid 3 x 100 mg - Rawat luka Tanggal 7 Agustus 2011 S O : : Keluhan (-) Status praesens KU = Cukup Kes = CM TD : 120/80 mmHg, Nadi: 84x/mnt, Respirasi: 24 x/mnt Sb: 36,6C Status Puerpuralis : Mammae : laktasi +/+, infeksi -/Abdomen : Datar, lemas, luka operasi tertutup gaas A : P1A0 20 tahun, post SCTP ai gagal oksitosin drips + maternal exhaustion + histerektomi subtotal ai atonia uteri (H5) Lahir bayi laki-laki, BBL 4250 gr, PBL 52 cm, AS 7-9 P : - Cefixime 2 x 100 mg - Metronidazole 3 x 500 mg - SF 1 x 1 tab - Ascorbic acid 3 x 100 mg - Rencana pulang

13

DISKUSI Pada kasus ini akan didiskusikan mengenai : 1. Atonia uteri pada pasien 2. Penanganan yang dilakukan Atonia Uteri pada Pasien Dari anamnesis, pemeriksaaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien saat masuk rumah sakit didiagnosis dengan G1P0A0 20 tahun hamil 40-41 minggu, Inpartu kala I + gagal oksitosin drips + Maternal exhaustion; Janin intra uterin tunggal hidup letak kepala H I-II. Selanjutnya direncanakan untuk dilakukan seksio sesarea cito. Operasi dimulai 2 jam setelah pasien masuk rumah sakit, lahir bayi laki-laki, BBL 4250 gr, PBL 52 cm, AS 7-9. Setelah bayi dan plasenta lahir, dievaluasi ternyata kontraksi uterus tidak ada. Sehingga dilakukan pasien ditangani sebagai atonia uteri. Atonia uteri pada pasien ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu : 1. Makrosomia 2. Induksi persalinan dengan oksitosin drips Dalam kepustakaan disebutkan beberapa hal yang dapat menyebabkan atonia uteri adalah overdistensi uterus (multiparitas, pollihidramnion, makrosomia), relaksan uterus (nifedipin, magnesium, beta-mimetik, indomethacin, nitrit oksida), partus presipitatus atau partus lama, induksi/augmentasi persalinan dengan oksitosin, korioamnionitis, anestesia halotan, dan uterus fibroid.1,9 Pada suatu penelitian yang dilakukan di tiga belas rumah sakit universitas di Amerika Serikat beberapa hal yang berhubungan dengan terjadinya atonia uteri pada seksio sesarea, baik berdiri sendiri maupun dalam kombinasi adalah :13 1. Induksi/augmentasi persalinan > 12 jam 2. Ras hispanik 3. Korioamnionitis 4. Berat lahir > 4000 gr

14

5. Kehamilan ganda Pada makrosomia terjadi overdistensi dari. Uterus yang mengalami overdistensi cenderung hipotonik setelah persalinan. Otot-otot miometrium tetap dalam keadaan relaksasi setelah isi uterus dikeluarkan sehingga tidak berkontraksi sebagaimana mestinya.1,9 Paparan terhadap oksitosin yang lama merupakan salah satu faktor yang penting dalam patofisiologi atonia uteri. Oksitosin memediasi kontraksi uterus melalui reseptor oksitosin pada miometrium. Pada penggunaan oksitosin yang lama dapat terjadi desensitisasi dari reseptor oksitosin, sehingga membatasi respons kontraksi uterus yang dimediasi oleh oksitosin selanjutnya. Hal ini dapat menjelaskan mengapa pada induksi atau augmentasi persalinan dengan oksitosin dapat menyebabkan atonia uteri.14 Atonia uteri dapat diprediksi sebelumnya apabila faktor risiko atonia uteri dikenali. Meskipun demikian, dalam praktek klinis kemampuan untuk mengidentifikasi pasien yang mungkin mengalami atonia uteri terbatas. Dalam suatu penelitian ditunjukkan bahwa pada setengah dari wanita yang mengalami atonia uteri setelah seksio sesarea bahkan tidak memiliki faktor risiko.1 Dengan memprediksi atonia uteri, antisipasi terhadap atonia uteri yang dapat menyebabkan perdarahan postpartum perlu dilakukan. Dalam European Consensus on Prevention and Management of Postpartum Hemorrhage, beberapa hal yang berhubungan dengan pencegahan perdarahan postpartum pada seksio sesarea adalah sebagai berikut :9 Setiap wanita yang menjalani seksio sesarea, mengalami peningkatan risiko perdarahan post partum sehingga transfusi darah mungkin diperlukan Dianjurkan pemberian uterotonika segera setelah bayi lahir Perkiraan akurat kehilangan darah pada seksio sesarea sulit ditentukan. Meskipun demikian kehilangan darah per vaginam maupun per abdominal harus diukur Pada seksio sesarea yang telah diperkirakan mengalami risiko lebih besar terjadi perdarahan post partum, direkomendasikan kehadiran dokter spesialis senior

15

Penanganan yang dilakukan Setelah diagnosis atonia uteri ditegakkan pada kasus ini, rangkaian penanganan yang telah dilakukan adalah : 1. Masase uterus 2. Pemberian uterotonika - Oksitosin bolus IV, drips IV, intramural - Metil ergometrin maleat IV - Misoprostol per rektal 3. Kompresi uterus 4. Histerektomi subtotal Sesuai dengan alur penanganan perdarahan post partum dari WHO (bagan 1), langkah-langkah yang harus diambil bila diagnosis atonia uteri ditegakkan adalah :5 1. Atasi atonia uteri dengan : - Masase uterus - Obat-obatan uterotonika - Oksitosin - Ergometrin - Prostalandin : misoprostol & prostaglandis F2 2. Bila perdarahan berlanjut : - Kompresi uterus non bedah : - Kompresi uterus bimanual - Tamponade balon atau kondom kateter - Asam traneksamat 3. Bila perdarahan berlanjut : - Kompresi uterus dengan jahitan/pembedahan - Ligasi arteri - Embolisasi arteri 4. Bila perdarahan berlanjut : - Histerektomi

16

- Bila masih ada perdarahan intra-abdominal setelah histerektomi pertimbangkan tampon abdomen Pada kasus ini langkah-langkah sesuai rekomendari WHO telah diikuti sebagaimana mestinya, meskipun intervensi kompresi uterus dengan pembedahan dan ligasi arteri tidak dilakukan. Keputusan histerektomi pada saat seksio sesarea dilakukan adalah tepat untuk live-saving dari pasien yang bersangkutan. Meskipun di kemudian hari pasien menjadi infertil, keselamatan pasien pada saat terjadi atonia uteri dengan perdarahan tidak terkontrol harus diambil tindakan definitif dengan histerektomi. Pasien dirawat selama 5 hari pasca operasi dan dipulangkan dalam keadaan cukup (Hb 11,1 gr/dL).

17

KESIMPULAN

Telah dilaporkan suatu kasus atonia uteri yang ditangani dengan cesarean hysterectomy di Bagian/SMF Obstetri Ginekologi FK Unsrat/RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado. Atonia uteri disebabkan oleh makrosomia dan induksi persalinan dengan oksitosin. Keputusan melakukan histerektomi adalah tepat sebagai tindakan livesaving pada atonia uteri dengan perdarahan post partum yang tidak teratasi.

18

KEPUSTAKAAN 1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, et al eds. Williams obstetrics, 23 rd edition. Chapter 35. Obstetrical hemorrhage. United states of America : The McGraw-Hill Companies, Inc. 2010. e-book version. DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufer N eds. Current diagnosis & treatment obstetrics & gynecology, tenth edition. Chapter 31. Postpartum hemorrhage & abnormal puerperium. Obstetrical hemorrhage. United states of America : The McGraw-Hill Companies, Inc. 2007. e-book version. Szymanski LM, Bienstock JL. Complication of labor and delivery. In : Fortner KB, Szymanski, LM, Fox, HE, Wallach EE. John Hopkins manual of gynecology and obstetrics, The 3rd edition. New York : Lippincott Milliams & Wilkins. 2007. e-book version. Graves Cr. Obstetrics problems. In : Rock JA, Jones HW. Te Lindes operative gynecology, 10th edition. New York : Lippincott Milliams & Wilkins. 2007. e-book version. WHO. WHO guidelines for the management of postpartum haemorrhage and retainde placenta. France : WHO Press. 2009 Bayer-Zwirello LA. The third stage. In : OGrady JP, Gimovski ML, BayerZwirello L, Giordano K eds. Operative obstetrics, 2nd edition. Cambridge : Cambridge university press. 2008 : 257-296 Pitkin J, Peattie AB, Magowan BA. Obstetrics and gynecology an illustrated colour text. London : Churchill livingstone. 2003 : 60-61 Leduc D, Senikas V, Lalonde AB. Active management of third stage of labour : prevention and treatment of postpartum hemorrhage. SOGC clinical practice guideline. JOGC. Oktober 2009 : 980-993 B-Lynch Ch, Keith LG, Lalonde AB, Karoshi M eds. A textbook of postpartum hemorrhage, a comprehensive guide to evaluation, management and surgical intervention. Dumfriesshire UK : Sapiens publishing. 2006 OGrady JP, Fitzpatrick TK. Cesarean delivery and surgical sterilization. In: OGrady JP, Gimovski ML, Bayer-Zwirello L, Giordano K eds. Operative obstetrics, 2nd edition. Cambridge : Cambridge university press. 2008 : 509607 Forna F, Miles AM, Jamieson DJ. Emergency peripartum hysterectomy : a comparison of cesarean and pospartum hysterectomy. Am J Obstet Gynecol 2004, 190 : 1440-1444

2.

3.

4.

5. 6.

7. 8.

9.

10.

11.

19

12.

Bateman BT, Mhyre JM, Callaghan WM, K/uklina EV. Peripartum hysterectomy in United States : nationwide 14-year expperience. Am J Obstet Gynecol, 2011. Manuscript Rouse DJ et al. The MFMU cesarean registry : uterine atony after primary cesarean section. Am J Obstet Gynecol 2005, 193 : 1056-1060 Grotegut CA et al. Oxytocin exposure during labor among women with postpartum hemorrhage secondary to uterine atony. Am J Obstet Gynecol 2011, Research 56.e1-6

13. 14.

20

Anda mungkin juga menyukai